Rumah Sakit Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M

pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan Hamalik, 2007. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan produktivitas sumber daya manusia dalam rangka upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana. Menurut formulasi National Productivity Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan. Perwujudan sikap mental dituangkan dalam berbagai kegiatan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan diri sendiri dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, kerukukan kerja, dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui perbaikan manajemen, prosedur kerja, ketepatan waktu, penghematan biaya, sistem dan teknologi yang lebih baik.

2.5 Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 159bMen KesPerII1988 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pasal 8 dinyatakan tugas rumah sakit Universitas Sumatera Utara melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan promotif dan pencegahan preventif serta melaksanakan upaya rujukan. Rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Hal inilah yang sering dilihat sebab perannya sering baru tampak oleh masyarakat ketika bencana itu terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana sangat tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya. Aktifitas-aktifitas persiapan bencana inilah yang sering kali menjadi persoalan di Indonesia karena sering kali tidak dilakukan karena berbagai alasan. Rumah sakit memiliki fungsi kritis dalam manajemen bencana, demikian yang dikatakan Robert Powers Pinkowski, 2008. Konferensi PBB tentang Pengurangan Bencana menegaskan bahwa rumah sakit wajib mengoperasikan beberapa fasilitas segera setelah bencana untuk membatasi dampak dari bencana hilangnya nyawa. Mereka memiliki fungsi kritis yang tidak dimiliki bisnis lain. Artinya, jika mereka gagal untuk berfungsi selama bencana, mereka akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap dampak bencana di masyarakat. Rumah sakit dalam kondisi normal saat ini sudah terkendala dengan kurangnya fasilitas dan sarana-prasarana. Oleh karena itu untuk dapat beroperasi secara baik pada saat bencana, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memberikan mitigasi, perencanaan dan kesiapan prioritas yang mereka butuhkan, Universitas Sumatera Utara baik menyangkut peralatan, keahlian staf pelaksana, dana untuk mengimbangi biaya selama penanganan bencana serta kewenangan yang diberikan kepada rumah sakit untuk melaksanakan implementasi program penanggulangan bencana. Perencanaan untuk lonjakan kapasitas juga penting dalam rangka mengantisipasi masuknya pasien ke rumah sakit baik segera setelah bencana atau dalam kasus bencana biologis, ketika mulai terjadi gejala pada korban. Perencanaan penanganan bencana oleh rumah sakit, Robert Powers menekankan perlunya fokus terhadap beberapa item untuk memastikan bahwa mereka benar siap dalam kegiatan-kegiatan mitigasi seperti perlunya keberlanjutan rumah sakit tanpa bantuan dari luar selama 72 jam pasca-bencana; waktu standar yang diperkirakan untuk memperoleh bantuan dari luar. Upaya mitigasi Rumah Sakit dimulai dengan penilaian kerentanan bahaya. Hal ini memungkinkan rumah sakit untuk mendapatkan kesiapan dengan biaya yang rendah. Rumah sakit tidak perlu memiliki rencana yang berbeda untuk setiap jenis bencana, hanya perlu satu rencana yang diperlukan untuk prosedur penanganan semua jenis bahaya. Hal ini juga untuk menyederhanakan respon dimana setiap staf diajarkan hanya salah satu cara untuk tampil saat bencana dan tidak memiliki waktu untuk berhenti dan membuat penentuan mana cara untuk merespon. Dengan demikian, kebingungan berkurang dan ada penurunan risiko staf melakukan prosedur yang salah pada kondisi bencana tersebut. Rumah sakit memiliki dua cara dalam merespon bencana, yaitu secara struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan untuk meningkatkan kesinambungan struktur yang ada melalui langkah-langkah Universitas Sumatera Utara seperti perencanaan bangunan rumah sakit tahan gempa untuk membatasi kerusakan pada fasilitas saat gempa bumi atau merancang sebuah pintu masuk gawat darurat yang memiliki kemampuan untuk dengan mudah diperluas dan menangani masuknya sebagian besar pasien yang tiba dengan kendaraan pribadi saat bencana. Sementara itu mitigasi non struktural oleh rumah sakit dapat dilakukan dengan pengaturan- pengaturan peran setiap orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan saat bencana. Mitigasi non struktural juga dapat berupa apa yang disebut jalur hidup. Sistem yang disebut sebagai jalur hidup ini penting dalam menjaga keberlanjutan fasilitas. Lifelines menjaga hubungan yang diperlukan dari rumah sakit ke luar berbagai entitas atau pemasok bahan. Ini termasuk komunikasi, utilitas, dan transportasi. Komunikasi bisa datang dari management darurat lokal, pelayanan medis darurat, atau departemen kesehatan dan diperlukan untuk menjaga agar para pejabat rumah sakit tahu tentang situasi saat ini. Komunikasi juga diperlukan untuk mengisi sumber daya yang minim dan mendiskusikan pilihan regional dengan rumah sakit lainnya. Utilitas, seperti listrik dan air, harus direncanakan dan dikelola dengan baik. Latihan sendiri bagi rumah sakit merupakan strategi lain kesiapan bencana yang penting. Perencanaan untuk latihan sering tidak dilakukan sebab staf apatis berpartisipasi. Latihan juga sering gagal mensimulasikan kondisi nyata. Latihan yang dijalankan dengan benar, adalah strategi penting untuk pengukuran dan meningkatkan kesiapan rumah sakit. Evaluator harus berasal dari instansi luar, sehingga ada kebebasan untuk proses dan prosedur kritik. Evaluasi harus memberikan informasi yang relevan yang memandu rumah sakit dalam perubahan apa yang perlu Universitas Sumatera Utara terjadi pada kesiapsiagaan dan respon untuk benar-benar efisien dalam kondisi yang nyata. Koordinator utama bencana juga harus bekerja untuk mendaftar dan mendidik pelaku kunci dari seluruh rumah sakit. Para pelaku kunci adalah pemimpin administrasi seperti bagian gawat darurat, radiologi, pengendalian infeksi, laboratorium dan teknik untuk memperoleh kesiapan seluruh rumah sakit. Komite keamanan rumah sakit atau manajemen komite khusus darurat adalah wadah untuk membawa semua pelaku bersama-sama dan memastikan bahwa mereka berbagi visi bersama untuk benar-benar siap menanggapi peristiwa bencana. Rumah sakit tidak akan berfungsi sendirian pada saat bencana sehingga administrator rumah sakit juga harus melihat melampaui rumah sakit. Interaksi antar komunitas adalah penting karena rumah sakit harus tahu dan membantu membimbing masyarakat untuk memberikan respon terhadap bencana sehingga operasi rumah sakit berjalan sesuai dengan rencana sebab untuk respon optimal dan keberlanjutan rumah sakit selama bencana secara langsung tergantung pada sumber daya dan dukungan yang diterimanya dari lembaga masyarakat lainnya. Sebuah komponen kunci dari interaksi masyarakat adalah respon regional. Rumah Sakit menggunakan rencana saling membantu dan respon regional berencana untuk saling mendukung. Rumah sakit di luar daerah dampak bencana berpotensi bisa mengirim dukungan personel dan peralatan dalam beberapa jam ke rumah sakit. Universitas Sumatera Utara

2.6 Landasan Teori