Tabel 5 Data iklim wilayah Kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989
BULAN UNSUR IKLIM
Curah Hujan
Hari Hujan
Kecepatan Angin
Suhu Udara Kelembaban
Udara Max.
Min. Harian
mm hari
Kmjam
o
C Januari
Pebruari Maret
April Mei
Juni Juli
Agustus September
Oktober November
Desember 274
309 276
277 184
114 108
104 144
157 238
317 11
10 9
9 8
6 5
5 6
7
10 13
0,73 0,71
0,74 0,71
0,68 0,68
0,66 0,78
0,77 0,71
0,70 0,73
31,40 31,90
32,00 32,90
32,80 32,80
32,60 33,60
34,20 34,00
32,50 31,20
22,60 22,60
22,80 23,00
22,60 21,80
21,20 21,00
21,10 22,00
22,60 22,70
26,10 26,20
26,30 26,70
26,80 26,50
26,00 26,20
26,70 26,90
26,50 26,00
87 85
86 85
85 84
82 79
78 79
84 87
JUMLAH 2.502
99 -
- -
- -
Rata-Rata 208
8 0,72
32,70 22,20
26,40 83
Sumber : Stasiun Meteorologi Tabalong, data diolah kembali
Gambar 8 Peta iklim Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Vegetasi
Pada hutan sekunder di Desa Santu’un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui
maupun tidak diketahui jenisnya. Vegetasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya
Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan
No Nama Jenis
Nama Latin ∑ ind
K KR
F FR
D DR
INP 1
Gmelina Gmelina arborea
46 230
31,08 1,00
9,62 1500,82
8,97 49,67
2 Sumpung
Gluta renghas 2
10 1,35
0,40 3,85
212,30 1,27
6,47 3
Mahang Macaranga gigantea
25 125
16,89 1,00
9,62 1200,25
7,18 33,68
4 Meranti
Shorea leprosula 10
50 6,76
0,60 5,77
1506,56 9,01
21,53 5
Layung Durio dulcis
3 15
2,03 0,60
5,77 604,63
3,62 11,41
6 KapurSintok
Dryobalanops aromatica 2
10 1,35
0,40 3,85
103,19 0,62
5,81 7
Kopi hutan Rothmannia grandis
3 15
2,03 0,20
1,92 184,15
1,10 5,05
8 Simpur
Dillenia borneensis 2
10 1,35
0,40 3,85
1785,08 10,67
15,87 9
Binuang Duabanga moluccana
3 15
2,03 0,40
3,85 770,44
4,61 10,48
10 Nyatoh
Payena leerii 7
35 4,73
0,40 3,85
692,01 4,14
12,71 11
Geronggang Cratoxylum arborescens
4 20
2,70 0,40
3,85 302,37
1,81 8,36
12 Medang
Cinnamomum porrectum 14
70 9,46
1,00 9,62
659,83 3,95
23,02 13
Jelutung Dyera costulata
2 10
1,35 0,20
1,92 1306,49
7,81 11,09
14 Kecapi
Sandoricum koetjape 5
25 3,38
0,60 5,77
748,75 4,48
13,62 15
Perupuk Lophopetalum javanicum
1 5
0,68 0,20
1,92 487,66
2,92 5,514
16 Terentang
Campnosperma coriaceum 1
5 0,68
0,20 1,92
143,71 0,86
3,46 17
Langsat hutan Aglaia korthalsii
1 5
0,68 0,20
1,92 210,59
1,26 3,86
18 Tumih
Combretocarpus rotundatus 2
10 1,35
0,20 1,92
578,42 3,46
6,73 19
Bintangur Calophyllum inophyllum
1 5
0,68 0,20
1,92 128,98
0,77 3,37
20 Punak
Tetramerista glabra 4
20 2,70
0,40 3,85
270,33 1,62
8,17 21
Jaring -
4 20
2,70 0,40
3,85 770,53
4,61 11,16
22 Wayan
- 1
5 0,68
0,20 1,92
312,10 1,87
4,47 23
Jenis 1 -
2 10
1,35 0,40
3,85 1234,27
7,38 12,58
24 Jenis 2
- 1
5 0,68
0,20 1,92
605,50 3,62
6,22 25
Jenis 3 -
2 10
1,35 0,20
1,92 406,45
2,43 5,71
Total 148
740 100
10,40 100
16725,41 100
300
Keterangan : K = Kerapatan indha, KR = Kerapatan relatif , F = Frekuensi, FR = Frekuensi relatif , D = Dominansi cm
2
ha, DR =
Dominansi relatif , INP = Indeks nilai penting
Hasil Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa di hutan sekunder tersebut terdapat 25 jenis pohon dengan jumlah sebanyak 148 pohon yang terbagi di
dalamnya. Jenis pohon yang memiliki individu terbanyak pada petak contoh adalah gmelina sebanyak 46 pohon, mahang sebanyak 25 pohon, Medang
sebanyak 14 pohon, dan meranti sebanyak 10 pohon. Sedangkan untuk jenis pohon lainnya terdapat sebanyak ≤ 7 pohon.
Jika suatu jenis memiliki banyak individu maka nilai kerapatan atau kerapatan relatifnya akan semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Berdasarkan
Tabel 5 di atas, jenis yang memiliki nilai kerapatan atau kerapatan relatif terbesar terdapat pada jenis gmelina yaitu sebesar 230 individuha dengan kerapatan relatif
28,75, mahang sebesar 125 individuha dengan kerapatan relatif 15,66, medang sebesar 70 individuha dengan kerapatan relatif 8,75, dan meranti
sebesar 50 individuha dengan kerapatan relatif sebesar 6,25. Hal ini berarti gmelina merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemukan dibandingkan
jenis pohon lainnya. Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya
suatu jenis dimana frekuensi tersebut memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal
ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasi terhadap lingkungan. Berdasarkan Tabel 5 di atas, vegetasi yang memiliki frekuensi jenis atau frekuensi relatif
tertinggi adalah gmelina, mahang, dan medang yaitu frekuensi sebesar 1 atau frekuensi relatif sebesar 9,09. Hal ini menunjukkan bahwa jenis gmelina,
mahang, dan medang tersebar keseluruh kawasan. Sedangkan untuk jenis lainnya, pola penyebaran vegetasinya berkelompok atau tidak tersebar keseluruh kawasan.
Dominansi jenis atau dominansi relatif terbesar terdapat pada jenis simpur sebesar 1785,08 cm
2
ha atau 11,03, meranti sebesar 1506,56 cm
2
ha atau 9,31, dan gmelina sebesar 1500,82 cm
2
ha atau 9,27 . Sedangkan untuk jenis lainnya tersebar dari 1234,28 cm
2
ha sampai 48,17 cm
2
ha. Hal ini disebabkan oleh diameter setiap jenis bervariasi sehingga membuat nilai lbds luas bidang dasar
bervariasi juga. Semakin besar diameter setiap jenis maka akan semakin besar lbds sehingga nilai dominansinya akan semakin besar juga.