Sulawesi Barat Penanaman Kembali oleh Perkebunan Sawit PT. X

Bulan

4.2.1 Letak Geografis

Menurut BPS Mamuju Utara 2009, Kabupaten Mamuju Utara yang beribukota di Pasangkayu terletak di bagian utara Provinsi Sulawesi Barat atau pada bagian barat dari Pulau Sulawesi. Secara geografis terletak pada posisi 0º 40’ 10” – 1º 50’ 12” Lintang Selatan LS 119º 25’ 26” – 119º 50’ 20” Bujur Timur BT. Kabupaten Mamuju Utara mempunyai batas wilayah: Utara : Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah; Timur : Kabupaten Donggala; Selatan : Kabupaten Mamuju; Barat : Selat Makassar. Kabupaten Mamuju Utara memiliki luas wilayah 304.375 ha. Secara administrasi pemerintahan terbagi atas 12 kecamatan yang terdiri dari 63 desa. Kecamatan Baras merupakan kecamatan terluas dengan luas 43.343 ha 14,24 dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara, sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Sarjo dengan luas 3.011 ha 0,69 .

4.2.2 Curah Hujan

Curah Hujan di Mamuju Utara berkisar antara 124 mm 3 hingga 703 mm 3 . Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli sedangkan terendah di Januari. sumber: BPS Mamuju Utara 2009 Gambar 5 Grafik Curah Hujan Kabupaten Mamuju Utara

4.2.3 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Mamuju Utara terdiri tanaman pangan padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai yang dominasi oleh tanaman padi. Hortikultura berupa tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan yang didominasi oleh tomat dan jeruk. Perkebunan kelapa sawit, kelapa dalam, kakao, dan lain- lain yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Dan, sebagian besar wilayah Mamuju Utara merupakan hutan yaitu seluas 208.258,25 ha. Luas kawasan hutan di Mamuju Utara menurut fungsinya bersumber dari Dinas Perkebunan, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup Kabupaten Mamuju Utara dalam BPS Mamuju Utara 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Luas Kawasan Hutan di Mamuju Utara Menurut Fungsinya sumber: BPS Mamuju Utara 2009

4.2.4 Kependudukan

Berdasarkan BPS Mamuju Utara 2009, berdasarkan data yang dikumpulkan dari tiap kantor desa di Mamuju Utara, penduduk Kabupaten Mamuju Utara pada tahun 2008 berjumlah 143.163 jiwa. Angka ini menunjukkan adanya pertumbuhan penduduk di Mamuju Utara sebesar 9,29 dibandingkan dengan tahun 2007 berdasarkan sumber yang sama. Jumlah penduduk Mamuju Utara paling besar berada di Kecamatan Pasangkayu yaitu sebesar 18.394 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar sebesar 82,56 jiwa per km 2 4.2.5 Indikator Ekonomi 4.2.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Jenis Hutan Luas ha Hutan Lindung 95.444,36 Hutan Produksi Konversi 32.009,33 Hutan Produksi Biasa 1.691,36 Hutan Produksi Terbatas 76.973,70 Hutan Suaka Alam 2.139,90 Total 208.258,25 Pertumbuhan ekonomi Mamuju Utara sebesar 7,57 atau peringkat ketiga di Propinsi Sulawesi Barat. Berikut perbandingan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten di Sulawesi Barat yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten di Sulawesi Barat sumber: BPS Mamuju Utara 2009

4.2.5.2 Produk Domestik Regional Bruto PDRB

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Mamju Utara pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.002.083.000.000 atau peringkat ketiga di Propinsi Sulawesi Barat. Berikut perbandingan produk domestik bruto antar kabupaten di Sulawesi Barat yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Produk Domestik Regional Bruto Antar Kabupaten di Sulawesi Barat sumber: BPS Mamuju Utara 2009 Secara detail, PDRB Mamuju Utara paling besar disumbangkan dari sektor pertanian, yaitu sebesar 44,64. Hal ini menunjukkan bahwa Mamuju Utara pada saat ini masih bertumpu pada sektor pertanian. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penanaman Kembali oleh Perkebunan Sawit PT. X

Dalam rangka meningkatkan produksi minyak kelapa sawit akibat permintaan Crude Palm Oil CPO dunia yang semakin tinggi, PT. X berusaha melakukan inovasi untuk meningkatkan produksinya. PT. X melakukan intensifikasi dengan tidak melakukan perluasan wilayah kebun sawit yang diperoleh dari lahan lain khususnya lahan hutan. Kegiatan yang dilakukan adalah penanaman kembali. Penanaman kembali merupakan kegiatan peremajaan tanaman sawit yang produktivitasnya telah menurun yang dilakukan pada lahan yang sama sehingga tidak merambah kepada lahan lain. Hal tersebut berbeda dengan kegiatan ekspansi lahan yang biasanya dilakukan pada kawasan hutan. Konversi hutan untuk perkebunan sawit dinilai dapat menimbulkan kerusakan lingkungan seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumberdaya air dan erosi tanah. Berdasarkan wawancara kepada pihak kebun 7 , beberapa alasan perusahaan kebun tersebut melakukan kegiatan penanaman kembali antara lain: 1. Izin Meskipun di dalam perkebunan sendiri terdapat areal hutan, namun bagi pihak kebun untuk melakukan perluasan kebun dengan mengkonversi lahan konservasi, diperlukan perizinan yang harus diperoleh dari berbagai pihak terkait. Kemungkinan akan ada pihak-pihak yang tidak menyetujui perizinan peralihan lahan karena lahan tersebut merupakan lahan konservasi. 7 wawancara dilakukan kepada pihak kebun sawit PT. X di Mamuju Utara pada bulan September 2010 Gambar 6 Lahan konservasi yang terdapat di dalam areal kebun 2. Keterbatasan Lahan Untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan, konversi hutan untuk perkebunan sawit telah banyak dilakukan. Namun untuk wilayah Indonesia Bagian Timur, untuk didirikannya atau perluasan wilayah perkebunan mengalami kendala dalam hal aksesibilitas yang rendah karena kondisi alam berupa topografi yang relatif berbukit-bukit. 3. Gejolak Sosial Telah banyak organisasi-organisasi lingkungan hidup menyuarakan aspirasi mengenai dampak dari kegiatan konversi hutan untuk perkebunan sawit yang mengakibatkan deforestasi. Salah satu dampak yang paling dirasakan saat ini yang menyangkut kehidupan masyarakat luas adalah mengenai perubahan iklim akibat luas hutan yang semakin menurun. Maka dari itu, untuk meminimalisir gejolak sosial baik dari organisasi-organisasi lingkungan hidup serta masyarakat setempat, pihak kebun melakukan kegiatan penanaman kembali ini dimana juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan. 4. Investasi besar Untuk melakukan konversi hutan menjadi kebun sawit, akan dilakukan Land Clearing atau pembukaan lahan baru. Pembukaan lahan adalah kegiatan yang dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik. Biasanya kegiatan pembukaan lahan baru dilakukan dengan sistem bakar maupun tanpa bakar Pahan, 2008. Jika dilakukan dengan pembakaran, akan menimbulkan kerugian bagi lingkungan meskipun hanya membutuhkan biaya yang cukup murah. Namun jika dilakukan tanpa pembakaran, misalnya seperti secara kimiawi dengan mematikan pohon yang juga akan merusak lingkungan, juga dapat dilakukan dengan cara mekanik. Cara mekanik membutuhkan investasi alat berat yang juga terbilang mahal. Berikut ini perbandingan antara penanaman kembali dengan pengembangan kebun sawit secara konvensional land clearing yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan antara Penanaman Kembali dengan Pengembangan Sawit Secara Konvensional sumber: hasil wawancara, Pahan 2008 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penanaman kembali lebih menguntungkan berdasarkan aspek finansial, sosial, dan lingkungan. Dari aspek finansial, penanaman kembali membutuhkan biaya sebesar Rp. 1.896.000.000 untuk luas 400 ha sedangkan konvensional Rp. 2.080.312.141 Pahan, 2008 dengan kata lain lebih hemat sebesar 10. Dari aspek sosial penanaman kembali lebih kecil kemungkinan adanya gangguan sosial seperti pencurian dan perselisihan lahan masyarakat sekitar. Dari aspek lingkungan penanaman kembali tidak ada proses pembakaran dan konversi hutan dapat diminimalisir karena dilakukan pada lahan yang sudah ada, sedangkan pengembangan sawit secara konvensional berpotensi dilakukan metode pembakaran dan konversi hutan.

5.2 Proyek Kegiatan Penanaman Kembali

Penanaman kembali dilakukan di dalam areal kebun sawit yang sudah berdiri. Hal ini berbeda dengan land clearing atau pembukaan lahan dimana berlokasi di areal baru misal konversi hutan ataupun lahan lainnya. Berikut flow chart kegiatan penanaman kembali secara umum yang disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Flow Chart Kegiatan Penanaman Kembali Proyek kegiatan penanaman kembali dalam penelitian ini hanya dilakukan