32 Tahun 2004, selain mengatur tentang pemerintahan desa sehingga terjadinya penghematan produk hukum serta pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah.
C. Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimaksudkan sebagai upaya
nyata dan terpadu dalam menjalankan asas desentralisasi. Penguatan asas tersebut hanya dilihat dari sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintahan di daerah mampu dibina dan
diawasi secara benar dan bertanggungjawab. Pembinaan dan pengawasan menjadi penting, sebab tidak jarang hal tersebut menemukan berbagai kendala atau berbeda dengan realitasnya
dilapangan.
1. Pengertian Umum Pengawasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan WJS. Poerwadarminta
15
, pengawasan adalah bentuk kata berimbuhan pe-
an, berasal dari kata “awas” yang berarti dapat melihat baik- baik, waspada dan lain-
lain. Dengan kata lain pengawasan dapat diartikan kurang lebih “mampu mengetahui secara cermat dan seksam
a”, sebagai bentuk kata kerja. Untuk dapat melakukan pengawasan diperlukan orangsubjek yang disebut “pengawas”, dapat berbentuk orang perorangan
maupun bentuk BadanLembagaInstansi, yang mempunyai tugas sebagai mata dan telinga PimpinanManager suatu organisasi. Semakin berkembangnya suatu organisasi, serta semakin
luas dan banyaknya urusanpekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi, membuat PimpinanManager tidak mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup untuk
mengawasi jalannya organisasi secara pribadi, maka untuk itu memerlukan untuk mendelegasikan kewenangannyamenggunakan tenaga staf sebagai ganti dirinya dengan tugas khusus mengawasi
organisasi apakah segala macam pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan
15
WJS. Poerwadarmita, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 153.
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Selanjutnya Soejamto
16
memberikan batasan mengenai pengertian pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kegiatan yang sebenarnya mengenai
pelaksanaan dan menilai kenyataan apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Sedangkan istilah pengawasan dalam bahasa Inggris, disebut “Controlling” diterjemahkan dengan istilah
pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling ini lebih luas artinya daripada pengawasan. Dikalangan para ahli telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan
pengawasan, jadi pengawasan termasuk pengendalian. Ada juga yang tidak setuju disamakannya makna istilah “controlling” ini dengan pengawasan karena controlling pengertiannya lebih luas
daripada pengawasan. Dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengamati saja atau hanya melihat sesuai dengan rencana dan melaporkan hasil kegiatan sedangkan controlling
disamping melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian yakni menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.
SP Siagian memberikan definisi pengawasan sebagai berikut proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yang sedang
dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
17
Selanjutnya M. Manullang
18
mengatakan pendapatnya mengenai pengertian dari pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai
dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Kemudian dalam kata pengawasan ada istilah yang disebut dengan pemeriksaan dimana
pemeriksaan ini diartikan oleh Soejamto,
19
sebagai berikut : “Pemeriksaan adalah suatu cara untuk bentuk kritik pengawasan yang dilakukan dengan jalan
mengamati, menyelidiki atau mempelajari pekerjaan akan segala dokkumen dan keterangan- keterangan lainnya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut akan
menerangkan hasil nya dalam Berita Acara Pemeriksaan”.
16
Soejamto, Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hal. 32.
17
SP. Siagian, Pengawasan dan Pengendalian diBidang Pemerintahan, UI Press, Jakarta, 1994, hal. 57.
18
M. Manullang, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, hal. 32.
19
Soejamto, Op.Cit, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Panglaykin dan Hazil
20
, pengawasan adalah kegiatan yang meliputi aspek-aspek mengawasi, penelitian, apakah yang dicapai itu sesuai dan sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan lengkap dengan perencanaankebijaksanaan, program dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan merupakan jaminan atau penjagaan
supaya dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. Pelaksanaan pengawasan itu menitikberatkan kepada pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan.
b. Pengawasan tersebut adalah suatu proses pengamatan untuk mencapai sasaran tugas dengan baik dan bukan untuk mencari kesalahan seseorang yaitu tidak mengutamakan mencapai siapa
yang salah; c. Apabila ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya diteliti apa penyebabnya
dan mengusahakan cara memperbaikinya; d. Pengawasan itu merupakan proses yang berlanjut, yang dilaksanakan terus menerus sehingga
dapat diperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan. Pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencapai
beberapa tujuan yaitu untuk :
21
a. Mencapai tingkat kinerja tertentu; b. Menjamin susunan administrasi yang baik dalam operasi unit-unit pemerintah daerah baik
secara internal maupun dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain; c. Memperoleh perpaduan yang maksimum dalam pengelolaan pembangunan daerah dan
nasional; d. Melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah;
e. Mencapai integritas nasional; dan f. Pembinaan dan pengawasan tetap dijaga agar tidak membatasi inisiatif dan tanggungjawab
daerah, di samping itu hal ini merupakan upaya menyelaraskan nilai efisiensi dan demokrasi. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditentukan tentang pengawasan
fungsional sebagaimana juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
20
Panglaykin dan Hazil, Wetwork Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas Perusahaan, BPFE UGM, Yogyakarta, 1986, hal 91.
21
Universitas Sumatera Utara
khususnya pada Pasal 3 ayat 1 dan 2 ditentukan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah dan dikoordinasikan oleh
Inspektur Jenderal. Kembali ditegaskan bahwa pelaksanaan pengawasan fungsional tersebut dilakukan dalam kategori lembaga teknis daerah dan salah satu tugas lembaga teknis daerah itu
adalah pengawasan seperti ketentuan dalam Pasal 12 ayat 1, 2, 3 dan 5 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Adapun asas-asas yang harus dipatuhi dalam melakukan pengawasan antara lain sebagai berikut :
1. Asas legalitas, yaitu pelaksanaan pengawasan haruslah berdasarkan pada suatu kewenangan yang diatur menurut Peraturan Perundang-Undangan.
2. Asas pengawasan terbatas, yaitu pengawasan yang dibatasi pada sasaran yang telah dijadikan pedoman pada waktu kewenangan tersebut diberikan.
3. Asas motivasi, yaitu bahwa alasan-alasan untuk melaksanakan pengawasan harus dapat mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan tadi dan keputusan tersebut
haruslah dimotivasi oleh masyarakat luas. 4. Asas kecermatan, yaitu dalam melakukan pengawasan harus bersifat hati-hati dan teliti.
5. Asas kepercayaan, yaitu bahwa hasil pengawasan itu harus dapat dipertanggungjawabkan pada pihak manapun.
2. Maksud dan Tujuan Pengawasan Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu,
dengan adanya keleluasaan bertindak dari aparatur negara dalam lingkkup pemerintahan yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, yang kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian
bagi masyarakat itu sendiri. Maka sangat wajar apabila timbul suatu keinginan untuk mengadakan suatu sistem pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan
sampai keadaan negara menjerumus ke arah diktator, dengan tanpa batas melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
kewenangannya yang bertentangan dengan ciri negara hukum
22
. Oleh karena itu, sistem pengawasan memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut :
a. Agar terciptanya jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat agar pemerintah tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang dalam pelaksanaan tugasnya.
23
b. Agar juga ada perlindungan hukum bagi pemerintah dalam bertindak yang berarti segala tindakan pemerintah sesuai dengan aturan hukum dan tidak melakukan perbuatan yang salah
menurut hukum;
24
c. Pengawasan itu sendiri menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto;
25
d. Tujuan dari pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya dalam hal berwujud dalam
suatu rencana.
26
Pengawasan selalu terkait dengan sistem manajemen apalagi jika dihubungkan dengan sistem manajemen pemerintahan, maka oleh karena itu pengawasan akan selalu diperlukan untuk
menjamin pelaksanaan, perencanaan, dan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Apabila dihubungkan dengan pemerintahan yang dalam hal ini mempunyai tugas
salah satunya menjalankan serta menciptakan iklim usaha atau kondisi yang baik pada negara untuk kepentingan pembangunan, dan dalam rangka proses menciptakan pembangunan yang
kondusif itu maka peranan pengawasan pun akan sangat penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismail Saleh, yang menyebutkan bahwa :
27
“Pengawasan sebagai faktor pengaman pembangunan tidak boleh diabaikan, bahkan ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Tanpa adanya
pengawasan pembangunan akan terjadi banyak kebocoran, dan kebocoran itu pada dasarnya mampu menggagalkan pembangunan. Sehubungan dengan hal itu, maka seiring dengan
lajunya pembangunan maka pengawasan pun tidak boleh surut. Semakin meningkatnya pembangunan maka pengawasan pun semakin tidak boleh surut. Dan tujuan pengawasan yang
utama adalah ikut berusaha memperlancar roda pembangunan, serta mengamankan hasil-hasil
pembangunan”.
22
SF. Marbun, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UI Press Yogyakarta, 2001, hal. 261.
23
Ibid, hal. 263.
24
Ibid
25
Nimatul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Problematika, Pustaka Pelajar, 2005, hal. 68.
26
Ibid
27
Ismail Saleh, Ketertiban dan Pengawasan, Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dikatakan bahwa untuk menjamin hasil optimal yang diharapkan dari kegiatan aparatur pemerintahan dalam mengemban tugas pembangunan, diperlukan pengawasan secara
berkesinambungan dan berlangsung terus menerus sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan dan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Manullang
28
tujuan pengawasan adalah agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi yang
sekaligus dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan. Selanjutnya Josef Riwu Kaho menyebutkan tujuan dari pengawasan :
29
a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemerintahan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau belum;
b. Untuk mengetahui kesulitan apa yang dijumpai oleh para pelaksana sehingga dengan demikian dapat diambil langkah-langkah guna perbaikan dikemudian hari;
c. Mempermudah atau meringankan tugas-tugas pelaksanaan karena pelaksanaan tidak mungkin dapat melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang dibuatnya karena kesibukan-
kesibukan sehari-hari; dan d. Pengawasan bukanlah mencari-cari kesalahan, akan tetapi untuk memperbaiki kesalahan.
Sedangkan menurut soewarno Handayaningrat,
30
mengatakan bahwa pengawasan ber
tujuan, “Agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna efisien dan berhasil guna efektif, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan”. Secara garis besarnya, dalam
penelitian ini diperoleh bahwa tujuan pengawasan itu adalah : a. Agar terjadinya aparatur pemerintah yang berwibawa, bersih dan bertanggungjawab yang
didukung oleh situasi system manajemen pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang terkonstruktif dan terkendali dalam wujud
pengawasan masyarakat yang objektif, sehat serta bertanggungjawab. b. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparatur pemerintah serta
menumbuhkan disiplin kerja yang sehat; dan c. Agar terdapat kelugasan dalam menjalankan peranan, tugas, fungsi atau kegiatan yang tumbuh
budaya malu dari dalam diri masing-masing aparatur, rasa bersalah dan berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan jajarannya.
28
M. Manullang, Op.Cit, hal.68.
29
Josep Riwo M. Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta ; 1982, hal. 30.
30
Hadayaningrat Soewarno, Pengantar studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta, 1981, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu merupakan alat pengontrol, pembimbing serta pencegah, kemudian melakukan tindakan perbaikan untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan. 3. Prinsip-Prinsip dan Landasan Pengawasan
Untuk mendapatkan pengawasan yang efektif dan efisien tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan terkandung dalam pengawasan itu sendiri. Adapun
prinsip-prinsip yang terkandung dalam melakukan pengawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Objek yang menghasilkan fakta. Pengawasan harus objektif dan harus dapat menemukan fakta
atau bukti konkrit tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. b. Pengawasan berpedoman pada kebijakan yang berlaku. Untuk mengetahui dan menilai ada
tidaknya indikasi penyimpangan dan kesalahan, haruslah bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang tercantum dalam;
1 Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan; 2 Pedoman kerja yang telah digariskan;
3 Rencana kerja yang telah ditetapkan dan 4 Tujuan dan sasaran yang ditetapkan
c. Preventif. Pengawasan harus bersifat mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan atau kesalahan. Oleh karena itu pengawasan harus dilakukan dengan menilai rencana yang akan
dilakukan. d. Pengawasan Bukan Tujuan. Pengawasan hendaknya tidk dijadikan tujuan, namun hanya
sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian suatu tujuan organisasi.
e. Effisiensi. Pengawasan harus dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan pekerjaan.
f. Menemukan apa saja yang salah. Pengawasan terutama harus ditujukan mencari apa yang salah, penyebab kesalahan dan bagaimana sifat kesalahan tersebut.
g. Hasil temuan dari hasil pengawasan berupa pemeriksaan haruslah diikuti dengan tindak lanjut. Adapun landasan dari pelaksanaan pengawasan Indonesia antara lain sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Landasan Idil Pelaksanaan pembangunan di lingkungan pemerintah khususnya pembangunan di bidang
pengawasan adalah berdasarkan Pancasila sebagai landasan idil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitutisional. Dalam hubungan itu yang penting bagi pembangunan,
pengawasan harus dijiwai oleh norma-norma luhur Pancasila yang berfungsi mengatur, membatasi dan mengarah pada pola sikap, pola pikir dan pola tindak dalam pelaksanaan pengawasan.
Disamping itu pelaksanaannya harus memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku baik bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945 maupun sumber-sumber hukum yang lain yang
dijabarkan dari hukum dasar tersebut. 2. Landasan Formil
Untuk melaksanakan pembangunan di bidang pengawasan diperlukan pedoman. Oleh karena itu landasan formil bagi pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan di Indonesia
mengacu pada Program Pembangunan Nasional Propenas. Program Pembangunan Nasional Propenas sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan
yang ditetapkan lima tahun sekali oleh Presiden bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia MPR-RI untuk tahun 2001 menyatakan bahwa penyelenggaraan negara yang
menyeluruh untuk pembangunan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mewujudkan kemajuan di segala bidang yang menempatkan Bangsa Indonesia sederajat dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Landasan kebijaksanaan pengawasan dalam organisasi pemerintah adalah Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tap MPR No. IIMPR1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN yang telah menggariskan pokok-pokok arah dan kebijaksanaan pembangunan
aparatur pemerintah sebagai berikut : 1. Pembangunan aparatur pemerintah diarahkan untuk menciptakan aparatur yang
efisien, efektif, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya dengan dilandasi semangat
dan sikap pengabdian pada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah untuk merencanaka, melaksanakan, mengawasi dan
mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan.
2. Disamping itu, kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban aparatur pemerintah perlu dilanjutkan dan semakin ditingkatkan, terutama dalam rangka menanggulangi
masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan
Universitas Sumatera Utara
dan keuangan Negara, pemungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan
kewibawaan aparatur pemerintah. Untuk itu, perlu ditingkatkan secara lebih terpadu pengawasan dan langkah-langkah
penindakannya serta dikembangkan kesetiakawanan sosial dan disiplin nasional. 3. Landasan Fungsional
Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian merupakan fungsi manajemen yang harus diemban atau dilaksanakan oleh aparat pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dengan
demikian berarti keharusan melaksanakan manajemen yang berdaya guna dan berhasil guna khususnya dalam proses pengawasan merupakan landasan fungsional yang diemban oleh pejabat
negara yang menempati posisi pimpinan dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.
Berdasarkan landasan tersebut berarti pula bahwa kewenangan pengawasan berada pada pejabatpimpinan, baik pejabatpimpinan struktural sebagai atasan terhadap bawahannya, maupun
pejabatpimpinan sesuai dengan tugas yang dipimpinnya maupun pimpinan proyek. 4. Subyek Pengawasan
Pada prinsipnya pengawasan adalah salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan pengertian di atas maka pengawas tersebut adalah pegawai yang bertugas melakukan pengawasan, yang meliputi dua pengertian pokok yaitu para petugas pengawasan
fungsional dan para pejabat atau pimpinan yang karena jabatannya harus senantiasa melakukan pengawasan dan pengendalian seluruh pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh perangkatnya.
Dalam melakukan pengawasan kepribadian pengawas hendaknya dilandasi sifat jujur, berani, bijaksana dan bertanggungjawab selain itu juga harus memiliki keahlian atau kemampuan
teknik yang diperlukan dalam bidang tugasnya. Sehubungan dengan hal tersebut Sujamto
31
berpendapat bahwa ada tiga kelompok atau tiga garis keahlian yang diperlukan oleh setiap pengawas, yaitu :
31
Sujamto, Op.Cit, hal. 2-3
Universitas Sumatera Utara
a. Keahlian atau pengetahuan yang menyangkut obyek yang diawasidiperiksa; b. Keahlian tentang teknik atau cara melakukan pemeriksaan; dan
c. Keahlian dalam menyampaikan hasil pengawasanpemeriksaan. Dengan demikian jelas bahwa pengawasan mempunyai landasan yang kuat, baik landasan
idil, landasan formil maupun landasan fungsional. Selanjutnya kepada pimpinan suatu organisasi pemerintahan tertentu dibentuk perangkat pengawasan fungsional menurut Pasal 9 adalah kegiatan
pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah oleh Pejabat Pengawas dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan, monitoring dan evaluasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun
2005 tentang PedomanPembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada Pasal 28 ayat 1 berbunyi, “Aparat pengawas intern pemerintah melakukan pengawasan sesuai
fungsi dan kewenangannya melalui : a. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah;
b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; c. Pengujian terhadap laporan berkala danatau sewaktu-waktu dari unitsatuan kerja;
d. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya
penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme; e. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijaksanaan, pelaksanaan program dan
kegiatan; dan f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan
pemerintahan desa”. Dalam pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005
disebutkan bahwa pemerintah memberikan penghargaan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah danatau wakil kepala daerah, anggota Dewan Perakilan Rakyat Daerah, perangkat daerah,
pegawai negeri sipil daerah, kepala desa, perangkat desa, dan angota badan permusyawaratan desa. Disamping hal tersebut, pemerintah dapat memberi sanksi sesuai dengan Pasal 45 ayat 2 yaitu
dapat berupa : a. Penataan kembali suatu daerah otonom,
b. Pembatalan pengangkatan pejabat; c. Penangguhan dan pembatalan suatu kebijakan daerah;
d. Administratif; danatau e. Finansial.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEDUDUKAN INSPEKTORAT DALAM STRUKTUR