Kinerja Keuangan Masa Lalu

3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu

Kedudukan APBD sangat penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan, yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah Kedudukan APBD sangat penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan, yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik.

3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Struktur APBD Kabupaten Bandung Barat terdiri atas: (1) Penerimaan Daerah

yang di dalamnya terdapat Pendapatan Daerah dan Penerimaan Pembiayaan Daerah; (2) Pengeluaran Daerah yang di dalamnya terdapat Belanja Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

3.1.1.1 Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk dapat menggali potensi pendapatan asli daerahnya secara mandiri dan mampu mengelola pendapatan daerahnya dengan baik. Semakin besar kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah, maka kemandirian daerah semakin besar.

Pelaksanaan APBD di Kabupaten Bandung Barat telah diawali dari tahun anggaran 2008. Di tahun 2008 realisasi pendapatan daerah Kab. Bandung Barat mencapai Rp 0,71 Triliun dan meningkat menjadi Rp 2,72 Triliun di tahun 2017. Ini menunjukkan bahwa perkembangan besaran pendapatan daerah dari 2008 ke 2017 hampir mencapai 4 (empat) kali lipat.

Gambar 3-1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat

Periode 2008-2017

Sumber : Laporan Realisasi APBD BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Rerata pertumbuhan pendapatan daerah selama periode 2008-2017 mencapai 16,4%. Pertumbuhan pendapatan daerah yang cukup tinggi diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan di Kab. Bandung Barat ke depan.

Jika melihat perkembangan struktur pendapatan daerah Kabupaten Bandung Barat Periode 2008-2017, diketahui bahwa komposisi pendapatan pada realisasi APBD Kabupaten Bandung Barat masih dominan dari Dana Perimbangan walaupun dengan trend yang relatif menurun. Di Tahun 2008 proporsi dana perimbangan (transfer) mencapai 79,4% dan mengalami penurunan menjadi sebesar 58,3% di tahun 2017. Di sisi lain, komposisi PAD setiap tahunnya mengalami trend kenaikan yang menunjukkan tingkat kemandirian penerimaan daerah Kabupaten Bandung Barat yang menjadi lebih besar. Di Tahun 2008 proporsi PAD baru mencapai 4,8% dan kemudian mengalami kenaikan menjadi sebesar 22,4% di tahun 2017.

Gambar 3-2 Perkembangan Proporsi Sumber Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2008-2017 (Persen)

Sumber : Laporan Realisasi APBD BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Rincian perkembangan nilai dari (i) dana perimbangan (transfer), (ii) Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan (iii) Lain-Lain Pendapatan yang Sah selama periode 2008-2017 dapat dilihat di Gambar di bawah ini.

Tabel 3-1 Perkembangan Nilai Realisasi Dana Perimbangan, PAD, dan Lain-Lain yang Sah Selama Periode 2008-2017 (Rp Milyar)

Dana Perimbangan

Lain 2 Pendapatan yang Sah

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sumber : Laporan Realisasi APBD BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Jika dilihat berdasarkan sumber pendapatannya menurut data Laporan Realisasi Anggaran, terlihat bahwa PAD merupakan sumber pendapatan daerah dengan persentase kontribusi yang masih relatif rendah jika dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya, seperti dana perimbangan (transfer). Namun PAD memiliki trend kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Kabupaten Bandung Barat sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) cukup memiliki trend kenaikan PAD yang cukup baik dan ke depan perlu dioptimalkan lebin lanjut.

Indikasi peningkatan PAD yang cukup baik ini ialah capaian PAD yang selalu diatas/melebihi dari target yang telah ditetapkan setiap tahunnya.

Gambar 3-3 Target dan Realisasi PAD Kab. Bandung Barat Tahun 2014-2017

Target PAD (Rp)

Realisasi PAD (Rp)

2017 Target PAD (Rp)

342.227.266.893,00 523.102.522.332,00 Realisasi PAD (Rp) 248.697.185.722,70

Sumber : Laporan Realisasi APBD BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah) Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa dari tahun 2014 hingga 2017 tingkat

PAD Kabupaten Bandung Barat setiap tahun selalu melebihi dari target yang ditetapkan. Namun yang perlu menjadi catatan bahwa dalam komponen PAD, khususnya di Lain-Lain PAD Yang Sah pada tahun 2016 terdapat pos Pendapatan Dana Kapitasi JKN dan di tahun 2017 terdapat pos Dana BOS Pendidikan Dasar.

Kemudian dengan menggunakan indikator Rasio Kemandirian Daerah (RKD) terlihat bahwa Kab. Bandung Barat mengalami trend peningkatan tingkat kemandirian. Di tahun 2013 nilai rasio kemandirian baru mencapai 11,2% (masuk ke dalam Kategori Kurang) dan kemudian meningkat menjadi 22,4% di tahun 2017 (masuk ke dalam Kategori Sedang).

Gambar 3-4 Perkembangan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat Periode 2008-2017 (%)

Sumber : Laporan Realisasi APBD BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Rasio kemandirian ditunjukkan oleh rasio PAD terhadap total pendapatan. Rasio PAD terhadap total pendapatannya memiliki makna semakin besar angka rasio PAD, maka kemandirian daerah semakin besar.

Tabel 3-2 Kriteria Penilaian Kemandirian Keuangan Daerah No.

Skala Interval (%)

Keterangan

Sangat kurang

Sangat baik

Sumber :Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991.

Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di regional Jawa Barat pada tahun 2016, terlihat bahwa Kab. Bandung Barat (16,8%) masih dibawah rerata tingkat kemandirian Kab/Kota yang sebesar 20,5%. Kab. Bandung Barat berada di urutan ke-11 rasio kemandirian keuangan daerah terbesar di Regional Jawa Barat untuk tahun 2016.

Gambar 3-5 Perbandingan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Antar

Kab/Kota Di Regional Jawa Barat Tahun 2016

Sumber : Ditjen. Perimbangan Keuangan (Diolah)

Rincian atas perkembangan tiap sumber pendapatan daerah beserta rerata tingkat pertumbuhannya per tahun selama 5 (lima) tahun terakhir (Periode 2013- 2017) dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 3-3 Rincian Perkembangan Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhan Per Tahun

Periode 2013-2017 (Rp)

Rerata No

Per Tahun (%)

I PENDAPATAN ASLI DAERAH

336.515.620.557 26,3% 2 Retribusi Daerah

1 Pajak Daerah

19.516.985.608 10,4% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg

- 4 Lain 2 Pendapatan Asli Daerah yg Sah

II DANA PERIMBANGAN 1.043.234.669.748 1.118.210.548.284 1.159.888.701.643 1.464.280.255.051 1.587.392.734.673 10,5%

91.674.037.697 1,1% 2 Dana Alokasi Umum

1 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

1.088.131.605.000 6,3% 3 Dana Alokasi Khusus

2 PENDAPATAN DAERAH YG SAH III LAIN

1 Pendapatan Hibah

19.417.997.000 2 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan PemerintahDaerah Lainnya

223.938.485.921 21,3% 3 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

195.537.587.000 20,0% Bantuan Keuangan dari Provinsi atau

4 Pemerintah Daerah Lainnya

PENDAPATAN DAERAH 1.671.362.339.915 1.911.843.587.107 2.154.195.942.618 2.242.252.272.512 2.722.712.944.566 14,0%

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

3.1.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pendapatan Asli Daerah (PAD)

adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah.

Gambar 3-6 Perkembangan Komponen PAD Periode 2013-2017 (Rp Milyar)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

Dari Gambar di atas terlihat bahwa Pajak Daerah memberikan kontribusi terbesar dari PAD Kab. Bandung Barat. Di Tahun 2017 Pajak Daerah memberikan kontribusi sebesar Rp 336,5 Milyar.

Gambar 3-7 Perkembangan Kontribusi Komponen PAD Periode 2013-2017 (%)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

Dari perkembangan proporsi komponen PAD diatas terlihat bahwa Pajak Daerah memberikan kontribusi yang paling besar, namun dengan trend kecenderungan yang semakin menurun. Jika pada tahun 2013 kontribusi Pajak Daerah mencapai 81,8%, maka di tahun 2017 kontribusinya menurun menjadi sebesar 55,2%. Retribusi Daerah juga mengalami trend penurunan kontribusi selama periode 2013-2017. Di sisi lain, kontribusi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah mengalami trend kenaikan selama 5 tahun terakhir ini. Jika pada tahun 2013 Lain-Lain PAD yang Sah hanya memberikan kontribusi sebesar 8,3%, maka di tahun 2017 kontribusi telah meningkat pesat menjadi sebesar 41,6%. Namun yang perlu menjadi catatan bahwa komponen Lain-Lain PAD Yang Sah pada tahun 2016 terdapat pos Pendapatan Dana Kapitasi JKN dan di tahun 2017 terdapat pos Dana BOS Pendidikan Dasar. Dua pos pendapatan ini yang menjadi Lain-Lain PAD Yang Sah cenderung mengalami peningkatan yang tinggi.

Rerata tingkat pertumbuhan yang paling tinggi selama periode 2013-2017 terdapat dibagian Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah yang mencapai 104%. Kemudian disusul oleh Pajak Daerah yang memiliki rerata pertumbuhan sebesar 26%.

Gambar 3-8 Rerata Pertumbuhan Komponen PAD Selama Periode 2013-2017

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

3.1.1.1.2 Dana Perimbangan (Transfer) Dana perimbangan yang pada dasarnya adalah merupakan dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan dikeluarkan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Berikut ini merupakan perkembangan Dana Perimbangan Kab. Bandung Barat selama Periode 2013-2017.

Gambar 3-9 Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Periode 2013-2017

(Rp Milyar)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

Dari Gambar di atas terlihat bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) memberikan kontribusi terbesar atas Dana Perimbangan di Kab. Bandung Barat. Di Tahun 2017,DAU memberikan kontribusi sebesar Rp 1.088 Milyar. Namun kontribusi DAK relatif mengalami trend penurunan. Jika di tahun 2013 kontribusinya mencapai 87,2%, maka di tahun 2017 menjadi hanya sebesar 68,5%. Di sisi lain, kontribusi DAK mengalami trend kenaikan. Pada tahun 2017 DAK memberikan kontribusi sebesar 25,7% atas Dana Perimbangan yang diperoleh Kab. Bandung Barat.

Gambar 3-10 Perkembangan Kontribusi Komponen Dana Perimbangan

Periode 2013-2017 (%)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.1.1.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah bertujuan memberi peluang

kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pinjaman Daerah. Berikut ini merupakan perkembangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah di Kab. Bandung Barat selama Periode 2013-2017.

Gambar 3-11 Perkembangan Komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang

Sah Periode 2013-2017 (Rp Milyar)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat

Dari Gambar di atas terlihat bahwa (i) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya dan (ii) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus memberikan kontribusi yang besar atas Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah di Kab. Bandung Barat.

3.1.1.2 Belanja Daerah Belanja Daerah merupakan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di daerah. Program/kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor.Belanja Daerah merupakan salah satu komponen yang cukup berperan dalam peningkatan akses masyarakat terhadap sumber-sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan APBD di Kabupaten Bandung Barat telah diawali dari tahun anggaran 2008. Di tahun 2008 realisasi belanja daerah Kab. Bandung Barat mencapai Rp 0,58 Triliun dan meningkat menjadi Rp 2,58 Triliun di tahun 2017. Ini menunjukkan bahwa perkembangan besaran belanja daerah dari 2008 ke 2017 telah mencapai 4,4 kali lipat. Rerata pertumbuhan belanja daerah selama periode 2008-2017 mencapai 18,4%.

Gambar 3-12 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Kab. Bandung Barat Periode 2008-2017

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Jika melihat perkembangan struktur belanja daerah Kabupaten Bandung Barat Periode 2013-2017, diketahui bahwa komposisi belanja pada realisasi APBD Kabupaten Bandung Barat masih dominan pada pos Belanja Tidak Langsung walaupun dengan trend yang relatif menurun. Ini mengindikasikan bahwa belanja yang berkaitan dengan pemenuhan layanan kepada masyarakat secara langsung (direct) masih belum cukup optimal. Di Tahun 2013 besaran Belanja Tidak Langsung mencapai 1,02 Triliun dan meningkat menjadi 1,42 Triliun di tahun 2017.

Gambar 3-13 Perkembangan Komponen Belanja Daerah Periode 2013-2017 (Rp

Triliun) Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Kontribusi Belanja Tidak Langsung mencapai 60,8% dan mengalami penurunan menjadi sebesar 55,1% di tahun 2017. Di sisi lain, komposisi Belanja Langsung mengalami trend kenaikan yang mengindikasikanpeningkatan pemenuhan layanan langsung kepada masyarakatyang menjadi relatif lebih besar. Di Tahun 2013 kontribusi Belanja Langsung mencapai 39,2% dan kemudian mengalami kenaikan menjadi sebesar 44,9% di tahun 2017.

Gambar 3-14 Kontribusi Komponen Belanja Daerah Periode 2013-2017 (%)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Gambar 3-15 Kontribusi Komponen (i) Belanja Pegawai, (ii) Belanja Barang dan Jasa, serta (iii) Belanja Modal Periode 2013-2017 (%)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Ket:*) Termasuk Belanja Pegawai di Belanja Langsung

Jika dirinci lebih lanjut, terlihat bahwa komponen terbesar Belanja Daerah ialah Belanja Pegawai. Pada periode 2013-2015 proporsi Belanja Pegawai menghabiskan ± ½ Belanja Daerah. Namun di tahun 2017 proporsinya relatif mengecil menjadi sebesar 42,2%.

Tabel 3-4 Rincian Perkembangan Belanja Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhannya Tahun 2013-2017 (Rp) Rerata

Pertumbuhan No

I BELANJA TIDAK LANGSUNG

936.157.956.112 6,2% 2 Belanja Hibah

1 Belanja Pegawai

97.177.132.000 27,1% 3 Belanja Bantuan Sosial

13.028.000.000 15,6% Belanja Bagi Hasil kepada

4 Provinsi/Kabupaten/ Kota dan

31.515.145.265 21,1% Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah

343.370.354.965 36,1% Provinsi/Kabupaten/Kota dan

Pemerintah Desa 5 Belanja Tidak Terduga

II BELANJA LANGSUNG

152.785.253.534 21,6% 2 Belanja Barang dan Jasa

1 Belanja Pegawai

605.467.854.380 20,8% 3 Belanja Modal

III JUMLAH BELANJA DAERAH

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.1.2.1 Belanja Tidak Langsung Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung

dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Berikut ini merupakan perkembangan komponen Belanja Tidak Langsung Kab. Bandung Barat selama Periode 2013-2017.

Gambar 3-16 Perkembangan Komponen Belanja Tidak Langsung

Periode 2013-2017 (Rp Milyar)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Terlihat bahwa komponen Belanja Pegawai merupakan yang paling dominan di pos Belanja Tidak Langsung. Pada tahun 2013 nilainya mencapai Rp 795 milyar dan meningkat menjadi Rp 936 Milyar di tahun 2017. Selama periode 2013-2017 rerata pertumbuhan Belanja Pegawai mencapai 6,2% per tahunnya. Komponen belanja yang relatif besar juga terdapat di pos Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Di tahun 2017 jenis belanja ini mencapai Rp 343 Milyar.

3.1.1.2.2 Belanja Langsung Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang terkait secara langsung

dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Terlihat bahwa komponen Belanja Barang dan Jasa merupakan yang paling dominan di pos Belanja Langsung. Pada tahun 2013 nilainya mencapai Rp 268 milyar dan meningkat menjadi Rp 605 Milyar di tahun 2017. Selama periode 2013-2017 rerata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa mencapai 20,8% per tahunnya. Perkembangan Belanja Langsung Kab. Bandung Barat pada pos Belanja Modal relatif mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Selama 5 tahun ke belakang, rerata dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Terlihat bahwa komponen Belanja Barang dan Jasa merupakan yang paling dominan di pos Belanja Langsung. Pada tahun 2013 nilainya mencapai Rp 268 milyar dan meningkat menjadi Rp 605 Milyar di tahun 2017. Selama periode 2013-2017 rerata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa mencapai 20,8% per tahunnya. Perkembangan Belanja Langsung Kab. Bandung Barat pada pos Belanja Modal relatif mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Selama 5 tahun ke belakang, rerata

Berikut ini merupakan perkembangan komponen Belanja Langsung Kab. Bandung Barat selama Periode 2013-2017.

Gambar 3-17 Perkembangan Komponen Belanja Langsung

Periode 2013-2017 (Rp Milyar)

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.1.3 Pembiayaan Daerah Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Struktur APBD memperlihatkan bahwa komponen pembiayaan merupakan komponen yang dipergunakan untuk mengantisipasi surplus/defisit anggaran.

Gambar 3-18 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Daerah

Kab. Bandung Barat Periode 2013-2017 Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

Perkembangan Pembiayaan Daerah Netto Kab. Bandung Barat relatif mengalami fluktuasi selama periode 2013-2017. Pada tahun 2013 nilai mencapai Rp 167,3 Milyar dan mengalami sedikit penurunan di tahun 2017 menjadi sebesar Rp 163,2 Milyar.

Tabel 3-5 Rincian Perkembangan Pembiayaan Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhannya Tahun 2013-2017

(Rp)

Rerata No

Pertumbuhan 2013-2017

I PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 172.255.494.948 158.516.383.713 201.102.031.447 266.980.398.414 167.209.075.126 -3,9%

1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

167.209.075.126 -2,0% Anggaran Sebelumnya

2 Pencairan Dana Cadangan

II PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

1 Pembentukan dana cadangan

Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah 2 Daerah

PEMBIAYAAN DAERAH NETO 167.255.494.948 157.516.383.713 190.102.031.447 237.980.398.414 163.209.075.126

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.2 Neraca Daerah Neraca pemerintah daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan

berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan.Neraca sekurang-kurangnya memberikan informasi mengenai kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang dan ekuitas dana.Laporan neraca daerah akan memberikan informasi penting kepada manajemen pemerintah daerah, pihak legislatif, maupun para kreditur/pemberi pinjaman kepada daerah, serta masyarakat luas lainnya.

3.1.1.4 Aset Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh

pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset memberikan memberikan informasi tentang sumber daya yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah daerah yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa dating sebagai akibat dari peristiwa masa lau, serta dapat diukur dalam satuan moneter. Aset terdiri dari (1) aset lancar, (2) investasi jangka Panjang, (3) aset tetap, (4) dana cadangan, dan (5) asset lainnya.

Aset lancar Pemerintah Kabupaten Bandung Barat hingga dengan tahun 2017 tercatat sebesar 3,4 Triliun. Tercatat bahwa jumlah aset lancar cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya selama periode 2013-2017. Jika pada tahun 2013 jumlah aset lancar tercatat sebesar Rp 366,8 Milyar dan pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp 492,7 Milyar. Nilai ini terutama disumbang oleh pos (i) Kas di Kas Daerah dan (ii) Piutang Pendapatan.

Pemerintah Kab. Bandung Barat melakukan investasi jangka panjang, terutama melalui Penyertaan Modal Pemerintah Daerah. Di tahun 2017 tercatat Penyertaan Modal Pemerintah Daerah sebesar Rp 33,2 Milyar.

Jumlah aset tetap cenderung berfluktuasi selama periode 2013-2017. Hal ini terutama karena adanya akumulasi penyusutan aset. Di Tahun 2017 tercatat jumlah aset tetap Kab. Bandung Barat sebesar 2,6 Triliun, terutama yang berasal dari (i) Gedung dan bangunan, (ii) Jalan, Irigasi, dan Jaringan, (iii) Tanah, dan (iv) Peralatan dan Mesin.

3.1.1.5 Kewajiban Kewajiban pemerintah merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu

yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.

Jumlah kewajiban pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam periode 2013- 2017 setiap tahunnya berfluktuasi tergantung dengan kegiatan yang dilaksanakan. Di Tahun 2017 tercatat jumlah kewajiban sebesar Rp 4,5 Milyar. Kewajiban yang tercantum dalam neraca adalah kewajiban jangka pendek yang merupakan kewajiban yang berumur kurang dari satu tahun, antara lain (i) Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK), (ii) Pendapatan Diterima Dimuka, (iii) Utang Beban, serta (iv) Utang Jangka Pendek Lainnya. Tidak terdapat Kewajiban Jangka Panjang Kab. Bandung Barat selama periode 2013-2017.

3.1.1.6 Ekuitas Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset

dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.

Jumlah ekuitasPemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam periode 2013-2017 setiap tahunnya berfluktuasi. Di tahun 2017 tercatat jumlah ekuitas sebesar Rp Rp 3,37 Triliun.

3.1.1.7 Analisis Perhitungan Rasio 3.1.1.7.1 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek yang dimilikinya. Rasio likuiditas yang digunakan adalah (i) rasio lancar dan (ii) rasio cepat.

A. Rasio Lancar (Current Ratio) Untuk memperoleh rasio lancar, rumus yang digunakan adalah dengan

membagi aset lancar dibagi dengan kewajiban jangka pendek.

Rasio Lancar adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang dapat ditanggung oleh aktiva lancar.

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa Rasio Lancar Kabupaten Bandung Barat mengalami perubahan setiap tahunnya. Dari Gambar di bawah terlibat bahwa Rasio Lancar Pemerintah Kab. Bandung Barat berada di atas angka

1 yang menunjukkan bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Kab. Bandung Barat dalam membayar kewajiban jangka pendeknya menggunakan kas yang dimilikinya tergolong tinggi. Pada tahun 2013, rasio lancar sebesar 104,4 yang artinya bahwa jumlah kewajiban jangka pendek ditanggung oleh asset lancar sebanyak 104,4 kali.Pada tahun 2012 besaran Rasio lancar menjadi 202,1 kali. Terakhir di tahun 2017 Rasio Lancar ditanggung oleh 110,1 kali Aktiva Lancar pada. Ini menunjukkan bahwa likuiditas keuangan Kabupaten Bandung Barat relatif sangat tinggi, yang berarti seluruh kewajiban lancar Kabupaten Bandung Barat akan dapat diatasi dengan mudah oleh aset lancarnya.

Gambar 3-19 Perkembangan Rasio Lancar Periode 2013-2017

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

B. Rasio Cepat (Quick Ratio) Quick ratio diperoleh dengan jalan mengurangkan aset lancar dengan persediaan kemudian dibagi dengan kewajiban jangka pendek.

Rasio cepat (quick ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan Pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban- kewajiban yang dimiliki tanpa memperhitungkan persediaan. Persediaan merupakan unsur aset lancar yang paling tidak likuid, sehingga harus dikeluarkan dari perhitungan. Rasio ini dinilai lebih valid dari rasio lancar karena aset lancar yang nantinya akan dicairkan untuk menutup tagihan jangka pendeknya. Dari Gambar di bawah terlihat bahwa Rasio Cepat Pemerintah Kab. Bandung Barat capaiannya lebih dari 1, artinya Pemerintah Daerah memiliki kemampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek menggunakan aset lancar yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan kelebihan kas dan piutang untuk membayar kewajiban jangka pendek.

Dari hasil perhitungan Quick Ratio terlihat bahwa likuiditas keuangan Kabupaten Bandung Barat relatif tinggi yaitu dengan rasio di kisaran78,3 – 194 kali selama periode 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat likuiditas dalam memenuhi kewajiban lancar dapat dilakukan dengan cepat oleh Kabupaten Bandung Barat.

Gambar 3-20 Perkembangan Rasio Cepat Periode 2013-2017

Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.1.7.2 Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

Pemerintah Daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya, terutama kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas juga merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar beban utang yang ditanggung Pemerintah Daerah dibandingkan dengan aset yang dimiliki atau untuk mengukur sejauh mana aset Pemerintah Daerah dibiayai dari utang. Rumus rasio solvabilitas yang digunakan untuk Pemerintah Daerah adalah (i) Rasio total utang terhadap total aset dan (ii) Rasio utang terhadap modal.

A. Rasio Total Utang Terhadap Total Aset Rasio ini dipakai untuk menunjukkan besarnya bagian dari seluruh aset yang dibiayai dari utang. Formulasi yang dipakai adalah total utang dibagi dengan total aset. Semakin kecil nilai yang didapat dari perhitungan berarti semakin baik rasio utang terhadap total aset. Rasio ini juga dapat mengukur besarnya kemampuan Pemerintah Daerah dalam membayarkan utangnya kepada kreditur.

Dari hasil perhitungan didapat rasio total hutang terhadap total aset Pemerintah Kabupaten Bandung Barat selama periode 2013-2017. Pengaruh utang terhadap aktiva Pemerintah Kab. Bandung Barat tergolong kecil, yaitu hanya sebesar 0,001407 di tahun 2013 dan 0,001329 pada tahun

2017. Hal ini berarti kewajiban-kewajiban jangka panjang pemerintah daerah sangat kecil dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan aset yang dimilikinya, Pemerintah Kab. Bandung Barat akan mampu membayar kewajiban jangka panjangnya.

B. Rasio Total Utang Terhadap Modal Rasio Total Utang Terhadap Modal diformulasikan dengan membagi antara total utang dengan total modal. Jadi rasio ini merupakan perbandingan antara utang dan ekuitas dalam pendanaan Pemerintah Daerah dan menunjukkan kemampuan modal Pemerintah Daerah untuk memenuhi seluruh kewajiban yang dimiliki.

Rasio utang terhadap modal digunakan untuk mengukur kebutuhan untuk berhutang jika dibandingkan dengan kemampuan modal yang dimilikinya, dimana semakin kecil nilainya berarti semakin mandiri atau tidak bergantung pada pembiayaan dari kreditur. Rasio Total Utang Terhadap Modal hasil perhitungan dari neraca Pemerintah Daerah pada Tahun 2017 adalah sebesar0,001331.

Tabel 3-6 Perkembangan Rasio Solvabilitas Periode 2013-2017 201

0,001079 0,001329 2 Rasio Total Utang Terhadap Modal

1 Rasio Total Utang Terhadap Total Aset

0,001067 0,001331 Sumber : BPKD Kab. Bandung Barat (Diolah)

3.1.1.7.3 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio untuk melihat tingkat aktivitas tertentu pada kegiatan

pelayanan Pemerintah Daerah. Untuk mengukur sejauhmana aktivitas pemerintah daerah dalam menggunakan dana secara efektif dan efisien digunakan rasio aktivitas. Karena perhitungan rasio ini berdasarkan pada perbandingan antara pendapatan daerah dengan pengeluaran pada satu periode tertentu, maka rasio ini diyakinidapat mengukur tingkat efisiensi kegiatan operasional Pemerintah Daerah. Rasio aktivitas yang digunakan adalah (i) rasio rata –rata umur piutang dan (ii) rasio rata–rata umur persediaan.

A. Rasio Rata-Rata Umur Piutang Rasio ini dipakai untuk mengukur lamanya umur rata-rata piutang atau lamanya waktu yang diperlukan mulai dari proses sampai dengan pembayaran tunai. Bila rasio rata-rata umur piutang besar maka kemungkinan piutang menjadi tidak tertagih juga tinggi. Perhitungan rasio ini diperoleh dengan cara membagi jumlah hari dalam satu tahun yaitu 365 hari dengan perputaran piutang. Yang mana perputaran piutang didapat dengan menjumlahkan saldo awal piutang dan saldo akhir piutang kemudian dibagi dua.

B. Rasio Rata-Rata Umur Persediaan Rata-rata umur persediaan adalah rasio untuk melihat berapa lama dana tertanam dalam bentuk persediaan (menggunakan persediaan untuk memberi pelayanan publik), dihitung dengan formula sebagai berikut:

Rasio ini digunakan untuk mengetahui lamanya umur persediaan atau lamanya dana yang tertanam pada persediaan. Rasio ini dihitung dengan cara membagi jumlah hari dalam satu tahun yaitu 365 hari dengan perputaran persediaan. Di mana perputaran persediaan didapat dengan menjumlahkan saldo awal persediaan dan saldo akhir persediaan kemudian dibagi dua. Rasio rata-rata umur persediaan yang diperoleh dari perhitungan untuk Kabupaten Bandung Barat.

Tabel 3-7 Perkembangan Neraca Daerah Periode 2013-2017

TAHUN Rerata NO

URAIAN Pertumbuhan

2017 Per Tahun (%) 1 ASET

2 ASET LANCAR

284.637.927.061,00 25,7% 4 Kas di Bendahara Penerimaan

3 Kas di Kas Daerah

3.729.500,00 -70,3% 5 Kas di Bendahara Pengeluaran

1.095.115,00 -69,9% 6 Kas di BLUD

2.158.744.723,00 1418,2% 7 Kas Lainnya

110.000,00 202,3% 8 Setara Kas

- 9 Kas di Bendahara JKN (FKTP)

16.974.423.185,00 -20,3% 10 Kas di Bendahara BOS

231.083.093,00 11 Investasi Jangka Pendek

- 12 Piutang Pendapatan

310.717.895.666,23 15,1% 13 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Kerugian Daerah

159.000.000,00 -6,8% Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara

14 Piutang Lainnya

9.100.467.739,59 38,9% 15 Penyisihan Piutang

-165.375.689.254,81 16 Beban Dibayar Dimuka

18 JUMLAH ASET LANCAR

19 INVESTASI JANGKA PANJANG 20 Investasi Jangka Panjang Non Permanen

Investasi Jangka Panjang kepada Entitas Lainnya

TAHUN Rerata NO

URAIAN Pertumbuhan

2017 Per Tahun (%)

- Investasi dalam Proyek Pembangunan

Investasi dalam Obligasi

- Dana Bergulir

- Deposito Jangka Panjang

- Investasi Non Permanen Lainnya

- Permanen

21 JUMLAH Investasi Jangka Panjang Non

22 Investasi Jangka Panjang Permanen

23 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

33.214.795.466,95 39,8% 24 Investasi Permanen Lainnya

25 JUMLAH Investasi Jangka Panjang Permanen

26 JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG

27 ASET TETAP

566.783.570.140,00 85,4% 29 Peralatan dan Mesin

575.945.455.146,25 17,2% 30 Gedung dan Bangunan

1.369.595.947.587,68 12,3% 31 Jalan, Irigasi, dan Jaringan

847.199.623.037,00 18,2% 32 Aset Tetap Lainnya

176.724.929.343,76 39,8% 33 Konstruksi Dalam Pengerjaan

18.272.738.210,00 81,0% 34 Akumulasi Penyusutan

-957.686.914.484,46 44,0% 35 Aset Tetap BOS

36 JUMLAH ASET TETAP

TAHUN Rerata NO

URAIAN Pertumbuhan

2017 Per Tahun (%)

37 DANA CADANGAN

38 Dana Cadangan

39 JUMLAH DANA CADANGAN

40 ASET LAINNYA

427.800.000,00 15,5% 42 Kemitraan dengan Pihak Ketiga

41 Tagihan Jangka Panjang

47.077.631.480,00 43,6% 43 Aset Tidak Berwujud

37.651.790.599,94 41,4% 44 Aset Lain-lain

45 JUMLAH ASET LAINNYA

46 JUMLAH ASET

47 KEWAJIBAN 48 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

49 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)

470.000,00 54,2% 50 Utang Bunga

- 51 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang

- 52 Pendapatan Diterima Dimuka

2.278.161.590,00 -5,2% 53 Utang Beban

1.594.361.038,00 65,9% 54 Utang Jangka Pendek Lainnya

55 JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

TAHUN Rerata NO

URAIAN Pertumbuhan

2017 Per Tahun (%)

56 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

57 Utang Dalam Negeri

- 58 Utang Jangka Panjang Lainnya

59 JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PANJANG