Ekonomi Syariah
E. Ekonomi Syariah
1. Pengertian Ekonomi Syariah
Untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya, di bagian ini akan disampaikan beberapa pendapat tentang apa itu ekonomi syariah. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah, legislator, pengusaha, akademisi, dan mahasiswa melakukan perenungan atas ”jihad” mereka melaksanakan ekonomi kapitalis dan sosialis di Indonesia selama ini. Salah satu rujukan yang disampaikan di sini adalah buku Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, karya Abdul Manan. 8 Beberapa pendapat yang dikutip Abdul Manan tentang pengertian ekonomi syariah, antara lain:
? ? Muhammad Nejatullah Siddiqi mengatakan, ekonomi Islam adalah: respons pemikir Islam terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh al-Qur’an dan As-Sunnah, akal dan ijtihad serta pengalaman.
8 Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah, Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, Ken- cana Prenadamedia Group. (Jakarta, 2012), h. 7 – 8.
JURNAL EkonomiKa
Kesejahteraan Yang Diberkahi
? ? M. Umar Chapra mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makroekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
? ? Hazanus Zaman menekankan, ekonomi Islam adalah penetapan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan pengembangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah swt dan masyarakat.
? ? Sayed Nawab Haedar Naqvi mengdefinisikan ekonomi Islam sebagai representasi perilaku muslim dalam suatu masyarakat muslim tertentu.
? ? M. Akram Khan mengatakan, ekonomi Islam bertujuan untuk memelajari kewenangan manusia agar menjadi baik yang dapat dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan kepada kerjasama dan partisipasi.
? ? Kursyid Ahmad mengatakan, ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematik untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.
? ? M.M. Metawally mengdefinisikan ekonomi Islam sebagai ilmu yang memelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al- Qur’an, Al-Hadis, Ijma, dan Qiyas.
? ? Munawar Iqbal berpendapat, ekonomi Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syariat Islam. Islam memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar yang dicantumkan dalam Al- Qur’an dan Al-Hadis adalah batu ujian untuk menilai teori-teori baru berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi Islam. Dalam hal ini, himpunan hadis merupakan sebuah buku sumber yang sangat berguna.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, Abdul Manan berpendapat, ilmu ekonomi Islam bukan hanya kajian tentang persoalan nilai, tetapi juga dalam bidang kajian keilmuan. Keterpaduan antara ilmu dan nilai menjadikan ekonomi Islam sebagai konsep yang integral dalam membangun keutuhan hidup bermasyarakat. Ekonomi Islam sebagai ilmu menjadikan ekonomi Islam dapat dicerna dengan metode-metode ilmu pengetahuan pada umumnya. Sedangkan ekonomi Islam sebagai nilai, menjadikan ekonomi Islam relevan dengan fitrah hidup manusia.
2. Struktur Ekonomi Islam
Disebabkan ekonomi Islam adalah ekonomi syariah, maka strukturnya tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadis. Misalnya Abdul Manan merangkumkan pendapat para pakar ekonomi Islam di mana ada lima nilai fundamental, yakni:
1) Nilai Ilahiah Nilai ini berasal dari filosofi Islam yang mengajarkan, semua aktivitas umat Islam,
24 JURNAL EkonomiKa
Kesejahteraan Yang Diberkahi
baik yang bersifat ubudiah maupun muamalah hanyalah untuk mengharapkan ridha Allah swt sebagai natijah ayat 162 surah Al-An’am. Oleh karena itu, segala kegiatan perekonomian yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, dan pemasaran harus dikaitkan dengan nilai-nilai keilahian sehingga mesti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan Allah swt. Sebab, Allah adalah Pencipta, Pemilik, Penguasa, Pentadir, Pengawas, dan Pemutus segala urusan makhluk-Nya di jagat raya ini.
Dengan demikian, penggunaan sumber daya alam yang ada harus secara bertanggung jawab sehingga tidak menimbulkan kerusakan di darat dan di laut sebagaimana yang melanda Indonesia belakangan ini. Demikian pula halnya, dalam proses ekonomi Islam, teori Machiavelli – tujuan menghalalkan cara – tidak bisa digunakan sehingga tidak boleh ada penipuan, manipulasi, riba, mengcurangi timbangan, serta bersaing secara tidak sehat dengan sesama pedagang atau pengusaha. Sebab, Allah berfirman:
“Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap
apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS An Najm: 31).
Oleh karena itu, sebagai khalifah di bumi, justru sesama muslim, apalagi sebagai pedagang atau pengusaha, hendaknya saling bergotong royong dalam perbuatan ma’ruf, bukan kerjasama dalam kemungkaran.
2) Nilai Keadilan Salah satu prinsip utama dalam ekonomi Islam adalah keadilan. Baik keadilan
berdasarkan ayat al-Qur’an dan al-Hadis maupun yang ditemukan dalam ayat-ayat qauniyah di jagat raya. Secara operasional, keadilan tersebut ditampilkan dalam bentuk penentuan harga barang yang proporisional, kualitas produk, perlakuan terhadap pekerja dan pelanggan serta dampak dari setiap kebijakan ekonomi terhadap kesejahteraan umum dan kelestarian alam.
Penegakkan keadilan dan usaha mengeliminasi segala bentuk diskriminasi, termasuk di sektor ekonomi, menjadi prioritas al-Qur’an sebagaimana difirmankan Allah swt:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum,mendrong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah: 5).
Di lain ayat, Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahal: 90).
Ayat-ayat al-Qur’an di atas memerintahkan kita untuk harus bersikap adil dalam
JURNAL EkonomiKa
Kesejahteraan Yang Diberkahi
segala aspek kehidupan, termasuk perekonomian. Jika tidak, akan terjadi pelbagai musibah disebabkan penindasan, kekerasan, dan eksploitasi, baik terhadap sesama manusia maupun alam sekitar. Bukankah hampir setiap waktu terjadi banjir, tanah longsor, bus masuk jurang, kereta api terbalik, pesawat terbang tergelincir dan pelbagai musibah lain karena manusia tidak berlaku adil. Sebab, adil menurut Islam, bukan sama rata, tetapi proporsional, yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya (wud’u al-sya’i ’ala makanih). Dengan demikian, keadilan merupakan komponen penting dalam mengembangkan sendi- sendi ekonomi yang sesuai syariat Islam.
Dalam konteks ini, keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal dengan orang yang membutuhkan modal. Islam juga tidak menganjurkan kesamaan ekonomi sebagaimana dianut kaum sosialis. Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi orang per orang sebagaimana disebutkan ayat al-Qur’an:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabb-mu.? Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajatagar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. dan rahmat Rabb-mu lebih hak dari apa yang mereka kumpulkan. ” (QS Az-Zukhruf: 32).
3) Nilai Kenabian Nilai kenabian merupakan salah satu nilai universal. Sebab, fungsi Nabi
Muhammadadalah sebagai motor penggerak syariat Islam di dunia, termasuk aspek ekonomi. Dalam diri Nabi Muhammad, bersemayam sifat-sifat luhur yang layak menjadi panutan bagi setiap muslim, termasuk para pedagang dan pengusaha. Sedemikian rupa akhlaknya sehingga ketika menjawab pertanyaan sahabat, Aisyah, janda Rasulullah mengatakan, akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Artinya, Rasulullah adalah al-Qur’an
yang bergerak. Tidak heran, Allah sendiri yang memuji akhlak Rasulullah melalui firman- Nya:
“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah ada sebaik-baik teladan bagi mereka yang beriman kepada Allah, memercayai hari akhirat, dan selalu mengingat Allah.” (QS
Al Ahzab: 21). Rasulullah ketika muda adalah seorang pedagang yang sukses, bukan hanya
memeroleh keuntungan materi, tetapi juga mendapat kepercayaan masyarakat Makkah dan sekitarnya. Oleh karena itu, wajar kalau pedagang dan pengusaha menjadikan beliau sebagai teladan. Sebab, selama berhubungan dengan Nabi Muhammad dalam setiap jual beli, tidak ada pembeli atau pelanggan yang merasa dirugikan, dicurangi, dibohongi, atau ditindas. Akhlak dan perilaku Rasulullah seperti demikian karena dalam diri beliau, menyatu sifat-sifat kenabian, antara lain:
Pertama, shiddiq (kebenaran) di mana seorang Nabi dan Rasul senantiasa mengimplementasikan sifat kebenaran dan keikhlasan serta menghindarkan diri dari perilaku dusta dan kemunafikan. Kedua, amanah (terpercaya) di mana sifat ini senantiasa menjelma dalam perilaku kehidupan dalam bentuk kejujuran, saling mempercayai, prasangka baik, dan bertanggung jawab. Ketiga, fathonah (cerdas) di mana sebagai
26 JURNAL EkonomiKa
Kesejahteraan Yang Diberkahi
seorang Nabi dan Rasul dengan sendirinya senantiasa memaksimalkan fungsi akal dan intelektualitas, terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerial. Pendekatan rasional objektifdan sistematik akan muncul dari sifat ini sehingga dalam melakukan penataan dan pengembangan kehidupan yang lebih baik, terus meningkat. Keempat, tabligh (komunikatif) di mana sifat ini diperlukan terutama dalam menumbuhkan profesionalisme dalam menjalankan tugas amanah yang diemban.
Tidak kalah penting, selain empat sifat-sifat kenabian di atas, Nabi Muhammad adalah seorang yang berani dan mampu mengambil putusan yang tepat, pandai dalam menganalisis situasi, dan cepat tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi di sektor ekonomi.
4) Nilai Pemerintahan Berbeda dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam teori ilmu negara di universitas,
dalam khilafah Islam, manusia adalah khalifah yang dilantik Allah untuk mengeksplorasi bumi dengan isinya. Oleh karena itu, setiap tindakan manusia, apalagi mereka yang bertugas di sektor eksekutif, legislatif, dan yudikatif, selain bertanggung jawab kepada rakyat, mereka harus bertanggung jawab kepada Zat yang melantiknya sebagai khalifah. Atas dasar ini, lahir pengertian tentang perwalian, moral, politik, ekonomi, dan prinsip organisasi sosial lainnya.
Dalam menjalankan tugas sebagai khalifah, manusia memerlukan wadah, berupa negara dan pemerintahan. Melalui pemerintahan, manusia saling berkomunikasi dalam interaksi yang harmonis guna membangun suatu peradaban sebagai media pengabdiannya kepada Pencipta. Masyarakat yang harmonis dan beradab menurut kriteria Sang Pencipta itulah yang disebut sebagai Masyarakat Madani di mana salah satu pilarnya adalah ekonomi syariah. Di sinilah tanggung jawab pemerintah dalam menyiapkan sistem perundang- undangan agar kegiatan perdagangan, industri, impor dan ekspor, tidak bertentangan dengan syariah Islam. Misalnya, tidak ada perjudian, pelacuran, calo, penimbunan barang-barang kebutuhan pokok, rentenir, dan perdagangan gelap. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab dalam menyiapkan infra struktur, termasuk pelayanan publik yang baik sehingga kegiatan bisnis atau perekonomian antar individu atau perusahaan berjalan dengan baik, lancar, dan sesuai dengan syariah Islam.
Dalam konteks ini, tugas negara menurut Yusuf Al-Qardhawi yang dikutip Abdul Manan, mengubah pemikiran menjadi amal perbuatan, memindahkan moralitas kepada praktik-praktik konkrit, mendirikan pelbagai lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas penjagaan dan pengembangan semua hal tersebut. Tugas negara juga harus memonitoring, sejauh mana pelaksanaan dan ketidakdisiplinan terhadap kewajiban yang diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
5) Nilai Hasil atau Keuntungan Perbedaan prinsip dengan agama samawi lainnya, Islam tidak hanya mengatur
masalah-masalah ubudiah, tetapi juga urusan dunia, termasuk aspek ekonomi. Misalnya, Islam menetapkan, tujuan bisnis, perdagangan atau bentuk apa pun dari ekonomi adalah mencapai apa yang disebutkan dalam ayat al-Qur’an:
JURNAL EkonomiKa
Kesejahteraan Yang Diberkahi
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu buat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashasas: 77).
Ayat Qur’an ini menegaskan dua prinsip hidup manusia, khususnya umat Islam. Pertama, tujuan utama perjalanan hidup manusia adalah akhirat karena di sana kehidupan bersifat abadi. Oleh karena itu, kebahagiaan akhirat harus mendapat prioritas utama dalam seluruh aktivitas di dunia, termasuk aspek ekonomi. Dengan demikian, dalam menjalankan aktivitas bisnis, seorang pedagang atau pengusaha muslim harus mengerti halal haram dalam berbisnis. Misalnya, tidak boleh memakan riba, tidak mencurangi timbangan, tidak menipu dan menindas pembeli. Biarlah keuntungan yang diperoleh dalam bisnis, kecil, tetapi halal karena akhir perjalanan adalah akhirat di mana surga menjadi idaman setiap orang.
Kedua, seorang muslim tidak boleh melupakan dunianya. Sebab, menurut Rasulullah saw, tangan di atas lebih terhormat daripada tangan di bawah. Sementara pada lain kesempatan Rasulullah mengatakan, dari sepuluh pintu rejeki, sembilan berada di sektor perdagangan. Maknanya, umat Islam digalakkan untuk berdagang agar memajukan perekonomian umat Islam sebagai media mencapai surga di akhirat kelak. Itulah hakikat doa sapujagat umat Islam: rabbana aatina fi dunya khasanah wa fil akhirati khasanah wa qina ajabbannar.