BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Perkembangan Bank Umum di Indonesia
Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut perkembangan. Pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan
secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu
sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal
tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan
ekonomi pada periode tersebut. BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan
yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 141967. Sejak saat itu,terjadi perubahan
dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian
pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan
pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada
Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank
dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk
Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, MenteriKetua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan
Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya
ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka,
dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Selanjutnya, sejak 1994
perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei
1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada
upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha
membatasi. Keadan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat. Setelah berjalan lama, Pakto 88 mulai menampakkan dampak negatifnya. Kebebasan
perbankan terutama dalam bank devisa, yang menghambat terciptanya sistem perbankan yang sehat. BI, sejak 1995, mulai memperberat syarat ketentuan untuk
menjadi bank devisa, meski langkah tersebut belum bisa menahan laju
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan perbankan. Pada 1996, sebagai upaya untuk menekan ekspansi kredit perbankan yang dianggap sebagai pemicu memanasnya mesin
perekonomian, diterapkan kembali kebijakan moral suasion dengan cara menghimbau bank untuk menekan laju ekspansi kreditnya. Mulai 1997, walaupun
ekpansi kredit perbankan mulai dapat ditahan, namun perkembangan usaha perbankan menjadi lebih sulit dikendalikan. Untuk itu, BI telah berencana untuk
melikuidasi tujuh bank yang ternyata belum mendapat restu dari pemerintah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan
fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional
dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun 2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia.
Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan makro ekonomi
domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,3, inflasi
tercatat sebesar 2,78, Neraca Pembayaran Indonesia NPI mencatat surplus,
Universitas Sumatera Utara
dan nilai tukar secara point-to-point menguat sebesar 15,65 dibandingkan dengan tahun lalu. Di tengah-tengah krisis global, berbagai kinerja yang cukup
positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi
global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik. Di sisi
domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen yang masih terjaga.
Membaiknya ekspor dan tetap tingginya konsumsi mendorong optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan investasi, terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada
triwulan IV-2009, investasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor
barang modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut, pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV-2009 diperkirakan akan
mencapai sebesar 4,4. Secara keseluruhan tahun 2009, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3.
Kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 5±1 di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi serangkai langkah
kebijakan. Di sisi operasional, fokus kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter, mengelola ekses likuiditas perbankan, dan
menjaga volatilitas nilai tukar dalam rangka terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi struktural, upaya koordinasi dengan Pemerintah akan
ditingkatkan untuk memitigasi dampak struktural inflasi yang bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
masalah distribusi, tata niaga, dan struktur pasar komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi yang merupakan tim lintas departemen yang terkait
dengan pengendalian inflasi akan terus diefektifkan baik di pusat maupun di daerah.
Kondisi terakhir perbankan di indonesia semakin membaik meski tekanan krisi keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya
keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Perkembangan perekonomian indonesia masih mengalami pasang surut,
pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijlankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari
kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk embangun suatu sistem perbankan yang sehat, efesien, dan tangguh. Dampak dari over regulated
terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodemisasi
perbankan sesuai dengan tuntunan masyarakat , dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut. Lubis, 2012
4.2 Penyajian Data