Bidang Politik

B. Bidang Politik

Jatuhnya rezim orde baru menjadi momentum kehidupan politik yang lebih demokratis di Indonesia. Reformasi berjalan dengan maksud mengantarkan rakyat Indonesia menuju pada cita- cita mulia bangsa Indonesia. Namun, hingga saat ini demokrasi tak kunjung sampai pada tujuan yang ingin dicapai. Demokrasi di Indonesia masih sebatas demokrasi prosedural, belum mencapai pada demokrasi substansial. Demokrasi yang sebelumnya diyakini oleh rakyat Indonesia mampu membawa perubahan yang lebih baik dalam membangun kehidupan politik justru menampakan wajah yang suram. Budaya politik yang berkembang pada era reformasi kini lebih menampakan budaya pragmatis. Budaya ini membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era satu ke era berikutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Karena pragmatism masih melekat pada perilaku elit politik. Demokrasi dimanipulasi oleh para elit politik dengan mengarahkan pada kepentingan-kepentingan pragmatis. Reformasi memang telah memberikan sumbangan bagi berkembangnya budaya politik partisipatif. Namun budaya politik patrimonial dan otoriterianisme telah berubah menjadi oligarki politik yang berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara pemerintahan. Dengan demikian, budaya politik era reformasi masih bercorak paternalistik dan pragmatis, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan. Jadi, demokrasi yang diharap dapat mengantarkan pada pencapaian tujuan dan cita-cita rakyat Indonesia dalam kenyataannya sangat paradoks. Nyatanya, demokrasi saat ini mengedepankan pada kekuatan uang. Semua diukur dengan transaksi uang. Bahkan ideologi, visi progresif, dan nilai-nilai kebaikan tergerus oleh uang. Demokrasi transaksional yang bertumpu pada uang akan berpotensi besar pada munculnya kaum penjahat dan manipulatif. Suara dan prinsip dapat dibeli dengan uang tanpa melihat nilai-nilai utama dalam demokrasi yang sesungguhnya. Jadi, maraknya fenomena demokrasi uang akan sangat berpotensi menyuburkan praktik korupsi. Demokrasi uang ini secara amat jelas juga merusak nilai luhur bangsa dan juga akan merusak mental masyarakat, demokrasi transaksional saat ini sudah kasat mata dan sampai pada titik yang mengkhawatirkan dan akan berujung pada suburnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh Jatuhnya rezim orde baru menjadi momentum kehidupan politik yang lebih demokratis di Indonesia. Reformasi berjalan dengan maksud mengantarkan rakyat Indonesia menuju pada cita- cita mulia bangsa Indonesia. Namun, hingga saat ini demokrasi tak kunjung sampai pada tujuan yang ingin dicapai. Demokrasi di Indonesia masih sebatas demokrasi prosedural, belum mencapai pada demokrasi substansial. Demokrasi yang sebelumnya diyakini oleh rakyat Indonesia mampu membawa perubahan yang lebih baik dalam membangun kehidupan politik justru menampakan wajah yang suram. Budaya politik yang berkembang pada era reformasi kini lebih menampakan budaya pragmatis. Budaya ini membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era satu ke era berikutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Karena pragmatism masih melekat pada perilaku elit politik. Demokrasi dimanipulasi oleh para elit politik dengan mengarahkan pada kepentingan-kepentingan pragmatis. Reformasi memang telah memberikan sumbangan bagi berkembangnya budaya politik partisipatif. Namun budaya politik patrimonial dan otoriterianisme telah berubah menjadi oligarki politik yang berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara pemerintahan. Dengan demikian, budaya politik era reformasi masih bercorak paternalistik dan pragmatis, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan. Jadi, demokrasi yang diharap dapat mengantarkan pada pencapaian tujuan dan cita-cita rakyat Indonesia dalam kenyataannya sangat paradoks. Nyatanya, demokrasi saat ini mengedepankan pada kekuatan uang. Semua diukur dengan transaksi uang. Bahkan ideologi, visi progresif, dan nilai-nilai kebaikan tergerus oleh uang. Demokrasi transaksional yang bertumpu pada uang akan berpotensi besar pada munculnya kaum penjahat dan manipulatif. Suara dan prinsip dapat dibeli dengan uang tanpa melihat nilai-nilai utama dalam demokrasi yang sesungguhnya. Jadi, maraknya fenomena demokrasi uang akan sangat berpotensi menyuburkan praktik korupsi. Demokrasi uang ini secara amat jelas juga merusak nilai luhur bangsa dan juga akan merusak mental masyarakat, demokrasi transaksional saat ini sudah kasat mata dan sampai pada titik yang mengkhawatirkan dan akan berujung pada suburnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh

1. Mendorong adanya revisi sanksi yang lebih berat terhadap elit-elit politik yang terbukti melakukan money politic dalam memperoleh kekuasaan.

2. Mendesak pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaporan anggaran partai politik.

3. Mengajak masyarakat untuk tidak memilih calon-calon pemimpin yang hanya mengedepankan money politic.

4. Menyelamatkan demokrasi Indonesia dari berbagai praktik kotor politikus.

5. Menegakkan kedaulatan politik untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia.

6. Optimalisasi sektor pelayanan publik yang baik untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

7. Memperketat dan memperjelas tujuan reses dan kunjungan kerja DPR dan DPD RI di dalam maupun keluar negeri.

8. Mengadvokasi pelaksanaan gender budgeting.

Bidang Ekonomi

Tujuh puluh tahun adalah masa yang panjang bagi sebuah bangsa untuk bangkit dari penjajahan. Dalam proses perjuangan dan dinamika yang sudah dilalui seharusnya tidak menyurutkan semua elemen bangsa ini untuk terus membangun dan mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera, terutama dalam bidang ekonomi. Ekonomi menjadi tumpuhan bagi maju dan jayanya sebuah bangsa. Visi besar yang digagas dan diperkenalkan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno (Bung Karno), yakni mandiri dalam kehidupan politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan. Melalui kemandirian, secara ekonomi, suatu bangsa akan mampu mengangkat harkat dan martabat, dengan dilandasi kerja keras dan kepercayaan diri, dapat mengurangi ketergantungan yang berlebih kepada pihak lain. Karena, ketergantungan akan memunculkan kemalasan dan memicu tindakan jangka pendek yang cenderung menjerumuskan. Untuk mencapai visi tersebut, fundamental ekonomi yang kuat merupakan salah satu syarat yang harus dibangun dan dipelihara. Runtuhnya orde baru pada tahun 1998 menggambarkan bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia pernah rapuh dan jatuh tersungkur, tidak kuasa menahan gempuran badai krisis ekonomi yang menerjang Indonesia sehingga melumpuhkan hampir semua sendi kehidupan bangsa yang telah dibangun puluhan tahun sebelumnya. Pengalaman pahit tersebut, tentu harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Apalagi di tengah kondisi perekonomian global saat ini yang penuh dengan ketidakpastian. Bangsa Indonesia perlu mewaspadai imbas dari krisis keuangan yang terpicu perkembangan di Eropa-Amerika dewasa ini. Sejatinya pemerintahan baru ingin membuktikan kekuatannya dalam penguatan ekonomi melalui jargon nawacita, salah sa tunya “Kami akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor- sektor strategis ekonomi domestik”. Namun, pemerintahan masih terjerat dengan permasalahan ekonomi. Dalam satu tahun ini, masalah ekonomi kerap muncul, diantaranya: nilai tukar rupiah melemah tidak berdaya disaat dolar kian merangkak naik; harga kebutuhan pokok melangit membuat rakyat menjerit; harga BBM dinaikkan-diturunkan menjadikan

harga-harga lain semakin naik dan tidak mau turun; banyaknya impor yang tidak sebanding dengan ekspor; perbankan lesu; pertumbuhan ekonomi tidak membanggakan; dan angka pengangguran serta kemiskinan masih mencengangkan. Artinya, nawacita yang didengung-dengungkan di awal pemerintahan belum kunjung hadir di tengah-tengah rakyat. Tak hanya itu, satu tahun pemerintahan kabinet kerja dinilai lemah dalam menyerap anggaran. Hal itu dibuktikan dengan survei dari beberapa lembaga yang menunjukkan bahwa angka penyerapan anggaran di sejumlah kementerian belum mencapai angka 50%. Hal ini semakin menunjukkan bagaimana lambannya pemerintahan Jokowi-JK menjawab permasalahan anggaran negara yang berimbas pada perekonomian. Tantangan lain yang masih dihadapi adalah masih terjadinya kesenjangan pembangunan, baik antar golongan masyarakat maupun antar daerah. Konsep poros maritim dan tol laut yang menghubungan wilayah barat dan timur belum kunjung ada kabar. Permasalahan kesenjangan antar wilayah, antar desa-kota, dan antar sektor khususnya di wilayah kawasan timur Indonesia masih terjadi. Pemerintah harus segera mengatasi kemahalan harga, peningkatan akses dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan yang layak, menguatkan sektor perikanan dan kelautan, serta mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif. Dalam konteks inilah pemerintah perlu hadir dalam dalam kehidupan rakyat. Menghadapi gejolak perekonomian global dan berbagai masalah internal dalam negeri tentu saja tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Perlu langkah-langkah nyata yang harus dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Indonesia tidak boleh kehilangan peluang sedikitpun dari kondisi perekonomian global yang tidak menentu ini. Ekspor dan investasi di dalam negeri harus terus ditingkatkan. Potensi pasar dalam negeri harus dioptimalkan. Pembangunan infrastruktur harus pro rakyat. Kebutuhan rakyat harus dipenuhi. Swasembada pangan juga harus ditingkatkan. Maka untuk tetap menjaga kestabilan dan peningkatan ekonomi bangsa, PMII merekomendasikan:

1. Pemerintah harus meninjau ulang pembangunan infrastruktur yang berasal dari hutang luar negeri.

2. Menghadapi tantangan ekonomi global, termasuk di dalamnya menstabilkan nilai tukar rupiah.

3. Mendesak pemerintah untuk menghentikan impor pangan dan mewujudkan kedaulatan serta swasembada pangan.

4. Percepat serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta meninjau serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5. Memperluas akses pendidikan tinggi, akses kesehatan yang layak, akses pekerjaan seluas- luasnya untuk masyarakat tidak mampu.

6. Pengembangan produktifitas pengusaha dan potensi pasar dalam negeri harus diutamakan.

7. Melindungi, memfasilitasi, dan mengembangkan usaha ekonomi kreatif masyarakat.

8. Pemanfaatan sumber daya alam dan aset strategis yang sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

9. Merformulasi sistem pembagian DAK/DAU dengan memperhatikan wilayah kawasan.

10. Menuntut pembagian royalty sebesar 25% atas perusahaan tambang asing khususnya PT Free Port Indonesia dan PT Newmont.