Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian
A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian
1. Lokasi Perusahaan
Lokasi perusahaan merupakan hal penting yang harus diperhatikan demi mendukung segala aktivitas dari perusahaan tersebut. Perum Bulog Sub Divisi Regional III Surakarta terletak di Surakarta tepatnya di Jl. L.U. Adi Sucipto No. 17 Surakarta. Lokasi ini sangat strategis karena berada di pinggir jalan raya yang memudahkan jangkauan alat transportasi. Selain itu, lokasi ini merupakan lokasi sentral yang mudah dijangkau oleh petugas Gudang Beras Bulog se-Eks Karesidenan Surakarta dan petani produsen se-Eks Karesidenan Surakarta bila sewaktu-waktu harus mengurusi kegiatan administrasi dalam penjualan, pembelian dan penyaluran beras Bulog dan bahan pangan lain, sehingga efektifitas dan efisiensi kerja petugas dapat tercapai, penyaluran beras dan bahan pangan berjalan lancar dan tujuan dari Perum Bulog dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia dapat tercapai.
2. Tinjauan Singkat Perum Bulog
Dalam sejarah perjalanan bangsa, kehadiran lembaga pangan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Sejak jaman kerajaan Majapahit dan Mataram telah dikenal adanya lumbung-lumbung pangan yang berfungsi sebagai penyedia pangan pada saat langka. Secara formal pemerintah mulai ikut menangani pangan sejak zaman Belanda, ketika berdiri Voeding Middelen Funds (VMF) yang bertugas membeli, menjual dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa jepang, VMF dibekukan dan muncul lembaga baru bernama Nanyo Kohatsu Kaisha.
Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia terdapat dualisme penanganan masalah pangan. Di daerah kekuasaan RI, pemasaran beras dilakukan oleh Kementerian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) c/q
Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM) sedangkan daerah-daerah yang diduduki Belanda, VMF dihidupkan kembali. Keadaan ini berjalan terus sampai VMF dibubarkan dan dibentuk Yayasan Bahan Makanan (Bama).
Memasuki era Orde Baru setelah ditumpasnya Pemberontakan G 30 S/PKI, penanganan pengendalian bahan pokok kebutuhan hidup dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) yang dibentuk dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera, Nomor 114/kep/1967.
Kehadiran Bulog sebagai lembaga stabilisasi pangan memiliki arti khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya swasembada beras tahun 1984. Menjelang Repelita I (1 April 1969), struktur organisasi Bulog diubah dengan Kepres RI No. 11/1969 tanggal 22 januari 1969 disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan produksi pangan menjadi buffer stock holder dan distribusi untuk golongan anggaran. Kemudian dengan Kepres No. 39/1978 tanggal 5 November 1978 Bulog Mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum, dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga baik bagi produsen maupun konsumen sesuai dengan kebijakan umum pemerintah.
Melalui Kepres RI No. 45 Tahun 1997 tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini diciutkan lagi dengan diterbitkannya Kepres RI No. 19 Tahun 1998 yang menetapkan peran Bulog hanya mengelola komoditi beras. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No. 103 tahun 2001, Bulog harus berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) paling lambat 31 Mei 2003. Perubahan tugas dan fungsi Bulog sering terjadi diera reformasi seiring dengan pergantian pemerintahan.
Setalah pemerintah mengeluarkan PP No. 61 tahun 2003 yang berlaku sejak ditetapkan tanggal 20 Januari 2003 yang selanjutnya direvisi dengan PP No. 61 tahun 2003, Bulog berubah dari LPND menjadi Perum Bulog. Peluncuran Perum Bulog dilaksanakan di Gedung Arsip Nasional Jakarta pada
tanggal 10 Mei 2003. Banyak hal yang harus berubah dalam lembaga baru ini, terutama pola kerja yang lebih profesional, peningkatan efisiensi dan transparansi serta demokratisasi. Namun ada pula yang tidak berubah, yaitu tanggung jawab publik, khususnya pemantapan ketahanan pangan dan penguatan hak rakyat atas pangan.
Perubahan Bulog menjadi Perum ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Perkembangan politik ekonomi di lingkungan nasional maupun global tidak memungkinkan lagi Bulog melaksanakan tugas dan fungsinya dengan status Lembaga Pemerintah Non Departeman (LPND).
b. Perum memberikan landasan yuridis yang jelas bagi lembaga Bulog sebagai suatu badan hukum.
c. Bentuk Perum dipilih karena memberikan opsi bagi Bulog untuk melaksanakan dua fungsi yaitu publik dan bisnis.
Berdasarkan perubahan tersebut, Perum Bulog harus mampu menyelaraskan kegiatan komersial dengan tugas dan tanggung jawab publik secara akuntabel dan transparan. Dengan fungsi publik Bulog masih dapat melaksanakan peran tradisionalnya melaksanakan tugas dibidang pengadaan, perawatan dan penyaluran dalam rangka pengelolaan cadangan pangan nasional, sedangkan fungsi bisnis memberikan peluang bagi Bulog untuk menjalankan usaha dalam rangka pemupukan keuntungan.
3. Visi Dan Misi Perum Bulog
Untuk merespon berbagai tantangan eksternal yang harus diantisipasi Perum Bulog, seperti sejauh mana relevansi peran Perum Bulog dalam mengemban tugas untuk melindungi petani saat panen dan melindungi konsumen saat paceklik, maka dibuatlah visi dan misi dalam didirikannya Perum Bulog:
a. Visi Bulog adalah menjadikan Perum Bulog sebagai lembaga pangan yang handal guna memantapkan ketahanan pangan. Artinya, Perum Bulog harus mempunyai keunggulan daya saing dari segi kualitas komoditinya,
kualitas pelayanan, tingkat efisiensi dan efektifitasnya yang jauh lebih baik dari lembaga-lembaga lainnya.
b. Misi Perum Bulog sebagai berikut:
1) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan yang meliputi: (a) Internal organisasi, yaitu pelayanan antar seksi, antar Perum Bulog dengan Perum Bulog, antar sub Perum Bulog dengan sub Perum Bulog, antar Perum Bulog dengan sub Perum Bulog sehingga mendorong perbaikan kinerja pelayanan masyarakat, yang menjadi tanggung jawabnya.
(b) Eksternal organisasi, yaitu pelayanan kepada petani produsen agar memperoleh harga jual produksinya sesuai harga dasar serta dilayani dengan cepat dan tepat. Pelayanan kepada konsumen (TNI/Polri, PNS, defisit area dan penerima manfaat raskin) dengan kualitas beras yang diterima baik dan terjamin dengan harga yang sesuai.
2) Penyediaan stock (dari produsen dalam negeri) yang tersebar merata dan terjangkau daya beli masyarakat. Tersebar merata disini maksudnya adalah manajemen stock Bulog harus lebih baik sehingga tidak ada kelangkaan beras di suatu daerah. Terjangkau daya beli masyarakat maksudnya adalah Perum Bulog harus tetap menyediakan beras untuk “targeted subsidy”. Untuk merealisasikannya telah ditempuh langkah-langkah perbaikan, di bidang operasional dalam meningkatkan kinerja operasional secara keseluruhan yang meliputi perbaikan dan prosedur dan pelaksanaannya, serta dukungan unsur manajemen dan sumber daya operasional agar selalu sejalan dan tidak berbenturan dengan dinamika pembangunan operasional.
4. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi Perum Bulog Sub Divisi Regional III Surakarta terdiri dari:
a. Kepala Sub Divre
b. Wakil Kepala Sub Divre
c. Bagian Keuangan dan SDM (membawahi Tata Usaha)
d. Bagian PPU (Proposal Properti Unit)
e. Bagian Akuntansi
f. Bagian Gasar (Harga Pasar)
g. Bagian Pelayanan Publik, membawahi Gudang beras Se-Eks Karesidenan Surakarta:
1) GBB 301 Klaten
2) GBB 302 Masaran
3) GBB 304 Kartasura
4) GBB 303 Delanggu
5) GBB 305 Grogol
6) GBB 306 Mojolaban
7) GBB 307 Wonogiri
8) GBB 308 Karangwuni
9) GBB 309 Duyungan
h. Bagian SPI (Satuan Pengawas Intern) Struktur organisasi tersebut dapat digambarkan dan dilihat pada lampiran (Lampiran 6).