Aspek Pendidikan

D. Aspek Pendidikan

Setelah runtuhnya imperium Majapahit yang masa jayanya meliputi semenanjung Malaya, Kalimantan, bahkan sampai Philipina Selatan, menjadi ratusan kerajaan kecil yang kemudian satu per satu terutama sejak abad ke-17 dikuasai oleh kaum penjajah, Portugis, Inggris, dan Belanda. Pada permulaan abad ke-20 melalui kebijakan yang dikenal dengan istilah politik etis, masyarakat Indonesia terutama elitnya mulai berkenalan dengan peradaban modern melalui sekolah-sekolah Eropa yang dibuka untuk elit pribumi. Kebijakan ini tanpa direncanakan oleh pemerintah penjajah kemudian melahirkan kaum terpelajar yang memimpin pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Dengan bermodalkan sumber daya manusia saat itu, para pendiri Republik meletakkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “memajukan kebudayaan nasional Indonesia” melalui diselenggarakannya “satu sistem pengajaran nasional” sebagai wahana strategis untuk

membangun Negara Bangsa Indonesia. Jadi salah satu visi dan cita-cita besar bangsa Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuh puluh tahun

setelah merdeka, apakah rakyat Indonesia sudah dicerdaskan? Apakah pendidikan Indonesia berkualitas? Problem dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah politik, ekonomi, ilmu pegetahuan dan teknologi, serta globalisasi. Indonesia harus bersaing dengan Negara-negara dalam era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Adanya MEA menjadikan masyarakat Indonesia harus siap bersaing dengan masyarakat dari Negara lain dari segi kualitas individu. Tentu tidak hanya di ASEAN, tapi di Asia bahkan lebih luas lagi, Eropa dan Amerika. Kualitas pendidikan Indonesia menduduki rangking ke 69 dari 76 negara. Kalah dengan Singapura yang menduduki peringkat pertama dunia. Lima posisi teratas diambil Negara-negara Asia, yaitu Singapura, Hongkong, Korea Selatan. Taiwan, dan Jepang. Jika masuk ruang kelas di negara- negara tersebut, kita akan menemui para guru yang menekankan sikap tegas, fokus, koherensi, dan berkarakter. Negara-negara tersebut juga sangat pandai dalam merekrut guru-guru berbakat dalam mengajar di ruang kelas yang paling menantang, sehingga setiap siswa diberikan guru-guru yang terbaik.

Jika dibandingkan dengan negara-negara yang mempunyai kualitas pendidikan terbaik, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah belum serius dan optimal dalam menempatkan pendidikan sebagai agenda prioritas. Persoalan pendidikan di Indonesia seakan tak pernah bisa diatasi dari presiden satu beralih kekuasaan ke presiden lainnya, seringkali masalah lama muncul dan tak terselesaikan. Salah satunya, dunia pendidikan masih menjadi komoditi yang mahal di Indonesia. Hanya pihak yang memiliki kemampuan finansial lebih yang mampu mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Kesenjangan sosial menjadi problem. Hal tersebut menyebabkan tingkat pendidikan antar satu daerah dan daerah lain tak setara. Padahal, peserta didik sangat diharapkan untuk kemajuan bangsa. Kualitas peserta didik juga dipengaruhi oleh peranan pendidikan yang dilaluinya. Belum lagi persoalan nasib guru . Semboyan “guru tanpa tanda jasa” nyatanya dimaknai bahwa profesi ini belum mendapatkan perhatian dari segi finansial. Masih banyak ditemukan guru-guru di daerah yang belum mendapatkan gaji tetap. Jangankan gaji tetap, gaji pun jauh di bawah UMK/UMP (Upah Minimum Kabupaten/Upah Minimum Provinsi). Pendapatan mereka juga jauh dibanding dengan gaji para karyawan dan profesi lainnya. Mereka bekerja dengan modal ikhlas. Namun, dengan tuntutan kebutuhan dan harga-harga pokok yang semakin meroket naik, tentu para guru membutuhkan kesejahteraan hidup yang harus dipenuhi. Di samping itu, bagaimana bisa mendapatkan generasi yang berkualitas dan terbaik, jika sang pengajar tidak diperhatikan kesejahteraannya. Kesejahteraan guru yang tak terjamin ini menunjukkan kegagalan kebijakan pemerintah tentang penataan dan pemerataan guru PNS dan non-PNS. Persoalan pendidikan lainnya yang penting adalah pelaksanaan ujian nasional. Mulai dari bocornya soal hingga jebloknya nilai kelulusan siswa, menjadi problem yang belum terselesaikan. Selain itu infrastruktur komputer masih menjadi kendala dalam sistem ujian nasional berbasis komputer dan online. Tak hanya itu, persoalan kejujuran dalam ujian nasional menjadi perhatian. Karena masih sering terjadi ketidakjujuran yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik siswa, guru, dan lainnya. Hal inilah yang menjadi persoalan kredibilitas ujian nasional ditanyakan. Sesungguhnya, capaian nilai anak dari hasil ujian bukanlah tujuan akhir pendidikan. Ujian harus dipahami sebagai salah satu tahapan yang harus dilalui untuk menapaki jenjang pendidikan selanjutnya. Maka, peserta didik harus diyakinkan untuk berperilaku jujur dalam mengerjakan ujian. Menghadapi berbagai problem pendidikan ini, maka pemerintah harus segera mengevaluasi dan memperbaiki kurikulum pendidikan yang khas Indonesia. Bukan kurikulum pendidikan yang bergonta-ganti sesuai dengan menterinya, berganti menteri berganti kurikulum. Pemerintah juga harus mempunyai konsep dan strategi pendidikan karakter yang dapat diterapkan dalam pendidikan di Indonesia. Dengan ini PMII merekomendasikan :

1. Pemerintah memberikan akses pendidikan tinggi seluas-luasnya, gratis, dan berkualitas untuk masyarakat tidak mampu.

2. Merealisasikan anggaran pendidikan 20% sesuai UUD 1945 dan hentikan pemotongan subsidi pendidikan.

3. Membentuk kebijakan pendidikan berbasis budaya ke-Indonesiaan dan menghapus liberalisasi dan komersialisasi terhadap pendidikan yang merupakan hak dasar setiap rakyat Indonesia dan diatur oleh Undang-Undang Dasar.

4. Membuat sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis serta tanpa diskriminasi baik secara fisik dan psikis terhadap peserta didik.

5. Membuat blue-print pendidikan karakter untuk bisa diaplikasikan, tidak sekedar diceramahkan.

Di samping itu, tokoh, pemimpin, dan publik figur bisa menjadi tauladan bagi masyarakat.

6. Mendorong kesejahteraan pendidik sekolah-sekolah berbasis agama serta tidak membedakan pembangunan infrastruktur dengan sekolah umum.

7. Mendorong percepatan pembangnan Universitas NU dan sekolah pergerakan (SD-SMA) di seluruh Indonesia.