Pertumbuhan ekonomi Mamuju Utara sebesar 7,57 atau peringkat ketiga di Propinsi Sulawesi Barat. Berikut perbandingan pertumbuhan ekonomi
antar kabupaten di Sulawesi Barat yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten di Sulawesi Barat
sumber: BPS Mamuju Utara 2009
4.2.5.2 Produk Domestik Regional Bruto PDRB
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Mamju Utara pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.002.083.000.000 atau peringkat ketiga di Propinsi
Sulawesi Barat. Berikut perbandingan produk domestik bruto antar kabupaten di Sulawesi Barat yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Produk Domestik Regional Bruto Antar Kabupaten di Sulawesi Barat
sumber: BPS Mamuju Utara 2009
Secara detail, PDRB Mamuju Utara paling besar disumbangkan dari sektor pertanian, yaitu sebesar 44,64. Hal ini menunjukkan bahwa Mamuju Utara pada
saat ini masih bertumpu pada sektor pertanian.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penanaman Kembali oleh Perkebunan Sawit PT. X
Dalam rangka meningkatkan produksi minyak kelapa sawit akibat permintaan Crude Palm Oil CPO dunia yang semakin tinggi, PT. X berusaha
melakukan inovasi untuk meningkatkan produksinya. PT. X melakukan intensifikasi dengan tidak melakukan perluasan wilayah kebun sawit yang
diperoleh dari lahan lain khususnya lahan hutan. Kegiatan yang dilakukan adalah penanaman kembali.
Penanaman kembali merupakan kegiatan peremajaan tanaman sawit yang produktivitasnya telah menurun yang dilakukan pada lahan yang sama sehingga
tidak merambah kepada lahan lain. Hal tersebut berbeda dengan kegiatan ekspansi lahan yang biasanya dilakukan pada kawasan hutan. Konversi hutan untuk
perkebunan sawit dinilai dapat menimbulkan kerusakan lingkungan seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumberdaya
air dan erosi tanah. Berdasarkan wawancara kepada pihak kebun
7
, beberapa alasan perusahaan kebun tersebut melakukan kegiatan penanaman kembali antara lain:
1. Izin
Meskipun di dalam perkebunan sendiri terdapat areal hutan, namun bagi pihak kebun untuk melakukan perluasan kebun dengan mengkonversi lahan
konservasi, diperlukan perizinan yang harus diperoleh dari berbagai pihak terkait. Kemungkinan akan ada pihak-pihak yang tidak menyetujui perizinan peralihan
lahan karena lahan tersebut merupakan lahan konservasi.
7
wawancara dilakukan kepada pihak kebun sawit PT. X di Mamuju Utara pada bulan September 2010
Gambar 6 Lahan konservasi yang terdapat di dalam areal kebun 2.
Keterbatasan Lahan Untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan, konversi hutan untuk
perkebunan sawit telah banyak dilakukan. Namun untuk wilayah Indonesia Bagian Timur, untuk didirikannya atau perluasan wilayah perkebunan mengalami
kendala dalam hal aksesibilitas yang rendah karena kondisi alam berupa topografi yang relatif berbukit-bukit.
3. Gejolak Sosial
Telah banyak organisasi-organisasi lingkungan hidup menyuarakan aspirasi mengenai dampak dari kegiatan konversi hutan untuk perkebunan sawit
yang mengakibatkan deforestasi. Salah satu dampak yang paling dirasakan saat ini yang menyangkut kehidupan masyarakat luas adalah mengenai perubahan iklim
akibat luas hutan yang semakin menurun. Maka dari itu, untuk meminimalisir gejolak sosial baik dari organisasi-organisasi lingkungan hidup serta masyarakat
setempat, pihak kebun melakukan kegiatan penanaman kembali ini dimana juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan.
4. Investasi besar
Untuk melakukan konversi hutan menjadi kebun sawit, akan dilakukan Land Clearing atau pembukaan lahan baru. Pembukaan lahan adalah kegiatan
yang dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik. Biasanya kegiatan pembukaan lahan baru
dilakukan dengan sistem bakar maupun tanpa bakar Pahan, 2008. Jika dilakukan dengan pembakaran, akan menimbulkan kerugian bagi lingkungan meskipun
hanya membutuhkan biaya yang cukup murah. Namun jika dilakukan tanpa