Aktivitas “anak itik” ketika kapal berlabuh

52 Beberapa “anak itik” bisa juga bekerja di kapal atau sampan lain sebagai sambilan untuk menunggu kapal nelayan yang menjadi tuannya kembali pulang. Ketika mereka bekerja di kapal atau sampan yang sedang berlabuh sembari menunggu nelayan tuan kembali, upahnya berbeda dengan yang diberikan oleh nelayan tuannya. Biasanya mereka akan diberi pekerjaan yang relatif ringan dan tidak memakan waktu lama untuk menyelesaikannya, seperti membeli persediaan makanan, minyak, membersihkan jaring dan lain sebagainya. Sedangkan upah yang mereka terima dari bekerja sambilan tersebut adalah Rp 5.000,- sampai Rp 15.000,-. Seperti yang diungkapkan oleh Bayu Saputra 17 tahun sebagai berkut: “Biasanya tunggu di sini pelabuhan, sambil kerja sama nelayan lain, buat beli-beli minyak, makan, membersihkan jaring dan banyak juga yang lain. Tapi mengerjakannya sambil nunggu nelayan yang memekerjakan saya pulang. Jadi kerjanya gak begitu banyak. Upahya pun tidak banyak-banyak, kadang Rp 5.000,- atau paling banyak Rp 15.000,- .” Wawancara dengan Bayu Saputra 17 tahun.

4.5.2. Aktivitas “anak itik” ketika kapal berlabuh

Sebagai salah satu pekerja yang ada di pelabuh an dan tangkahan, “anak itik” sudah mengetahui kapan kapal akan melaut dan kapan kapal akan pulang atau berlabuh. Kebiasaan dan jadwal yang sudah diketahui “anak itik” tersebut mengharuskan “anak itik” untuk selalu siap sedia di pelabuhan, sehingga apabila nelayan tuan yang memekerjakan “anak itik” pulang, maka “anak itik” tersebut harus segera menanggungjawabi kapal atau sampan milik nelayan tersebut. “Anak itik” tidak dapat menanggungjawabi kapal atau sampan milik nelayan lain dalam waktu yang bersamaan. Nelayan atau “tekong” yang Universitas Sumatera Utara 53 memekerjakan “anak itik” sudah memberikan tanggungjawab penuh terhadap “anak itik” untuk menjaga kapal atau sampan mereka. Pekerjaan “anak itik” ketika kapal atau sampan milik nelayan berlabuh bagi masyarakat Desa Bogak adalah p ekerjaan “anak itik” yang sebenarnya. Berbagai kebutuhan kapal dipenuhi oleh “anak itik”. Mulai dari mengisi minyak, membeli persediaan makanan, membersihkan kapal, membeli es, memasang tenda dan hal lainnya yang diperintahkan oleh nelayan atau “tekong” kepada “anak itik”. Kapal atau sampan milik nelayan biasanya ditambatkan di tangkahan dengan tujuan agar lebih dekat dengan rumah. Penambatan kapal atau sampan tersebut dapat dilakukan apabila air telah pasang dan memungkinkan untuk kapal atau sampan bisa melewati sungai untuk sampai di tangkahan dimana kapal atau sampan ditambat. Nelayan atau ABK yang ada di kapal biasanya akan segera pulang untuk beristirahat dan kapal akan dititipkan kepada “anak itik”, sehingga “anak itik” lah yang akan membawa kapal atau sampan tersebut ke tangkahan dengan menunggu air pasang untuk bisa membawa kapal atau sampan. Seperti yang dijelaskan oleh Bayu Saputra 17 tahun berikut: “Apa sajalah yang dikerjakan, mencuci boat, isi minyak, membeli es, pasang tenda, jaga malam juga. Kalau airnya pasang, kapal dimasukkan ke tangkahan. Ya kalau sudah begitu, saya tunggu sampai air pasang, supaya bisa dimasukkan kapalnya.” Wawancara dengan Bayu Saputra 17 tahun. Ketika “anak itik” sedang bekerja di kapal atau sampan milik nelayan atau “tekong” tuannya, upah yang diterima “anak itik” adalah sama dengan upah yang diberikan kepada ABK, yaitu 1 bagi. Bagian dari hasil penjualan hasil laut itu bisa berubah-ubah sesuai dengan harga pasar dan banyaknya tangkapan yang didapat. Universitas Sumatera Utara 54 Dalam sehari, 1 bagi bisa seharga Rp 20.000,- atau bisa sampai Rp 35.000,-. Seperti yang dikatakan oleh Bayu Saputra 17 tahun berikut: “Gak tentu juga berapa upahnya, yang penting 1 bagi. Biasanya 1 bagi itu Rp 20.000,- dan kadang bisa sampai Rp 35.000,- .” Wawancara dengan Bayu Saputra 17 tahun. Hal serupa juga dikatakan oleh nelayan, yaitu Acim Beel 64 tahun: “Untuk upah “anak itik” ini sama dengan upah Anak Buah Kapal, sama-sama 1 bagi. Tergantung berapa dapat hasil jualnya. Kadang Rp 20.000,- atau bisa juga Rp. 35.000,- .” Wawancara dengan Acim Beel 64 tahun. Berbeda dengan ABK, “anak itik” bisa mendapat penghasilan yang lebih banyak. Penghasilan tambahan bisa didapatkannya jika “anak itik” juga ikut melaut atau bekerja sambilan menjadi “anak itik” nelayan lain sambil menunggu nelayan tuan pulang. Dari penghasilan yang didapat oleh “anak itik” tersebut, “anak itik” merasa bisa menjadi individu yang mandiri dengan adanya uang yang didapat dari hasil keringatnya sendiri.

4.6. “Anak Itik” Sebagai Bagian Dari Masyarakat Pesisir