Tranformasi pemahaman masyarakat tentang mahar adat Jambi (studi kasus desa Penegak Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun)

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Alfaroby NIM : 106044201455

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri teladan yang sempurna bagi kita semua.

Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Sebagai tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “TRANSFORMASI

PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG MAHAR DALAM ADAT JAMBI (Studi Kasus di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten Sarolangun”. Maka penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bpk. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM., selaku dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah.

2. Bpk. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku ketua jurusan Akhwal Syakhshiyyah yang selalu memberikan bimbingan serta dukungan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bpk Dr. Jaenal Aripin, M. Ag selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam


(3)

ii

4. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.

5. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua penulis yang tercinta, ayahanda dan ibunda yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis dengan tulus, serta selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sukses dalam segala hal. Semua yang telah mereka berikan tidak akan dapat tergantikan dengan apapun di dunia ini.

6. Keluarga di Jambi, serta keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan juga semangat, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat dan teman seperjuangan di Administrasi Keperdataan Islam, Sariba Ngabalin, Gusti Agung Wibisono, Syafarudin, Hilma, Ubaydillah, Hadizulkarnain yang telah banyak berkorban membangkitkan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Pakci Maftuh yang telah memberikan motivasi dan semangat juga menghilangkan kepenatan dan stress penulis dengan semua canda dan kasih sayang.


(4)

iii

9. Tak terlupakan pula terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu.

Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT. Kesempurnaan haya milik Allah SWT mudah-mudahan semua yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Jakarta, 29 Agustus 2010


(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Review Studi Terdahulu ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penelitian ... 10

BAB II KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DI DESA PENEGAH KECAMATAN PELAWAN KABUPATEN SAROLANGUN A. Letak Wilayah ... 12

B. Kondisi Sosial Kebudayaan ... 14

C. Kondisi Sosial Keagamaan ... 21

D. Kondisi Sosial Ekonomi ... 23


(6)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM PERSPEKTIF FIQH

A. Pemahaman Tentang Mahar ... 26 B. Dasar Hukum Mahar ... 30 C. Kadar Mahar dalam Perkawinan ... 35

BAB IV MAHAR ADAT DESA PENEGAH DALAM TINJAUN HUKUM

ISLAM TENTANG MAHAR ADAT JAMBI

A. Pengertian dan Kedudukan Mahar Adat Desa Penegah ... 38 B. Sejarah Pemberlakuan Mahar Adat Desa Penegah ... 40 C. Pemahaman Masyarakat Tentang Pembayaran Mahar Adat Desa

Penegah ... 43 D. Analisis Terhadap Pemahaman dan Praktek Adat Mahar Desa Penegah

dan Hukum Islam ... 46

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 49 B. Saran-saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perspektif Islam dalam masalah pernikahan adalah suatu ikatan lahir maupun batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai layaknya suami istri berdasarkan dengan tujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah warrahmah berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Adapun mengenai akad perkawinan dalam perspektif Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Sang Pencipta alam semesta (Allah SWT).

Pernikahan adalah fitrah yang dianugerahkan pada setiap manusia sejak zaman azzaly, yaitu ketika diciptakan Adam dan Hawa. Pernikahan bukan saja keinginan setiap manusia, namun juga naluri atau tabi’at bagi makhluk hidup lainnya, karena pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk kelurga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa’ayat 1 yang berbunyi:

                               1

Zainuddin Ali,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet ke-1 h. 7.


(8)

2

Artinya: “Wahai Manusia ! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (dirinya) dan darikeduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah SWT dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (Peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah

selalu menjaga dan mengawasimu”.(An-Nisa’ 4:1).

Ayat di atas menunjukkan bahwa pernikahan adalah cara yang sah untuk melestarikan keturunan. Dengan pernikahan hubungan silaturrahmi yang terjalin akan semakin luas dan melalui pernikahan juga bisa terbentuk satu hubungan sosial yaitu dengan saling tolong-menolong serta menasihati di jalan kebaikan dan taqwa.

Dengan demikian suatu dimensi ibadah dalam perkawinan harus dipelihara dengan baik dan dijaga dengan rasa tanggung jawab dan rasa penuh kasih sayang. Maka apabila tujuan perkawinan dalam Islam seperti itu akan terwujudnyalah keluarga sejahtera, kekal dan abadi dimata tuhan yang maha esa pencipta alam semesta. Pada hakikatnya, pernikahan merupakan penataan suatu fitrah yang tersimpan dalam diri manusia, sebagaimana fitrah itu ada pada jenis binatang ialah fitrah manusia lebih mulia dari pada binatang dimata Allah SWT disebabkan jelas manusia diberi kekuasaan di bumi dan ditundukkan seluruh alam kepadanya dan manusia mempunyai prinsip-prinsip hubungan yang lebih tinggi yang mana bisa mengangkat derajatnya dari lingkup sifat kebinatangannya.

Adapun fitrah binatang ialah Allah hanya memberikan nafsu yang lebih dan tidak mempunyai akal pikiran seperti manusia. Maka dari itulah Allah SWT Mengangkat derajat manusia lebih tinggi (mulia) dari pada binatang. Dengan demikian juga pernikahan dapat dilakukan dengan baik dan sempurna. Dalam saat


(9)

ini kondisi masyarakat mempunyai tingkatan berbeda-beda maka sepantasnya menempuh perkawinan sesuai ekonomi yang ada. Hendaklah memberikan mahar itu sesuai dengan kemampuannya,2 dan hendak pula pihak calon istri untuk tidak menuntut mahar yang besar dari pihak calon suami, jika tidak demikian maka akan timbul kejanggalan dalam masyarakat.

Dalam hukum adat masyarakat Jambi berlandaskan hukum syarah, berdasarkan hukum Syarah Kitabullah dan Sunnah Rasul adat itu tidak terpisahkan dengan hukum. Oleh karena itu, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum adat merupakan konkritisasi dari pada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana.3 Hukum syariat termasuk mahar adat perkawinan, namun adat mentafsirkan tersebut dengan alat berburu berupa kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah, sebagai Pegang Pakai adat Jambi. Dasar pertimbangan kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah yang diambil sebagai pegang pakai dalam masyarakat adat jambi bertujuan untuk membangun rumah tangga yang utuh dan sejahtera bahagia lahir maupun bathin dan diberikan kepada wanita berupa kujur sebatang keris sebilah yang diartikan sebagai pengadilan apabila di dalam rumah tangga terjadi adanya broken home (keributan di dalam rumah tangga).

2

Abdul Qodir Jaelani,Keluarga Sakinah,(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 120. 3

Soerjono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1981), h. 364.


(10)

4

Hal-hal di atas yang melatar belakangi penulis untuk meneliti dan mencermati kembali masalah transformasi Pegang Pakai (sesuatu yang dilaksanakan di dalam adat Jambi) di desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun yang berkenaan dengan maksud arti alat berburu seperti kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah atau lebih jelasnya yaitu: “TRANSFORMASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG MAHAR DALAM ADAT JAMBI” (Studi kasus di

Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun).

Menurut penulis hal-hal di atas masih sangat relevan untuk dibahas, Mengingat perkembangan dalam transformasi mahar dalam masyarakat yang begitu cepat berubah, sehingga terkadang orang yang berada di sekitar lingkungan kita khususnya adat Desa Penegah Kecamatan Pelawan lupa akan nilai-nilai suatu perkawinan, dikarenakan lebih mementingkan hal-hal yang sebenarnya bukan hukum.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk tidak meluas pembahasan ini kemana-mana, maka skripsi ini harus saya batasi agar nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi pemahaman yang mendalam. Penulis menitik beratkan penganalisaan permasalahan mahar terhadap alat berburu berupa Keris Sebilah dan Kujur (tombak) sebatang yang berlaku dalam masyarakat adat di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun. mengingat tidak semestinya mahar harus berupa alat berburu seperti Keris Sebilah dan kujur (tombak) sebatang sebagai artian memberikan suatu usaha / bekerja yang nantinya dapat


(11)

digunakan oleh suami untuk berburu dan istri bekerja diladang. oleh karena itu maka penulis hanya mempertegas bahwa batasan-batasan penyusunan skripsi ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan transformasi mahar dalam adat jambi secara meluas.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan isi dari pembatasan masalah yang telah di jelaskan, maka dalam permasalahan ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian dan kedudukan mahar adat didesa Penegah? 2. Bagaiman sejarah pemberlakuan mahar adat didesa Penegah?

3. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan mahar adat didesa Penegah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini untuk memberikan wawasan/ilmu mengenai transformasi kedudukan mahar khususnya bagi adat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan kepada seluruh mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum,maka penulisan ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui adat kebiasaan pemberian mahar di desa penegah kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun.

b. Untuk mengetahui sejak kapan pemberlakuan adat istiadat mahar yang terjadi di desa penegah kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun .


(12)

6

c. Untuk mengetahui pandangan dan pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan pemberian mahar.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penulisan maka penulis diharapkan agar dapat memberi manfaat dan kegunaan Sebagai berikut:

a. Sebagai salah satu bentuk kontribusi positif dari kalangan mahasiswa dalam rangka transformasi mahar adat di Desa Penegah di kecamatan Pelawan yang terkait dengan perubahan.

b. Penelitian ini berguna untuk memberikan dasar-dasar serta landasan untuk penelitian lebih lanjut, sebagai bahan kajian yang dapat digunakan untuk mengadakan penelitian lain yang materinya tidak jauh dari penelitian.

c. Menambah wawasan bagi para pembaca tentang transformasi/perubahan mahar adat Desa Penegah di kecamatan Pelawan.

D. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul proposal. Dalam review skripsi terdahulu, penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan mahar. Diantaranya:

PERSPEKTIF MAHAR DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT BUGIS, oleh: Ahmad Syahri.

Skripsi ini menjelaskan tentang mahar dalam adat bugis dan persepektif hukum islam. Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa kondisi masyarakat yang


(13)

mempunyai tingkatan yang berbeda-beda maka sepantasnya menempuh perkawinan sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada hendaknya memberikan mahar itu sesuai dengan kemampuan dan hendak pulalah pihak calon istri tidak menuntut mahar yang besar dari pihak calon suami jika tidak demikian maka akan timbul ketimpangan dalam masyarakat.

Dalam masyarakat Bugis hal diatas sering terjadi, yakni pihak keluarga istri merasa bangga jika putri mereka dipinang dengan mahar yang tinggi, sehingga tidak sedikit para pemuda yang merasa minder dalam melangsungkan perkawinan karena khawatir pihak keluarga perempuan meminta mahar yang tinggi sementara ekonominya kurang memadai. Wal hasil pemuda banyak yang membujang sementara perempuannya banyak yang menjadi perawan tua.

Melihat dari review yang saya lakukan, jelas sekali perbedaannya dengan skripsi yang saya tulis. Didalam skripsi yang saya teliti yaitu menengenai mahar adat Jambi. Yang menarik dari skripsi saya yaitu diangkat dari adat Jambi, jadi skripsi yang saya bahas tentang mahar adat Jambi. Dan sudah terlihat jelas perbedaannya dengan skripsi-skripsi yang sudah ada dan ada kaitannya dengan mahar.

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian empirik antropologi dengan pendekatan secara kualitatif. Metode ini digunakan dalam rangka


(14)

8

memperoleh informasi dengan memberi gambaran secermat mungkin mengenai sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau respon kelompok tertentu dalam masyarakat.4Hal ini lebih mudah karena berhadapan langsung dengan objeknya dan pendekatan ini juga dipergunakan untuk mengutamakan segi kualitas data yang diperoleh.

2. Sumber Data

a. Data Primer: Data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan para tokoh masyarakat yang dituakan dan tokoh agama di jambi. Dalam penelitian ini menggunakan tekhnik wawancara secara mendalam dengan menggunakan pokok-pokok permasalahan sebagai pedoman wawancara. Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pokok masa penelitian dan kefakuman selama wawancara.

b. Data Skunder: Data yang memberikan bahan tidak langsung atau data yang didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan melalui studi pustaka dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan diantaranya fiqh sunnah dan data lain yang terkumpul yang mempunyai hubungan dengan tema ini.

3. Jenis Data

Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang akan diamati.

4


(15)

4. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu: 1. Wawancara (interview), yaitu situasi peran antara pribadi bertatap muka

(face-face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden.5

2. Studi Dokumentasi yaitu meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan hukum sekunder.6 Serta data-data yang diperoleh dari literature dan referensi yang berkenaan dengan judul skripsi ini.

3. Pengamatan(Observasi),adalah kegiatan dalam penelitian yang memperhatikan sesuatu keadaan secara jelas dan merumuskan nilai-nilai yang dianggap berlaku dalam masyarakat tertentu agar hasil pengamatan sesuai dengan kennyataan yang menjadi sasaran pengamatan.

5. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat subjek yang menjadi bahan utama dalam penelitian, yaitu yang menjadi informan atau narasumber adalah tokoh agama, serta warga yang dituakan yang memiliki pengetahuan luas dan mengetahui segala aspek budaya yang terdapat didaerahnya dan selalu berkomunikasi serta menjadi panutan masyarakat.

5

Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantara Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet Ke-1, h. 82.

6


(16)

10

6. Tehnik Analisa Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga agar menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Karena penelitian ini bersifat kualitatif atau (berkelanjutan) dan dikembangkan sejalan dengan penelitian ini. Analisa data tidak menunggu penelitian selesai dilakukan, akan tetapi analisa dilakukan dimulai dari penetapan masalah, pengumpulan data, dan setelah terkumpulnya data yang diperoleh.

7.Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syaria’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet Ke-1 tahun 2006.

F. Sistematika Penelitian

Skripsi ini akan memuat empat bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB PERTAMA: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB KEDUA: Menjelaskan tentang gambaran umum di Desa Penegah Kecamatan Pelawan yang berisi tentang letak geografis, kondisi kebudayaan, kondisi keagamaan, kondisi ekonomi, Kondisi Pendidikan.


(17)

BAB KETIGA: Dalam bab ini dibahas mengenai tentang pengertian mahar dan Dasar hukum mahar serta bagaimana kedudukannya dalam hukum Islam, serta Mahar dalam adat Desa Penegah ditinjau dari prespektif Islamdan korelasinya dalam hukum Islam.

BAB KEEMPAT:Dalam bab ini juga akan membahas tentang Mahar dalam adat Jambi khususnya di Desa Penegah Kecamatan pelawan. Latar belakang keris sebilah dan kujur (tombak) sebatang sebagai mahar dalam hukum adat Jambi, serta bagaimana pandangan ulama dan tokoh Agama Jambi mengenai mahar.


(18)

12

BAB II

KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DESA PENEGAH KECAMATAN PELAWAN KABUPATEN SAROLANGUN JAMBI

A. Letak Wilayah

Di wilayah Desa Penegah kecamatan Pelawan kabupaten Sarolangun propinsi Jambi dengan memiliki luas wilayah 3,970,56 Km2. Adapun batas-batasnya adalah sebelah utara Desa Pelawan dan Desa Pulo Aro, sebelah selatan Desa Pulau Pandan, sebelah Barat Desa Sai Abang dan Desa Lubuk Resam, sebelah Timur Desa Sai Merah dan Desa Pelawan.7

Keadaan tanahnya terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran rendah meliputi bagian tengah dan timur (Desa Sai Merah dengan Desa Pelawan). Dataran tinggi meliputi bagian barat ( Desa Sai Abang dan Desa Lubuk Resam ). Sebahagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian dan perkebunan. Berdasarkan data monografi di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun memiliki luas wilayah 3,970,56 Km2 dengan perincian:8

a. Bidang Pemerintahan I. Umum

1. Kondisi Geografis:

7

Data Monografi Desa dan kelurahan 2010,Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h. 1

8


(19)

a) Ketinggian Tanah dari permukaan laut : 1,375 M

b) Banyaknya curah hujan : Sedang

c) Tofografi (Dataran, Rendah, Tinggi) : Tinggi

d) Suhu Udara rata-rata : Sedang

2. Batas-batas Wilayah:9

a. Sebelah Utara berbatasan Desa Pelawan dan Desa Pulau Aro b. Sebelah Timur berbatasan Desa Sai Merah dan Desa Pelawan c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pulau Pandan

d. Sebelah Barat berbatasan Desa sai Abang dan Desa Lubuk Resam 3. Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintahan Desa/ Kelurahan):10

a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan 4 Km b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 16 Km c. Jarak dari Ibu Kota Propinsi 216 Km d. Jarak dari Ibu Kota Negara 1250 Km II. Pertanahan:

1. Status:

a. Sertifikat Hak Milik : 68 buah 125,8 Ha b. Sertifkat Hak Guna Usaha : 12 buah 10,9 Ha c. Sertifikat Hak Guna bangunan : 25 buah 8,8 Ha

9

Data Monografi Desa Penegah 2010,Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h.3

10


(20)

14

d. Sertifikat Hak Pakai : 4 buah 4,5 Ha e. Tanah Kas Desa : 4 buah 4 Ha 2. Peruntukan:11

a. Jalan : 2,5 Ha

b. Sawah dan Ladang : 8,85 Ha

c. Bangunan Umum : 4,5 Ha

d. Empang : 7,8 Ha

e. Pemukiman Perumahan : 30,8 Ha

f. Tanah kuburan : 1,5 Ha

B. Kondisi Sosial Kebudayaan

Hubungan sosial dalam kebudayaan di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi telah berlangsung lama. Berbagai bukti peninggalan sejarah seperti: Prasasti, Candi, Arca, Pecahan tembikar dan keramik, dan Naskah kuno menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami Jambi telah mempunyai kebudayaan yang tinggi.12

Dalam hubungan sosial budaya mereka telah membuat norma-norma atau aturan-aturan tertentu yang mengatur pola hubungan hidup bermasyarakat yang sering disebut adat-istiadat (kebiasaan). Perkembangan adat-istiadat adakalanya mengalami perubahan.

11

Ibid., h. 4 12


(21)

Hal ini di sebabkan kemajuan kebudayaan lahir dan batin. Perubahan tersebut berlangsung perlahan-lahan. Sejak dulu masyarakat jambi hidup dalam bergotong royong.13 Hingga sekarang ciri khas tersebut masih kelihatan terutama dalam masyarakat pedesaan yang agraris. Untuk membangun rumah, turun kesawah, membuka lahan, memperbaiki jalan dan lain-lain yang mereka lakukan secara bersama-sama, karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dan sosial yang tinggi dalam hidup bermasyarakat. Masing-masing masyarakat memegang peranan terindividual. Dan untuk dalam kegiatan bersama-sama mereka berhimpun dan setiap warganya merasakan dirinya terikat dalam kumpulan tersebut. Dengan demikian hubungan sosial mereka sangat kuat karena mereka merasa dirinya adalah milik bersama. Walaupun kehidupan bersama didahulukan namun kehidupan individual tetap dipelihara. Setiap orang bebas menetukan kehidupan yang diinginkkan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang mereka miliki.14

A. Menurut pendapat Marga Batin V,mengenai kebudayaan mempunyai tiga fase perkembangan, antara lain:

1) Fase Awal

Fase awal adalah fase mulai dari timbulnya Marga Batin V sampai masa penjajahan. Dalam fase ini pemerintahan Marga Batin V terdiri dari lima dusun yang dikepalai oleh masing-masing kepala dusun dan kepala dusun ini

13

Alih Aksara, Arsitektur Tradisional Daerah Jambi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi, h. 13

14


(22)

16

bertanggung jawab kepada kepala Marga Batin V sebagai pemerintahan tertinggi. Pada masa fase awal ini hukum adat, adalah hukum pemerintahan yang tertinggi. Oleh sebab itu semua penduduk Marga Batin V harus tunduk kepada adat. Barang siapa yang melanggar adat, maka akan dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan adat. Adat merupakan tata cara untuk mengatur suatu masyarakat dalam mencapai kedamaian dan kebahagiaan hidup.15

2) Masa Penjajahan

Pada masa penjajahan, struktur pemerintahan Marga Batin V tidak berubah,tetapi hukum yang digunakan menjadi dua macam, yaitu hukum adat dan hukum pemerintahan penjajah.

Menurut Bapak Pasirah Marga Batin V Mahmud Abdul majid dan bapak A.Bakar Manan sebagai pemuka adat, Belanda masuk di daerah Marga Batin V pada tahun 1901. Pada tahun 1906 Pemerintah Hindia Belanda mulai ikut campur tangan dalam urusan Pemerintahan Marga. Pemilihan pemuka adat yang biasanya dilakukan secara dengan kemufakatan oleh para kepala dusun,pada saat ini tidak ditiadakan lagi. di karenakan Kepala Marga dan Kepala dusun ditentukan oleh pemerintah Hindia Belanda.16

Pada tahun 1943 Marga Batin V dikuasai oleh pemerintahan Jepang. Pemerintahan yang dirintis oleh pemerintah Hindia Belanda masih tetap berlaku dalam

15

Ibid., h. 18 16


(23)

pemerintahan Jepang. Mengenai peraturan yang tidak cocok dengan pemerintahannya diubah dan disesuaikan dengan kepentingannya.

3) Fase Kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan, daerah Marga Batin V menyesuaikan diri dengan alam kemerdekaan.17

Menurut Mahmud A. Madjid, pada tahun 1950 dusun Margoyoso digabungkan kedalam daerah Marga Batin V. Sebelum dusun Margoyoso digabungkan, dusun ini berdiri sendiri dan mempunyai pemerintahan tersendiri yang dikepalai oleh asisten Demang yang membawahi desa-desa.18

Penduduk yang mendirikan desa-desa ini adalah orang-orang jawa yang ditransmigrasikan pada tahun 1937 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dan setelah itu Desa-desa yang ada di daerah Margoyoso statusnya disamakan dengan kampung yang di daerah Marga Batin V. Pemerintahan Marga Batin V, setelah kemerdekaan masih tetap berjalan secara pemerintahan adat yang di kepalai oleh seorang Pasirah dengan gelar Rio Depati yang memangku Jabatan Pasirah dari masa penjajahan Hindia Belanda sampai sekarang, ialah Mahmud A. Madjid dengan gelar Rio Depati Suto Negoro.

Sistem-sistem perkembangan budaya pemerintahan Marga Batin V yang dikepalai oleh seorang Pasirah Mahmud A.Madjid:

17

Alih Aksara,Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi, h.14 18


(24)

18

1) Pertanian yang dilakukan oleh penduduk Marga batin V meliputi persawahan dan ladang. Cara penggarapan di daerah ini masih memakai sistem tradisional, yaitu belum menggunakan pengairan yang teratur, lebih banyak menggunakan air hujan Apabila hujan tiba.

2) Perkebunan Dalam daerah Marga Batin V, perkebunan merupakan hal yang sangat penting sekali. Hampir 95% penduduk yang sekarang hidup dengan perkebunan karet, baik yang menjadi pengusaha maupun yang menjadi buruh. Luas perkebunan karet di daerah Marga Batin V sekarang lebih kurang 18266 Ha.

3) Hasil Hutan seperti rotan damar Rotan dan damar ini dicari di dalam hutan belantara, kemudian dibawa kekampung untuk dipasarkan.

4) Mendulang Emas pekerjaan mendulang emas ini dilakukan di pinggir-pinggir sungai dengan cara diayak. Pekerjaan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.

5) Nelayan penduduk disini hanya mencari ikan di sungai-sungai dengan penghasilan terbatas. Dan itupun hanya cukup untuk keperluan rumah tangga. 6) Pola system kemasyarakatan Dalam segi pemerintahan, hubungan antar atasan

dan bawahan kelihatan sekali. Kepala kampung tidak boleh langsung berhubungan Pasirah Kepala Marga, akan tetapi harus berhubungan dulu dengan kepala dusun yang menyampaikannya ke Kepala Marga.19

19


(25)

Seperti telah di bahas sebelumnya, bahwa asal-usul orang-orang kerinci berasal dari Minang yang diawali oleh Depati Nan Sebatang, kemudian turun ke Depati Nan Bertujuh yang diberikan kekuasaan oleh Raja Jambi untuk menjalankan roda pemerintahan di Kerinci.20

Hukum yang terdapat di dalam tiap masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecilpun masyarakat itu, menjadi cerminnya, karena tiap masyarakat,tiap rakyat , mempunyai kebudayaan sendiri, dengan corak dan sifatnya sendiri atau mempunyai cara berpikir (geestesstructur) sediri.21

Sosial kemasyarakatan orang-orang kerinci sangat erat sekali. Dimana kehidupan mereka penuh dengan rasa kegotong royongan, terutama sekali masyarakat yang ada di dusun. Nampaknya kegiatan tolong- menolong di dalam kehidupan masyarakat kerinci telah membudaya, Kegiatan tolong- menolong dilakukan dalam segala bidang aspek kehidupan, seperti menggarap tanah pesawahan, membangun rumah, membangun mesjid, kerja bakti untuk perbaikan jalan, saluran air dan sebagainnya.22

20

Arsitektur Tradisional daerah Jambi,Dinas Kebudayaan dan Parawisata Propinsi Jambi, h. 77

21

Ibid., h.78 22


(26)

20

Didesa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten Sarolangun Jambi termasuk daerah yang cukup maju dalam pengembangan bidang kesenian. Jenis-jenis kesenian yang terdapat di daerah ini ialah :23

a. Seni Tari yang terdiri dari:

Tari Sekapur Sirih, Tari Nyalo Gir, Tari Yoyo,Tari Tustus, Tari Rangguk, Tari Rebana, TariTauh,Tari Asyeak.

b. Seni Suara, terdiri dari :

Tale (nyanyi) biasanya diadakan pada waktu hendak melepas orang naik haji, menuai padi, mengerjakan sawah dan pada waktu mengasuh anak.

Berzikir, ialah sejenis lagu yang berisikan dorongan semangat untuk bergotong royong .Marhaban, dilakukan pada waktu maulid nabi.

c. Seni Sastra

Parno, ialah sejenis pidato yang berisikan penyampaian maksud kepada orang lain dengan mempergunakan kata-kata adat. Kunoun ialah cerita rakyat.

d. Seni Ukir, yaitu di terapkan di bangunan, rumah tempat tinggal, rumah ibadah dan benda-benda lainnya dengan menggunakan motif : Flora dan Geometis

e. Seni musik, yaitu terdiri dari Musik tradisional dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti Orkes, alat-alat modern menggunakan gambus.

23


(27)

C. Kondisi Sosial Keagamaan

Semenjak masuknya agama Islam di daerah Jambi khususnya di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun, aturan atau norma-norma adat sebelumnya tidak banyak mengalami perubahan. Norma adat yang mereka miliki tidak menimbulkan pertentangan. Namun kebiasaan yang menyalahi hukum Islam dihilangkan. Oleh karena itu Agama Islam menyatu dengan adat, sesuai dengan seloko adat Jambi Adat bersendi Syara’, Syara’ bersendi Kitabullah. Syara’ mengatakan adat memakai.kehidupan beragama di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun memang baik mayoritas di desa ini memeluk agama Islam.Hal ini dapat dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah terjadi benturan-benturan yang bersifat keagamaan.24

Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan ditengah masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk didalamnya masyarakat DesaPenegah Kecamatan Pelawan. Untuk menjelaskan banyaknya sarana tempat peribadatan yang ada di Desa Penegah Kecamatan Pelawan, berdasarkan survei dapat dilihat pada table di bawah ini:25

Tabel 1

Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Penegah Kecamatan Pelawan

No. Sarana peribadatan Jumlah

1 Masjid 3 Unit

24

Kemas Arsyad Somad,Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, 2002, h.54. 25

Data Monografi Desa Penegah 2010,Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h.4.


(28)

22

2 Musholah 9 Unit

3 Gereja 0

4 Wihara 0

Jumlah 12 Unit

Sumber data: Laporan tahunan kantor Desa Penegah tahun 2010

Bangunan fisik sarana peribadatan baik mesjid,mushollah, sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat yang akan menjalankan aktifitas keagamaannya seperti shalat, pengajian, dan bentuk peribadatan lainnya.26

Untuk data penduduk menurut agama di Desa Penegah Kecamatan Pelawan dapat dilihat pada table di bawah ini:

Table. 2

Prosentase Penduduk Penganut Agama di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi27

No. Jenis Agama Prosentase

1 Islam 2751 Orang

2 Kristen 0

3 Katolik 0

4 Hindu 0

5 Budha 0

Jumlah 2751 Orang

Sumber Data: Laporan tahunan kantor Desa Penegah 2010

Penduduk di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi mayoritas memeluk agama Islam tidak ada yang beragama Nasrani.

26

Ibid., h.5. 27


(29)

Table.3

Jumlah peristiwa nikah di KUA Desa Penegah Kecamatan Pelawan

No. Bulan Jimlah Peristiwa nikah

1 Januari 35 Pasang

2 Februari 28 Pasang

3 Maret 36 Pasang

4 April 14 Pasang

5 Mei 17 Pasang

6 Juni 35 Pasang

7 Juli 24 Pasang

8 Agustus 14 Pasang

9 September 19 Pasang

10 Oktober 21 pasang

11 November 15 Pasang

Jumlah 258 Pasang

Sumber Data: laporan tahun 2010 Kantor Urusan Agama tahun

Melihat dari table diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa Penegah Kecamatan Pelawan sudah melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah khususnya dalam pernikahan. Masyarakat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan sudah banyak yang mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama.28

D. Kondisi Sosial Ekonomi

Berdasarkan Hasil Survei Sebagian besar Warga masyarakat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi adalah buruh tani / Kuli tani,

28


(30)

24

Petani yang tidak mempunyai lahan, Petani yang punya lahan, dan PNS, sedangkan sisanya seperti Pedagang, Jasa, Pensiunan, Polri, Petukangan.29

Tabel IV

Prosentase Penduduk menurut Mata Pencaharian:

No Pekerjaan Jumlah

1 Buruh Tani 79 Orang

2 TNI 1 Orang

3 PNS 35 Orang

4 Petani 637 Orang

5 Jasa 93 Orang

6 Pensiunan 7 orang

7 Pertukangan 46 Orang

8 Pedagang/ Wiraswasta 83 orang

9 POLRI 2 Orang

10 Swasta 334 Orang

Jumlah 1.317 Orang

Sumber: Data Monografi Kecamatan Pelawan 2010

Melalui data di atas menunjukkan pola kegiatan perekonomian masyarakat di Kecamatan Pelawan dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai Buruh,warung, PNS, Petani, Pedagang atau 5Wiraswasta, Pensiunan, Jasa, Pertukangan.

Di Desa Penegah Kecamatan Pelawan adalah sebagian besar masyarakatnya mengandalkan alam yaitu dengan cara berkebun walaupun sebagian besar dari mereka tidak memiliki lahan dan bekerjanya hanya sebagai kuli.30

29

Ibid.,h.4

. 30


(31)

E. Kondisi Sosial Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun boleh dibilang cukup memadai, hal ini terbukti dengan adanya sekolah-sekolah baik itu dari tingkat dasar sampai SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau MA (Madrasah Aliyah). Di Desa Penegah terdapat 2 Unit PAUD (Kelompok Bermain) Guru Laki 3 Orang dan Guru Perempuan 7 Orang dan Memiliki murid secara keseluruhan 58 orang terdiri Siswa Laki-laki 26 Orang dan Siswi 32 Orang, 2 Unit TK (Taman Kanak-kanak) Guru Perempuan 7 Orang Memiliki murid 47 Orang terdiri dari siswa 21 Orang dan siswi 26 Orang, 2 Unit SD(Sekolah Dasar) Guru Laki 13 Orang dan Guru perempuan 15 Orang dan jumlah murid sekeluruhan 635 Orang terdiri 300 siswa dan 335 siswi, 1 Unit Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau MTS Guru Laki 15 Orang dan Guru Perempuan 8 Orang dan memiliki jumlah murid 141 Orang terdiri dari 64 sisiwa dan74 siswi, dan 1Unit Sekolah Menengah Atas (SMA) atau MA Guru Laki 15 Orang dan Guru Perempuan 4 Orang dan memiliki jumlah murid 113 Orang terdiri dari 57 siswa dan 58 siswi . Hal ini tentulah cukup memadai bagi sebuah Desa yang jauh dari perkotaan.31

31

Data Monografi Desa Penegah 2010,Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h.8.


(32)

(33)

26

TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM PRESPEKTIF FIQIH

A. Pemahaman Tentang Mahar

Kata Mahar berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Mahr, jamaknya, muhur dan muhurah1. Asal katanya ialah ﺮﮭﻣ (mahar) sedangkan pemakain katanya ialah ة أ ﺮ ﻤ ﻟ ا ﺮﮭﻣا yang artinya ia memberikan mahar (maskawin) kepada seorang perempuan.2 Menurut istilah Syara ‘mahar artinya sesuatu barang atau benda berharga yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada calon istrinya sebagai tukaran atau jaminan bagi sesuatu yang akan di terima darinya.3

Mahar adalah pemberian dalam pernikahan atau sejenisnya yang diberikan berdasarkan kesepakatan kedua mempelai atau berdasarkan putusan hakim. Dalam bahasa arab, mahar juga disebut shadaq. Tampaknya, penamaan itu menunjukkan “ kesungguhan atau keseriusan (shidq) seorang suami untuk menikah”.4 Kalau mahar itu dalam bentuk uang atau barang berharga, maka Nabi menghendaki mahar itu dalam bentuk yang lebih sederhana. Hal ini tergambar dalam sabdanya dari uqbah bin Amir yang di keluarkan oleh Abu Daud dan di sahkan oleh Hakim, dan Nabi

1

Ibnu Mandur Al-Ifriqy,Lisan Al-Arab,(Mesir: Dar Shadir, 1958,) Jilid 5, h. 184. .

2

Mahmud Yunus,Kamus Arab Indonesia,(Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431. 3

Amir Syrifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat Dan

Undang-undang Perkawinan,(Jakarta: Putra Grafika, 2006) Cet ke-1, h. 8.

4


(34)

27

mengucapkan Sebaik- baiknya mahar itu adalah yang paling mudah (perempuan agar tidak menuntut mahar yang tinggi kepada pihak laki-laki).

Mahar juga di tafsirkan dalam Undang-Undang keluarga Islam 1984 dengan definisi :’’Pembayaran Maskawin yang wajib dibayar di bawah Hukum Syara’ oleh suami kepada Istri pada masa perkawinan dalam aqad nikah, sama halnya berupa uang yang sebenarnya di bayar atau diakui sebagai utang dengan atau tanpa uang muka, atau berupa suatu yang menurut hukum syara’ dan dinilai dengan uang ‘’. Mahar di dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam ini adalah suatu pemberian yang wajib dibayar mengikut Hukum Syara’ danberpautan dengan Syariat Islam.

Dengan kata lain bahwa mahar itu boleh berupa barang (harta kekayaan) dan boleh juga berupa jasa atau manfaat. Jika berbentuk barang atau harta, di syaratkan haruslah barang tersebut berupa sesuatu yang mempunyai nilai atau harga, halal lagi suci. Sedangkan bila maharnya berbentuk jasa atau manfaat, maka di syaratkan harus dalam arti yang baik.

Sebagaimana yang terdapat dalam hadist Nabi dari Abdullah bin Amir Menurut riwayat at-Tirmidzi yang bunyinya:

ﻦﯿﻠﻌﻧ ﻰﻠﻋ ةأﺮﻣا حﺎﻜﻧ زﺎﺟأ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا نأ )

ي ﺬ ﻣ ﺮ ﺘ ﻟ ا ه ا و ر (

Artinya: Nabi Muhammad SAW membolehkan menikahi perempuan dengan mahar sepasang sandal.(riwayat at-Tirmidzi)

Dengan tidak adanya petunjuk yang pasti tentang mahar ulama memperbincangkannya, bahwasannya mereka sepakat menetapkan bahwa tidak ada batas maksimal bagi sebuah mahar. Disisi lain, apabila istri memberikan sebagian


(35)

mahar yang sudah mejadi miliknya, tanpa paksaan, maka sang suami boleh menerimanya. Malah wajib diterima istri dan menjadi hak istri, bukan orang tua atau saudaranya. Mahar adalah imbangan untuk menikmati tubuh istri dan sebagai tanda kerelaan untuk di gauli oleh suaminya.5

Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ayat 34 yang berbunyi:

ð                                                                         

Artinya :“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs 4, An-Nisa’:3,4)”

Di samping itu mahar juga akan memperkokoh ikatan dan menimbulkan kasih sayang dari istri kepada suaminya sebagai teman hidup dan mengeratkan hubungan kekeluargaan dan di mana hubungan keduannya itu diridhoi oleh Allah yang maha pencipta lagi Maha mengetahui atas segalanya.

Jumhur Ulama berpendapat sebelum istri menerima pendahuluan mahar yang di tetapkan ia boleh menolak memberikan hak-hak suami seperti bergaul dan melakukan hubungan kelamin, karena mahar itu adalah haknya dan sebelum haknya

5

Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Edisi 2, h. 130.


(36)

29

itu diterimanya ia boleh tidak menjalankan kewajibannya.6 Dalam Tradisi Arab sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh mahar itu meskipun wajib, namun tidak mesti diserahkan waktu berlangsungnya akad nikah dalam arti boleh diberikan waktu akad nikah dan boleh pula sesudah berlangsungnya akad nikah itu. Definisi yang diberikan oleh ulama waktu itu sejalan dengan tradisi yang berlaku waktu itu. Oleh karena itu, definisi tepat yang dapat mencakup dua kemungkinan itu adalah: “Pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah”.7Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pemberian wajib yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan tidak dalam kesempatan akad nikah atau setelah selesai peristiwa akad nikah tidak disebut mahar, tetapi nafaqah. Bila pemberian itu dilakukan secara sukarela diluar akad nikah tidak disebut mahar atau dengan arti pemberian biasa, baik sebelum akad nikah atau setelah selesainya pelaksanaan akad nikah. Demikian pula pemberian yang diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak kepada mempelai perempuan, tidak disebut mahar.8

6

Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 95.

7

Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam vs

honogami barat,(Jakarta: Pedoman ilmu Jaya), cet ke-1, h. 85.

8


(37)

B. Dasar Hukum Mahar

Para Ulama telah menyepakati bahwa hukum memberi mahar atau maskawin itu adalah wajib.9 Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 4 disebutkan:

                      

Artinya: “Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskawin mereka sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka dengan suka hatinya memberikan kepada kamu sebahagian dari maskahwinnya maka makanlah (gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai nikmat yang lezat, lagi baik kesudahannya” (Q.S. An-Nisa’ 4:4)

Syaikh Islam rahimahullah berkata,” Sunnahnya yaitu meringakan mahar, dan agar tidak lebih dari istri-istri Nabi SAW dan anak perempuan beliau. Telah di riwayatkan oleh Aisah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,10

ﺔﻧوﺆﻣ ﻦھﺮﺴﯾأ ﺔﻛﺮﺑ ءﺎﺴﻨﻟا ﻢﻈﻋأ نإ Artinya:“Sesungguhnya wanita yang paling besar mendapatkan berkah, yaitu yangpaling pemurah di antara mereka.”

Dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, “Sebaik-baiknya wanita yaitu yang mempermudah mahar di antara mereka”. Dari Hasan Al Bashri, Rasulullah SAW bersabda, “ Biasakanlah wanita dengan pria, dan janganlah berlebihan di dalam

9

Muhammad Ibrahim Jannati.Fiqih Perbandingan Lima Mazhab, (Jakarta: Cahaya, 2007), Jilid III, h. 391.

10

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet ke-1, h. 74.


(38)

31

mahar.” Umar bin khaththab (di depan kaum muslimin) berkata Ingatlah, janganlah kamu meminta berlebihan terhadap mahar seorang wanita, kalau dia ingin terhormat di dunia atau di sebut bertaqwa di sisi Allah SWT. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu yaitu Rasulullah SAW. Tidaklah beliau memberikan mahar untuk istri-istri beliau dan meminta mahar untuk putri-putri beliau, lebih dari dua belas auqiyah.” (At-Tirmidzi berkata bahwa, ini Hadist shahih).11

Dari Abu Amru Al Aslamy, Sesungguhnya ia menikah dengan seorang perempuan. Lalu ia datang kepada Rasulullah SAW untuk memohon bantuan tentang pemberian mahar kepadanya. Rasulullah SAW bertanya, “ Berapa mahar yang akan engkau berikan ?” Ia menjawab,” Dua ratus dirham.” Rasulullah SAW berkata, “ Kalaukamu mengeruk dirham dari tempatnya maka tidak akan cukup”.12

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya, bahwa seandainya ia memberikan mahar sebagai hutang yang memberatkan, dan ia berniat untuk tidak membayarnya, maka haram baginya. Sebagaimana telah di riwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW telah bersabda:

قرﺎﺳ ﻮﮭﻓ ﮫﯿﻀﻘﯾ ﻻ نأ يﻮﻨﯾ ﺎﻨﯾد نادأ ﻦﻣو ،ناز ﻮﮭﻓ ﺎﮭﯿﻟإ ﮫﯾدﺆﯾ ﻻ نأ يﻮﻨﯾ قاﺪﺼﺑ ةأﺮﻣا جوﺰﺗ ﻦﻣ .

11

Ibid.h. 173.

12

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), cet ke-1, h. 174.


(39)

Artinya : “.Barang siapa menikahi seorang wanita dengan mahar, dan dia berniat untuk tidak membayarnya, maka ia telah berzina. Dan barang siapa berniat hutang dantidak mau membayanya, maka ia di sebut maling.”13

Telah di jelaskan sebelumnya dari Umar RA, bahwa mahar putri-putri Rasulullah SAW sebesar itu jumlahnya. Barang siapa memberikan mahar melebihi mahar putri-putri Rasulullah SAW, padahal beliau adalah wanita-wanita yang paling sempurna di muka bumi serta sebaik-baiknya ciptaan Allah SWT, maka ia termasuk orang yang bodoh dan dungu. Begitu juga mahar istri-istri Rasulullah SAW (Ummahatul Mu’minin) ini bagi yang mampu dan leluasa, sementara orang yang miskin, ia tidak wajib memberikan mahar kepada seorang wanita, kecuali sesuai dengan kemampuannya dan tidak memberatkannya.14

Menurut kompilasi hukum Islam pada pasal 31dinyatakan:

Penentuan Mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Adapun yang paling utama, yaitu membayar mahar seluruhnya kepada perempuan sebelum di gauli. Ini jika mampu. Di bolehkan apabila sebagian mahar dibayar di muka dan sebagian ditunda. Para Salafus Shalih mempermurah mahar. Sementara yang diriwayatkan dari para Salafus Shalih bahwa, mereka memberikan mahar lebih dikarenakan mereka kaya, dan mereka membayar semuanya sebelum

13

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah TanggaDalam Islam,( Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet ke-1, h. 105.

14


(40)

33

bercampur (dukhul) dan mereka tidak menyisakannya sedikitpun. Barang siapa yang mampu, dan ia senang memberikan istrinya mahar yang banyak, maka tidak bermasalah. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa (4): 20)

                             

Artinya : “Sedangkan kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka jangan kamu mengambil kembali dari padanya sedikitpun.”(Qs. An-Nisa (4): 20).15

Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Al-Qur’an dan dalam Hadist Nabi. Dalil dalam ayat Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 4 yang bunyinya :

                        

Artinya :“Berikanlah mahar kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.16

Demikian pula firman Allah SWT dalam surat An-Nisa (4)ayat 24:

                                                15

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet ke-1,.h.174

16

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2009), Cet ke-3, h. 85.


(41)

                          

Artinya : “Maka karena kesenangan yang telah kamu dapatkan dari mereka, maka berikanlah kepada mereka mahar mereka secara fardhu.17

Adapun dalil dari hadist diantaranya adalah sabda Nabi yang berasal dari Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi dalam suatu kisah panjang dalam bentuk hadistmuttafaq alaih:

كﺪﻨﻋ ﻞھ لﺎﻘﻓ ﺎﮭﯿﻨﺟوﺰﻓ ﺔﺟﺎﺣ ﺎﮭﺑ ﻚﻟ ﻦﻜﯾ ﻢﻟ نإ ﷲا لﻮﺳر ﺎﯾ ﺐھذإ لﺎﻘﻓ ﷲا لﻮﺳر ﺎﯾ ﷲاو ﻻ لﺎﻘﻓ ءﻲﺷ ﻦﻣ

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻘﻓ ﺎﺌﯿﺷ تﺪﺟو ﺎﻣ ﷲاو ﻻ لﺎﻘﻓ ﻊﺟر ﻢﺛ ﺐھﺬﻓ ﺎﺌﯿﺷ ﺪﺠﺗ ﻞھ ﺮﻈﻧﺎﻓ ﻚﻠھا ﻰﻟإ ﺪﯾﺪﺣ ﻦﻣ ﺎﻤﺗﺎﺧ ﻮﻟو ﺮﻈﻧأ .

“.Ya Rasulullah bila anda tidak punya keinginan untuk mengawininya, maka kawinkan saya dengannya. Nabi berkata :”Apa kamu memiliki sesuatu “. Ia berkata :”tidak ya Rasulullah”. Nabi berkata :”Pergilah kepada keluargamu mungkin kamu akan mendapatkan sesuatu. Kemudian dia pergi dan segera kembali dan berkata :”Tidak saya memperoleh sesuatu ya Rasulullah”. Nabi berkata :”Carilah walaupun sebentuk cincin besi”.18

Di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam), mahar ini diatur di dalam pasal 30 sampai pasal 38 di dalam pasal 30 dinyatakan : Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.19

17

Ibid.,h. 86.

18

Ibid.,h. 87.

19

Amiur Nuruddin, & Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2004), h. 66.


(42)

35

Pasal yang juga sangat penting diperhatikan adalah terdapat di dalam pasal 31 yang berbunyi: Penentuan mahar berdasarkan atas asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajara Islam.

Dengan demikian kendatipun mahar itu wajib, namun dalam penentuannya tetaplah harus mempertimbangkan asas kesederhanaan dan kemudahan. Maksudnya, bentuk dan harga mahar tidak boleh memberatkan calon suami dan tidak pula boleh mengesankan asal ada atau apa adanya, Sehingga calon istri tidak merasa dilecehkan atau diselepehkan.20

C. Kadar Mahar Dalam Perkawinan

Di dalam Islam Mahar tidak ditentukan jumlah besar kecilnya. Dikarenakan mahar itu di tentukan oleh calon istri dan tidak ada campur tangan dari pihak keluarganya. Mahar itu merupakan pemberian pertama seorang suami kepada istrinya yang dilakukan pada waktu akad nikah. Dikatakan yang pertama karena sesudah itu akan timbul beberapa kewajiban materill yang harus dilaksanakan oleh suami selama masa perkawinan untuk kelangsungan hidup perkawinan itu. Dengan pemberian mahar itu suami dipersiapkan dan dibiasakan untuk menghadapi kewajiban materill berikutnya.

Tentang semenjak kapan berlakunya kewajiban membayar mahar itu ulama sepakat mengatakan bahwa dengan berlangsungnya akad nikah yang sah berlakulah kewajiban untuk membayar separuh dari jumlah mahar yang ditentukan waktu akad.

20


(43)

Alasannya ialah walaupun putus perkawinan atau kematian seorang diantara suami istri terjadi sebelum dukhull, Namun suami telah wajib membayar separuh mahar yang disebutkan waktu akad. Tentang kapan mahar wajib dibayar keseluruhannya kelihatannya ulama Hanafiyah, Malikiyah,Syafi’iyah,Hanabalah sepakat tentang dua syarat, yaitu: hubungan kelamin dan matinya salah seorang diantara keduannya setelah berlangsungnya akad. (Ibnu al-Humam, 322)

Kesepakatan mereka didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 237 :

                                                             

Artinya :“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum sempat kamu sentuh dan kamu telah menetapkan untuk mereka mahar, maka kewajibanmu adalah separuhnya.”

Mahar itu adalah suatu yang wajib diadakan meskipun tidak dijelaskan bentuk dan harganya pada waktu akad. Dari segi dijelaskan atau tidaknya mahar itu pada waktu akad, mahar itu ada dua macam:

Pertama: Mahar yang disebutkan bentuk, wujud atau nilainnya secara jelas dalam akad, disebut mahar musamma.Inilah mahar yang umum berlaku dalam suatu perkawinan. Selanjutnya kewajiban suami untuk memenuhi selama hidupnya atau selama berlangsungnya perkawinan. Suamiwajib membayar mahar tersebut yang wujud atau nilainya sesuai dengan apa yang disebutkan dalam akad perkawinan itu.


(44)

37

Kedua: Bila mahar tidak disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad,maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya. Mahar dalam bentuk inidisebut Mahar Mitsil.

Ulama Hanafiyah secara spesifik memberi batasan mahar mitsil itu dengan mahar yang pernah diterima oleh saudaranya, bibinya dan anak saudara pamanya yang sama dan sepadan umurnya, kecantikannya,kekayaannya,tingkat kecerdasannya, tingkat keagamaannya, negeri tempat tinggalnya, dan masanya dengan istri yang akan menerima mahar tersebut. (Ibnu Al-Humuam: 368; al-Thusy, 299)

Mahar mitsl diwajibkan dalam tiga kemungkinan:

Pertama: dalam keadaan suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar atau jumlahnya.

Kedua: suami menyebutkan mahar musamma. Namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti maharnya adalah minuman keras.

Ketiga: suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat diselesaikan.


(45)

8

TENTANG MAHAR ADAT JAMBI

A. Pengertian dan Kedudukan Mahar Adat Desa Penegah

Menurut adat mahar itu soko (maskawin) yang mana hendaknya di berikan kepada istri apabila melakukan suatu pernikahan.21Adapun kedudukan mahar dalam adat jambi itu penting sekali bahkan wajib diberikan kepada yang menerima yaitu istri dan hal tersebut juga termasuk dalam rukun nikah dan mahar tersebut sama halnya awal seorang suami memberikan nafkah wajib kepada seorang istri. Pengertian Mahar serta kedudukan mahar dalam adat jambi sama dengan apa yang telah disyariatkan oleh islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian, karena adat itu Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada kitabullah.22 adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat dikarenakan adat dan agama itu tidak dapat bisa dipisahkan Dan semua itu ungkapan dari pucuk jambi Sembilan lurah adalah ungkapan perlambangan dari kesatuan daerah dan kesatuan penduduk propinsi jambi, pendukung adat dan budaya tersendiri, Penduduk jambi adalah mayoritas penganut agama Islam yang taat dan setia bahkan dalam suatu persoalan itu dapat dilihat antara adat dengan agama terikat dalam

21

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia,(Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431. 22

Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desa Penegah Kecamatan Pelawan .


(46)

hubungan yang erat sekali sebagaimana disebutkan dalam seloko adat sebagai berikut:23

a. Adat bersendikan syarak (pondasi), syarak bersendikan Kitabullah. b. Syarak mengato, adat memakai

Adat itu pula mengatur bagaimana seharusnya pergaulan antara bujang dengan sigadis, dan bagaimana pula seharusnya mahar perkawinan itu dilangsungkan atau diberikan kepada istri. Dorongan jiwa remaja saat ini untuk bergaul dan berkelakar dipenuhi dengan semangat mengindahkan ketentuan-ketentuan Agama Islam dan norma-norma sopan-santun bermasyarakat.24

Kata Mahar berasal dari bahasa Arab Almahru dan telah menjadi bahasa Indonesia terpakai. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan mahar itu dengan “Pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah”. Definisi ini kelihatannya sesuai dengan tradisi yang berlaku di Indonesia bahwa mahar itu diserahkan ketika berlangsungnya akad nikah.25

23

Khaidir,Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1 24

Ibid,. h.2 25

Amir Syrifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat Dan Undang-undang Perkawinan,(Jakarta: Putra Grafika, 2006) Cet ke-1, h. 8.


(47)

Mengenai mahar Ulama Fiqh memberikan definisi dengan rumusan yang tidak berbeda secara substansial. Di antaranya seperti yang dikemukakan ulama Hanafiah sebagai berikut:26

ﻊ ﻀ ﺒ ﻟ ا ﺔ ﻠ ﺑ ﺎ ﻘ ﻣ ﻲ ﻓ ج و ﺰ ﻟ ا ﻰ ﻠ ﻋ ح ﺎ ﻜ ﻨ ﻟ ا ﺪ ﻘ ﻋ ﻲ ﻓ ﺐﺠﯾل ﺎ ﻤ ﻟ ا ﻮھ

“Harta yang diwajibkan atas suami ketika berlangsungnya akad nikah sebagai imbalan dari kenikmatan seksual yang diterimanya”. (Ibnu al-Humam, 316).

Oleh karena itu, definisi yang tepat mengenai mahar dapat mencakup dua

kemungkinan itu adalah: “Pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau

barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah”. Definisi tersebut mengandung pengertian

bahwasannya pemberian wajib yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan tidak dalam kesempatan akad nikah atau setelah selesainya peristiwa akad nikah tidak disebut mahar, tetapi nafaqah. Bila pemberian itu dilakukan secara sukarela diluar akad nikah tidak disebut mahar atau dengan arti pemberian biasa, baik sebelum akad nikah atau setelah selesainya pelaksanaan akad nikah. Demikian pula pemberian yang diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak kepada mempelai perempuan , tidak disebut mahar.27

B. Sejarah Pemberlakuan Mahar Adat Desa Penegah

26

Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 85.

27


(48)

Undang-undang No. 22 Tahun 1948 adalah dasar pertama terbentuk ya DPRD dan DPD pada setiap marga mendapo dan kampung, namun keberadaannya menjadi fakum karena terjadi agresi Belanda I dan II, demikian juga terhadap peraturan ketentuan hukum adat dalam mengatur desa yang berlaku sebelum berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 yang bernama peraturan negeri otonom diluar Jawa dan Madura. Namun peraturan tersebut, belum dapat memberikan otonomi secara penuh kepada desa dan tidak selaras dengan adat istiadat masyarakat desa sehingga menyebabkan sering terjadinya reaksi.28 Dari kenyataan yang terjhadi saat itu, pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk mengeluarakan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Desa, namun UU tersebut belum menampung aspirasi adat desa, sehingga pada tanggal 3 Desember 1984, Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 1991, tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat Kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat, dan disahkan oleh Menteri Dalam Negeri Tanggal 21 Nopember 1992.29

Pendapat tokoh masyarakat tentang Mahar dalam Adat Jambi khusunya di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun kata Mahar dan itu di ambil dari kata Bahasa Arab yaitu Almahru dalam Adat itu disebut dengan soko (Maskawin) yang berupa uang, emas, Seperangkat Alat shalat, yang mana mahar

28

Kemas Arsyad Somad,Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, ( cet Ke-1 Jambi 2002),.h.65

29


(49)

sama pentingnya bahkan wajib di berikan kepada yang menerima yaitu istri dan hal tersebut juga termasuk dalam rukun nikah dan hal itu pun (mahar) bisa dirundingkan antara kedua mempelai, dan mahar tersebut sama halnya awal seorang suami memberikan nafkah wajib kepada seorang istri.30

Mahar sama dengan apa yang di syariatkan Islam apa yang disebut menurut Adat sama demikian hal tersebut karena adat itu sendiri Bersendi (Pondasi) pada

Syarak’ dan Syarak Bersendi pada kitabullah, Syarak mengato Adat memakai di sisi

lain dalam hal pernikahan Adat memakai seperti kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah sebagai Pegang Pakai dalam masyarakat adat jambi bertujuan untuk membangun rumah tangga yang utuh dan sejahtera bahagia lahir maupun bathin dan diberikan kepada wanita berupa kujur (tombak) sebatang keris sebilah yang diartikan sebagai pengadilan apabila didalam bahtera rumah tangga terjadinya broken home (keributan dalam rumah tangga) dan itu sudah menjadi tradisi adat sebagai syarat pernikahan dalam adat jambi, makna dari kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah itu sendiri itu syimbol tidak dapat dipungkiri bahwasannya kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah, kelam untuk betungkek (betongkat) artinya tidak bisa dirobohkan kedua belah pihak.31 atau pernikahan harus mengikuti peraturan tempat dimana dilaksanakanya pernikahan atau dalam bahasa adatnya siang untuk dijadikan tongkat malam untuk dijadikan obor, itulah gunanya Nenek Mamak khusus tempat

Khaidir,Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1 31

Wawancara,dengan Kades di kantor Kepala Desa pada tanggal 15-11-2010, Nara Sumber Akmal


(50)

menyelesaikan permasalahan keruh tempat berjernih (kusui tompe bejonih/ tempat mengadu kedua mempelai) dan di dalam mayarakat adat khususnya di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten apabila Hukum Kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah seperti apa,kalau benda tersebut tidak ada , maka perundingan belum bisa dilanjutkan dalam pernikahan. Maka bisa batal perkawinannya, syah menurut Agama akan tetapi tidak syah menurut adat.32

Yang namanya adat/kebiasaan di daerah jambi apabila ada seseorang melakukan pernikahan seperti namanya adat kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah untuk zaman saat kini Langka pada akhirnya terjadi Pergantian dari kujur (tombak) di uangkan dan dibayarkan kepada Tengganai/ calon kakak ipar mempelai perempuan sedangkan keris tetap diadakan alasannya di karenakan di tiap daerah itu ada pengurus adat yang menyimpan Barang-barang Budaya tradisi adat jambi.33

Dari perkembangan yang ada, penulis simpulkan bahwa sejarah adanya adat mahar di desa Penegah berupa kujur (tombak) dan keris sebilah yaitu dari nenek moyang dahulu kala, dan ini sudah menjadi tradisi adat yang tidak boleh dirubah.

C. Pemahaman Masyarakat Tentang Pembayaran Mahar Adat Desa Penegah

Di dalam kebiasaan adat masyarakat jambi dalam hal pembayaran mahar sama halnya yang telah disyariatkan dalam Islam yaitu kata lain Mahar yang berupa

Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desa Penegah Kecamatan Pelawan .

33

Wawancara dengan Tokoh Agama pada tanggal 17-11-2010, Nara Sumber Ust Maftuhi desa Penegah Kecamatan Pelawan


(51)

sejumlah Uang, Emas, Seperangkat alat shalat dan Pinta-Pinto atau yang disebut Permintaan, Apabila terjadi kejanggalan dalam Mahar. Yang mana benda tersebut agar diberikan kepada pihak calon mempelai wanita. Apabila bila sang calon suami tidak menyanggupi atas mahar yang diminta oleh pihak calon mempelai wanita maka adat meringankan mahar tersebut dengan cara kedua calon mempelai harus ada persetujuan atau kesepakatan dalam mahar yang telah di setujukan kedua pasangan tersebut.34 Dengan cara seperti inilah adat meringankan agar sang calon mempelai laki-laki tidak merasa di beratkan akan mahar tersebut. Dan Tentunya pihak calon mempelai wanita di anjurkan untuk tidak menuntut Mahar yang tinggi dikarenakan di khawatirkan banyaknya para lelaki yang minder di dalam pernikahan dikarenakan ketidak mampuan mahar tersebut, itulah gunanya agar di ketemukan kedua belah pihak atau adat menyebutkan seperti Nenek Mamak untuk mengadakan perundingan atau yang disebut Pinta Pinto (permintaan) pihak Laki-laki untuk memberikan Usulan kepada pihak calon mempelai perempuan agar Pinta Pinto di ringankan atau di mudahkan akan Hal pembayaran Mahar.35

Syikh Islam rahimahullah berkata, “Sunnahnya yaitu meringankan Mahar, dan

agar tidak lebih dari Istri-istri Nabi SAW dan anak perempuan beliau, di dalam Hadist yang di riwayatkan oleh Aisah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,

ﺔﻧوﺆﻣ ﻦھﺮﺴﯾأ ﺔﻛﺮﺑ ءﺎﺴﻨﻟا ﻢﻈﻋأ نإ

Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desa Penegah Kecamatan Pelawan .

35

Wawancara dengan Staf KUA di kantor Urusan Agama pada tanggal 22-11-2010, Nara Sumber Puji Handoko desa Penegah Kecamatan pelawan


(52)

Artinya: “Sesungguhnya wanita yang paling besar mendapatkan berkah,yaitu yang paling pemurah diantara mereka”.36

Tokoh Adat yang berada di daerah Jambi Khususnya di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun menganjurkan untuk membiasakan wanita dengan pria yang ingin melakukan pernikahan/ perkawinan janganlah berlebihan di dalam Mahar ditakutkan atau dikhawatirkan akan timbul sifat sombong, takabbur, dan kering jiwanya dari Agama, mereka menuntut/ memberikan mahar lebih banyak hanya untuk kesombongan belaka. Mereka tidak bermaksud mengambilnya dari suami, sementara dia berniat tidak akan memberikannya kepada mereka. Ini merupakan bentuk kemungkaran yang hina dan bertentangan dengan sunnah, serta telah menyimpang dari Syariat. Jika suami bermaksud membayarkannya tetapi biasanya ia tidak mampu maka akan memberatkannya dan menjadi tanggung jawab yang berat pula, serta menjadikannya kehilangan harga diri. Sementara itu, keluarga istrinya akan merusak hubungan rumah tangganya.

Sebaiknya di dalam pemberian Mahar sebelum akad dilangsungkan, di usahakan sesuai dengan kemampuannya, sesuai modal yang ada, tidak usah dilebihkan takut adanya rasa sombong di dalam hatinya seakan- akan menunjukkan hata kekayaannya yang ia peroleh.

Berbicara masalah Adat istiadat/kebiasaan dengan artian Adat yang bersendikan Syarak, Syarak Bersendi pada Kitabullah ini dengan arti kato (bahasa

36

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet ke-1,.h.173


(53)

dusunnya)/kata bahwasannya apabila kita sudah melandasakan pikiran, maka masuk pada niat, niat akan membuahkan rencana, rencana akan dilanjutkan dengan perbuatan. Dan itulah Adat Istiadat adalah seperangkat nilai-nilai kaedah-kaedah, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa, telah dikenal dan dihayati dan diamalkan oleh warga masyarakat itu secara berulang-ulang dan terus menerus.37

Adat yang tumbuh dan berkembang sepanjang masa itu telah memberikan ciri khas bagi suatu daerah dan dalam skala besar telah memberikan identitas pula bagi bangsa Indonesia, dikarenakan perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa adat istiadat yang tumbuh dan berkembang itu telah dapat memberikan andil yang besar terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menjaga tertib dan kesejahteraan sosial.

D. Analisis Terhadap Pemahaman dan Praktek Adat Mahar Desa Penegah dan Hukum Islam

Setelah melakukan penelitian di Desa Penegah Kecamatan pelawan Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi Maka Penulis akan melakukan penganalisaan yang berkaitan dengan terhadap Pemahaman dan Perilaku adat Tentang Mahar:

 Dalam Adat Mahar itu sama saja seperti Maskahwin yang berupa Uang, Emas/ Perhiasan, Seperangkat Alat Shalat. Sebagian ada yang menggunakan Seperangkat

37

Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desa Penegah Kecamatan Pelawan .


(54)

alat Shalat saja sebagai Mahar dalam melakukan perkawinan. Dan ada pula yang menggunakan Jasa saja (seperti mengajarkan Istri sebuah Al-Qur’an) .

 Dalam pernikahan pasti atau wajib seorang calon mempelai Lelaki memberikan mahar kepada calon mempelai Perempuan dan di dalam Penerimaan Mahar tidak boleh di wakilkan kepada siapa pun walaupun dari keluarga mempelai perempuan. Dan Mahar itu harus musti di berikan kepada calon mempelai Perempuan.

 Dalam adat Mahar itu disebut dengan kata Soko (Bahasa Adat Melayu Jambi) yang di Artikan Maskawin yang wajib diberikan kepada seorang Wanita yang berupa Seperangkat Alat Shalat dan Mahar tersebut itu tergantung permintaan mempelai wanita dan hal itu pun (mahar) bisa dirundingkan antara kedua pihak calon mempelai.

 Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pada Pasal 30 Sd 34 sebagai berikut:

Pada Pasal 30 menyebutkan Calon mempelai Pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Pada Pasal 31 Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

 Pada Pasal 32 Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita, dan sejak itu menjadi hak pribadinya.

 Pada Pasal 33 Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.

Pada Pasal 34 Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.


(55)

Sampai saat ini pemahaman masyarakat jambi khususnya di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun mengenai Kujur Sebatang (Tombak) dan Keris Sebilah masih tetap di pergunakan dalam Pernikahan karena itu salah satu demi kelanggengan bahtera Rumah Tangga. Dan sampai saat ini juga penulis meneliti adat tersebut Mengenai Adat kujur (tombak) sebatang Keris sebilah tetap di pergunakan di karenakan sejak Jambi berdiri Adat tersebut sudah diberlakukan oleh Pemerintahan Jambi serta Ketua adat sampai saat ini pun adat tersebut di pertahankan.


(56)

BAB V PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu yaitu mulai bab I sampai dengan bab IV, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Pengertian Mahar serta kedudukan mahar dalam adat jambi sama dengan apa yang telah disyariatkan oleh islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian, karena adat itu Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada kitabullah, adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat dikarenakan adat dan agama itu tidak dapat bisa dipisahkan.

2. Sejarah adanya adat mahar itu sejak berdirinya Jambi, dan ada pula yang mengatakan semenjak Belanda memasuki wilayah Jambi, adat tersebut sudah ada dan di berlakukan. Berbicara masalah Adat istiadat/ kebiasaan dengan artian Adat yang bersendikan Syarak, Syarak Bersendi pada Kitabullah ini dengan arti kato (bahasa dusunnya)/kata bahwasannya apabila kita sudah melandasakan pikiran, maka masuk pada niat, niat akan membuahkan rencana, rencana akan dilanjutkan dengan perbuatan. Dan itulah Adat Istiadat adalah seperangkat nilai-nilai kaedah-kaedah, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan


(57)

pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa, telah dikenal dan dihayati dan diamalkan oleh warga masyarakat itu secara berulang-ulang dan terus menerus. 3. Sampai saat ini pemahaman masyarakat jambi khususnya di Desa Penegah

Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun mengenai Kujur Sebatang (Tombak) dan Keris Sebilah masih tetap di pergunakan dalam Pernikahan karena itu salah satu demi kelanggengan bahtera Rumah Tangga. Dan sampai saat ini juga penulis meneliti adat tersebut Mengenai Adat kujur (tombak) sebatang Keris sebilah tetap di pergunakan di karenakan sejak Jambi berdiri Adat tersebut sudah diberlakukan oleh Pemerintahan Jambi serta Ketua adat sampai saat ini pun adat tersebut di pertahankan.

B. Saran-Saran

Setelah penulis membuat beberapa kesimpulan pada skripsi ini, maka sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten Sarolangun Jambi yang memungkinkan penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Masyarakat desa Panegah hendaklah meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang apapun khususnya mengenai hukum mahar.

2. Khususnya kepada pihak-pihak yang terkait yakni para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat yang lebih memahami tentang ilmu agama, hendaklah merasa terpanggil untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat desa Penegah.


(58)

3. Mengenai masalah pemberian mahar adat hendaklah dapat dijalankan tidak bertentangan dengan hukum-hukum yang ada.


(59)

52

Amiruddin, Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet Ke-1, h,82

Abdul Qodir Jaelani,Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT: Bina Ilmu, 1995), h.120 Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,

2002), Edisi 2, h. 130.

Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita 2, (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2007), h. 174.

Alih Aksara,Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi, h.7

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1994

Alih Aksara, Arsitektur Tradisional Daerah Jambi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi, h. 13

Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet Ke-1, h.173

Amiur Nuruddin, & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 66.

Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 95.

Abdul Manan,Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Kencana,2006 Abduttawab Haikal,Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam vs

honogami barat,(Jakarta: Pedoman ilmu Jaya), cet ke-1, h. 85.

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002


(60)

53

Djaelani Abdul Kadir,Keluarga Sakinah, (PT Bina Ilmu, Surabaya: 1995), h.120 Djik Uan,Pengantar Hukum Adat Indonesia, Sumur, Bandung: 1979

Dr.Peunoh Daly,Hukum Perkawinan Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta 1998

Data Monografi Desa dan kelurahan 2010, Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h. 1

Hadi Kusuma,HukumAdat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung: 1990 Ibrahim Madkur, Al-Muajam Al-Wasid, Beirut, Dar al Fiqr

Ibnu Mandur Al-Ifriqy,Lisan Al-Arab,(Mesir: Dar Shadir, 1958,) Jilid 5, h. 184. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: Kencana 1988

Ja’far Rassun,Upaya Pelestarian Nilai-nilai Budaya Daerah, cet Ke-1, h. 13. Kamaludin Marjuki,Terjemahan Fiqh Sunah,PT Al-Ma’arif, Bandung: 1987 Khaidir,Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1 Kemas Arsyad Somad, Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, ( cet Ke-1 Jambi 2002),.h.65

Kompilasi Hukum Islam, cet II. Bandung: Humaniora, 2005

Kotja Ningrat,Pedoman Penelitian, (Jakarta, Rajawali Press, 1989), h, 9 Mahmasanni subhi,Filsafat dalam Hukum Islam, Penerjemah Ahmad Sudjono,

Al-Ma’arif, Bandung: 1981

Muhammad Busnar,Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Pradnya Pramita, Jakarta: 1983 Muhammad Ibrahim Jannati. Fiqih Perbandingan Lima Mazhab, (Jakarta: Cahaya, 2007), Jilid III, h. 391.

Mahmud Yunus,Kamus Arab Indonesia,(Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431. M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam,( Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet ke-1, h. 105.


(1)

BAB V PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu yaitu mulai bab I sampai dengan bab IV, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Pengertian Mahar serta kedudukan mahar dalam adat jambi sama dengan apa yang telah disyariatkan oleh islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian, karena adat itu Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada kitabullah, adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat dikarenakan adat dan agama itu tidak dapat bisa dipisahkan.

2. Sejarah adanya adat mahar itu sejak berdirinya Jambi, dan ada pula yang mengatakan semenjak Belanda memasuki wilayah Jambi, adat tersebut sudah ada dan di berlakukan. Berbicara masalah Adat istiadat/ kebiasaan dengan artian Adat yang bersendikan Syarak, Syarak Bersendi pada Kitabullah ini dengan arti kato (bahasa dusunnya)/kata bahwasannya apabila kita sudah melandasakan pikiran, maka masuk pada niat, niat akan membuahkan rencana, rencana akan dilanjutkan dengan perbuatan. Dan itulah Adat Istiadat adalah seperangkat nilai-nilai kaedah-kaedah, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan


(2)

pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa, telah dikenal dan dihayati dan diamalkan oleh warga masyarakat itu secara berulang-ulang dan terus menerus. 3. Sampai saat ini pemahaman masyarakat jambi khususnya di Desa Penegah

Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun mengenai Kujur Sebatang (Tombak) dan Keris Sebilah masih tetap di pergunakan dalam Pernikahan karena itu salah satu demi kelanggengan bahtera Rumah Tangga. Dan sampai saat ini juga penulis meneliti adat tersebut Mengenai Adat kujur (tombak) sebatang Keris sebilah tetap di pergunakan di karenakan sejak Jambi berdiri Adat tersebut sudah diberlakukan oleh Pemerintahan Jambi serta Ketua adat sampai saat ini pun adat tersebut di pertahankan.

B. Saran-Saran

Setelah penulis membuat beberapa kesimpulan pada skripsi ini, maka sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten Sarolangun Jambi yang memungkinkan penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Masyarakat desa Panegah hendaklah meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang apapun khususnya mengenai hukum mahar.

2. Khususnya kepada pihak-pihak yang terkait yakni para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat yang lebih memahami tentang ilmu agama, hendaklah merasa terpanggil untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat desa Penegah.


(3)

3. Mengenai masalah pemberian mahar adat hendaklah dapat dijalankan tidak bertentangan dengan hukum-hukum yang ada.


(4)

52

DAFTAR PUSTAKA Al- Qur’an Al-Qarim

Amiruddin, Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet Ke-1, h,82

Abdul Qodir Jaelani,Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT: Bina Ilmu, 1995), h.120 Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,

2002), Edisi 2, h. 130.

Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita 2, (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2007), h. 174.

Alih Aksara,Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi, h.7

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1994

Alih Aksara, Arsitektur Tradisional Daerah Jambi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jambi, h. 13

Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet Ke-1, h.173

Amiur Nuruddin, & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 66.

Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 95.

Abdul Manan,Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Kencana,2006 Abduttawab Haikal,Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam vs

honogami barat,(Jakarta: Pedoman ilmu Jaya), cet ke-1, h. 85.

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002


(5)

53

Djaelani Abdul Kadir,Keluarga Sakinah, (PT Bina Ilmu, Surabaya: 1995), h.120 Djik Uan,Pengantar Hukum Adat Indonesia, Sumur, Bandung: 1979

Dr.Peunoh Daly,Hukum Perkawinan Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta 1998

Data Monografi Desa dan kelurahan 2010, Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1989, Propinsi Jambi, h. 1

Hadi Kusuma,HukumAdat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung: 1990 Ibrahim Madkur, Al-Muajam Al-Wasid, Beirut, Dar al Fiqr

Ibnu Mandur Al-Ifriqy,Lisan Al-Arab,(Mesir: Dar Shadir, 1958,) Jilid 5, h. 184. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: Kencana 1988

Ja’far Rassun,Upaya Pelestarian Nilai-nilai Budaya Daerah, cet Ke-1, h. 13. Kamaludin Marjuki,Terjemahan Fiqh Sunah,PT Al-Ma’arif, Bandung: 1987 Khaidir,Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1 Kemas Arsyad Somad, Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, ( cet Ke-1 Jambi 2002),.h.65

Kompilasi Hukum Islam, cet II. Bandung: Humaniora, 2005

Kotja Ningrat,Pedoman Penelitian, (Jakarta, Rajawali Press, 1989), h, 9 Mahmasanni subhi,Filsafat dalam Hukum Islam, Penerjemah Ahmad Sudjono,

Al-Ma’arif, Bandung: 1981

Muhammad Busnar,Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Pradnya Pramita, Jakarta: 1983 Muhammad Ibrahim Jannati. Fiqih Perbandingan Lima Mazhab, (Jakarta: Cahaya, 2007), Jilid III, h. 391.

Mahmud Yunus,Kamus Arab Indonesia,(Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431. M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam,( Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet ke-1, h. 105.


(6)

54

M.Fauzil Adhim,Saatnya Untuk Menikah, Gema Insani Press 2000, Jakarta

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada 1995

Nashrudin Thaha,Pedoman Perkawinan Umat Islam. Bulan Bintang.Jakarta: 1960 Soekanto Soedjono,Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, Rajawali Press,1981), h. 364

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet ke-1, h. 74.

Soedjono Dirosworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994)

Peoswadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 1982.

Wigdjodpoero, Soerdjono, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta: 1984

Wawancara dengan Tokoh adat, Nara Sumber Datuk Darwis desa Penegah Kecamatan Pelawan.

Wawancara, dengan Kades di kantor Kepala Desa pada tanggal 15-11-2010, Nara Sumber Akmal