Sosialisme Ilmiah Karl Marx

Penerus Marx bisa dibagi menjadi tiga kelompok : Revisionis, Ortodoks dan Revolusioner. Kelompok pertama melihat pertentangan kelas sebagai faktor dalam perkembangan sejarah, tetapi berpendapat bahwa pertentangan tersebut semakin berkurang intensitasnya. Kelompok ini juga mempertanyakan keyakinan akan keniscayaan dari perubahan yang menimbulkan bencana dan berusaha membawa gerakan sosialis kedalam saluran-saluran demokratis. Kelompok kedua, premis-premis dasar filsafat dan ekonomi Marxisme ; dan meskipun ia bersifat revolusioner dalam teori, kelompok ini pada dasarnya bersifat evolusioner dalam praktek. Kelompok ketiga adalaah kelompok revolusioner, baik dalam doktrin maupun dalam prakteknya. Kelompok ini menekankan pentingnya melihat pertentangan kelas dari segi politik dan perlunya menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan sosialisme. 53

1. Sosialisme Ilmiah Karl Marx

Karl Marx 1818-1883 ialah orang yang akhirnya mampu menjelaskan mengenai penindasan struktural manusia secara ilmiah, dan menyusunnya ke dalam konsep-konsep dan teoritik mengenai bagaimana bentuk penindasan tersebut terjadi. Dalam analisis yang dilakukannya, Marx bersifat sangat ‘deterministik’. Faktor ekonomi merupakan hal yang mutlak dalam eksploitasi yang terus terjadi terhadap manusia. Falsafah Marx mengungkapkan bahwa ‘kerja’ merupakan tindakan hakiki manusia. 54 Kerja kemudian yang menentukan mode produksi ekonomi. 53 Henry J Schmandt, Filsafat Politik : Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, Hal 538 54 Ken Budha Kusumandharu, Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme: Sanggahan Terhadap Franz Magnis ‐Suseno, Yogyakarta, Resist Book, Hal 67 Universitas Sumatera Utara Dalam proses produksi, alat produksi merupakan sebuah alat kekuasaan. Sehingga siapa yang ingin berkuasa haruslah memiliki alat produksi. Sebagai alat kekuasaan, melalui mode produksinya mode of production alat produksi kemudian membagi masyarakat kedalam dua kelas yaitu ; kelas pemilik alat produksi borjuis dengan kelas pekerja proletar. Sebagai kelas penguasa, kaum borjuis kemudian melakukan ekploitasi berlebihan terhadap kaum proletar. Mereka melakukan penghisapan terhadap proletar. Kritik Karl Marx terhadap kapitalisme terletak pada teori ekonomi politik klasik, yaitu teori nilai kerja. Bahwa Nilai dari sebuah produk ditentukan oleh jumlah kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkannya. 55 Dalam masyarakat pra- kapitalis, proses produksi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan yang diperjual belikan berdasar atas nilai gunanya. Dibawah sistem kapitalisme, proses ini berlangsung berbeda, komoditi yang diproduksi dan diperjual belikan ialah komoditi yang bisa ditukarkan demi uang dan laba. Karena nilai tersebut ditentukan oleh jumlah kerja, maka nilai produk tersebut berasal dari tenaga kerja buruh labour power. Marx membagi kapital menjadi dua, yaitu kapital tetap constan sebagai bagian dari capital yang tidak bisa berubah nilainya selama proses produksi, seperti mesin dan bahan-bahan. Kemudian adalah capital variable yang bisa berubah nilainya Tenaga Kerja Labour Power. Dikarenakan Capital constan hanya mampu menciptakan komoditi sesuai dengan nilainya, maka yang membuat nilainya menjadi lebih besar adalah capital variable. Nilai lebih inilah yang kemudian meraih laba yang besar bagi produksi, dan seharusnya dimiliki oleh para pekerja. Akan tetapi nilai 55 Michael Newman, Op cit, Hal 36 Universitas Sumatera Utara lebih tersebut dirampas oleh pemilik capital dan menimbulkan gejolak perlawanan buruh. Analisis Marx tertuju pada inti ketidakadilan yang tersembunyi dari hubungan masyarakat dalam sistem kapitalisme. Pandangan Marx tentang kapitalisme intinya adalah bagaimana eksploitasi dan ketidakadilan struktural dapat dijelaskan. Oleh karena itu, analisis Marx dalam jilid pertama das capital sama sekali bukanlah dimulai dari uraian sejarah kapitalisme, tetapi justru mulai dari hal yang tidak mengesankan dari sistem kapitalisme, yakni tentang komoditi. 56 Pilihan komoditi sebagai pintu masuk untuk memahami keseluruhan sistem kapitalisme, sengaja dipakai untuk memudahkan memahami dasar ketidakadilan kapitalisme. Bagi Marx, pada komoditilah tersimpan rahasia ketidakadilan kapitalisme. Dalam analisisnya, komoditi selain memiliki sifat kegunaan atau used value juga mengandung sifat exchange value, yakni sifat untuk dijual-belikan. Lama sebelum Marx, analisis dan teori ekonomi tidak berhasil menjelaskan hubungan diantara kedua sifat use dan exchange dari komoditi tersebut. Dalam hal ini, Marx lebih banyak berbicara mengenai exchange value dalam sebagai pendekatan memahami kapitalisme. Untuk suatu komoditi, masyarakat tidak menukar dalam rasio yang berbeda seperti dalam barter. 57 Marx menemukan bahwa prinsip yang digunakan dalam masyarakat untuk mengatur dan menetapkan rasio tukar adalah berdasarkan pada kuantitas kerja buruh yang terkandung dalam komoditi, termasuk tenaga yang dimasukkan melalui mesin produksi. Analisis Marx yang akhirnya melahirkan anggapan bahwa faktor buruh adalah penentu exchange value itu 56 DR. Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta, Insist Press dan Pustaka Pelajar, 2002, Hal 100 57 Opcit, Hal 101 Universitas Sumatera Utara merupakan dasar dari the labour theory of value. Bagi Marx, individu buruh dapat dihitung dan untuk menghitungnya diperlukan suatu model relasi yang dikenal mode of production kapitalisme. Atas dasar analisis itu Marx menilai bahwa kapitalisme adalah sistem sosio-ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi, bukan dari dagang, riba, memeras ataupun mencuri secara langsung, tetapi dengan cara mengorganisasikan mekanisme produksi seminimum mungkin, atau melalui suatu mode of production tertentu. Marx, membuat komoditi sebagai sosial-analisis sejati terhadap keseluruhan sistem kapitalisme. Baginya, komoditi terdiri atas dua aspek use dan exchangeability. Namun marx menemukan kandungan labor power didalamnya yang membuat komoditi mengandung use value yang menghasilkan ‘surplus’. Use value terdapat dalam produk kapitalis yang diproduksi buruh. Salah satu syarat menjual ‘tenaga kerja’ sebagai komoditi adalah buruh tak ada hak untuk mengklaim produk yang diciptakannya. Sehingga Marx menemukan rahasia keutamaan kapitalisme, bahwa profit diperoleh bukan karena perdagangan, tetapi justru sebelum komoditi dijual, yakni ketika diproduksi. Sumber profit itu dicuri dari surplus value yakni perbedaan nilai antara tenaga kerja yang dijual buruh dan nilai produk pada waktu akhir produksi. 58 Teori surplus value ini merupakan analisis Marx yang penting tentang bagaimana eksploitasi atau pencurian antara buruh dan kapitalis terjadi. intinya adalah adanya perbedaan antara labor dan labor force. Labour power, adalah kemampuan untuk bekerja yang dibeli oleh majikan pada waktu dia menerima 58 Opcit, Hal 104 Universitas Sumatera Utara buruh untuk bekerja. Sedangkan labour adalah pembelanjaan aktual dari energy manusia dan kepandaiannya, yang dimiliki buruh pada waktu dia bekerja. Teori Marx tentang surplus value menganggap bahwa harus ada perbedaan antara keduanya, seseorang selalu dapat membeli kemampuan bekerja dengan harga kurang dari nilai yang akan diciptakan ketika kemampuan tersebut digunakan dan komoditi diproduksi. Dalam pandangan Marx, lemahnya posisi buruh dan tekanan pengangguran berjalan secara sistematik untuk menjaga nilai komoditi labour power pada level yang tidak memungkinkan bernilai kompetitif bagi kapitalis. Elemen mendasar dari kapitalisme adalah capital modal. Namun menurut Marx, modal merupakan hubungan sosial yang terkandung dalam komoditi. Capital bukanlah susunan peralatan. Buruh tergabung dalam mesin dan labour mati, yakni mesin menghadapi tuannya buruh. Buruh yang hidup harus mengadaptasi gerak temannya mesin, dan keharusan itu bukan untuk menyesuaikan dengan pengalaman buruh, tetapi untuk tujuan pengiritan dalam rangka meningkatkan surplus value setinggi mungkin, suatu sumber baru dari capital. Sehingga tujuan dari mesin yang diciptakan bagi mode of production kapitalisme bukanlah untuk memaksimalkan kerja, melainkan untuk meningkat surplus value tersebut. Defenisi ‘efisiensi’ dititikberatkan pada pencapaian hasil setinggi-tingginya melalui fisik dengan ongkos serendah-rendahnya, dengan hitungan pencapaian keuntungan yang lebih tinggi daripada kerja tersebut. Jadi, modal capital dalam mode of production kapitalis adalah hubungan sosial dari dominasi, suatu ungkapan tentang hierarki struktur kelas dalam masyarakat. Konsep capital sebagai hubungan sosial yang mengungkap dominasi kelas memungkinkan kita melihat dorongan self expanding lebih dari sekedar Universitas Sumatera Utara rakus. Ini adalah proses perjuangan kelas, yakni kelas yang dominan senantiasa menjaga superioritasnya. Superioritas dilanggengkan secara terus menerus dengan memperbaharui dan mengembangkan akumulasi capital. Ketika kapitalisme mengalami krisis ‘over produksi’, yaitu krisis kapitalisme yang diakibatkan oleh jumlah produksi yang terlampau banyak sebagai akibat dari persaingan yang timbul diantara sesama korporasi borjuasi, yang ditandai dengan melemahnya tingkat daya beli masyarakat. Kesadaran akan kondisi ketertindasan kaum buruh semakin memuncak dan aktivitas politik kaum buruh semakin mencuat sehingga pecahlah revolusi proletariat, buruh kemudian mengambil alih kontrol produksi serta menundukkan negara dibawah diktator proletariat. Akan tetapi dalam terminologi Marx, bukan hanya revolusi proletariat yang menjadi jalan perubahan bagi kaum proletar. Marx juga menyetujui pengambilalihan kekuasaan melalui jalan parlementariat sebagai bentuk aktivitas politik kaum buruh. Partai politik buruh yang memberikan doktrinase perjuangan dan proses ideologisasi kaum buruh adalah hal yang mutlak diperlukan. Dengan jalan inilah, kaum buruh mendapatkan pendidikan politiknya sehingga mampu melakukan revolusi. Masyarakat komunis yang dibicarakan Marx tidak mesti menimbulkan revolusi sosial para pekerja. 59 Terdapat beberapa tahap dalam transisi dari kapitalisme menuju komunisme yang sebenarnya : pencapaian dan konsolidasi supremasi politik oleh kaum proletariat, sosialisasi alat-alat produksi dan akhirnya masyarakat komunis. Langkah pertama adalah membawa kaum proletariat pada 59 Opcit, Hal 524 Universitas Sumatera Utara posisi kelas yang berkuasa dengan merampas kontrol negara. Pemerintahan oleh proletariat harus menggantikan pemerintahan borjuis. Terdapat perbedaan pendapat apakah Marx mengajarkan bahwa pergeseran kekuasaan dalam tahap awal bisa terpengaruhi hanya dengan revolusi kekerasan atau apakah ia bisa dicapai dengan cara damai dan demokratis. Marx tidak konsisten dalam menjelaskan aspek sejarah ini. Dalam manifesto komunis, ia dengan tegas menyatakan bahwa berakhirnya komunis “hanya bisa dicapai dengan pembongkaran secara paksa semua kondisi yang ada”. Ia menyatakan bahwa pemilik alat-alat produksi yakin bahwa sistem yang ada sekarang ini adalah yang terbaik bukan hanya bagi mereka saja tapi juga bagi masyarakat umum. Kedudukan dalam masyarakat tidak memungkinkan mereka untuk menyerah begitu saja dan membiarkan sejarah berjalan sendiri. Konsekuensinya, mereka menolak perubahan dan tidak mau mundur secara sukarela. Marx menunjukkan bahwa sangat mungkin bagi para pekerja untuk mencapai tujuan mereka dengan cara-cara damai di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Tetapi, karena Marx tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai masalah ini, opini ortodoks mengenai perang kelas sebagai elemen penting dari komunisme tetap ada. Tahap kedua atau tahap menengah dari transisi dikenal dengan sosialisme. Dari segi ekonomi, tahapan ini ditandai oleh pemusatan semua alat-alat produksi ditangan Negara dan oleh upaya bersama untuk meningkatkan produksi total secepat mungkin. Dari segi politik, ia ditandai oleh kediktatoran proletariat dan oleh solidnya instrument kekuasaan. “antara masyarakat kapitalis dan komunis terdapat periode transformasi revolusioner dari yang satu ke yang lain”. Sejalan dengan hal ini juga terdapat periode transisi politik dimana negara tidak lain Universitas Sumatera Utara kecuali dictator proletariat revolusioner. Selama tahap menengah ini kaum proletariat akan menggunakan supremasi politiknya untuk merampas semua modal dari kaum borjuis dan menempatkannya dibawah control negara. Cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan ini terdapat dalam manifesto comunis, yaitu ; 60 1 Penghapusan pemilik tanah dan pemberlakuan semua pajak untuk kepentingan umum. 2 Pajak pendapatan yang progressif dan dikelompokkan menurut kelas- kelas. 3 Penghapusan semua hak waris. 4 Perampasa harta milik semua emigrant dan pemberontak. 5 Sentralisasi kredit ditangan Negara melalui Bank Nasional. 6 Sentralisasi alat-alat komunikaasi dan transformasi di tangan Negara. 7 Perluasan pabrik-pabrik dan alat produksi yang dimiliki Negara : mengolah lahan-lahan tidur, dan memperbaiki keadaan tanah menurut rencana umum. 8 Kewajiban yang sama bagi semua orang untuk bekerja dan pembangunan prasarana industry khusunya untuk pertanian. 9 Penggabungan pertanian dengan industry : penghapusan secara bertahap perbedaan antara kota dan desa melalui penyebaran penduduk yang lebih seimbang kedesa. 10 Pendidikan gratis bagi semua anak-anak di sekolah-sekolah umum dan penghapusan pekerja anak-anak yang ada sekarang. 60 Opcit, Hal 525 Universitas Sumatera Utara Marx telah mengemukakan banyak pendapat mengenai reformasi sosial yang menjadi bagian dari praktik demokrasi. Banyak dari pendapat-pendapat yang dikemukakan, seperti pajak pendapatan yang dikelompokkan dan pendidikan umum, diadopsi oleh banyak-negara-negara demokrasi dengan cara-cara damai dan konstitusional. Tahap transisi dalam upaya menuju masyarakat komunis tetap mempertahankan warisan dari masyarakat kapitalis. Ia “masih diwarnai dengan tanda-tanda dari masyarakat lama yang telah membidaninya”. Negara politik tetap ada dan proletariat menggunakan organ-organ pemerintah untuk mensosialisasikan alat-alat produksi dan menghapuskan sisa-sisa kapitalisme. Selama tahapan ini, keadilan dan persamaan penuh dalam tatanan sosial dan ekonomi belum bisa diharapkan. Eksploitasi manusia akan dikurangi, tetap mendistribusikan barang-barang, konsumsi, akan terus didasarkan pada jumlah kerja yang dilakukan masing-masing orang. Pekerja akan menerima kembali dari masyarakat apa yang telah ia berikan kepada masyarakat tersebut melalui kerjanya. Sistem upah yang berlaku dalam periode interim tidak sempurna karena ia didasarkan pada prinsip bahwa hak pekerja atas barang-barang konsumsi sebanding dengan kerja yang dihasilkan praktek semacam ini jelas mengakui hak individu yang tidak sama dan kemampuan produktif sebagai hak-hak istimewa yang bersifat alamiah. Oleh karenanya, ia merupakan hak ketidaksetaraan yang disetujui, sistem ini gagal melihat bahwa orang-orang tidak semuanya diberi kemampuan dan fasilitas yang sama, satu orang kuat dan sehat ; yang lain lemah Universitas Sumatera Utara dan sakit ; satu orang sudah kawin dan mempunyai keluarga besar, yang lain belum kawin atau tidak mempunyai tanggung jawab keluarga ; satu orang mempunyai kemampuan mental dan bakat yang lebih besar dibanding orang lain. Jadi dengan output yang sama dan dengan pembagian yang sama dalam dana konsumsi sosial, satu orang pada kenyataannya akan menerima lebih banyak daripada orang lain, satu orang akan lebih kaya dari pada orang lain, dan seterusnya. Prinsip bahwa masing-masing orang dihargai menurut kemampuannya, menurut Marx, merupakan cacat tetapi keadaan ini tidak bisa dihindari dalam fase pertama menuju komunisme. Kecuali jika kita ingin mengedepankan pemikiran utopis, kita tidak boleh menganggap bahwa rakyat, tidak lama setelah tumbangnya kapitalisme, akan bersedia bekerja untuk masyarakat dan bukannya untuk diri mereka sendiri. Semanagat induvidualisme dan mementingkan diri sendiri telah lama ditanamkan oleh masyarakat borjuis seehingga tidak bisa dihilangkan dalam waiktu singkat. Semangat komunisme yang sejati hanya bisa dibangun secara bertahap dengan menghapuskan seebab-sebab dari sikap yang mementingkan diri sendiri, yang ditimbulkan oleh tatanan sosial yang tidak adil, dan oleh proses pendidikan yang panjang. Tahap final komunisme hanya bisa dicapai setelah masyarakat benar-benar siap dan memenuhi syarat. Dalam pandangan Marxisme yang ortodoks, peralihan menuju sosialisme akan terjadi begitu kapitalisme tidak bisa bertahan lagi akibat kontradiksi- kontradiksi internalnya sendiri. Sedangkan yang menjadi tugas kaum Marxis itu adalah mengintensifkan krisis internal kapitalisme melalui konflik antar kelas dan revolusi sosial. Pergerakan Universitas Sumatera Utara mereka tidak berorientasi pada perjuangan demokratik, dan juga demokrasi parlementer ataupun presidensil. Adapun para tokoh yang mengadopsi pemikiran tersebut seperti, Rosa Luxemberg, Leon Trotsky dan Karl Kautsky, yang cenderung kepada pemikiran sosialisme revolusioner. Karl Kautsky, yang dilahirkan oleh orangtua berkebangsaan Ceko, menghabiskan sebagian hidupnya di Jerman dimana ia bergabung dengan partai democrat social Jerman. Setelah meninggalnya Marx dan Engels, ia menjadi pembela utama dari banyak teori mereka. Hingga tahun 1914 Lenin mengasosiasikan dirinya dengan banyak pandangan Kautsky, namun sesudahnya kedua pemikir ini terlibat dalam perdebatan polemik tertulis. Kautsky menyerang Lenin dan kaum Bolshevik karena menggerogoti Esensi-esensi demokrasi Marxisme. Ia percaya bahwa berkuasanya kaum Bolshevik di rusia diikuti oleh kediktatoran, bukannya proletariat secara keseluruhan sebagaimana yang dibayangkan Marx, namun hanya satu segmen proletariat yang diwakili oleh partai. Kediktatoran ini dapat diterima karena kurangnya kesamaan hak universal dan partisipasi publik dalam politik itu. Dalam hal ini Kautksy mengasumsikan satu posisi Marx ortodoks, berpendapat bahwa sebuah revolusi demokratik tidak dapat terjadi kecuali terdapat kondisi-kondisi tertentu dalam kapitalisme tahap lanjut, yaitu industri skala besar dan mayoritas kaum proletar tertarik dengan sosialisme. Kautsky percaya kelas akan berkonflik dengan kapitalisme dan kapitalisme sendiri akan sirna dengan proses-proses damai. 61 Pasifisme Kautsky tampak jelas pandangan imperialismenya. Penjelasan tentang imperialisme di tahun 1914-1915 lebih lengkap dan lebih canggih. Meski 61 Ronald Chilchote, Teori Perbandingan Politik : Penelusuran Paradigma, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Hal 428 Universitas Sumatera Utara demikian, Kautsky memanfaatkan beberapa jalur pemikiran liberal, khusunya penekanan imperialisme sebagai perwujudan proteksinisme dan militerisme. Kautsky membayangkan imperialisme dimana terdapat eksploitasi kolektif dunia oleh keuangan internasional. Kepentingan-kepentingsan kelas kapitalis secara utuh berkonflik dengan kepentingan-kepentingan modal suatu minoritas dalam kapitalisme yang mengandalkan cara-cara militer untuk mendukung upaya-upaya ekspansionis mereka. Dengan demikian modal keuangan yang bersatu secara internasional dapat membawa pada suatu resolusi damai atas konflik nyata dan potensial yang ditimbulkan oleh persaingan modal-modal keuangan internasional. Lenin menyerang posisi ini, berpendapat bahwa perjuangan diantara kekuatan- kekuatan terkemuka tak terelakkan lagi membawa kepada keruntuhan kapitalisme. Meskipun asumsi Lenin belumlah menjadi kenyataan, harapan-harapan Kautsky akan persekutuan modal keuangan internasional yang damai dan penuh kebaikan telah digerogoti oleh peristiwa-peristiwa dalam setengah abad terakhir. Meskipun di rusak oleh peristiwa-peristiwa di abad sekarang, saat ini pandangan Kautsky memiliki pengaruh pada beberapa ahli Non-Marxis. Mereka menguji penetrasi ekonomi hanya dinegara-negara terbelakang dan membatasi pembahasannya pada ekspor dan investasi swasta langsung. Posisi teoritis mereka digambarkan lewat rujukan pada keyakinan Kautsky bahwa mayoritas kaum kapitalis pada akhirnya akan melawan dan mencegah ekspansi imperialisme militer. Mereka membedakan minoritas kaum kapitalis yang membutuhkan ekspansi dengan mayoritas yang tidak membutuhkannya. Dengan demikian kapitalisme seharusnya dapat hadir tanpa imperialisme 62 . Magdoff 1970 62 Opcit, Hal 429 Universitas Sumatera Utara menyangkal interpreatsi imperialism mereka yang “terbatas dan kasar” serta berpendapat bahwa kapitalisme memberikan kemakmuran dengan membentuk dunia sesuai kebutuhan negara-negara kapitalis maju, bahwa negara-negara kurang berkembang menjadi bergantung kepada pusat-pusat keuangan dan industri, dan bahwa imperialisme dicirikan oleh bangkitnya suatu perjuangan persaingan intsensif diantara negara-negara kapitalis maju. Karena itulah prospek- prosepek suatu koalisi anti imperialis dari ppara pengikut kapitalis terhentikan dengan adanya perkembangan-perkembangan terakhir. Tahun 1913 Rossa Luxemburg, seorang Marxis berkebangsaan Polandia yang tahun-tahun terkahirnya dipersembahkan bagi sosialisme Jerman, mulai memperluas sebuah teori imperialisme untuk menjelaskan keberlanjutan akumulasi modal. Inti kepeduliannya adalah pengujian penetrasi modal kedalam ekonomi-ekonomi primitif. Ia membedakan tiga fase akumulasi modal. 63 Yang pertama melibatkan perjuangan modal dengan ekonomi alami di wilayah-wilayah dimana terdapat komunitas-komunitas petani dan kepemilikan tanah secara bersama atau sistem feodal, atau juga organisasi ekonomi yang berorientasi pada permintaan internal dimana hanya terdapat sedikit surplus atau permintaan barang-barang luar negeri. Akhirnya, terdapat fase imperialis dari akumulasi modal. Luxembur memandang imperialisme sebagai konversi surplus menjadi modal, yang diketemukan dimanapun dalam ekonomi dunia dan tidak membatasi akumulasinya pada masyarakat kapitalis yang terisolasi. Dorongan modal untuk berekspansi adalah sifat menonjol pembangunan modern, dan dalam fase finalnya 63 Opcit, Hal 434 Universitas Sumatera Utara kapitalisme “telah mengadopsi suatu ciri tak terkendali yang mengancam keseluruhan peradaban umat manusia. Sungguh, dorongan ekspansi modal yang tak dapat dijinakkan ini secara bertahap membentuk sebuah pasar dunia, menghubungkan ekonomi dunia modern dan oleh karenanya meletakkan basis bagi sosialisme Luxembur dan Bukharin 1972 : 143. Luxemburg memberikan rincian dan deskripsi yang melimpah, akan tetapi apa arti penting terorinya? Seorang pengkritik berkesimpulan bahwa “ karya Luxemburg memberikan sedikit teori untuk menjelaskan bentuk-bentuk kapitalis spesisifk dari imperialisme. Nikolai Bukharin, seorang teoritisi Bolshevik terkemuka, berpendapat bahwa teori imperialisme Luxemburg membawanya pada posisi dari mereka yang mempercayai perkembangan harmonis kapitalisme dan bahwa teorinya bersifat “voluntaristik” dan serupa dengan teori Hobson. Dalam karyanya tentang imperialism Lenin mengakui hutang budinya terhadap deskripsi imperialism Hobson. “pengarang ini, yang esensi titik pandangnya tentang reformisme sosial borjuis dan fasifisme, identik dengan titik pandang eks-Marxis, Karl Kautsky, memberikan suatu deskripsi yang sangat bagus dan lengkap mengenai ciri-ciri spesifik ekonomi dan politik imperialisme”. Disaat bersamaan Lenin juga mengakui saran Hilferdim bahwa imperialism berbentuk modal keuangan adalah satu tahap perkembangan kapitalisme yang tertinggi dan terakhir. 64 “terlepas dari adanya kecendrungan tertentu” dalam tulisannya untuk mempersatukan Marxisme dengan oportunisme, karya ini memberikan sebuah analissi teoritis yang sangat berharga dari “fase terhir pembangunan kapitali”. Hilferdim berpendapat bahwa modal keuangan berjuang 64 Opcit, Hal 436 Universitas Sumatera Utara melawan “harmoni kepentingan-kepentingan” apapun. Sebagai sebuah cita-cita, sekarang ini terlihat upaya penaklukan penguasaan dunia oleh Negara tertentu, sebuah usaha tanpa batas demi mengejar keuntungan, sebagaimana modal yang menjadi tempat berseminya. Modal menjadi penakluk dunia, dan disetiap wilayah baru yang ditaklukkan terdapat tapal batas baru yang harus dilangkahi. Teori Lenin tentang imperialism sebagai tahap tertinggi kapitalisme didasarkan pada sebuah analisis seksama atas beberapa cirri ekonomi utama. Pertama adalah konsentrasi produksi yang pesat dalam monopoli-monopoli industry besar. Modal monopoli-monopoli industry dan Bank berpadu menjadi modal keuangan, satu pengertian yang dianggap Lenin berasal dari hilferdiing yang menulis, “modal keuangan adalah modal yang dikontrol oleh bank-bank dan dimanfatkan oleh para industrialis”. Dalam menjelaskan modal keuangan, Lenin mendefinisikan kapitalisme sebagai “ produksi komoditas pada tahap nperkembangan tertingginya, dimana kekuatan tenaga kerja sendiri menjadi sebuah komoditas”. Cirri-ciri kapitalisme lama, dalam era persaingan bebas, adalah ekspor barang-barang. Dibawah kapitalisme baru, yang dicirikan oleh monopoli-monopoli, modallah yang diekspor. Ekspor modal ini adalah satu sifat lain imperialism, ia diasosiasikan dengan pembangunan yang tidak berimbang dan akumulasi surplus modal Negara-negara maju dibawah kontrol oligarki keuangan para banker yang semakin menginvestasikan uang mereka dalam industry dan mentransformasi diri mereka menjadi para kapitalis industry. Dengan demikian, modal keuangan dan oligarki keuangan pemegang supremasi diatas segala bentuk modal lainnya. Dibawah kapitalisme monoppoli, kartel, sindikasi, dan perwalian membagi pasar Universitas Sumatera Utara domestic dan mengontrol industry dinegara mereka, namun kapitalisme juga menciptakan sebuah pasar dunia. Pasar-pasar domestic diikat dengan pasar-pasar luar negeri dan ekspor meningkat, menghasilkan pembagian ekonomi dunia diantara asosiasi-asosiasi kapitalisme internasional. Bagi Lenin, “imperialisme adalah kapitalisme monopoli. Ini menentukan letak dirinya dalam sejarah, karena monopoli yang tumbuh dari lahan persaingan bebas, adalah transisi dari sistem kapitalisme menjadi tatanan sosio ekonomi yang lebih tinggi”. Ia mengidentifikasi empat perwujudan kapitalisme monopoli ini : pertama, formasi aosiasi, kartel, sindikasi, dan badan perwakilan kopitalis, ketika monopoli merebak dari konsentrasi monopoli, kedua, control monopli bahan- bahaan mentah yang paling penting, ketiga, kebangkitan bank-bank sebagai pemegang monopoli modal keuangan, menghasilkan “suatu oligarki keuangan, yang menebarkan jarring hubungan-hubungan ketergantungan tertutup keseluruh institusi-institusi ekonomi dan politik masyarakat borjuis hari ini tanpa perkecualian”, keempat, pembagian dunia colonial menjadi belahan-belahan pengaruh, sebuah pencerminan perjuangan modal keuangan demi bahan-bahan mentah dan ekspor modal. Dalam analasis Marxisme yang lama diatas, perubahan social sangat terfokus dan direduksi pada perubahan struktur relasi ekonomi. Dalam teori perubahan social yang terfokus pada perubahan ekonomi seperti itu, aspek lain termasuk kebudayaan, hegemoni ideology, pendidikan, diskursus, serta relasi gender tidak diperhitungkan dalam perubahan sosial. Analisis seperti ini mengakibatkan gerakan buruh dianggap sebagai pelaku utama dalam perubahan social. Universitas Sumatera Utara Analisis yang mereduksi system kapitalisme dalam hubungan majikan – buruh telah banyak direvisi. Salah satu revisinya adalah analisis dialektika anti reduksionis dan anti esensialis yang dipelopori oleh Louis Althusser. Bagi penganut strukturalis ini, kapitalisme memiliki system yang merupakan saling keterkaitan hubungan yang sangat kompleks yang melibatkan banyak aspek seperti : pengetahuan dan teknologi pertanian, kebijakan politik pemerintah, penanaman modal capital multinasional, serta proses eksploitasi kelas. Pada dasarnya teori ekonomi politik yang menggunakan perspektif kelas lebih mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari proses pembangunan Dunia Ketiga. Proses terbentuknya kelas terjadi sebagai system structural dalam masyarakat yang disatu pihak ada anggota masyarakat menduduki posisi tertentu dalam proses tersebut, yakni bekerja dan menghasilkan nilai lebih buruh maupun buruh tani, sedangkan dipihak lain ada anggota masyarkat yang tidak bekerja majikan tetapi mengambil nilai lebih dan mendistribusikannnya. Mereka yang mengambil dan mendistribusikan nilai lebih tersebut dalam formasi social kapitalisme disebut sebagai kaum kapitalis. Dapat dipahami masyarakat terbagi kedalam dua proses kelas yang berbeda, antara pengambil nilai lebih kapitalis dan penghasil nilai lebih pekerja. Proses kelas ini disebut sebagai proses kelas utama fundamental. Hubungan antara posisi kedua kelas ini menentukan keberadaan kelas menengah perantara subsumed class. Teori kelas Marxis structural ini dijelaskan bahwa dalam formasi struktur social dan perubahan social terletak pada analisis hubungan antar penghasil dan pengambil nilai lebih proses kelas fundamental dan hubungannya dalam bagian non-kelas dalam masyarakat, yakni yang berfungsi sebagai pendistribusi nilai Universitas Sumatera Utara lebihtersebut. Hal inilah yang disebut sebagai proses kelas menengah pembagi hasil surplus value atau subsumed class. 65 Kelas menengah diartikan dan diberikan kepada mereka yang menduduki posisi dalam pendistribusian nilai lebih yang telah diberikan kepada bagian lain non-kelas dalam kehidupan sperti manajer, distributor, tentara, polisi, peneliti dan pengembang, media massa dan lain-lain. Tidak seperti proses kelas utama, kelas menengah perantara atau subsumed class tidak mengendalikan produksi atau tidak terlibat langsung dalam pengambilan nilai lebih, melainkan hanya sebagai pendistribusi nilai lebih. Interaksi antara proses kelas utama dan kelas menengah perantara subsumed class terjadi dalam formasi social tertentu. Namun demikian keberadaan proses kelas utama sangat tergantung pada kelas menengah perantara atau subsumed class dan sebaliknya. Didalam perusahaan, misalnya, posisi pedagang perantara, yakni mereka yang menduduki kelas menengha perantara subsumed class adlaah distributor. Gaji mereka berasal dari sumber yang sama, yakni dari nilai lebih hasil pekerja. Namun, keberadaan kelas menengah perantara itu memungkinkan proses kelas utama berlangsung. Dengan kata lain, proses kelas utama sangat tergantung pada bagaimana subsumed class pedagang memasarkan produknya. Kaitan antara proses kelas utama dan subsumed class tersebut dikenal sebagai proses kontradiksi tetapi berkaitan. Kontradiksi juga terjadi antara kalangan kelompok kelas menengah subsumed class. Setiap kelas menengah perantara subsumed class pada dasarnya saling bersaing untuk mendapatkan lebih banyak nilai lebih yang dihasilkan oleh proses kelas utama. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa system ekonomi yang digunakan oleh pembangunan 65 Opcit, Dr. Mansour fakih Hal 110 Universitas Sumatera Utara mengandung ketidakadilan, karena ada kelompok masyarakat yang memproduksi nilkai lebih yang diambil oleh mereka yang tidak bekerja. Mereka tidak diajak bernegoisasi tentang berapa upah mereka, serta tidak diberi kebebasan untuk berorganisasi mendidik diri untuk mampu memperjuangkan nasibnya. Kebijakan cultural ini sangat tergantung pada proses kelas utama fundamental class process yang terjadi dalam suatu formasi social di pedesaan negara-negara dunia ketiga. Aparat program revolusi hijau dari tingkat local, nasional, dan ionternasional pada dasarnya menerima nilai lebih yang diserap dari hasil keringat petani pedesaan dan sebagai imbalannya mereka mengupayakan berbagai hal untuk melanggengkan proses kelas di kawasan pedesaan tersbut. Yang dimaksud proses kelas di pedesaan adalah suatu proses dimana para petani yang bekerja dan menghasilkan nilai lebih, tetapi nilai lebih tersebut diambil ooleh orang-orang yang tidak bekerja majikan petani penggarap lalu didistribusikan kepada kelas menengah perantara subsumed class, termasuk pemilik tanah, bunga kredit, benih, pupuk, dan pestisida yang didanai oleh bank Dunia, serta pajak kepada pemerintah. Proses kelas tersebut juga tergantung pada stabilisasi politik, pengetahuan revolusi hijau, teknologi pertanian, perdagangan internasional, serta kebijakan pembangunan pertanian. Jadi, relasi structural dalam program revolusi hijau tidak saja terbatas dalam suatu Negara melainkan berdimensi global. Misalnnya saja, Bank Dunia dalam program itu mengirim tenaga ahlinya kepedasaan dunia ketiga untuk member bimbingan kepada petani, dan sebagai imbalannya mereka menerima bagian dari njilai lebih yang dihasilkan petani sebagai kelas perantar subsumed class asing. Demikian halnya benih padi dihasilkan oleh perushaan multinasional yang dibeli dari hasil proses kelas utama Universitas Sumatera Utara di pedesaan. Selanjutnya buruh tani pulang kerumah, dan dirumahn ya mereka melangsungkan hubungan social feudal dengan keluarganya. Seluruh penjelasan ini menggambarkan bahwa dari perspektif dialektis maslaah dunia ketiga tampak sangat kompleks dan saling terkait. Pembangunan menciptakan masalah structural dan sebaliknya. Proses ekonomi, politik, dan kultueral di dunia ketiga juga membentuk konsep pembangunan. Overdeterminasi antara pembangunan dengan proses ekonomi, politik, dan cultural ini berlangsung saling berhubungan secara kompleks melalui proses kelas dan kondisi yang melanggengkannya seperti ideology gender. Kebijakan ekonomi dan pembangunan nasional, perdagangan internasional, tekanan politik, hegemoni cultural Bank Dunia, dan Negara-negara kapitalis maju, dan banyak hal lainnya. Implikasi pemahaman kelas yang dikemukakan oleh Althusserian ini adalah terutama pada teori perubahan social. Pada dasarnya kritik Althusser pada pemahaman kelas yang deterministic memiliki dampak pada teori perubahan social sebagai berikut. Pertama, konsep kelas umumnya diyakini oleh baik pengikut Marxis maupun yang bukan Marxis adalah berdasarkan wealth atau kekayaan. Atas dasar itu, pembagian kelas semata didasarkan pada kekakyaan yang dimiliki oleh seseorang. Jika kekayaan yang dimiliki sangat besar, ia disebut sebagai kelas elit, sementara mereka yang tidak memiliki kekayaan disebut kelas bawah atau proletar. Pandangan kelas seperti ini membawa impak, bahwa masyarkat tanpa kelas yang dicita-citakan oleh Marx ditangkap sebagai sama rata sama rasa. Pandangan ini pernah dipraktekkan di Uni Soviet dan beberapa Negara yang menafsirkan teori kelas. Sementara itu, Althusser justru melihat persoalan kelas adalah persoalan ketidakadilan yang berupa appropriasi surplus value yang Universitas Sumatera Utara arti harfiahnya adalah pencurian nilai lebih. Jadi, yang dipersoalkan oleh mereka bukan kekayaan itu sendiri, melainkan bagaimana suatu kekayaan didapatkan. Paham ini membawa perubahan social atau proses masyarkat tanpa kelas diartikan sebagai masyarakat tanpa eksploitasi, yakni tanpa pencurian terselubung. Implikasi kedua adalah dari siapa yang harus memperjuangkan keadilan social. Dalam paham kelas yang bersandar pada wealth, perubahan social dan perjuangan kelas difokuskan kepada gerakan buruh. Sementara bagi penganut Neo-Marxis, perubahan sosia ltidak bias lagi difokuskan pada gerakan buruh, melainkan pada keseluruhan eksponen gerakan social. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa structural social ikut berbicara dalam kapitalisme. Pada pemilik modal atau kapitalis tidak lagi berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari struktur yang lebih luas. Para kapitalis, tidak lagi pemilik modal melainkan mendapat pinjaman dari Bank. Untuk mendapat pinjaman, pemerintah memiliki peran untuk memberikan rekomendasi. Demikian halnya, hasil eksploitasi dari buruh juga tidak semata dimiliki oleh pemilik modal, melainkan harus didistribusikan kepada kelas menengah subsumed class lainnya dalam bentuk bunga Bank, pajak, menggaji manager, dan untuk riset dan pengembangan. Pajak kemudian didistribusikan untuk banyak hal seperti proses legislasi, keamanan, pendidikan, bahkan kegiatan kesenian dan kebudayaan. Sebagai balasan, mereka yang mendapat bagian dari keringat buruh ini harus melakukan legitimasi system kelas yang ada. Dengan begitu, proses kelas bagi paham ini melibatkan banyak entitas dalam masyarakat. Atas dasar itu perubahan social tidak bias lagi hanya difokuskan pada gerakan buruh. Universitas Sumatera Utara

2. Sosialisme Demokrat