kemudian dari Ternate seperti prabu Geniyara dan Daeng Purbayunus, dari Siam seperti Prabu Maesadura, dan dari negara Bali.
Wayang gedog yang kita kenal sekarang, konon diciptakan oleh Sunan Giri pada tahun 1485 gaman naga kinaryeng bathara pada saat mewakili raja Demak yang
sedang melakukan penyerbuan ke Jawa Timur invasi Trenggono ke Pasuruan.
4. Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka
kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan.
5. Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong bahasa Jawa adalah
wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi
dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain, akan tetapi
menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada
wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit kalau dilihat dari samping, sering kali pemain wayang orang ini
diubah dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
4
B. Profil Dalang Ki Sudardi a. Sejarah Hidup Ki Sudardi
SUDARDI, KI. Lahir di Semarang pada tanggal 10 September 1946 di sebuah desa Pringapus, kecamatan Klepu Kabupaten Semarang. Nama
lengkapnya H. Sudardi, sering dipanggil dengan sebutan Ki Sudardi. Merupakan
4
Artikel ini di akses tanggal 18 Juni 2010 dari http:id.wikipedia.orgwikiWayangWayang
28 putra dari Satijan dan Sri Wahyuni yang merupakan tokoh masyarakat desa
Pringapus yang dikenal sebagai seorang pengusaha dan sesepuh desa. Satijan atau yang dikenal sebagai Mbah Satijan merupakan pengusaha di
bidang pertanian, beliau dikenal sebagai orang yang memiliki banyak sawah, dan beliau merupakan salah satu orang terkaya pada masanya. Ki Sudardi merupakan
anak pertama dari 5 bersaudara, diantaranya adalah Sudardi, Sudarto, Mulyono Pangestu, Sri Sulastri, dan Suhendra.
5
Ki Sudardi adalah dalang wayang Kulit Purwa yang terkenal di tahun 1987-an sampai saat ini. Pernah mengenyam pendidikan di Konservatori
Karawitan Indonesia Surakarta, selain mengikuti kursus pedalangan HBS dan Kursus Pedalangan Pamardi Putri.
Ia merupakan salah satu dari beberapa dalang yang pernah ditugasi mendalang di Keraton Kesultanan Yogyakarta, pada masa pemerintahan Sri
Sultan Hamengkubuwono ke X. Dalang lainnya yang juga mendapatkan kehormatan tampil di Keraton adalah dalang-dalang pilihan pada jamannya. Tidak
banyak dalang yang mendapat kesempatan itu. Ki Sudardi yang berasal dari desa kecil di Pringapus Semarang. Belajar
mendalang pertama kali ketika usianya 16 tahun. Mulai berani tampil di muka umum sejak tahun 1962. Sebagai dalang ia pernah mendalang di daerah-daerah
khusunya di khusnya di pulau Jawa, dan pernah sesekali pentas di pulau Sumatra 1980. Di samping mendalang, Ki Sudardi juga berprofesi sebagai seorang guru.
Beliau pensiun sebagai Guru SPG Negeri di Pringapus Semarang.
5
Wawancara Pribadi dengan Ki Sudardi, Desa Pringapus Semarang, tanggal 20 Mei 2010.
Atas jasa-jasanya mengembangkan dunia pewayangan khususnya di Kabupaten Semarang, pada tahun 1984 Ki Sudardi mendapat anugerah Hadiah
Seni. Karena pengabdiannya di bidang seni pedalangan, beliau mendapat anugerah dari Keraton Surakarta, Hadiah dari Hamengku Buwana X, mendapat
sebutan sebagai abdi dalem keraton.
6
Beliau tergabung di dalam Perkumpulan Seni Wayang Kulit Smarangan, bersama dalang-dalang yang berada di daerahnya, Ki Sudardi merupakan salah
seorang dalang yang dikenal pada masanya. Ki Sudardi dikenal piawai dalam menggarap catur dan dramatisasi dalam
adegan-adegan. Sebagai seorang dalang beliau memfaforitkan beberapa dalang pendahulu, di antaranya adalah Ki Pujosumarto, Ki Nyoto Carito, Ki Harjocarito,
Ki Nartosabda, Ki Amat Cremodisono dll. Dalam meniti kesuksesan dalam berkarya, beliau berpendapat bahwa seorang dalang harus bisa mengikuti situasi
dan kondisi serta berpedoman Trikarsa: Melestarikan, mengembangkan dan mengagungkan
wayang.
b. Pendidikan Ki Sudardi 1.
Secara Formal
H. Sudardi, yang akrap di panggil Ki Sudardi dalam perilaku keseharinannya sejak duduk di bangku SD sudah menampakan sosok pribadi yang
kreatif dan dinamis dalam bergaul sesama teman seusianya. Setelah selesai mengenyam pendidikan tingkat dasar SD pada tahun
1958, Ki Sudardi melanjutkan sekolah ke menengah tingkat pertama SMP, pada
6
Arsip pementasan wayang kulit Ki Sudardi, Pringapus Semarang, 10 November 2007
masa-masa itu konsentrasi masa belajarnya banyak tertganggu oleh hobinya mendalami ilmu pedalangan sampai lulus SMP pada tahun 1961. dengan tekadnya
untuk segera bisa mendalang termotivasi oleh dalang-dalang yang pernah pentas di daerahnya. Selain itu Ki Sudardi juga pernah belajar mendalang oleh dalang Ki
Pujosumarto dan Ki Nyoto Carito.
7
Pengalaman serta prestasi yang telah diraihnya sebagai juara dalang se- kecamatan klepu yang diadakan oleh lurah desa Pringapus Semarang pada tahun
1965, sedang pada tahun 1984 Ki Sudardi mendapat anugerah Hadiah Seni. Karena pengabdiannya di bidang seni pedalangan, beliau mendapat anugerah dari
Keraton Surakarta, Hadiah dari Hamengku Buwana X, mendapat sebutan sebagai abdi dalem keraton, dan Ia merupakan salah satu dari beberapa dalang yang
pernah ditugasi mendalang oleh beliau, pada masa pemerintahannya. Dalang lainnya yang juga mendapatkan kehormatan tampil di Istana kesultanan adalah
dalang-dalang pilihan pada jamannya. Tidak banyak dalang yang mendapat kesempatan itu.
8
2. Secara Non-formal
Ilmu pedalangan yang beliau peroles semata-mata diperoleh secara belajar dengan dalang yang lebih dulu ada dan secara otodikdak. Refrensi tentang
pewayangan diambil dari berbagai sumber diantaranya sastra jawa dan pergaulan dengan berbagai kalangan khususnya kalangan pedalangan, sehingga setiap dalam
pagelaranpementasan selalu beradaptasi dengan apresiasi masyarakat serta dalam penyajiannya selalu sesuai dengan perkembangan jaman.
7
Wawancara Pribadi dengan Ki Sudardi, Desa Pringapus Semarang, tanggal 20 Mei 2010
8
Arsip pementasan wayang kulit Ki Sudardi, Pringapus Semarang, 10 November 2007
C. Desa Pringapus Semarang 1. Sejarah Desa Pringapus Semarang
Desa Pringapus terletak di wilayah Kabupaten Semarang. Wilayah Kabupaten Semarang merupakan wilayah Pembantu Gubernur Wilayah
Semarang, dengan Ibukota Ungaran. Jarak Pringapus dari pusat pemerintahan kabupaten adalah 9 km ke arah selatan menuju Solo atau Jogjakarta.
9
Pada tahun 2001, Desa Pringapus menjadi kecamatan, sebelumnya wilayah Desa Pringapus termasuk dalam Kecamatan Klepu. Pada pertengahan
tahun 2005 bentuk pemerintahan desa Pringapus berubah statusnya menjadi kelurahan. Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis tetap menggunakan istilah
’desa’ karena perubahan status tersebut hanya bersifat administratif semata tanpa ada pengaruh terhadap data pada objek penelitian. Dalam artian perubahan status
tersebut tidak berpengaruh pada keberadaan cerita yang ada dalam masyarakat. Luas wilayah Desa Pringapus 509.380 Ha atau 5.093,8 km2.
Desa Pringapus adalah pusat pemerintahan Kecamatan Pringapus. Dengan luas terbesar sebagai lahan pemukiman penduduk yaitu 642 km2 atau 64.202 Ha
sedangkan lainnya merupakan lahan pertanian baik sawah maupun ladang serta kawasan industri. Dengan batas wilayahnya:
1. Sebelah Barat : Desa Derekan, Desa Klepu 2. Sebelah Timur : Desa Pringsari
3. Sebelah Utara : Desa Klepu, Desa Sambeng 4. Sebelah Selatan : Desa Jatirunggo
9
Artikel di akses tanggal 25 Mei 2010 dari http:id.wikipedia.orgwikiPringapus.Semarang
Gambar1. Peta Desa Pringapus Insert Peta Desa Pringapus
Desa Pringapus termasuk daerah dataran tinggi karena letaknya berada di sekitar kaki Gunung Ungaran dengan ketinggian tanah 600 meter dari permukaan laut.
Selain itu, wilayahnya terdiri dari 7 dusun yaitu Krajan Barat, Krajan Timur, Ngabean, Tangkil, Kalikidang, Ngetuk dan Wahyurejo atau Trembel yang
letaknya terpencar dan sebagian besar di kelilingi bukit-bukit kecil. Dari beberapa dusun tersebut dusun Krajan Barat dan Krajan Timur merupakan pusat
pemerintahan Desa Pringapus.
10
10
Artikel di akses tanggal 25 Mei 2010 dari http:id.wikipedia.orgwikiPringapus.Semarang
2. Kehidupan Sosial dan Budaya
a. Penduduk Berdasarkan data pada tahun 2006, penduduk Desa Pringapus adalah
7.386 jiwa dengan perbandingan penduduk pria sebanyak 3.099 orang sedangkan penduduk wanita sebanyak 4.287 orang. Akan tetapi terjadi pertambahan
penduduk dalam jumlah besar akibat dari banyaknya perantau yang bekerja di pabrik-pabrik yang berada di wilayah Desa Pringapus yang kemudian menjadi
penduduk sementara. Kehidupan masyarakat Desa Pringapus walaupun dalam kenyataan sudah
terjadi interaksi antara masyarakat pertanian dan masyarakat industri, tetapi masih dapat dikategorikan tradisional. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih
eratnya hubungan antar masyarakat sebagai contoh warga Dusun Krajan Barat tetap tahu dalam artian mengenal warga Dusun Wahyurejo walaupun jaraknya
termasuk jauh. Solidaritas masyarakat Desa Pringapus satu sama lain masih tinggi, sebagai contoh ketika salah satu warga mempunyai hajat seperti
menikahkan anak, melahirkan bahkan kematian, tanpa adanya undangan hamper semua warga lainnya, akan datang dan memberikan sumbangan. Dengan kata lain
pola kekerabatan masyarakat tidak terpengaruh oleh pola masyarakat industri yang biasanya lebih cenderung hidup secara individu.
Sepintas, tidak tampak adanya perbedaan dalam hal status sosial pada masyarakat Desa Pringapus. Akan tetapi dalam kenyataannya masih terdapat
pembedaan perlakuan kepada beberapa orang karena dianggap lebih terhormat dibanding dengan masyarakat biasa yaitu tokoh agama, pejabat, pengusaha dan
orang-orang yang dianggap mampu dalam hal ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat
dengan jelas dalam setiap acara yang diadakan di lingkup desa maupun kecamatan. Selalu terdapat perlakuan istimewa kepada orang-orang dengan
kategori mampu tersebut dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.
11
b. Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat desa Pringapus sebagian besar adalah
sebagai karyawan perusahaan swasta. Disebutkan bahwa mata pencaharian pokok penduduk sesuai usia kerja yaitu 15-60 tahun adalah buruh atau swasta.
c. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 1. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Pringapus, secara umum tergolong baik, karena sudah banyak penduduk yang berpendidikan tinggi. Namun
demikian, masih banyak penduduk yang hanya lulusan SD, sebagian lulusan SLTP dan SLTA
2. Agama Sebagian besar peduduk Desa Pringapus yaitu 7.360 orang beragama
Islam dari penduduk Pringapus yang berjumlah 7.386 orang. Karena itu, menjadi biasa dipahami kalau dalam keseharian pola hidup masyarakat Desa Pringapus
menunjukkan corak kehidupan yang islami. Keislaman menurut faham yang dilakukan oleh warga NU dan Muhammadiyah.
Sekilas, kehidupan keagamaan cara NU dengan Muhammadiyah tidak ada perbedaan yang tajam, akan tetapi pada tataran realitas sosial, sering terjadi
11
Ibid
adanya perbedaan pendapat yang mendasar, terutama dalam hal pandangan dan cara menyikapi ritual ziarah kubur makam.
Bagi masyarakat NU, ziarah kubur tidak dilarang bahkan dianjurkan karena tidak dianggap menyalahi syariat Islam. Akan tetapi, bagi warga
Muhammadiyah, ziarah kubur dianggap tidak benar dan merupakan bid’ah segala sesuatu yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad. Contoh lain adalah pada
saat perayaan hari raya Islam kaitannya dengan sholat sunat Ied. Biasanya warga Muhammadiyah cenderung menjalankan sholat Ied di tanah lapang sementara
warga NU melaksanakan sholat di masjid. Kenyataan tersebut sedikit banyak berpengaruh pada tradisi yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Desa
Pringapus. Secara keseluruhan, dalam kesehariannya warga NU cenderung lebih banyak melakukan aktivitas yang mentradisi.
BAB IV WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH
A. Bahasa Dakwah dalam Pementasan Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran Walisongo sebagai ulama penyebar ajaran Islam. Yang cukup menarik untuk
disimak adalah bagaimana cara ulama yang sembilan itu mengajarkan Islam. Masyarakat semasa itu sebagian besar memeluk Hindu. Walisongo tak langsung
menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi keyakinan masyarakat. Salah satunya adalah wayang. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara
khususnya di Jawa-wayang telah menemukan bentuknya. Pagelaran wayang sangat digemari masyarakat. Setiap pementasannya selalu dipenuhi penonton.
Tak hanya bentuknya, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Dalam lakon
Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia
dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaranajaran
tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama
manusia. Cara dakwah yang diterapkan oleh para wali tersebut terbukti efektif.
Wayang pun kian sering dipentaskan. Tak hanya pada upacara-upacara resmi kerajaan, masyarakat secara umum pun sering menggelarnya. Karena banyak
ajaran moral dan kebaikan dalam setiap lakonnya, wayang tak hanya dianggap
38
sebagai tontonan saja, tetapi juga tuntunan.
1
Di dalam pertunjukan wayangnya dalang Ki Sudardi berusaha untuk menyisipkan bahasa-bahasa dakwah, agar pementasan wayang kulitnya syarat
akan pesan-pesan dakwah islam, dan bahasa dakwah yang kerap muncul di dalam pementasannya.
Ketika mendalang
ia mengatakan
: “Kep sidakep loro dadia tunggal. Ana ucap mboten ditingal, ana sambung
mboten diambun. Ati ngait ka yang widi, manah muntang kanu kawasa, kalbu agung, angbrantang kanu murbeng alam”,
artinya : dua tangan menjadi satu disimpan diantara dada dan perut tidak boleh berbicara meskipun ada yang harus dibicarakan, tidak boleh melihat
apapun, apalagi menengok kekiri dan kekanan, tidak boleh mendengarkan sesuatu, sebab kita sedang menghadapkan diri kepada Illahirobbi.
2
Beliau menyelipkan pesan berupa dakwah itu ketika ada tokoh wayang yang beliau mainkan sedang melakukan semedi bertapa guna mendapatkan
suatu kesaktian. Sebagaimana tata cara pengerjaan shalat. Selain itu Ki Sudardi juga mengatakan.
“Gedung duwur kali sambung, panggulingan sepi tringtrim, balingbing lan jeruk manis...”
Artinya : Gedung tinggi disambung dengan memakai kubah, tempat yang sangat sepi untuk orang yang berzikir. “belimbing lan jeruk manis,
menggambarkan bintang yang biasa dipakai di atas kubah masjid. Selain daripada itu nama Negara dan nama-nama tokoh-tokoh wayang
kulit yang dimainkan oleh dalang Ki Sudardi banyak yang diceritakan dengan bahasa Arab dan bahasa Jawa yang mengandung makna ajaran Islam, sebagai
contoh adalah : 1. Hestinapura atau yang sering disebut dengan Astina lebih dekat kepada
kata Asy-Syaithan. Raja Astina namanya Daryudana, lebih dekat dengan
1
S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1988, h.124-126
2
Hasil wawancara pribadi dengan dalang Ki Sudardi, Pringapus Semarang 20 mei 2010
kata Durjana = orang jahat. Orang jahat pasti termasuk balad syaithan. Setiap balad syaithan pasti masuk Darona Jahanama = neraka jahanam
drona. 2. Pandawa bisa diartikan asal kata dari “Dawa” = Dawaun bahasa Arab
yang artinya obat. Manusia mempunyai kewajiban untuk berupaya saling mengobati dan memberikan obat kepada orang yang sedang kena penyakit
terutama penyakit yang merusak akidah. 3. Dharma Kusumo, Sami Aji, Dharma Bhakti Kusumo, kalau kita ingin harum
atau wangi dan dhargai oleh orang lain, kita harus berbakti pada Negara, Bangsa, dan Agama.
4. Bima atau Aria Werkudoro Jimat yang selalu dipakai oleh Werkudoro diantaranya adalah :
a. Anting-anting manggis mateng, artinya : manggis = mangu, mateng = masak. Kalau kita lihat mangu matang, luarnya jelek sekali namun kalau
dibelah isinya putih bersih dan manis sekali. Jadi, kalau menilai seseorang janganlah dari luarnya saja namun harus dilihat dari hatinya.
b. Kangkalung Arko Naga Bandang, sering kita saksikan tokoh wayang Bima di lehernya terikat kalung seperti ular naga. Hal itu bisa diartikan bahwa
ular tersebut dinamakan “Sijalur Arko” sebagai saksi apabila kita berbicara dusta maka ia akan mematuk orang yang berdusta.
c. Dodot bangbing tilu aji, bisa diartikan bahwa Bima diselimuti tiga ilmu yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
d. Kuku Pancanaka, artinya kuku = kuat, panca = lima, naka = waktu, jadi apabila manusia sudah mempunyai keyakinan akan pengertian keimanan,
ke-Islaman dan Ihsan pasti tidak akan meninggalkan sholat 5 waktu. 5. Arjuna, bisa diartikan dua kata dalam bahasa arab ialah arju dan jannah,
arju = mengharap, jannah = surga. 6. Nakula artinya ana kul bahasa arab artinya ana adalah saya, kul artinya
makan atau berkata. Maksudnya adalah rizki yang kita dapatkan sebelum dimakan hak orang lain harus diberikan dahulu.
7. Sadewa, artinya salira piamba atau mensucikan diri.
B. Nilai-nilai Dakwah dalam Pementasan
Dahulu pada saat awal-awalnya perkembangan Islam di Nusantara, para penyebar Islam khususnya Walisongo yaitu Sunan Kali Jaga, menggunakan media
wayang untuk mendukung kegiatan dakwahnya, wayang merupakan salah satu media dakwah islam yang tepat, sebab wayang merupakan salah satu jenis
kesenian tradisional yang disukai oleh masyarakat pedesan yang merupakan 80 dari jumlah penduduk di Indonesia selain itu wayang juga biasa dijadikan sebagai
media dakwah Islam. Sunan Kalijaga sangat berhasil dalam berdakwah melalui kesenian
wayang. Unsur baru berupa ajaran ke-Islaman dimasukan ke dalam pewayangan. Ia membuat “Pakem Pewayangan” yang baru dan bernafaskan Islam, seperti
cerita Jamus Kalimosodo atau menyelipkan ajaran Islam ke dalam pekem
pewayangan yang asli. Dengan cara tersebut maka masyarakat dapat dengan mudah menerima ajaran-ajaran Islam dengan perlahan-lahan.
3
Sebagai seorang muslim dalang Ki Sudardi memasukan ajaran-ajaran Islam di setiap pertunjukan wayangnya, dalang Ki Sudardi sendiri kerap kali
menyelenggrarakan pertenjukan wayang kulit semalam suntuk pada event-event khusus keagamaan. Seperti pada acara Isra Mi’raj, Maulid Nabi Muhammsad
Saw, Tahun Baru Islam, Walimatul ‘Aqiqah, Walimatul ‘Arsy pernikahan, dan lain-lain sebagainya.
Saya“ selalu mengajarkan kepada masyarakat desa untuk rajin dan mau melaksanakan rukun Islam yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.”,
“Shalat adalah tiang agama, karena dengan shalat kita juga akan terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar.”“Inna shalata tanha ‘anil fakshai
wa mungkar.”
4
Islam jika dikupas maka akan menjadi Akidah, Syariah, dan Akhlak. Akidah merupakan nilai-nilai luhur fundamental yang wajib dipegang oleh setiap
muslim.
1. Nilai-nilai Akidah
Akidah dalam Islam adalah bersifat I’tiqad Bathiniyah keyakinan yang bersifat batin yang mencakup masalah-maslah yang erat hubunganya dengan
rukun Iman. Dibidang Aqidah ini pembahasannya bukan hanya tertuju pada masalah-masalah yang wajib di Imani, akan tetapi materi dakwah meliputi
masalah-masalah yang dilarang sebagai lawanya, misalnya Syirik menyekutukan adanya Tuhan, Ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
3
Sri Mulyono, Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya PT. Gunung Agung, 1976, h. 245
4
Hasil wawancara pribadi dengan dalang Ki Sudardi, Pringapus Semarang 20 mei 2010
Dalam prakteknya Ia mengajak umat khusunya masyarakat desa Pringapus untuk percaya kepada do’a, satu hal yang tidak mempunyai dasar secara ilmiah,
karena memang do’a bersifat spiritual. Do’a meruakan sebuah perwujudan dari iman kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Asumsi adanya Tuhan sebagai rabb
atau pengatur seluruh urusan manusia merasionalisasikan keharusan semua orang untuk melakukan shalat, zakat, dan berbagai ibadah lainnya yang merupakan
perwujudan dari ketundukan Islam mereka kepada Allah. Sebelum beliau memuai pagelaran wayang kulitnya, Ia mengatakan :
Ayo mulo tak jaluk warga sregepo ndedungo marang purbaning kang kawaso. Mogo rino lan wengi tansah nyanding karahayon, ketentreman,
kawilujengan, tebing saking kolo, adoh soko tumindak cidro, tansah sungkem marang padaning wong tuwo.
Saya minta kepada seluruh warga untuk rajin berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa semoga siang dan malam senantiasa mendapat kemuliaan,
ketentraman, keselamatan, dan jauh dari mara bahaya, jauh dari tindakan yang tercela dan menghormati orang tua
5
2. Nilai-nilai Syari’ah
Selain Akidah, aspek lain dari Islam yang tak kalah penting adalah syariah merupakan wujud nyata dari ketundukan seorang muslim kepada Tuhannya.
Syari’ah mewujud dalam ibadah dan mu’amalah. Ibadah adalah ritual yang syarat akan symbol-simbol takbir kepada Allah, sedangkan mu’amalah adalah interaksi
social yang diberikan batasan dan aturannya dalam agama Islam. Ki Sudardi, sebagaimana di singgung di atas, melakukan pentas wayang
menurut event-event social-keagamaan tertentu, seperti kelahiran, perkawinan, ‘aqiqah anak, dan lain sebagainya. Pada momen-momen tersebut, ia
menyampaikan wayang dengan pesan-pesan yang syarat akan nilai-nilai syari’at
5
Arsip pementasan wayang kulit Ki Sidardi, Pringapus Semarang, 10 November 2007
ketika pernikahan dilangsungkan dan wayang digelar, maka nilai-nilai pernikalhan menurut Islam disampaikan melalui pementasan wayang kulit
tersebut. Cerita wayang kulit yang disampaikan sarat akan nilai-nilai syari’ah dan
merupakan perumusan yang telah dilakukan oleh Sunan Kalijaga pada masa lalu. Tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita wayang melambangkan nilai-nilai syari’at
yang mudah dicerna untuk masyarakat jawa khusnya di desa Pringapus Semarang.
Di dalam cerita wayang kulit, sifat-sifat Puntadewa sebagai raja
Syahadat bagaikan rajanya rajanya Rukun Islam dan saudara-saudaranya merupakan symbol rukun Islam. Puntadewa memiliki sifat ”berbudi bawa
leksana, berbudi luhur dan penuh kewibawaan. Seorang raja yang arif bijaksana, adil dalam ucapan dan perbuatan al-adlu, sebagai pengajawantahan dari kalimat
syahadat yang selamanya mengilhami kearifan dan keadilan. Puntawa memimpin ke-4 adiknya atau biasa dikatakan keempat saudaranya dalam suka duka dan
penuh kasih sayang. Demikian pula dalam rukun Islam yang kedua, ketiga, keempat, dan kelima namun tidak menjalankan rukun Islam yang pertama maka
seluruh amalnya akan sia-sia. Terlebih orang yang akan menyebutnua sebagai orang yang munafik hipokrit. Prabu Puntadewa tidak pernah mati selama ia
memiliki azimat “Kalimaosodo” kalimat syahadat atau stayadatain, senantiasa unggul dalam setiap perjuangan dan selalu ikhlas dan menyayangi rakyarnya.
Tokoh Bima atau Werkudara, dipersonifikasikan sebagai rukun Islam
yang kedua yaitu Shalat lima waktu. Dalam kisah pewayangan, Bima terkenal sebagai penegak Pandawa. Ia hanya bias berdiri saja, Karena memang tidak bias
duduk, konon menurut Ki dalang Sudardi “tidurpun Bima dengan berdiri.” Seperti halnya hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menjalankannya maka ia menegakkan Islam dan barang siapa yang meninggalkannya
maka ia merobohkan Islam “
Dalam kehidupannya sehari-hari Bima selalu menggunakan “Bahasa Ngoko” atau bahasa jawa kasar baik itu kepada dewa, pendeta, kyai, dan lain
sebagainya lambing rukun yang kedua rukun Islam yang kedua shalat lima waktu,
maka shalat berlaku terhadap siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Arjuna atau Janoko,
dia di personifikasikan sebagai rukun Islam yang ketiga yaitu Zakat. dalam cerita pewayangan dia disebut sebagai “lelanganing
jagad” lelaki pilihan. Nama Arjuna berasal dari kata “Jun” yang artinya Jambangan. Benda ini merupakan symbol jiwa yang bersih. Banyak wanita yang
“nandhang gandrung kapirangu lan kapilayu” tergila-gila kepadanya. Arjuna memiliki sifat yang sangat lemah lembut, terlebih kaum wanita, dia sangat tidak
bias mengatakan “tidak” seperti orang jawa pada umumnya diluar mengatakan tidak padahal batinnya meng’iyakan. Dengan kehalusan dan kelembutan Arjuna
maka ia terlihat lemah dan tidak berdaya, namun sebenarnya dibalik kehalusanya terdapat kekuatan yang sangat luar biasa. Terbukti Arjuna selalu unggul di dalam
setiap petempuran. Maka demikianlah zakat sebagai rukun Islam yang kertiga yang kewajiban bagi setiap muslim disini juga mengandung arti agar setiap
muslim dimanapun berada agar beerjuang untuk mendapatkan rizqi dan kekayaan. Setiap oaring pasti menginginkan “mas peci raja brana “ harta kekayaan dan
lain-lainnya. Maka agar harta itu berfungsi social dan pembersih maka harus di zakati agar suci dan bersih lahir batinnya.
Nakula dan Sadewa, dia dipersonifikasikan sebagai rukun Islam yang
keempat dan kelima yaitu Puasa di bulan Ramadhan dan Haji. Kedua tokoh ini hanya bertemu pada saat-saat tertentu saja. Demikian juga dengan puasa
ramadhan dan haji tidak setiap hari dikerjakan. Hanya dikerjakan dalam waktu tertentu saja misalnya, puasa setahun sekali pada bulan ramadhan, dan haji juga
setahun sekali pada bulan dzulhijah di mekkah al-Mukaromah. Pandawa bukanlah Pandawa tanpa si kembar nakula sadewa, meskipun mereka ini lahir dari ibu yang
lain, Dewi Madrim yang ikut “labuh geni” menceburkan diri kedalam api bila
suaminya meninggal menurut tradisi Hindu dengan suaminya Pandu Dewanata. Memang dengan demikian Puasa Ramadhan dan Haji lahir pada bulan-bulan
tertentu Ramadhan dan Zhulhijah. Persoalan keagamaan yang disampaikan melalui cerita wayang di atas
merupakan ritual keagamaan yang disebut dengan ibadah. Pada parakteknya yang lain. Ki Sudardi juga mengajarkan syari’at yang berbentuk ibadah sosial, seperti
pemberdayaan masyarakat dengan zakat dan sedekah, pernikahan yang mawaddah, sakinah, wa rahmah, dan lain-lain. Ia mengatakan :
Secara spiritual, saya akan menyampaikan ke masyarakat sesuai dengan tema wayangan, misalnya pada waktu hajatan nikah maka saya akan
memberikan materi ayat-ayat yang berhubungan dengan rumah tangga di dalam membentuk keluarga sakinah mawaddah dan warahmah, pada
waktu aqiqah maka saya membawakan ajaran yang berhubungan dengan bakti anak dengan orang tua, atau pada waktu peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW maka saya akan membawakan bagaimana sejarah beliau di dalam memperjuangkan agama Islam dan lain-lain. Intinya adalah
sampaikanlah walau satu ayat Balighu ‘ani walau ayat.
6
6
Wawancara pribadi dengan dalang Ki Sudardi, Pringapus Semarang 20 mei 2010
3. Nilai-nilai akhlak