Titik Berat Kegiatan Setiap Tahap

D. Titik Berat Kegiatan Setiap Tahap

Program kegiatan PMII jangka panjang pada awalnya dilaksanakan secara bertahap, melalui pentahapan selama 2 tahun untuk masing masing tahapannya. Namun berdasarkan evaluasi pelaksanaan tahapan Program mulai dari 2000 hingga 2014, pelaksanaan tahap yang tidak didasarkan pada periodesasi kepengurusan ini menjadi kendala tersendiri pada pelaksanaan Program. Oleh karenanya terhitung mulai tahap VIII pelaksanan jangka panjang didasarkan atas periode Kepengurusan PB PMII sebagai pusat komando organisasi. Hal ini diputuskan dengan harapan agar evalusai keberhasilan dan kendala dapat dilaksanakan dengan efektif.

1. Tahap 1 (2000-2002)

Titik berat pada tahap ini adalah pada konsolidasi organiasi melalui pengkondisian dalam rangka mereformulasikan kegiatan PMII pada masa transisi demokrasi. Pada masa ini juga masih harus ditandai dengan proses sosialisasi otonomi warga sejalan dengan otonomi regulasi negara, dan perubahan formulasi gerakan sejalan dengan perubahan titik kecenderungan ini. Tahap ini juga titik awal soialisasi pengembangan human resources warga pergerakan yang seimbang antara wacana dengan aplikasi, sesuai dengan kebutuhan yang ada.

2. Tahap II (2002-2004)

Titik berat pada tahap ini adalah koordinasi organisasi dengan pola otonomi, namun dengan konsep dan wawasan global. Formulasi gagasan dalam membentuk PMII sebagai oganisasi yang sarat ragam karakteristik warga sudah mulai terbentuk implikasinya. Pada fase ini sudah mulai kelihatan diverifikasi peran antar cabang dengan titik sentral garapan sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan dan minat bakat warga itu sendiri. Konsilidasi ini ditandai dengan menguatnya bangunan institusi dengan pola komunikasi berbasis virtual, sehingga memudahkan sarana konsilidasi.

3. Tahap III (2004-2006)

Titik berat pada tahap ini adalah memantapkan proses diverifikasi peran kader sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan dan minat bakatnya. Pada fase ini diharapkan sudah terjadi keseimbangan jumlah warga antara yang berbasis agama dengan umum. Antara kelompok wacana dengan aplikasi, tahap ini juga sudah harus ditandai dengan makin terbukanya wawasan kader PMII terhadap berbagai kebutuhan masyarakat global. Sehingga piranti (softwere) sudah siap menghadapi berbagai perubahan.

4. Tahap IV (2006-2008)

Titik berat pada tahap ini adalah makin kuatnya kelompok partisipsi dan profesi warga PMII, namun mempunyai kesadaran politik dan basis ideologi yang berpihak pada masyakat. Meningkatnya kelompok ini, nanti akan dibarengi dengan makin kuatnya institusi PMII di semua level berkat konsolidasi periode sebelumya. Pada fase ini, jaringan PMII sudah dapat dihidupkan menjadi multi-fungsi, jaringan organisasi sebagai alat kontrol, pemberdaya, penyemaian informasi dan transaksi sosial-ekonomi dan buaya.

5. Tahap V (2008-2010)

Titik berat pada tahap ini adalah pada bidang munculnya kesadaran masif tentang budaya kompetitif di kalangan warga. Pada fase ini, pendekatan prestasi sebagai faktor determinan dalam setiap penilaian kader, bukan lagi faktor politik. Tahap ini diharapkan sudah sampai pada tingkat keseimbangan antara karakter politik, profesional dengan pendekatan fungsi sosial. Penguasaan pengetahuan mikro di kalangan warga sudah mulai merata dan seimbang, sehinga fase ini adalah titik awal profesionalisasi kader PMII di semua sektor dan lini masyarakat.

6. Tahap VIII (2012 -2014 )

Titik berat pada tahap ini di tandai dengan terjadinya DEJAVU atas kondisi masa lampau. Euporia reformasi tegah membuat lengah kader pada fase ini kader mulai menyadari bahwa fungsi sossial harus di lakukan secara frontal. Penguasaan-penguasan yang sudah dilakukan harus lebih di seimbangkan serta jaringan-jaringan di berbagai lini harus segera di organisir untuk kembali pada nilai-nilai dan norma-norma murni PMII menuju gerakan kolektif sebagai titik awal perubahan selanjutnya.

7. Tahap IX (Periode Kepengurusan XVIII )

Pada Tahap IX Titik berat pada pelaksanaan program lebih bersifat kedalam dengan bertumpu pada penguatan produk hukum kelembagaan. Penguatan kelembagaan khususnya di bidang aparatur organisasi ini mutlak dibutuhkan mengingat semakin kompleksnya permasalahan internal yang dihadapi PMII, yang merupakan konsekuensi logis dari organisasi yang semakin tumbuh besar dan luas. Berbagai peraturan organisasi yang belum ada harus segera dirancang dan ditetapkan agar dapat menjadi panduan yang konstitutif dan dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh kader dari tingkat pengurus besar hinga tingkat rayon.

Pada tahap ini PMII juga diharapkan mulai melakukan review atas konsep kaderisasi yang telah dilaksanakan selama ini. Di tengah tantangan MEA yang akan diterapkan pada Tahun 2016 dan bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2025, PMII harus mampu melakukan penyesuaian diri dengan mempersiapkan kadernya untuk menghadapi potret tersebut. Selain tetap menjaga nilai-nilai luhur dan tujuan organisasi, PMII harus mampu membekali dirinya melalui proses kaderisasi yang juga memberikan perhatian khusus pada terwujudnya kader yang siap untuk terjun di berbagai sektor strategis berdasarkan basis keilmuannya masing-masing.

8. Tahap X ( Periode Kepengurusan XIX )

Pada Tahap ini PMII diharapkan telah mampu mengawal penerapan berabagai peraturan organisasi dan sistem kaderisasi yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Melakukan penyempuranaan peraturan atas evaluasi pelaksanaan pada tahap ke IX, dibutuhkan agar peraturan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dalam perspektif kaderisasi tahap

X, diharapkan mampu menerapkan konsep kaderisasi yang telah di-review pada tahap IX dan mampu membuat giant system organisasi.

Luasnya jangkauan organisasi PMII secara geografis menjadi tantangan dan kendala tersendiri dalam penerapan sistem kaderisasi dan peraturan organisasi. Oleh karena itu, pada tahap ini diharapkan PMII dapat mengintegrasi pelaksanaan kaderisasi dan penerapan aturan organisasi menggunakan sistem informasi. Hal ini tentu sangat dibutuhkan mengingat kemajuan teknologi yang sudah tidak terelakkan lagi. Dengan adanya pemanfaatan sistem informasi dan teknologi ini diharapakan mampu menjawab permasalahan klasik dalam sistem kaderisasi PMII. Permasalahan klasik yang terus muncul adalah terjadinya ketimpangan pemahaman kader atas konsep kaderisasi yang telah didesain dikarenakan keterbatasan akses narasumber dan bahan rujukan.

Pada tahap ini PMII juga diharapkan mulai mendorong dibentuknya lembaga-lembaga strategis yang dapat dijadikan sebagai kawah candardimuka bagi kader kader PMII sebelum terjun di bidang professional sesuai pilihan profesi dan kajian keilmuannya masing-masing. Lembaga- lembaga ini diharapkan bisa dibentuk mulai dari level kepengurusan PB PMII, PKC hingga level PC yang akan dapat juga dijadikan sebagai media komunikasi antar rayon yang memiliki kajian keilmuan yang sama.