19
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
Menurut Wibowo dan Tangkilisan 2004, tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:
1 memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi;
2 mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi,
dan RUPS; 3 mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;
4 kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
2.4.1 Komite Audit
Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung
kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan
independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit
mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam
Universitas Sumatera Utara
20
meningkatkan kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal Auditors IIA merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki
Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap Forum for Corporate Governance Indonesia, 2000.
Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia adalah:
Memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
2.4.2 Kepemilikan Terpusat
Salah satu faktor penting yang diyakini sebagai salah satu faktor yang dapat mengatasi masalah keagenan adalah kepemilikan terpusat. Kepemilikan
terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan Violita, 2008. Pemilik atau pemegang
saham ini memiliki saham di perusahaan sebesar 20 dua puluh persen atau lebih.
Pemegang saham yang memiliki sebagian besar saham perusahaan tentu akan berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dengan
kebijakan-kebijakannya. Ini sejalan dengan penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai
Perusahaan” yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh terhadap struktur modal. Semakin terpusat kepemilikan saham,
perusahaan cenderung mengurangi utang, sehingga akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Pada akhirnya, manajemen akan semakin berhati-hati
Universitas Sumatera Utara
21
dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkkan resiko financial distress yang dapat mempengaruhi going concern
perusahaan Linoputri, 2010.
2.4.3 Kepemilikan Manajerial