Peranan Inspektorat Dalam Pelaksanaan Pengawasan Otonomi Daerah Di Provinsi Sumatera Utara Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

(1)

PERANAN INSPEKTORAT DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN

OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA DITINJAU

DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Viza Vadilla

NIM : 080200381

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PERANAN INSPEKTORAT DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN

OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA DITINJAU

DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Viza Vadilla

NIM : 080200381

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Mengetahui

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Suria Ningsih, SH, M.Hum

NIP. 196002141987032002

Pembimbing I

Pembimbing II

Suria Ningsih, SH, M.Hum

Erna Herlinda, SH, M.Hum

NIP : 196002141987032002

NIP : 196705091993032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita

semua limpahan rahmat dan berkah yang tak terhingga sehingga kita masih dapat

berkarya dan beribadah kepadaNya. Dan dengan berkahNya pula penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini walaupun masih banyak kekurangan-kekurangannya.

Tulisan ini tidak akan terwujud begitu saja tanpa melibatkan banyak pihak

yang telah memberikan bantuan baik berupa informasi, data, penyediaan

buku-buku kepustakaan baik dari perorangan maupun dari kelembagaan. Masa-masa

menjalani kuliah selama + 5 tahun banyak pengetahuan yang penulis serap dari

para dosen, para guru besar dan para rekan-rekan mahasiswa di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang turut mewarnai penulisan karya ilmiah dalam

bentuk skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih sekaligus sebagai apresiasi atas semua jasa-jasa terutama para dosen,

dukungan orang tua, dukungan adik-adik dan rekan-rekan mahasiswa yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Namun demikian dalam kesempatan pertama

penulis ingin menyampaikan ucapaan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1.

Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

2.

Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus

juga sebagai Pembimbing I penulis.

3.

Ibu Erna Herlinda, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

4.

Tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada

Ayahanda H. OK. Zulkarnain, SH, M.Si dan Ibunda Dewi Kurnianingsih, SH

atas kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan perhatiannya sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada abang Ibnu Ubayddilla

dan adik Frea Nabilla Ayyashi yang telah memberikan dukungan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Semoga tulisan dan capaian pada hari ini dapat memberi cambuk sekaligus

motivasi bagi adik-adik tersayang untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi

di masa-masa yang akan datang.

6.

Teman-teman penulis di Fakultas Hukum USU khususnya teman-teman satu

stambuk ‘08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu pe

rsatu di sini juga

penulis doakan dapat meraih sukses pada masa-masa yang akan datang.

Selaku manusia penulis tidak luput dari salah dan khilaf, dengan ini

penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan didalam

penulisan skripsi ini. Penulis juga memohon kritik serta saran yang bersifat

membangun demi perbaikannya dikemudian hari.

Akhir kata penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak. Aamin.

Medan, April 2013

Hormat Penulis,


(5)

ABSTRAK



Viza Vadilla

**)

Suria Ningsih, SH, M.Hum

***)

Erna Herlinda, SH, M.Hum

Inspektorat Provinsi adalah merupakan unsur pengawas pembinaan dan

penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota yang

mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan

pemerintahan di daerah provinsi, kabupaten dan kota.

Permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Bagaimana

kedudukan dan peranan Inspektorat dalam pelaksanaan otonomi daerah di

Provinsi Sumatera Utara. Dan sejauh mana Inspektorat dapat melakukan perannya

sebagai lembaga pengawas setelah pemberlakuan otonomi daerah di Provinsi

Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dengan

menggunakan metode penelitian kepustakaan

(library research)

dan penelitian

lapangan

(field research)

.

Kesimpulannya

adalah

:

Inspektorat

Provinsi

Sumatera

Utara

berkedudukan di bawah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, sejajar dengan

badan dan dinas lain yang dinaungi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera

Utara yang bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Hasil

pemeriksaan kasus yang ditangani terutama pada tindak lanjut pengawasan

dimana sebelum pelaksanaan otonomi daerah birokrasinya rumit dan panjang

serta menghabiskan waktu yang lama. Namun setelah pelaksanaan otonomi

daerah cukup diselesaikan oleh Gubernur melalui surat keputusan Gubernur,

kecuali terhadap kasus yang terdapat indikasi tindak pidana atau perdata yang

memerlukan campur tangan pihak ketiga. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan

dan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera

Utara setelah keluarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah tidak terlepas

dari sumber daya manusia, sarana prasarana, instrument pengawasan dan

ketersediaan anggaran.

Untuk itu disarankan kepada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk

melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera

Utara dan jajarannya dilakukan oleh Inspektorat Provinsi. Diharapkan kepada

Gubernur Sumatera Utara agar transparan dalam menyikapi dan meneruskan

kasus-kasus temuan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan dapat

memberikan anggaran dana yang lebih memadai



Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM : 080200381

**)

Dosen Pembimbing I/Ketua Departemen HAN, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***)


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI

...

iii

ABSTRAK

...

v

BAB I

PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang ...

1

B.

Perumusan Masalah ...

4

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan ...

4

D.

Keaslian Penulisan ...

5

E.

Tinjauan Pustaka ...

5

F.

Metodologi Penelitian ...

9

G.

Sistematika Penulisan ...

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN

PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN ...

13

A. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ...

13

B. Otonomi Daerah ...

17

C. Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ...

24

BAB III

KEDUDUKAN INSPEKTORAT DALAM STRUKTUR

PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA ...

39

A. Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Inspektorat Provinsi

Sumatera Utara ...

39

B. Kewenangan dan Tata Kerja Inspektorat Pemerintahan

Provinsi Sumatera Utara ...

43

C. Objek yang Diawasi oleh Inspektorat Pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara ...

46


(7)

BAB IV

PERANAN I NSPEKTORAT DALAM PELAKSANAAN

OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA ..

58

A. Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas

Pengawasan Oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara ...

58

B. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Sebelum dan Setelah

Pemberlakuan Otonomi Daerah ...

64

C. Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Tugas Inspektorat ...

68

D. Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Yang Dihadapi

Inspektorat Provinsi Sumatera Utara ...

74

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ...

80

A. Kesimpulan ...

80

B. Saran ...

81


(8)

ABSTRAK



Viza Vadilla

**)

Suria Ningsih, SH, M.Hum

***)

Erna Herlinda, SH, M.Hum

Inspektorat Provinsi adalah merupakan unsur pengawas pembinaan dan

penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota yang

mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan

pemerintahan di daerah provinsi, kabupaten dan kota.

Permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Bagaimana

kedudukan dan peranan Inspektorat dalam pelaksanaan otonomi daerah di

Provinsi Sumatera Utara. Dan sejauh mana Inspektorat dapat melakukan perannya

sebagai lembaga pengawas setelah pemberlakuan otonomi daerah di Provinsi

Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, dengan

menggunakan metode penelitian kepustakaan

(library research)

dan penelitian

lapangan

(field research)

.

Kesimpulannya

adalah

:

Inspektorat

Provinsi

Sumatera

Utara

berkedudukan di bawah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, sejajar dengan

badan dan dinas lain yang dinaungi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera

Utara yang bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Hasil

pemeriksaan kasus yang ditangani terutama pada tindak lanjut pengawasan

dimana sebelum pelaksanaan otonomi daerah birokrasinya rumit dan panjang

serta menghabiskan waktu yang lama. Namun setelah pelaksanaan otonomi

daerah cukup diselesaikan oleh Gubernur melalui surat keputusan Gubernur,

kecuali terhadap kasus yang terdapat indikasi tindak pidana atau perdata yang

memerlukan campur tangan pihak ketiga. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan

dan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera

Utara setelah keluarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah tidak terlepas

dari sumber daya manusia, sarana prasarana, instrument pengawasan dan

ketersediaan anggaran.

Untuk itu disarankan kepada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk

melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera

Utara dan jajarannya dilakukan oleh Inspektorat Provinsi. Diharapkan kepada

Gubernur Sumatera Utara agar transparan dalam menyikapi dan meneruskan

kasus-kasus temuan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan dapat

memberikan anggaran dana yang lebih memadai



Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM : 080200381

**)

Dosen Pembimbing I/Ketua Departemen HAN, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***)


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan daerah. Instrumen pemerintahan daerah merupakan alat atau sarana yang ada pada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan yang memuat berbagai jenis instrumen pemerintahan daerah. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan instrumen pemerintahan daerah adalah alat atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Instrumen pemerintahan daerah merupakan bagian dari instrumen penyelenggaraan pemerintahan negara dalam arti luas.

Hal ini kemudian memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu demi kesejahteraan rakyat di daerah masing-masing. Keadaan ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk mengambil dan memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat mengatur keadaan di daerah dengan mengeluarkan berbagai macam perundangan-undangan antara lain Peraturan Daerah (yang kemudian disingkat menjadi Perda) yang merupakan salah satu instrumen hukum penyelenggaraan pemerintah daerah di samping instrumen hukum yang lain yang berupa sarana dan prasarana yang digunakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemerintahan yang digolongkan ke dalam public domain, sebagaimana tertuang pada bagian penjelasan umum Undang-undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Negara Republilk Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan azas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat


(10)

dilakukan menurut prakarsanya sendiri serta didasari oleh aspirasi rakyat sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Perbedaan mendasar antara pelaksanaan otonomi daerah pada era orde baru dengan pelaksanaan otonomi daerah setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terletak pada azas desentralisasi. Pada masa orde baru penerapan otonomi daerah hanya dengan prinsip nyata dan bertanggung jawab, sedangkan setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 penerapan otonomi daerah menekankan prinsip luas, nyata dan bertanggungjawab.1

Otonomi daerah yang menganut prinsip luas, nyata dan bertanggung jawab membutuhkan pemahaman yang tepat terhadap wawasan kebangsaan dimana pemahaman tersebut antara lain sosial budaya, ekonomi, politik, hukum, pertahanan, keamanan, penanaman nilai-nilai kebangsaan serta rasa cinta tanah air. Sebab tanpa pemahaman yang tepat, maka kebebasan ini dapat menjadi ancaman disintegrasi bangsa.

Otonomi daerah yang luas membutuhkan pengawasan yang baik agar roda pembangunan di daerah berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu pemerataan dan keadilan. Pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara. Karena hal tersebut maka dibentuk suatu badan di daerah yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan secara umum di daerah yaitu Inspektorat.

Inspektorat Provinsi adalah merupakan unsur pengawas pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, kabupaten dan kota.

Pada Provinsi Sumatera Utara, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Inspektorat. Namun target yang ingin dicapai dari kinerja badan ini bertolak belakang dan masih belum mencapai tujuan yang diinginkan, kenyataan bahwa masih banyak terdapat berbagai bentuk penyelewengan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan bukti yang riil masih kurangnya pembinaan dan pengawasan, baik yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional yang

1

M. Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hal. 284-285.


(11)

bersangkutan maupun yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung. Sehingga menarik untuk dikaji mengapa kinerja Inspektorat di Provinsi Sumatera Utara belum mencapai target yang diinginkan.

B. Perumusan Pemasalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengangkat beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan dan peranan Inspektorat dalam pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara.

2. Sejauh mana Inspektorat dapat melakukan perannya sebagai lembaga pengawas setelah pemberlakuan otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan Inspektorat dalam struktur pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi tugas, fungsi, wewenang serta dapat atau tidaknya Inspektorat melaksanakan peranannya setelah pemberlakuan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademik tulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu hukum khususnya tentang peranan Inspektorat dalam pelaksanaan pengawasan otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara dan sebagai kerangka acuan dan landasan bagi penelitian lanjutan.

2. Secara praktis akan menjadi salah satu masukan bagi pemerintah yakni para pejabat dan instansi terkait untuk melaksanakan perannya dalam rangka otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara


(12)

D. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis, penulisan tentang Peranan Inspektorat

Dalam Pelaksanaan Pengawasan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara

Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara belum pernah diteliti. Oleh

karena itu penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan,

sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

E. Tinjauan Pustaka

Sejalan dengan perubahan mendasar pembangunan nasional sejak kurun waktu 1998 (era reformasi), maka titik pembangunan nasional adalah di daerah yang berarti pemerintahan. Di daerah diberi keleluasan mengatur daerahnya demi kepentingan pembangunan di daerah tersebut. Ruang yang terbuka luas bagi pencapaian kualitas daerah melalui otonomi daerah dan desentralisasi berimpliksi kepada ketentuan perundang-undangan yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Hal tersebut terlihat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian digantikan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125).

Pada Bab XII, Pasal 218 ayat (1) dan (2) ditentukan bahwa pengawasan atas pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah meliputi pelaksanaan pemerintahan daerah, peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Kemudian ketentuan dalam Pasal 223 menyebutkan pedoman mengenai pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sejalan dengan itu, pada bagian IX mengenai perangkat daerah Pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa perangkat daerah terdiri dari Sekretaris Daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam pengambilan kebijakan, koordinasi dengan seluruh perangkat daerah, membina profesionalitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk meningkatkan kinerja institusi mereka lalu Dinas-Dinas Daerah dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan di daerah tersebut. Selain itu, dalam rangka penerapan


(13)

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, memberikan penjelasan tentang perangkat daerah provinsi adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Aturan mengenai tugas pengawasan dilaksanakan oleh Inspektorat yang dipimpin seorang Inspektur yang bertanggungjawab langsung kepada Gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.

Kedua ketentuan di atas mengisyaratkan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintah di daerah menitikberatkan berfungsinya lembaga-lembaga teknis daerah. Selain itu dibutuhkan perpanjangan kemampuan bagi daerah melalui kepala daerah untuk menjalankan fungsi pengawasan khususnya pengawasan fungsional di daerah. Dengan kata lain Inspektorat Provinsi belum secara eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, namun kehadiran Inspektorat Provinsi terlihat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 yang kemudian Peraturan Pemerintah ini diganti menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi digantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Menurut kacamata manajemen, dibentuknya lembaga-lembaga pengawasan internal dan eksternal secara berlapis-lapis seperti sekarang ini sebenarnya telah mengikuti kaidah-kaidah manajemen modern. Luasnya rentang kendali dan kompleksitas berbagai urusan penyelenggaraan negara/pemerintahan memerlukan suatu sistem/mekanisme kontrol yang efektif, efisien, dan ekonomis sehingga visi misi penyelenggaraan negara/pemerintahan tercapai secara tepat asas. Pembentukan lembaga pengawasan secara berlapis, menurut I Wayan Monoyasa2, auditor

perwakilan BPKP justru meminimalkan peluang bagi manajer publik untuk mengkoopasi operasi pengawasan, karena terjadi proses check and recheck oleh lembaga pengawasan yang lebih

eksternal. Disamping itu, setiap aspek penyelenggaraan negara/pemerintah dapat dijangkau oleh lembaga pengawasan yang berlapis tersebut sehingga menekan sekecil mungkin terjadinya

2 I Wayan Monoyosa, “

Lembaga pengawasan dan good governance, menghilangkan

perasaan yang over dosis”, Artikel Warta Pengawasan, Masyarakat dan Membudidayakan Pengawasan, Edisi April 2001, BPKP, Jakarta, 2001, hal. 8.


(14)

potensi/praktik manajemen yang tidak sehat, dimana lembaga pengawasan eksternal mengenai hal-hal yang bersifat lebih makro dan strategis. Jadi, sebagai suatu sistem pengawasan fungsional maka keberadaan Inspektorat baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota sebagai salah satu lembaga pengawasan dalam pemerintahan khususnya pemerintah daerah sesungguhnya tidak ada yang berlebihan menyangkut keberadaan Inspektorat ini.

Pengawasan yang dimuat menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, meliputi dua bentuk pengawasan yakni pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Salah satu peran pelaksanaan pengawasan dilaksanakan oleh aparat pengawas internal pemerintah yang saat ini adalah Inspektorat, baik untuk daerah provinsi maupun daerah kabupaten atau kota. Namun sekarang ini apabila disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, maka sebagian besar Badan Pengawas Daerah yang diubah namanya menjadi Inspektorat seperti Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.3

Berdasarkan Pasal 21 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Provinsi Sumatera Utara Inspektorat Daerah yang dipimpin oleh seorang Inspektur yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur serta secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah Inspektorat Daerah mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota serta tugas pembantuan.

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam menulis skripsi ini meliputi :

3

H. Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indoensia, Sinar Grafika, Jakarta 2006, hal. 112.


(15)

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif penulis melaksanakan penelitian terhadap perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Metode Pengumpulan Data

Pada hakekatnya metode penulisan/pengumpulan data adalah cara yang ditempuh untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dari perolehan data yang dikumpulkan. Dalam mewujudkan pembuatan skripsi ini, metode penulisan atau pengumpulan data ini dilakukan melalui :

1. Studi kepustakaan (library research), berkenaan dengan bacaan yang bersifat reference books,

text books, majalah-majalah ilmiah, hasil-hasil seminar, dan sebagainya.

2. Studi lapangan (field research), yaitu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan/informasi di lapangan. Data yang telah dikumpulkan, adalah melalui studi lapangan ini dilakukan pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dikumpulkan dan diurutkan secara lengkap dan komprehensif dalam satu pola, kategori dan satuan uraian tertentu, kemudian dianalisa secara kualitatif deskriptif untuk dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menguraikan bab demi bab sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan bab awal yang berisi tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.


(16)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN.

Dalam bab ini dikemukakan mengenai Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara, Otonomi Daerah serta Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

BAB III : KEDUDUKAN INSPEKTORAT DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA.

Dalam bab ini dipaparkan tentang, tugas, fungsi dan susunan organisasi Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, Kewenangan dan Tata Kerja Inspektorat Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, Objek yang diawasi oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan Kedudukan Inspektorat dalam Struktur Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

BAB IV : PERANAN INSPEKTORAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Dalam bab ini diuraikan tentang, Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan Otonomi Daerah, Kendala Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Tugas Inspektorat Provinsi, Upaya Mengatasi Kendala yang Dihadapi Inspektorat Provinsi dan Peranan Inspektorat Provinsi Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang atau untuk penelitian lanjutan.


(17)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI

SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara

Secara geografis daerah Provinsi Sumatera Utara terletak antara 10 – 40 LU dan 980 – 1000 BT. Daerah provinsi Sumatera Utara pada dasarnya dibagi atas :

1. Pesisir Timur

2. Pengunungan Bukit Barisan 3. Pesisir Barat

4. Kepulauan Nias

Total luas administrasi 71.680 km2, wilayah Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan :

1. Utara : Provinsi Aceh dan Selat Malaka

2. Selatan : Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat dan Samudera Indonesia

3. Barat : Provinsi NAD dan Samudera Indonesia 4. Timur : Selat Malaka

a. Ditinjau dari topografinya

Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya.

Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Tetapi jumlah hunian penduduk paling padat berada di daerah timur provinsi ini. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang mengguntungkan hidupnya kepada danau ini. Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.


(18)

Terdapat 419 pulau di Provinsi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar tersebut adalah pulau Simuk (Kepulauan Nias), dan Pulau Berhala di Selat Sumatera (Malaka).

Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain disekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli.

Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar yaitu Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulau Telo dan di Pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara Kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera Utara : Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaria, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake dan Sigata, Wunga.

b. Ditinjau dari kependudukan

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada akhir tahun 2010 ialah sebanyak 12.985.05 jiwa. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara jika dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2 maka kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara

pada akhir tahun 2010 adalah 177,9/km.

Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut di Provinsi Sumatera Utara memperlihatkan bahwa penganut agama Islam (65,5 %), Kristen (Protestan/Katolik) (31,4 %), Hindu (0,2 %), Parmalim, Konghucu.

c. Ditinjau dari etnis

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi multi etnis yaitu suku Batak, Nias, Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Provinsi Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai Barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau (2,66 %), Banjar (0,97 %), Lain-lain (10,52 %).

d. Ditinjau dari administrasi pemerintahan

Provinsi Sumatera Utara adalah merupakan bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia yang secara administratif dibagi atas 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya) antara lain :

1. Kabupaten Asahan dengan ibu kota Kisaran 2. Kabupaten Batubara dengan ibu kota Limapuluh


(19)

3. Kabupaten Dairi dengan ibu kota Sidikalang

4. Kabupaten Deli Serdang dengan ibu kota Lubuk Pakam

5. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ibu kota Dolok Sanggul. 6. Kabupaten Karo dengan ibu kota Kabanjahe

7. Kabupaten Labuhanbatu dengan ibu kota Rantau Prapat. 8. Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan ibu kota Pinang. 9. Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan ibu kota Aek Kanopan 10. Kabupaten Langkat dengan ibu kota Stabat

11. Kabupaten Mandaling Natal dengan ibu kota Panyabungan 12. Kabupaten Nias dengan ibu kota Gunung Sitoli

13. Kabupaten Nias Barat dengan ibu kota Lahomi 14. Kabupaten Nias Selatan dengan ibu kota Teluk Dalam 15. Kabupaten Nias Utara dengan ibu kota lotu

16. Kabupaten Padang Lawas dengan ibu kota Sibuhuan

17. Kabupaten Padang Lawas Utara dengan ibu kota Gunung Tua 18. Kabupaten Pakpak Bharat dengan ibu kota Salak

19. Kabupaten Samosir dengan ibu kota Pangururan

20. Kabupaten Serdang Badagai dengan ibu kota Sei Rampah 21. Kabupaten Simalungun dengan ibu kota Raya

22. Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibu kota Sipirok 23. Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibu kota Pandan 24. Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibu kota Tarutung 25. Kabupaten Toba Samosir dengan ibu kota Balige 26. Kota Binjai dengan ibu kota Binjai Kota

27. Kota Gunungsitoli 28. Kota Medan

29. Kota Padangsidempuan 30. Kota Pematansiantar


(20)

31. Kota Sibolga 32. Kota Tanjungbalai 33. Kota Tebing Tinggi

Dari 25 kabupaten, 8 Kota (dahulu kotamadya) tersebut terdapat 325 Kecamatan dan 5.456 kelurahan/desa.

B. Otonomi Daerah

Sistem otonomi luas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan pilar utama bagi negara kesatuan, atau terpeliharanya integrasi nasional. Secara logis hal itu disebabkan bahwa daerah merupakan benteng negara yang paling kokoh. Oleh karenanya, penguatan nasional berbasis daerah yang tentunya ditujukan demi terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kemandirian harus diperkuat melalui otonomi yang luas.4

Dengan otonomi daerah, maka akan tercipta mekanisme dimana daerah dapat mewujudkan sejumlah fungsi politik pemerintahan, hubungan kekuasaan menjadi lebih adil, sehingga dengan demikian daerah akan memiliki tingkat kepercayaan dan akhirnya akan terintegrasi ke dalam pemerintahan nasional.5 Namun demikian dalam rangka implementasi paket

otonomi daerah tidaklah semudah yang dibayangkan. Paket otonomi daerah dapat berperan sebagai pengaturan integrasi nasional, sepanjang hal itu diupayakan dengan tepat dan benar.

Untuk menemukan pengertian tentang otonomi daerah sebagai sarana membangun kualitas kemandirian (zelfstandingheid) yang integral, demikian diungkapkan Solly Lubis, yaitu :6

“Dengan memberikan otonomi daerah, akan tumbuh prakarsa dan kreativitas daerah, meningkatkan partisipasi dan demokrasi, meningkatkan efektivitas pembangunan dan semakin kuatnya integrasi nasional, dan pada akhirnya akan terhindar ketidakadilan selama ini dimana daerah-daerah terlalu tergantung pada putusan dan sistem subsidi dari

pusat”.

4

M. Ryaas Rasyid, Op.Cit, hal. 285.

5

Bambang Indra Gunawan, Peranan Bawasda Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Fakultas Hukum USU, Medan, 2006, hal. 2.

6

M. Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 46.


(21)

Otonomi dan pengawasan memiliki hubungan logis yang sulit dipisahkan. Antaranya keduanya memiliki konsekuensi yang dapat saling mengukuhkan atau sebaliknya, apabila dijalankan dengan tanpa mempertimbangkan realitas dan manfaatnya bagi penguatan ekonomi menyebabkan kebebasan yang tidak terarah.

Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa sistem pengawasan juga menentukan kemandirian suatu otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik, baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya.7

Tegasnya lagi, semakin banyak dan semakin intensifnya pengawasan, maka semakin semput pula kemandirian daerah. Begitu juga sebaliknya, tidak boleh ada sistem otonomi yang menaifkan pengawasan. Hal tersebut justru akan menyebabkan munculnya sistem berotonomi yang mengabaikan kepentingan nasional.8

Seiring dengan bergulirnya arus reformasi yang menginginkan adanya perbaikan di segala bidang kehidupan bangsa dan negara Indonesia, maka salah satu substansi dari tuntutan reformasi adalah kebutuhan dan desakan untuk melakukan perubahan atau sistem pemerintahan yang sentralistis kepada pemberian kewenangan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah.

Alasan mengadakan pemerintah daerah semata-mata disebabkan karena banyaknya urusan-urusan pemerintah pusat mengurusi kepentingan daerah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Boedi Soesetyo yaitu :9

“Bahwa alasan mengadakan pemerintahan daerah adalah semata-mata untuk mencapai suatu

pemerintahan yang efisien. Hal yang dianggap doelmating untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat diurus oleh pemerintah pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat yang bersangkutan. Dengan demikian, maka persoalan desentralisasi adalah persoalan teknik belaka yaitu teknik pemerintahan yang ditujukan untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.”

7

Bagir Manan,Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hal. 39.

8 Ibid 9

Boedi Soesetyo, dalam Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid III, Gunung Agung, Jakarta, 1989, hal. 38.


(22)

TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, telah menggariskan bahwa kebijakan otonomi diarahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut :

1. Peningkatan pelayanan publik dan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah;

2. Kesatuan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan;

3. Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di daerah; dan

4. Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah. 10

Keharusan pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat dilihat ketentuan dalam pasal 18 dan pasal 18 A amandemen ke empat UUD 1945, dalam ketentuan tersebut termaktub keharusan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Artinya, terdapat keharusan untuk menerapkan asas desentralisasi. Sebab, asas tersebut memberikan indikasi positif bagi penyelenggaraan pemerintahan antara pusat dan daerah.

Sebagaimana disebutkan Amrah Muslimin, “Desentralisasi adalah pelimpahan

kewenangan kepada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dan daerah untuk

mengurus rumah tangganya sendiri”.11

Sedangkan menurut Riant Nugroho D. Mengartikan desentralisasi sebagai prinsip pendelegasian, prinsip ini mengacu kepada fakta adanya span of

control dari setiap organisasi sehingga organisasi perlu diselenggarakan secara bersama-sama.12

Pemerintah daerah merupakan sub sistem dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, segala tujuan dan cita-cita yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 adalah juga merupakan cita-cita dan tujuan pemerintah daerah yang harus dicapai. Dengan dilaksanakannya asas desentralisasi, pemerintah daerah menjadi pemegang kendali bagi pelaksanaan pemerintah di daerah.

10

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketetapan-Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal. 23.

11

Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni Bandung, 1982, hal. 4.

12

Riant Nugroho D., Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa revolusi Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di IndonesiaI, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta


(23)

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah penekanan terhadap aspek demokrasi, keadilan, pemerataaan dan partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai wujud dari penekanan berbagai prinsip di atas, telah membuka peluang dan kesempatan yang sangat luas kepada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara sendiri, luas, nyata, dan bertanggungjawab.

Paradigma baru desentralisasi membuka tantangan besar bagi seluruh bangsa Indonesia, namun apabila pemahaman terhadap wawasan kebangsaan keliru, akan menimbulkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperlemah kesehatan dan persatuan bangsa, seperti tuntutan-tuntutan atas pengalihan sumber-sumber pendapatan negara, bahkan tuntutan bentuk pemisahan diri daerah dari negara di luar sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen modern, dimana fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan, proporsional dalam kerangka pencapaian tujuan organisasi.

Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonomi. Menurut Hans Kelsen desentralisasi lebih luas yaitu sebagai lingkungan tempat (juga lingkungan orang) suatu kaidah hukum yang berlaku sah. Oleh karena itu desentralisasi mengandung teritorial dan fungsional. Lebih spesifik Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 1 ayat (7) dijelaskan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas desentralisasi, pasal ini menunjukkan bahwa otonomi merupakan aplikasi dari azas desentralisasi tersebut.

Menurut Bagir Manan13, otonom adalah hak untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan tertentu di bidang administrasi negara yang merupakan urusan rumah tangga daerah. Hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri menimbulkan adanya otonom atau dikenal

13


(24)

dengan daerah otonom. Sedangkan secara tegas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Seiring dengan pendapat-pendapat di atas, Mohammad Hatta menyebutkan :14

“Menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya

ada pada pucuk pemerintahan negeri melainkan juga pada tiap tempat di kota, didesa, dan di daerah. Tiap-tiap golongan persekutuan itu mempunyai badan perwakilan sendiri, seperti gemeenterraad, Provincial Road dan lain-lain, dengan keadaan demikian tiap-tiap atau golongan

mendapat otonom”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam Negara kesatuan yang diikuti dengan prinsip demokrasi, penyerahan kewenangan pusat kepada daerah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Dengan desentralisasi pemerintah akan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai berbagai tuntutan yang berbeda antara satu dengan daerah lain. Tujuan utama pemberian otonomi luas kepada daerah adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengelola serta mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam

pelaksanaan otonomi daerah adalah “Terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab” yang berarti bahwa pemberi otonomi daerah didasarkan pada faktor-faktor perhitungan dan tindakan atau kebijaksaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

Sehubungan dengan paparan di atas, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah disahkannya pengaturan mengenai pemerintahan daerah dengan pemerintahan desa. Apabila sebelumnya pemerintahan daerah dan pemerintahan desa diatur dalam dua paket undang-undang yang berbeda, maka dalam Undang-Undang Nomor

14


(25)

32 Tahun 2004, selain mengatur tentang pemerintahan desa sehingga terjadinya penghematan produk hukum serta pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah.

C. Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimaksudkan sebagai upaya nyata dan terpadu dalam menjalankan asas desentralisasi. Penguatan asas tersebut hanya dilihat dari sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintahan di daerah mampu dibina dan diawasi secara benar dan bertanggungjawab. Pembinaan dan pengawasan menjadi penting, sebab tidak jarang hal tersebut menemukan berbagai kendala atau berbeda dengan realitasnya dilapangan.

1. Pengertian Umum Pengawasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan WJS. Poerwadarminta15, pengawasan

adalah bentuk kata berimbuhan pe-an, berasal dari kata “awas” yang berarti dapat melihat baik -baik, waspada dan lain-lain. Dengan kata lain pengawasan dapat diartikan kurang lebih “mampu mengetahui secara cermat dan seksama”, sebagai bentuk kata kerja. Untuk dapat melakukan

pengawasan diperlukan orang/subjek yang disebut “pengawas”, dapat berbentuk orang perorangan

maupun bentuk Badan/Lembaga/Instansi, yang mempunyai tugas sebagai mata dan telinga Pimpinan/Manager suatu organisasi. Semakin berkembangnya suatu organisasi, serta semakin luas dan banyaknya urusan/pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi, membuat Pimpinan/Manager tidak mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup untuk mengawasi jalannya organisasi secara pribadi, maka untuk itu memerlukan untuk mendelegasikan kewenangannya/menggunakan tenaga staf sebagai ganti dirinya dengan tugas khusus mengawasi organisasi apakah segala macam pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan

15

WJS. Poerwadarmita, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 153.


(26)

sebelumnya secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Selanjutnya Soejamto16 memberikan batasan mengenai pengertian pengawasan adalah

segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kegiatan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan dan menilai kenyataan apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Sedangkan

istilah pengawasan dalam bahasa Inggris, disebut “Controlling” diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling ini lebih luas artinya daripada

pengawasan. Dikalangan para ahli telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan, jadi pengawasan termasuk pengendalian. Ada juga yang tidak setuju disamakannya

makna istilah “controlling” ini dengan pengawasan karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan. Dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengamati saja atau hanya melihat sesuai dengan rencana dan melaporkan hasil kegiatan sedangkan controlling

disamping melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian yakni menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.

SP Siagian memberikan definisi pengawasan sebagai berikut proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.17

Selanjutnya M. Manullang18 mengatakan pendapatnya mengenai pengertian dari

pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Kemudian dalam kata pengawasan ada istilah yang disebut dengan pemeriksaan dimana pemeriksaan ini diartikan oleh Soejamto,19 sebagai berikut :

“Pemeriksaan adalah suatu cara untuk bentuk kritik pengawasan yang dilakukan dengan jalan

mengamati, menyelidiki atau mempelajari pekerjaan akan segala dokkumen dan keterangan-keterangan lainnya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut akan menerangkan hasilnya dalam Berita Acara Pemeriksaan”.

16

Soejamto, Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal. 32.

17

SP. Siagian, Pengawasan dan Pengendalian diBidang Pemerintahan, UI Press, Jakarta, 1994, hal. 57.

18

M. Manullang, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, hal. 32.

19


(27)

Menurut Panglaykin dan Hazil20, pengawasan adalah kegiatan yang meliputi aspek-aspek

mengawasi, penelitian, apakah yang dicapai itu sesuai dan sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan lengkap dengan perencanaan/kebijaksanaan, program dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan merupakan jaminan atau penjagaan supaya dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Pelaksanaan pengawasan itu menitikberatkan kepada pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan.

b. Pengawasan tersebut adalah suatu proses pengamatan untuk mencapai sasaran tugas dengan baik dan bukan untuk mencari kesalahan seseorang yaitu tidak mengutamakan mencapai siapa yang salah;

c. Apabila ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya diteliti apa penyebabnya dan mengusahakan cara memperbaikinya;

d. Pengawasan itu merupakan proses yang berlanjut, yang dilaksanakan terus menerus sehingga dapat diperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan.

Pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan yaitu untuk :21

a. Mencapai tingkat kinerja tertentu;

b. Menjamin susunan administrasi yang baik dalam operasi unit-unit pemerintah daerah baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain;

c. Memperoleh perpaduan yang maksimum dalam pengelolaan pembangunan daerah dan nasional;

d. Melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah; e. Mencapai integritas nasional; dan

f. Pembinaan dan pengawasan tetap dijaga agar tidak membatasi inisiatif dan tanggungjawab daerah, di samping itu hal ini merupakan upaya menyelaraskan nilai efisiensi dan demokrasi.

Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditentukan tentang pengawasan fungsional sebagaimana juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

20

Panglaykin dan Hazil, Wetwork Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas Perusahaan,

BPFE UGM, Yogyakarta, 1986, hal 91.

21


(28)

khususnya pada Pasal 3 ayat (1) dan (2) ditentukan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah dan dikoordinasikan oleh Inspektur Jenderal. Kembali ditegaskan bahwa pelaksanaan pengawasan fungsional tersebut dilakukan dalam kategori lembaga teknis daerah dan salah satu tugas lembaga teknis daerah itu adalah pengawasan seperti ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1), (2), (3) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Adapun asas-asas yang harus dipatuhi dalam melakukan pengawasan antara lain sebagai berikut :

1. Asas legalitas, yaitu pelaksanaan pengawasan haruslah berdasarkan pada suatu kewenangan yang diatur menurut Peraturan Perundang-Undangan.

2. Asas pengawasan terbatas, yaitu pengawasan yang dibatasi pada sasaran yang telah dijadikan pedoman pada waktu kewenangan tersebut diberikan.

3. Asas motivasi, yaitu bahwa alasan-alasan untuk melaksanakan pengawasan harus dapat mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan tadi dan keputusan tersebut haruslah dimotivasi oleh masyarakat luas.

4. Asas kecermatan, yaitu dalam melakukan pengawasan harus bersifat hati-hati dan teliti. 5. Asas kepercayaan, yaitu bahwa hasil pengawasan itu harus dapat dipertanggungjawabkan pada

pihak manapun.

2. Maksud dan Tujuan Pengawasan

Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak dari aparatur negara dalam lingkkup pemerintahan yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, yang kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Maka sangat wajar apabila timbul suatu keinginan untuk mengadakan suatu sistem pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjerumus ke arah diktator, dengan tanpa batas melaksanakan


(29)

kewenangannya yang bertentangan dengan ciri negara hukum22. Oleh karena itu, sistem

pengawasan memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut :

a. Agar terciptanya jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat agar pemerintah tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang dalam pelaksanaan tugasnya.23

b. Agar juga ada perlindungan hukum bagi pemerintah dalam bertindak yang berarti segala tindakan pemerintah sesuai dengan aturan hukum dan tidak melakukan perbuatan yang salah menurut hukum;24

c. Pengawasan itu sendiri menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto;25

d. Tujuan dari pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal berwujud dalam suatu rencana).26

Pengawasan selalu terkait dengan sistem manajemen apalagi jika dihubungkan dengan sistem manajemen pemerintahan, maka oleh karena itu pengawasan akan selalu diperlukan untuk menjamin pelaksanaan, perencanaan, dan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Apabila dihubungkan dengan pemerintahan yang dalam hal ini mempunyai tugas salah satunya menjalankan serta menciptakan iklim usaha atau kondisi yang baik pada negara untuk kepentingan pembangunan, dan dalam rangka proses menciptakan pembangunan yang kondusif itu maka peranan pengawasan pun akan sangat penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismail Saleh, yang menyebutkan bahwa :27

“Pengawasan sebagai faktor pengaman pembangunan tidak boleh diabaikan, bahkan ia

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Tanpa adanya pengawasan pembangunan akan terjadi banyak kebocoran, dan kebocoran itu pada dasarnya mampu menggagalkan pembangunan. Sehubungan dengan hal itu, maka seiring dengan lajunya pembangunan maka pengawasan pun tidak boleh surut. Semakin meningkatnya pembangunan maka pengawasan pun semakin tidak boleh surut. Dan tujuan pengawasan yang utama adalah ikut berusaha memperlancar roda pembangunan, serta mengamankan hasil-hasil

pembangunan”.

22

SF. Marbun, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UI Press Yogyakarta, 2001, hal. 261.

23

Ibid, hal. 263.

24 Ibid 25

Nimatul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Problematika, Pustaka Pelajar, 2005, hal. 68.

26 Ibid 27


(30)

Dapat dikatakan bahwa untuk menjamin hasil optimal yang diharapkan dari kegiatan aparatur pemerintahan dalam mengemban tugas pembangunan, diperlukan pengawasan secara berkesinambungan dan berlangsung terus menerus sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan dan rencana yang telah ditetapkan.

Menurut Manullang28 tujuan pengawasan adalah agar pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan instruksi yang dikeluarkan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi yang sekaligus dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan.

Selanjutnya Josef Riwu Kaho menyebutkan tujuan dari pengawasan :29

a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemerintahan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau belum;

b. Untuk mengetahui kesulitan apa yang dijumpai oleh para pelaksana sehingga dengan demikian dapat diambil langkah-langkah guna perbaikan dikemudian hari;

c. Mempermudah atau meringankan tugas-tugas pelaksanaan karena pelaksanaan tidak mungkin dapat melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang dibuatnya karena kesibukan-kesibukan sehari-hari; dan

d. Pengawasan bukanlah mencari-cari kesalahan, akan tetapi untuk memperbaiki kesalahan.

Sedangkan menurut soewarno Handayaningrat,30 mengatakan bahwa pengawasan

bertujuan, “Agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil

guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan”. Secara garis besarnya, dalam

penelitian ini diperoleh bahwa tujuan pengawasan itu adalah :

a. Agar terjadinya aparatur pemerintah yang berwibawa, bersih dan bertanggungjawab yang didukung oleh situasi system manajemen pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang terkonstruktif dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat yang objektif, sehat serta bertanggungjawab.

b. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparatur pemerintah serta menumbuhkan disiplin kerja yang sehat; dan

c. Agar terdapat kelugasan dalam menjalankan peranan, tugas, fungsi atau kegiatan yang tumbuh budaya malu dari dalam diri masing-masing aparatur, rasa bersalah dan berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan jajarannya.

28

M. Manullang, Op.Cit, hal.68.

29

Josep Riwo M. Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

Bina Aksara, Jakarta ; 1982, hal. 30.

30

Hadayaningrat Soewarno, Pengantar studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta, 1981), hal. 71.


(31)

Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu merupakan alat pengontrol, pembimbing serta pencegah, kemudian melakukan tindakan perbaikan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

3. Prinsip-Prinsip dan Landasan Pengawasan

Untuk mendapatkan pengawasan yang efektif dan efisien tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan terkandung dalam pengawasan itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam melakukan pengawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Objek yang menghasilkan fakta. Pengawasan harus objektif dan harus dapat menemukan fakta

atau bukti konkrit tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. b. Pengawasan berpedoman pada kebijakan yang berlaku. Untuk mengetahui dan menilai ada

tidaknya indikasi penyimpangan dan kesalahan, haruslah bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang tercantum dalam;

1) Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan; 2) Pedoman kerja yang telah digariskan; 3) Rencana kerja yang telah ditetapkan dan 4) Tujuan dan sasaran yang ditetapkan

c. Preventif. Pengawasan harus bersifat mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan atau kesalahan. Oleh karena itu pengawasan harus dilakukan dengan menilai rencana yang akan dilakukan.

d. Pengawasan Bukan Tujuan. Pengawasan hendaknya tidk dijadikan tujuan, namun hanya sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian suatu tujuan organisasi.

e. Effisiensi. Pengawasan harus dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan pekerjaan.

f. Menemukan apa saja yang salah. Pengawasan terutama harus ditujukan mencari apa yang salah, penyebab kesalahan dan bagaimana sifat kesalahan tersebut.

g. Hasil temuan dari hasil pengawasan berupa pemeriksaan haruslah diikuti dengan tindak lanjut. Adapun landasan dari pelaksanaan pengawasan Indonesia antara lain sebagai berikut :


(32)

1. Landasan Idil

Pelaksanaan pembangunan di lingkungan pemerintah khususnya pembangunan di bidang pengawasan adalah berdasarkan Pancasila sebagai landasan idil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitutisional. Dalam hubungan itu yang penting bagi pembangunan, pengawasan harus dijiwai oleh norma-norma luhur Pancasila yang berfungsi mengatur, membatasi dan mengarah pada pola sikap, pola pikir dan pola tindak dalam pelaksanaan pengawasan. Disamping itu pelaksanaannya harus memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku baik bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945 maupun sumber-sumber hukum yang lain yang dijabarkan dari hukum dasar tersebut.

2. Landasan Formil

Untuk melaksanakan pembangunan di bidang pengawasan diperlukan pedoman. Oleh karena itu landasan formil bagi pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan di Indonesia mengacu pada Program Pembangunan Nasional (Propenas).

Program Pembangunan Nasional (Propenas) sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan yang ditetapkan lima tahun sekali oleh Presiden bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) untuk tahun 2001 menyatakan bahwa penyelenggaraan negara yang menyeluruh untuk pembangunan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mewujudkan kemajuan di segala bidang yang menempatkan Bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Landasan kebijaksanaan pengawasan dalam organisasi pemerintah adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang telah menggariskan pokok-pokok arah dan kebijaksanaan pembangunan aparatur pemerintah sebagai berikut :

1. Pembangunan aparatur pemerintah diarahkan untuk menciptakan aparatur yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian pada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah untuk merencanaka, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan.

2. Disamping itu, kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban aparatur pemerintah perlu dilanjutkan dan semakin ditingkatkan, terutama dalam rangka menanggulangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan


(33)

dan keuangan Negara, pemungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan kewibawaan aparatur pemerintah.

Untuk itu, perlu ditingkatkan secara lebih terpadu pengawasan dan langkah-langkah penindakannya serta dikembangkan kesetiakawanan sosial dan disiplin nasional.

3. Landasan Fungsional

Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian merupakan fungsi manajemen yang harus diemban atau dilaksanakan oleh aparat pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dengan demikian berarti keharusan melaksanakan manajemen yang berdaya guna dan berhasil guna khususnya dalam proses pengawasan merupakan landasan fungsional yang diemban oleh pejabat negara yang menempati posisi pimpinan dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.

Berdasarkan landasan tersebut berarti pula bahwa kewenangan pengawasan berada pada pejabat/pimpinan, baik pejabat/pimpinan struktural sebagai atasan terhadap bawahannya, maupun pejabat/pimpinan sesuai dengan tugas yang dipimpinnya maupun pimpinan proyek.

4. Subyek Pengawasan

Pada prinsipnya pengawasan adalah salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian di atas maka pengawas tersebut adalah pegawai yang bertugas melakukan pengawasan, yang meliputi dua pengertian pokok yaitu para petugas pengawasan fungsional dan para pejabat atau pimpinan yang karena jabatannya harus senantiasa melakukan pengawasan dan pengendalian seluruh pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh perangkatnya.

Dalam melakukan pengawasan kepribadian pengawas hendaknya dilandasi sifat jujur, berani, bijaksana dan bertanggungjawab selain itu juga harus memiliki keahlian atau kemampuan teknik yang diperlukan dalam bidang tugasnya. Sehubungan dengan hal tersebut Sujamto31

berpendapat bahwa ada tiga kelompok atau tiga garis keahlian yang diperlukan oleh setiap pengawas, yaitu :

31


(34)

a. Keahlian atau pengetahuan yang menyangkut obyek yang diawasi/diperiksa; b. Keahlian tentang teknik atau cara melakukan pemeriksaan; dan

c. Keahlian dalam menyampaikan hasil pengawasan/pemeriksaan.

Dengan demikian jelas bahwa pengawasan mempunyai landasan yang kuat, baik landasan idil, landasan formil maupun landasan fungsional. Selanjutnya kepada pimpinan suatu organisasi pemerintahan tertentu dibentuk perangkat pengawasan fungsional menurut Pasal 9 adalah kegiatan pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah oleh Pejabat Pengawas dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan, monitoring dan evaluasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang PedomanPembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada

Pasal 28 ayat (1) berbunyi, “Aparat pengawas intern pemerintah melakukan pengawasan sesuai

fungsi dan kewenangannya melalui :

a. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah; b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu;

c. Pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja; d. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya

penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme;

e. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijaksanaan, pelaksanaan program dan kegiatan; dan

f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan

pemerintahan desa”.

Dalam pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 disebutkan bahwa pemerintah memberikan penghargaan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota Dewan Perakilan Rakyat Daerah, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, kepala desa, perangkat desa, dan angota badan permusyawaratan desa. Disamping hal tersebut, pemerintah dapat memberi sanksi sesuai dengan Pasal 45 ayat (2) yaitu dapat berupa :

a. Penataan kembali suatu daerah otonom, b. Pembatalan pengangkatan pejabat;

c. Penangguhan dan pembatalan suatu kebijakan daerah; d. Administratif; dan/atau


(35)

BAB III

KEDUDUKAN INSPEKTORAT DALAM STRUKTUR

PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

A. Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Inspektorat Provinsi Sumatera Utara

Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan tentang kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; 7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; 10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya urusan-urusan di atas wajib dan menjadi kewenangan pemerintahan provinsi yang merupakan urusan yang berskala provinsi. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut di


(36)

atas, diperlukan perangkat darah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat, DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

Hal ini berarti pada pemerintahan provinsi akan dapat membentuk dinas provinsi yang melaksanakan fungsi otonomi dan juga daerah dapat membentuk lembaga teknis sesuai dengan kebutuhan daerah yang berbentuk badan, kantor atau rumah sakit umum daerah yang kemudian nantinya lembaga teknis ini dipimpin oleh Kepala yang bertanggungjawab kepada daerah melalui sekretaris daerah.32

Sampai pada saat ini Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugasnya tetap masih berpedoman kepada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 9 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 38 Tahun 2010 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja inspektorat daerah Provinsi Sumatera Utara, yang di dalamnya dimuat mengenai tugas-tugas, kewajiban dan wewenang dari Inspektorat Provinsi tersebut.

Mengacu pada ketentuan dalam pasal 21 peraturan daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 38 Tahun 2010 tentang uraian tugas, fungsi dan tata kerja inspektorat daerah Provinsi Sumatera Utara. Selengkapnya bunyi ketentuan dalam Pasal 21 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Nomor 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Provinsi Sumatera Utara adalah :

1. Inspektorat Daerah adalah merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang inspektur yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah;

32

Pasal 125 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.


(37)

2. Inspektorat daerah mempunyai tugas melakukan pengawsan terhadap pelaksanaan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Kabupaten/Kota serta tugas pembantuan.

3. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Inspektorat daerah, menyelenggarakan fungsinya :

a. Perencanaan program pengawasan dibidang perumusan kebijakan teknis dibidang Inspektorat Pengawasan.

b. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; c. Pelaksanaan tugas pembantuan dibidang pengawasan; d. Pelaksanaan pelayanan administrasi;

e. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan;

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberkan Gubernur, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada Gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah Provinsi. Mengenai tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi Inspektorat Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut :

a. Tugas

Inspektorat provinsi mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota di bidang serta tugas pembantuan.

b. Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas, inspektroat Provinsi Sumatera Utara menyelenggarakan fungsi :

a. Perencanaan program pengawasan dibidang perumusan kebijakan teknis dibidang inspektorat pengawasan;

b. Perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; c. Pelaksanaan tugas pembantuan dibidang pengawasan;


(38)

d. Pelaksanaan pelayanan administrasi;

e. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan; dan

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur, sesuai dengan tugas dan fungsinya. c. Susunan Organisasi

1. Inspektorat Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara terdiri atas : a. Kepala dengan sebutan Inspektur (eselon II A);

b. Sekretariat (eselon IIIA);

c. Inspektur Pembantu Wilayah I, II, III, IV (eselon III A); d. Inspektur Pembantu Khusus (eselon III A); dan

e. Kelompok jabatan fungsional. 2. Sekretariat membawahi :

a. Sub bagian perencanaan (eselon IV A);

b. Sub bagian evaluasi dan pelaporan (eselon IV A); dan c. Sub bagian administrasi dan umum (eselon IV A).

Sedangkan pengaturan tentang tugas pokok dan fungsi Inspektorat Provinsi itu sendiri diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 38 Tahun 2010 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

B. Kewenangan dan Tata Kerja Inspektorat Pemerintahan Provinsi Sumatera

1. Kewenangan

Dalam melaksanakan fungsi, inspektorat Provinsi Sumatera Utara mempunyai kewenangan :

a. Pelaksanaan pemeriksaan terhadap tugas Pemerintah Daerah Kabupaten meliputi pemerintahan, agraria, kepegawaian/aparatur, keuangan, perlengkapan dan peralatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pembangunan, kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat, perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat;

b. Penguraian dan penilaian atas kebenaran laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap tugas perangkat daerah;

c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan-laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan tugas perangkat daerah;


(39)

d. Pembinaan tenaga fugnsional pengawasan di lingkungan inspektorat provinsi; dan e. Evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas.

Berdasarkan kewenangan Inspektorat Provinsi tersebut di atas jika dikaitkan dengan kedudukannya sebagai aparat pengawasan yang berada dan bertanggungjawab kepada Gubernur selaku Kepala Daerah, maka sangatlah tidak mungkin untuk melakukan peranannya dengan baik karena intervensi atau campur tangan pihak lain dalam hal ini pemerintahan daerah itu sendiri, sehingga sulit untuk memperoleh hasil yang optimal atau objektif dari badan tersebut.

Sebaiknya Inspektorat ini bersifat Independen atau terpisah dengan instansi lain untuk memperoleh kepastian hukum terhadap hasil pengawasan. Untuk itu perlu dibentuk suatu badan atau lembaga pengawasan fungsional yang berdiri sendiri tanpa campur tangan instansi lain yang berkedudukan setingkat bupati, sehingga tidak adanya intervensi dari hasil pengawasan itu sendiri. 2. Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya Inspektorat Provinsi Sumatera Utara wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan badan maupun antar jabatan organisasi sesuai tugas masing-masing.

a. Prinsip satuan organisasi, wajib mengambil pelaksanaan tugas bawahannya masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan aar mengambil langkah-langkah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Setiap satuan pimpinan organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing serta memberikan bimbingan, pedoman serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.

c. Setiap pimpinan satu organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasan secara berkala maupun sewaktu-waktu.

d. Setiap laporan diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan dalam rangka memberikan petunjuk kepada bawahannya.


(1)

b. Memperbaiki komposisi SDM pegawai yang selama ini kurang meratanya spesifikasi keilmuan melalui cara mengajukan permohonan perekrutan pegawai kepada Gubernur Sumatera Utara yang berlatar belakang pendidikan sarjana terutama jurusan akuntansi dan teknik sipil maupun Ahli Madya Komputer (D3);

c. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan secara terus menerus, dengan mengirim aparatur pengawas yang telah dipilih untuk mengikuti pelatihan dan setelah kembalinya dari pelatihan itu kemudian dapat memberikan pelatihan juga dilingkungan internal Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

Dengan mengikuti dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang diikuti para aparatur Inspektorat Provinsi Sumatera Utara maka besar kemungkinan atau sekurang-kurangnya dapat diminimalisasi dalam mengatasi kurang meratanya spesifikasi disiplin ilmu yang diperlukan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara sehingga nantinya dapat mendukung dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang dimaksud dalam organisasi.

Untuk tercapainya pengawasan yang professional juga tidak dapat terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan memadai. Kemampuan menyiapkan sarana dan prasaranaa guna memenuhi kebutuhan akan pelaksanaan pengawasan sangat berdampak positif terhadap tercapainya pengawasan yang handal, terpadu, transparan sesuai dengan kebijakan pengawasan.

Tanpa adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai ini dapat mengurangi kemampuan aparatur pengawas dalam melaksanakan operasional tugasnya serta dikhawatirkan terjadinya penurunan kemampuan untuk mengembankan diri yang tentunya akan berdampak kepada penurunan kualitas hasil pengawasan itu sendiri.

Beberapa upaya yang dilakukan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dalam mengatasi minimnya sarana dan prasarana termasuk juga dana operasional tugas antara lain sebagai berikut :36

a. Pembuatan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), yang isinya memuat jumlah objek pengawasan setiap tahunnya.


(2)

b. Pada PKPT juga dicantumkan dana operasional yang dibutuhkan untuk melakukan operasional pengawasan sehingga dapat dikendalikan pengeluaran dana operasional dengan mengingat pada keterbatasan dana operasional tersebut;

c. Untuk mengatasi kurangnya alat transportasi, maka dipergunakan juga kendaraan pribadi dari aparatur pengawas Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

d. Pada setiap tahunnya Inspektorat Provinsi Sumatera Utara juga menyusun program penyediaan anggaran sarana dan prasarana yang diajukan kepada Gubernur Sumatera Utara.

Oleh karena kendala-kendala itu selalu dihadapi Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, maka perlu untuk ke depannya baik itu mengenai jumlah, disiplin ilmu yang kurang merata atau sarana dan prasarana yang masih kurang memadai terus diupayakan agar tugas pengawasan fungsional yang dilakukan dapat menghasilkan hasil pengawasan yang optimal dan dapat mencegah sedini mungkin pelanggaran yang terjadi atau juga dapat segera merespon segala pengaduan yang masuk ke dalam lembaga Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dilingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Kemudian hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk mendukung tingkat kepercayaan publik, maka Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara juga seyogyanya membangun kerjasama yang baik dengan pihak BPKP dan Kejaksaan aparatur hukum yang lain, terutama untuk mempercepat proses penyelidikan terhadap dugaan KKN yang secara nyata dapat merugikan keuangan Negara. Kerjasama tersebut pada intinya memberikan ruang bagi pihak Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk meneruskan kasus yang ditemukan kepada pihak atau pejabat yang berwenang. Dengan demikian, kedudukan dan peranan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara akan bekerja lebih efektif. Karena masalah penemuannya kepada jalur hukum, maka hal itu juga harus mendapat perstujuan dari Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas permasalahan dalam penelitian ini, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :

1. Inspektorat Provinsi Sumatera Utara berkedudukan di bawah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, sejajar dengan badan dan dinas lain yang dinaungi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara antara lain Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta badan lain yang merupakan unsur penunjang bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara baik sebagai unit staf maupun unit pengawas.

2. Hasil pemeriksaan kasus yang ditangani terutama pada tindak lanjut pengawasan dimana sebelum pelaksanaan otonomi daerah birokrasinya rumit dan panjang serta menghabiskan waktu yang lama, dalam penyelesaian suatu kasus harus diselesaikan Provinsi dengan campur tangan pihak pusat. Sedangkan setelah pelaksanaan otonomi daerah cukup diselesaikan oleh Gubernur melalui surat keputusan Gubernur, kecuali terhadap kasus yang terdapat indikasi tindak pidana atau perdata yang memerlukan campur tangan pihak ketiga.

3. Adapun faktor-faktor pendukung pelaksanaan dan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara setelah keluarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah tidak terlepas dari sumber daya manusia, sarana prasarana, instrument pengawasan dan ketersediaan anggaran. Menjadi salah satu hal yang cukup ironis ketika faktor-faktor di atas menjadi pendukung pelaksanaan pengawasan fungsional di Daerah Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Namun juga menjadi kendala dalam pelaksanaan tugas diantaranya : penyebaran SDM dan spesifikasi disiplin keilmuan/keahlian yang belum merata, artinya secara


(4)

kualitas belum dapat terpenuhi, kemudian sarana dan prasarana yang masih kurang yang nantinya dapat berpengaruh kepada kinerja dari aparatur pengawas dan keterbatasan anggaran.

B. Saran

1. Diharapkan kedudukan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara tersebut tidak berada di bawah Sekretaris Dewan Provinsi Sumatera Utara itu sendiri. Namun untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara dan jajarannya dilakukan oleh Inspektorat Provinsi. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyelesaian kasus ditempat karena mengingat kedudukan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara di berada di bawah Gubernur Sumatera Utara tentunya Gubernur Sumatera Utara dapat saja mengintervensi temuan kasus tersebut sehingga tidak dapat muncul ke permukaan untuk dilakukan penyelidikan oleh pihak yang berwajib.

2. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah, Provinsi Sumatera Utara yakni kepada Gubernur Sumatera Utara agar transparan dalam menyikapi dan meneruskan kasus-kasus temuan oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan kerja sama yang baik dengan pihak Kejaksanaan, Kepolisian, Tim Badan Pemeriksa (BPKP), sehingga dengan demikian terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance).

3. Gubernur Sumatera Utara diharapkan dapat memberikan anggaran dana yang lebih memadai terutama untuk penyediaan sarana-prasarana sebagai tuntutan optimalisasi kinerja Inspektorat Provinsi Sumatera Utara akan lebih mudah diraih.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Arikunto, Suharsimi., Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1997.

Gie, Liang, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid III, Jakarta : Gunung Agung, 1989.

Gunawan, Bambang Indra., Peranan Bawasda Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Medan : Fakultas Hukum USU, 2006.

Hadayaningrat Soewarno., Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta : Gunung Agung, 1981.

Huda, Nimatul., Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Problematika, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Kaho, Josep Riwo M., Analisa Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah di Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, 1982.

Lubis, M. Solly., Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung : CV. Mandar Maju, 2000. Manan, Bagir., Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002. Manullang M., Manajemen Personalia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1976.

Marbun, SF., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2001.

Muslimin, Amrah., Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung : Alumni 1982. Nasution, S., Penuntun Membuat Skripsi, Bandung : CV. Jemmars, 1980.

Panglaykin., dan Hazil., Network Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas Perusahaah, Yogyakarta : BPFE UGM, 1986.

Poerwadarmita, WJS., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1986.

Rasyid, M. Ryaas., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002.

Riant, D., Nugroho, Otonomi Daerah, Desentaralisasi Tanpa Revolusi Kajian dan Kritik Atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, PT. Alex Media Komputindo, 2002.

Saleh, Ismail., Ketertiban dan Pengawasan, Jakarta : Haji Mas Agung, 1988.

Sujatmo., Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983. Siagian, SP., Pengawasan dan Pengendalian di Bidang Pemerintahan, Jakarta : UI Press, 1994. Sunarno, H. Siswanto., Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.


(6)

Perundang-Undangan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketetapan-Ketetapan MPR pada Sidang Tahunan, Jakarta : Sinar Grafika, 2000.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2010 tentang Kebijakan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2009.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 38 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

Mekanisme Jabatan Struktural Dan Manajemen Pengembangan Karir Pegawai Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara(Studi Pada Lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

2 62 95

Efektifitas Dari Pelaksanaan Pelimpahan Tugas Dari Walikota Kepada Camat Dalam Pelaksanaan Tugas Pembangunan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 85 97

Kewenangan Bidang Pertanahan Dalam Konteks Otonomi Daerah (Studi di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara)

4 50 175

Peranan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Provinsi Sumatera Utara

6 84 104

Proses Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)

2 94 133

Kajian Kritis Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah Di Sumatera Utara

0 31 119

Tugas dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah dalam Meningkatkan Disiplin Pegawai Negri Sipil ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus di Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara)

2 47 72

PERANAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT.

2 16 77

Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN - Peranan Inspektorat Dalam Pelaksanaan Pengawasan Otonomi Daerah Di Provinsi Sumatera Utara Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 1 18