34 CaC
2
O
4
+ H
2
SO
4 2
H
2
O
4
+ CaSO
4
………….4.2
Kalsium Oksalat Asam Sulfat Asam Oksalat Kalsium Sulfat
Setelah penambahan asam sulfat, akan terbentuk endapan kalsium sulfat Ca
2
SO
4
yang kemudian dipisahkan dengan cara filtrasi menghasilkan filtrat larutan asam oksalat C
2
H
2
O
4
dan residu berupa endapan kalsium sulfat Ca
2
SO
4
. Asam oksalat yang terdapat dalam filtrat selanjutnya akan dikristalisasi. Kristalisasi dapat
terjadi apabila konsentrasi larutan lebih tinggi daripada konsentrasi kesetimbangan dengan kata lain larutan berada dalam keadaan lewat jenuh. Keadaan lewat jenuh
dapat dicapai melalui penguapan pelarut [25]. Proses pemanasan dilakukan pada temperatur 70
o
C selama 1 jam bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi larutan asam oksalat sekaligus menghilangkan etanol 96 yang digunakan pada pemurnian
asam oksalat selanjutnya dilakukan proses pendinginan hingga terbentuk kristal asam oksalat.
4.3 TAHAP REKRISTALISASI
Pada tahap ini, kristal asam oksalat yang diperoleh akan direkristalisasi untuk meningkatkan kemurniannya. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat
dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut solvent yang sesuai. Pengotor yang
mungkin terdapat dalam kristal asam oksalat adalah senyawa lignoselulosa yang tidak habis bereaksi, endapan kalsium oksalat, dan endapan kalsium sulfat yang
dihasilkan pada reaksi sebelumnya. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pengotornya [26]. Secara umum, pengotor yang terdapat dalam kristal asam oksalat tidak larut dalam pelarut polar
sedangkan asam oksalat mudah larut dalam pelarut polar [27]. Berdasarkan perbedaan kelarutan tersebut, maka pemurnian asam oksalat dapat dilakukan dengan
melarutkan kristal ke dalam pelarut polar yaitu etanol 96. Penggunaan pelarut etanol 96 ini telah pula dilakukan oleh peneliti sebelumnya [27]. Kemudian
dilanjutkan dengan proses pemanasan dan pendinginan hingga terbentuk kristal baru [28]. Kristal asam oksalat yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dalam desikator.
Universitas Sumatera Utara
35
4.4 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa pelepah kelapa sawit yang diperoleh dari lingkungan sekitar Universitas Sumatera Utara.
Bahan baku pelepah kelapa sawit yang digunakan terlebih dahulu dianalisis kadar air dan selulosanya.
4.4.1 Kadar Air
Kadar air merupakan faktor utama yang perlu dipertimbangkan ketika menggunakan biomassa. Kadar air dari kayu dinyatakan dalam persen perbandingan
berat air yang terdapat dalam kayu dengan berat kayu kering [29]. Struktur anatomi kelapa sawit terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan parenkim [30]. Jaringan
parenkim berfungsi untuk transportasi dan penyimpanan air dan nutrisi. Jaringan ini termasuk komponen dengan berat yang sangat ringan dan pada kayu sawit
proporsinya sangat tinggi. Oleh sebab itu, kayu kelapa sawit memiliki kadar air sangat tinggi namun dalam keadaan kering sangat ringan. Semakin tinggi kadar air
akan menghasilkan persentasi biomassa yang semakin rendah atau dengan kata lain kadar air kayu sawit berbanding terbalik dengan kandungan biomassa [31].
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan oven pada suhu 105
o
C. Kadar air pelepah kelapa sawit yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebesar 53,7 . Hasil analisis ini berbeda dengan hasil analisis yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa kadar air pelepah kelapa sawit adalah sebesar 81 [4]. Perbedaan persentase kadar air pada bahan baku yang
digunakan dapat disebabkan oleh faktor cuaca atau musim dan umur pelepah kelapa sawit yang dianalisis [32]. Pelepah kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini
diambil pada saat kondisi cuaca yang cukup panas.
4.4.2 Kadar Selulosa
Pelepah kelapa sawit merupakan biomassa yang mengandung lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan abu. Kandungan selulosa yang
terdapat pada pelepah kelapa sawit perlu dianalisis untuk mengetahui potensinya sebagai bahan baku pada pembuatan asam oksalat [17].
Universitas Sumatera Utara
36 Kadar selulosa pelepah kelapa sawit yang diperoleh dari hasil analisis adalah
sebesar 30,9 . Hasil analisis ini sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, yang menyatakan bahwa kadar pelepah kelapa sawit adalah
sebesar 31 [4].
4.5 HASIL ANALISIS KONVERSI SELULOSA PELEPAH KELAPA SAWIT
4.5.1 Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit
Penentuan konversi selulosa pelepah kelapa sawit ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya selulosa yang terkonversi menjadi kristal asam oksalat.
Besarnya konversi selulosa pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit pada Berbagai Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi
Waktu Reaksi Menit
Konversi 70
o
C 80
o
C 90
o
C 100
o
C 110
o
C 40
53,7 55,3
60,8 53,3
50,8
50 56,3
58,8 69,5
61,8 55,3
60 66,9
70,5 79,2
62,7 63,4
70 57,9
67,6 75,7
61,8 62,4
80 55,0
65,6 72,1
57,9 57,2
Gambar 4.1 menunjukkan profil konversi selulosa secara umum yang berfluktuasi seiring dengan naiknya temperatur dan waktu reaksi. Konversi selulosa paling
optimum diperoleh pada temperatur reaksi 90
o
C dengan waktu reaksi 60 menit. Penurunan konversi selulosa terjadi disebabkan selulosa yang bereaksi dengan
CaOH
2
yang berupa basa kuat menghasilkan asam oksalat. Kemudian terjadi reaksi lanjut dari asam oksalat berupa reaksi penguraian asam oksalat yang dikenal dengan
istilah dekarboksilasi asam oksalat. Reaksi ini menguraikan asam oksalat yang terbentuk menjadi asam formiat, CO
2
, CO dan air. Reaksi dekarboksilasi asam oksalat dapat dilihat pada Persamaan 4.3 [4].
Universitas Sumatera Utara
37 2C
2
H
2
O
4
CH
2
O
2
+ 2CO
2
+ CO + H
2
O……………..4.3
Gambar 4.1 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi terhadap Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit
Pada temperatur 70
o
C, kenaikan konversi selulosa pelepah kelapa sawit relatif sedang pada semua variasi waktu. Pada temperatur ini konversi selulosa optimum
pada waktu reaksi 60 menit sebesar 66,9. Untuk temperatur 80
o
C, konversi selulosa optimum juga pada waktu reaksi 60 menit sebesar 70,5 yang artinya waktu
reaksi semakin lama, konversi yang dihasilkan juga semakin besar dengan titik optimum waktu reaksi 60 menit. Setelah waktu reaksi 60 menit konversi selulosa
mengalami penurunan. Pada temperatur 90
o
C, konversi selulosa mencapai titik optimum pada waktu yang sama yaitu pada waktu reaksi 60 menit. Konversi selulosa yang dihasilkan juga
paling optimum dibandingkan variasi temperatur lainnya sebesar 79,2 . Dengan bertambahnya temperatur dan waktu reaksi menjadi 60 menit memberikan energi
yang lebih besar kepada reaktan untuk saling bereaksi dengan lebih cepat. Dengan demikian konversi selulosa menjadi asam oksalat semakin besar.
Pada temperatur 100
o
C, konversi selulosa yang dihasilkan cenderung kecil pada setiap variasi waktu. Hal ini ditunjukkan dari Gambar 4.1 dimana pada
temperatur 100
o
C dicapai titik optimum pada waktu reaksi 60 menit dengan konversi sebesar 62,7. Pada temperatur 110
o
C, titik optimum juga dicapai pada waktu reaksi 60 menit dengan konversi sebesar 63,4.
Universitas Sumatera Utara
38 Kondisi terbaik dalam konversi selulosa pelepah kelapa sawit yaitu pada
temperatur 90
o
C dan waktu reaksi 60 menit, yang memberikan konversi selulosa pada pelepah kelapa sawit sebesar 79,2 .
4.6 HASIL ANALISIS ASAM OKSALAT 4.6.1 Analisis Yield Asam Oksalat
Analisis yield asam oksalat dari pelepah kelapa sawit menggunakan metode peleburan alkali dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.2 Yield Asam Oksalat dari Pelepah Kelapa Sawit pada Berbagai Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi
Waktu Reaksi Menit
Yield 70
o
C 80
o
C 90
o
C 100
o
C 110
o
C 40
18,8 20,7
30,0 23,3
14,2
50 25,7
28,1 42,1
32,4 23,1
60 38,4
45,0 59,6
33,8 34,3
70 27,0
39,8 54,3
32,7 33,2
80 23,2
37,2 46,8
27,1 27,7
Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh temperatur dan waktu reaksi terhadap yield asam oksalat yang dihasilkan. Secara umum terjadi kenaikan dan penurunan
yield dengan naiknya temperatur dan waktu reaksi. Terdapat juga titik optimum pada setiap temperatur reaksi dan waktu reaksinya. Titik optimum pada analisis yield asam
oksalat yakni pada temperatur 90
o
C dengan waktu reaksi 60 menit.
Universitas Sumatera Utara
39 Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi terhadap Yield
Asam Oksalat Pada temperatur 70
o
C, yield asam oksalat meningkat seiring dengan penambahan waktu reaksi dan titik yield optimum dicapai pada waktu reaksi 60
menit sebesar 38,4. Begitu juga pada temperatur reaksi 80
o
C, yang menghasilkan titik yield optimum pada waktu reaksi 60 menit sebesar 45,0. Tetapi semakin
meningkat waktu reaksinya, yield asam oksalat yang dihasilkan juga menurun. Pada temperatur 90
o
C , yield asam oksalat juga meningkat seiring dengan penambahan waktu reaksi. Titik optimum pada temperatur ini pada waktu reaksi 60
menit dengan perolehan yield sebesar 59,6. Kemudian yield asam oksalat mengalami penurunan setelah melewati waktu reaksi 60 menit.
Pada temperatur reaksi 100
o
C dan 110
o
C, titik yield optimum yang dihasilkan juga pada waktu reaksi 60 menit dan mengalami penurunan setelah melebihi batas
waktu reaksi optimumnya. Pada temperatur reaksi 100
o
C yield yang dihasilkan sebesar 33,8. Untuk temperatur reaksi 110
o
C yield yang dihasilkan sebesar 34,3. Yield yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan
pada temperatur 90
o
C
.
Peningkatan yield disebabkan karena terjadinya fenomena peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul reaktan seiring dengan adanya kenaikan temperatur
dan waktu reaksi sampai pada titik optimum 60 menit. Dengan semakin meningkatnya energi kinetik pada molekul-molekul reaktan, maka semakin besar
Universitas Sumatera Utara
40 pula terjadinya tumbukan antar molekul reaktan, sehingga mengakibatkan laju reaksi
pembentukan produk juga semakin besar [10]. Kemudian setelah melewati titik optimum pada waktu reaksi 60 menit terjadi
penurunan yield yang signifikan. Hal ini kemungkinan juga disebabkan terjadinya reaksi penguraian atau dekarboksilasi asam oksalat. Reaksi ini menguraikan asam
oksalat yang terbentuk menjadi asam formiat, CO
2
, CO, dan air seperti yang dapat ditunjukkan pada Persamaan 4.3.
Kondisi terbaik pembuatan asam oksalat menggunakan metode peleburan alkali antara serbuk pelepah kelapa sawit dengan larutan CaOH
2
adalah pada temperatur reaksi 90
o
C dan waktu reaksi 60 menit, yang memberikan yield asam oksalat sebesar 59,6 .
Jadi seiring meningkatnya konversi selulosa maka yield asam oksalat yang dihasilkan juga semakin meningkat sampai pada temperatur dan waktu reaksi
tertentu. Kemudian konversi selulosa mengalami penurunan.
4.6.2 Analisis Kemurnian
Asam oksalat hasil dari rekristalisasi dianalisis kemurniannya dengan membandingkan spektrum infra merah asam oksalat standar dan asam oksalat hasil
sintesis menggunakan FTIR Fourier Transform Infra Red. Analisis FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari struktur kimia dalam suatu senyawa pada
panjang gelombang tertentu. Spektrum infra merah asam oksalat standar dan asam oksalat hasil sintesis masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.3 menunjukkan vibrasi regangan gugus hidroksil O-H asam oksalat standar terdapat pada bilangan gelombang 3200-3700 cm
-1
. Gugus hidroksil dikarakterisasi pada serapan kuat dan tajam pada 3422,06 cm
-1
. Sementara gambar 4.4 menunjukkan bahwa asam oksalat hasil sintesis dari pelepah kelapa sawit
memiliki vibrasi regangan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3406,83 cm
-1
.
Universitas Sumatera Utara
41 Gambar 4.3 Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Standar [4]
Gambar 4.4 Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Hasil Sintesis dari Pelepah Kelapa Sawit
Vibrasi regangan gugus C=C asam oksalat standar terdapat pada bilangan gelombang 1685,48, sedangkan untuk asam oksalat sintesis terdapat pada bilangan
gelombang 1685,971621,86. Vibrasi regangan gugus C-O asam oksalat standar terdapat pada bilangan gelombang 1123,33, sedangkan untuk asam oksalat sintesis
terdapat pada bilangan gelombang 1132,86. Vibrasi regangan gugus C-H asam oksalat standar terdapat pada bilangan gelombang 718,35, sedangkan untuk asam
Universitas Sumatera Utara
42 oksalat sintesis terdapat pada bilangan gelombang 667,99. Untuk perbandingan
antara asam oksalat standar dengan asam oksalat hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Standar dengan Asam Oksalat Hasil Sintesis dari Pelepah Kelapa Sawit
No Gugus Fungsional
Asam Oksalat Standar
Asam Oksalat Sintesis dari Pelepah Kelapa Sawit
1. O-H
3422,06 3406,83
2. C=O
1685,48 1685,97
3. C-O
1123,33 1132,86
4. C-H
718,35 667,99
Vibrasi regangan antara asam oksalat standar dengan asam oksalat hasil sintesis pelepah kelapa sawit memiliki puncak yang tidak jauh berbeda. Hal ini membuktikan
bahwa dalam penelitian ini, senyawa yang dihasilkan merupakan asam oksalat. Puncak-puncak lain yang terdapat pada hasil analisis FTIR asam oksalat sintesis
menunjukkan bahwa asam oksalat yang diperoleh masih belum murni karena masih adanya pengotor pada kristal asam oksalat.
4.6.3 Analisis Titik leleh
Analisis titik leleh dilakukan untuk menentukan kemurnian dan juga untuk mengidentifikasi suatu bahan padat [33]. Kristal asam oksalat yang dihasilkan
memiliki titik leleh sebesar 101,8
o
C. Asam oksalat murni memiliki titik leleh sebesar 101,5
o
C [34]. Dari hasil analisis tersebut asam oksalat hasil sintesis memiliki karakteristik yang sama dengan asam oksalat dihidrat C
2
H
2
O
4
.2H
2
O, maka dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan dari penelitian ini
merupakan asam oksalat dihidrat.
Universitas Sumatera Utara
43
4.7 HUBUNGAN ANTARA KONVERSI SELULOSA PELEPAH KELAPA SAWIT DENGAN YIELD ASAM OKSALAT YANG DIHASILKAN
Hubungan antara konversi selulosa dengan yield asam oksalat yang dihasilkan yaitu persentase konversi selulosa yang menjadi asam oksalat dapat dilihat pada
Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik Yield Vs Konversi Selulosa terhadap Pengaruh Temperatur Reaksi
Dari Gambar 4.5 menunjukkan bahwa jika konversi selulosa semakin tinggi maka yield yang dihasilkan juga semakin tinggi. Tetapi pada hasil penelitian ini
konversi selulosa tidak secara keseluruhan menghasilkan asam oksalat sehingga yield yang diperoleh menurun setelah konversi selulosa mencapai titik optimum pada
temperatur 90
o
C dan waktu reaksi 60 menit. Persamaan 4.3 merupakan penyebab konversi selulosa mengalami penurunan
sehingga selulosa yang disintesis untuk menghasilkan asam oksalat terurai oleh reaksi lanjut yang dikenal dengan istilah reaksi dekarboksilasi asam oksalat.
Sehingga hasil konversi selulosa menjadi asam oksalat terhambat dan tidak sesuai dengan grafik diatas dimana semakin tinggi konversi selulosa maka semakin tinggi
pula yield yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah: 1.
Limbah pelepah kelapa sawit mengandung kadar selulosa sebesar 30,9 sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam
oksalat. 2.
Temperatur reaksi dan waktu reaksi peleburan yang semakin tinggi sampai pada temperatur dan waktu tertentu menunjukkan peningkatan terhadap
konversi selulosa dan yield asam oksalat yang dihasilkan. 3.
Kondisi optimum diperoleh pada temperatur reaksi 90
o
C dan waktu reaksi 60 menit dimana diperoleh konversi sebesar 79,2 dan yield sebesar 59,6 .
4. Analisis fisik yang dilakukan terhadap kristal asam oksalat meliputi analisis
kemurnian menggunakan FTIR dan titik leleh. Hasil analisis titik leleh yang diperoleh yakni 101,8
o
C. Hasil ini menyatakan bahwa kristal asam oksalat yang didapat berupa kristal asam oksalat dihidrat.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk penelitian selanjutnya sebaiknya tetap menggunakan biomassa seperti pelepah
kelapa sawit tetapi dilakukan penentuan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dari kelapa sawit. Tujuannya agar dapat diketahui banyaknya yield yang dihasilkan
dari ketiga kandungan dan berapa banyak kandungan diatas terkonversi menjadi asam oksalat pada setiap variasi dilakukan untuk menghasilkan asam oksalat.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PELEPAH KELAPA SAWIT
Kelapa sawit elaeis guineensis adalah tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk produksi industri minyak nabati. Habitat asli kelapa sawit adalah
hutan hujan tropis dengan curah hujan 1780 – 2280 mm
3
per tahun dengan kisaran suhu 24
– 30
o
C. Kelapa sawit juga toleran dengan berbagai jenis tanah asalkan mendapat pasokan air yang cukup [11]. Untuk pertumbuhan dan produksi yang
optimal, tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang tinggi dan suhu yang stabil sepanjang tahun, tanah harus dalam dan berdrainase baik. Tanaman
kelapa sawit tumbuh terutama di dataran rendah daerah tropis di bawah ketinggian 400 m [12].
Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat.
Perkebunan kelapa sawit sampai saat ini terus berkembang hampir di semua provinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Agroindustri kelapa
sawit berkembang pesat di Indonesia dalam dua dekade terakhir [13]. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, timbul persoalan baru yaitu dihasilkannya
sejumlah limbah padat, baik yang berasal dari aktivitas perkebunan. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan sisa atau limbah yang belum dimanfaatkan secara
optimal, limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ada tiga macam yaitu limbah padat, cair, dan gas [14]. Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu
limbah padat dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan panen tandan buah segar.
Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di Indonesia sebanyak 81.887.936 tontahun [15]. Nutrisi pelepah kelapa sawit meliputi 5,8 protein
kasar, 48,6 serat kasar, dan 3,3 abu [16]. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa komponen penyusun terbesar dari pelepah kelapa sawit adalah serat kasar.
Universitas Sumatera Utara
9 Serat kasar pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Komposisi kimia pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit [17]
No. Komponen Kimia Kadar
1. Selulosa
31,5 ± 0,3 2.
Hemiselulosa 19,2 ± 0,1
3. Lignin
14,0 ± 0,5 4.
Abu 12,3 ± 0,2
5. Protein
9,4 ± 0,1
2.2 SELULOSA