18
a. Fairness Kewajaran Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam insider trading. b. Transparency Transparansi
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuuntungan perusahaan.
c. Accountability Akuntablitas
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan Komisaris dan auditor.
d. Responsibility Responsibilitas
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan
dalam menciptakan kesejahteraan.
e. Indenpendency indenpendensi
Indenpendensi yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruhtekanan dari pihak manapun sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
19
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
Menurut Wibowo dan Tangkilisan 2004, tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:
1 memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi;
2 mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi,
dan RUPS; 3 mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;
4 kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
2.4.1 Komite Audit
Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung
kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan
independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit
mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam
Universitas Sumatera Utara
20
meningkatkan kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal Auditors IIA merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki
Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap Forum for Corporate Governance Indonesia, 2000.
Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia adalah:
Memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
2.4.2 Kepemilikan Terpusat
Salah satu faktor penting yang diyakini sebagai salah satu faktor yang dapat mengatasi masalah keagenan adalah kepemilikan terpusat. Kepemilikan
terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan Violita, 2008. Pemilik atau pemegang
saham ini memiliki saham di perusahaan sebesar 20 dua puluh persen atau lebih.
Pemegang saham yang memiliki sebagian besar saham perusahaan tentu akan berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dengan
kebijakan-kebijakannya. Ini sejalan dengan penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai
Perusahaan” yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh terhadap struktur modal. Semakin terpusat kepemilikan saham,
perusahaan cenderung mengurangi utang, sehingga akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Pada akhirnya, manajemen akan semakin berhati-hati
Universitas Sumatera Utara
21
dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkkan resiko financial distress yang dapat mempengaruhi going concern
perusahaan Linoputri, 2010.
2.4.3 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai Dewan Komisaris,
atau bisa juga dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki manajer dan direktur perusahaan. Kepemilikan ini akan menyejajarkan
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam
mengambil keputusan.
2.5 Debt Default
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya
default. Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor suatu perusahaan dalam membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo Chen
dan Church, 1992 dalam Mirna dan Diah.
Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan akan banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, yang akan
mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu dilunasi maka kreditor akan memberikan status default. Manfaat status default
utang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church dalam Surbakti 2011 yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern.
Universitas Sumatera Utara
22
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian,
memperjelas masalah going concern suatu perusahaan. Jumlah hutang perusahaan dalam mata uang asing meningkat secara
signifikan, disamping itu banyak perusahaan yang mengalami rugi operasi dan realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga. Ramadhany 2004 menunjukkan bahwa variabel debt default,
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church
1992, yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati
persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
2.6 Kualitas Audit