Keadaan Hutan Saat Ini

puluhan tahun dan penebangan ilegal. Hutan mulai mengalami tekanan besar karena para penebang kayu terus mencari-cari kawasan baru. Selain itu, tekanan juga ditimbulkan oleh ledakan industri kelapa sawit Greenpeace, 2008. Salah satu ancaman terkini terhadap hutan Indonesia adalah perkebunan kelapa sawit. Didorong oleh meningkatnya permintaan global akan minyak kelapa sawit untuk industri makanan, kosmetik, serta kemunculan apa yang disebut bahan bakar nabati. Sebuah laporan dari Departemen Kehutanan dan negara Uni Eropa menyatakan permintaan dunia akan minyak kelapa sawit diperkirakan akan meningkat dari 20,2 juta ton per tahun menjadi 40 juta ton di tahun 2020. Permintaan ini dapat dipenuhi bila 300.000 ha perkebunan baru ditanami tiap tahunnya selama 20 tahun ke depan. Sebagian besar lahan baru ini akan dibuka di Indonesia dimana sumber daya manusia dan lahan masih berlimpah Greenpeace, 2008. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang paling pesat bertumbuh dalam dua dasawarsa terakhir. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, areal tanaman perkebunan kelapa sawit terus meningkat dari 1,1 juta ha di tahun 1990 menjadi 6,1 juta ha di tahun 2006. Sedangkan hingga tahun 2007, Menteri Pertanian menyatakan bahwa areal tanaman perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 6,3 juta ha. Jika dibuat rata-rata, terjadi penambahan luas tanaman kelapa sawit sekitar 260 ribu ha setiap tahun. 3 Industri kelapa sawit tumbuh 36 kali lipat sejak pertengahan tahun 1960- an. Didominasi oleh perusahaan negara, perkebunan rakyat dan perkebunan skala besar milik swasta. Pembangunan perkebunan selama 30 tahun terakhir jelas merupakan faktor utama penyebab deforestasi, tetapi sulit menyajikan data definitif mengenai luas hutan yang telah dikonversi menjadi perkebunan. Hasil analisis menunjukkan total kawasan lahan hutan yang dikonversi menjadi perkebunan antara tahun 1982 dan 1999 adalah 4,1 juta ha. Dari angka ini, menurut penelitian lainnya 1,8 juta ha hutan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit antara tahun 1990 dan 2000 FWIGFW, 2001. 3 http:fwi.or.id?p=76 20 Oktober 2010

2.1.3 Deforestasi

Beberapa definisi deforestasi yang telah digunakan oleh berbagai institusi internasional diacu dalam Budiharto 2009 diantaranya adalah: UNFCCC 11CP.7 mendefinisikan sebagai konversi langsung yang disebabkan oleh manusia terhadap lahan hutan menjadi lahan non-hutan. FAO 2006 mendefinisikan konversi hutan ke penggunaan lahan lain atau pengurangan dalam jangka waktu yang lama dari kanopi pohon kurang dari batasan minimal 10. Dengan demikian deforestasi merupakan kehilangan penutupan lahan hutan secara permanen atau jangka waktu yang panjang, baik yang disebabkan oleh pengaruh manusia maupun dari gangguan alam. Konversi hutan ke lahan pertanian, padang rumputpenggembalaan, dan area perkotaan juga termasuk deforestasi. WWFIUCN 1996 mendefinisikan hilangnya hutan yang tidak digantikan dengan regenerasi alami atau penanaman kembali. Sebagian besar hutan di Indonesia menghadapi ancaman yang serius. Periode tahun 2000-2005, Indonesia kehilangan sekitar 1,09 juta hektar hutan setiap tahun dan sempat mengalami puncak deforestasi pada periode 1997-2000 yang mencapai angka 2,83 juta hektar per tahun DEPHUT, 2007. Banyak faktor yang bisa dituding sebagai pendorong besarnya laju deforestasi di Indonesia. Ada dua macam faktor pendorong yang menyebabkan deforestasi, yaitu faktor pendorong secara langsung dan faktor pendorong tidak langsung. Penyebab langsung meliputi kegiatan penebangan hutan, penebangan liar, dan kebakaran hutan. Penyebab tidak langsung antara lain, adalah kegagalan pasar, kebijakan, serta persoalan sosial-ekonomi dan politik lainnya. Konversi lahan hutan ke lahan perkebunan dan transmigrasi pada era sebelum tahun 2000 dianggap sebagai pendorong deforestasi yang cukup besar. Disamping itu, kebutuhan industri kayu juga menjadi pendorong deforestasi yang besar. Praktek penjarahan hutan pada masa transisi pemerintahan dari orde baru ke era reformasi dan kebakaran hutan besar juga terjadi tahun 19971998 yang menyebabkan hilangnya hutan yang cukup luas.

2.2 Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit Elais quineensis Jacq merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 24-30 bulan. Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5 º LU-23,5 º LS. Adapun persyaratan tumbuh pada tanaman kelapa sawit sebagai berikut: Curah hujan ≥2000 mmtahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering 100mmbln tidak lebih dari 3 bulan. Temperatur siang hari rata-rata 29-33ºC, malam hari 22-24ºC. Ketinggian tempat dari permukaan laut 500m. Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam perhari. Industri kelapa sawit merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, berupa lahan yang subur, tenaga kerja yang produktif, dan sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun. Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Agribisnis kelapa sawit adalah salah satu dari sedikit industri yang merupakan keunggulan kompetitif Indonesia untuk bersaing di tingkat global. Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Permintaan akan minyak makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peran komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Selain itu masih banyak produk turunan dari kelapa sawit seperti mentega, sabun, hingga biodiesel Pahan, 2008.

2.3 Penanaman Kembali

Tanaman kelapa sawit komersial saat ini memiliki usia produktif sekitar 20-25 tahun. Kalau pun bisa bertahan lebih dari umur tersebut, tanaman kelapa sawit dimaksud telah menampakkan gejala penurunan masa produktifnya. Di lapangan terkadang ditemui beberapa pohon kelapa sawit yang telah berusia diatas 25 tahun, tetapi masih mampu menghasilkan tandan buah segar bahkan dengan