Dasar Hukum Pemberdayaan Mediasi di Pengadilan Negeri

BAB IV EFEKTIFITAS MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA MELALUI MEDIASI DI DALAM PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Dasar Hukum Pemberdayaan Mediasi di Pengadilan Negeri

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar …. Bila tidak ada negosiasi ….. tidak ada mediasi. 69 Mediasi menjadi pilihan yang praktis dan ekonomis serta memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat modern. Perkembangan selanjutnya dengan melihat Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa, disebut alternatif penyelesaian sengketa dikarena mediasi merupakan satu penyelesian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, berbiaya ringan dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Proses mediasi ini berjalan lebih informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi ini lebih merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahanlan kelanjutan hubugan para pihak. 69 Mahkamah Agung RI dalam buku Nurnaningsih Amriani, “Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan”, Rajawali Pers 2011. Hlm.28 banyaknya keuntungan dari dilakukannya mediasi dalam menyelesaikan sengketa dengan berorientasi ke masa depan, mediasi yang tadinya bersifat informal ini pun mulai dikualifisir masuk ke dalam system penyelesaian sengketa di pengadilan. Mediasi ini bukan hal baru lagi di kalangan hakim Indonesia. Dalam Pasal 130 HIR 154RBg telah ditentukan bahwa hakim wajib mengajukan upaya damai kepada para pihak sebelum proses pemeriksaan perkara dimulai. Namun dalam peraturan tersebut tidak dijelaskan dan ditentukan mengenai prosedur dan peran khusus hakim dalam mendamaikan perkara di pengadilan. Mediasi yang dibicarakan ini adalah mediasi yang disebut dengan court mediation artinya mediasi di dalam ruang lingkup pengadilan. Tetapi karena adanya pemberdayaan dari Pasal 130 HIR154 RBg maka mediasi menjadi wajib sifatnya. Dahlan Sinaga, SH, M.H selaku Hakim Mediator di Pengadilan Negeri Medan menjelaskan bahwa dasar hukum mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri adalah PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi. Yang sebelumnya PERMA No. 2 Tahun 2003 diganti dan dinyatakan tidak berlaku oleh PERMA No. 1 Tahun 2008. 70 Latar belakang lahirnya PERMA ini adalah pertama sebagai upaya untuk membantu lembaga-lembaga peradilan dalam rangka mengurangi beban penumpukan perkara. Kedua, adanya kesadaran akan pentingnya sistem hukum di Indonesia untuk menyediakan akses sebanyak dan seluas 70 Hasil wawancara dengan Bapak Dahlan Sinaga, SH, M.H selaku Hakim Mediator di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 5 Desember 2012 mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk meperoleh rasa keadilan. Ketiga, proses mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih efesien dan tidak memakan waktu dibandingkan proses pengadilan. Penerapan PERMA No. 1 Tahun 2008 dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan, yaitu : 71 1. Jenis Perkara yang Dimediasi Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Pasal 4 PERMA No.1 2008 2. Tahap Pra Mediasi Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri kedua belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim, melalui kuasa huum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai 71 Nurnaningsih Amriani, Op.Cit hlm.147 PERMA No.1 Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa Pasal 7 PERMA No.1 Tahun 2008 Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut Pasal 8 PERMA No.1 Tahun 2008 : • Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan. • Advokat atau akademisi hukum. • Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa. • Hakim majelis pemeriksa perkara. • Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati ileh para mediator sendiri Pasal 8 PERMA No.1 Tahun 2008 Setelah para pihak hadir sidang pertama, Hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama dua hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan Hakim. Jika setelah jangka waktu maksimal, yaitu dua hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis Hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. Pasal 11 PERMA No.1 Tahun 2008 Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan itikad tidak baik. Pasal 12 PERMA No.1 Tahun 2008 3. Tahap-tahap Proses Mediasi Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepkatai, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis Hakim. Atas dasar kesepkatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama empat belas hari kerja sejak berakhir masa empat puluh hari. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. Pasal 13 PERMA No.1 Tahun 2008 4. Kewenangan Mediator Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak mengahadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata- nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan Hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008 Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelsaian yang terbaik bagi para pihak. Pasal 15 PERMA No.1 Tahun 2008 Berdasarkan kesepakatan para pihak atau kuasa hukumnya, mediator dapat mengundang seorang ahli atau lebih untuk memberikan penilaian, penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat antara para pihak. Untuk menghindari masalah baru menyangkut pendapat ahli, maka para pihak harus bersepakat terlebih dahulu, apakah pendapat ahli akan dianggap mengikat atau tidak Format terlampir. Pasal 16 PERMA No.1 Tahun 2008 Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan danatau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. Pasal 17 PERMA No.1 Tahun 2008 5. Tugas-tugas Mediator • Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. • Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. • Apabila dianggap perlu mediator dapat melakukan kaukus. • Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Pasal 15 PERMA No.1 Tahun 2008 Pada tahapan pemeriksaan perkara, Hakim pemeriksa perkara berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud di atas, berlangsung paling lama empat belas hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada Hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. Pasal 15 PERMA No.1 Tahun 2008 6. Tempat Penyelenggaraan Mediasi Mediasi dapat diselenggarakan di sasalah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak. Mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. Pasal 20 PERMA No.1 Tahun 2008 Hakim di hadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: • Sesuai kehendak para pihak • Tidak bertentangan dengan hukum • Tidak merugikan pihak ketiga • Dapat dieksekusikan • Dengan itikad baik Pasal 23 PERMA No.1 Tahun 2008 7. Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuha upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjanng perkara itu belum diputus. Pasal 21 PERMA No.1 Tahun 2008 B. Prinsip dan Prosedur Pelaksanaan Mediasi Yang Dilakukan Oleh Mediator Pengadilan Negeri Medan dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 memuat prinsip pengaturan tentang penggunaan mediasi di pengadilan, yaitu : 1. Mediasi Wajib Ditempuh Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 memerintahkan hakim pemeriksa perkara untuk mewajibkan para pihak menempuh mediasi terlebih dahulu sebelum sengketa diputus oleh hakim. Jika proses mediasi tidak ditempuh atau sebuah sengketa langsung diperiksa dan diputus oleh hakim, konsekuensi hukumnya adalah putusan itu batal demi hukum. Aturan ini terdapat dalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan : 2 Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediais yang diatur dalam peraturan ini. 3 Tidak menempuh prosedur mediasi berdasrkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. 2. Otonomi Para Pihak Prinsip otonomi para pihak merupakan prinsip yang melakat pada proses mediasi. Mediasi merupakan penyelesaian sengketa yang memberi peluang para pihak untuk menentukan dan memengaruhi proses dan hasilnya brdasarkan mekanisme consensus atau mufakat para pihak dengan bantuan pihak netral. Prinsip otonom ini juga biasa disebut dengan self determination, yaitu para pihaklah yang berhak atau berwenang untuk menentukan hasil dari proses mediasi. mediator sebagai pihak netral tidak berwenang untuk menentukan dan memaksakan sesuatu hak baik yang bersifat prosedural maupun substansial dalam proses mediasi. Jadi mediasi merupakan upaya mewujudkan keadilan menurut perasaan, keinginan, dan kebutuhan para pihak. Mediator hanyalah memfasilitasi dengan saran-saran dan pemberian wawasan, tetapi tidak dengan tekanan atau paksaan kepada para pihak agar mencapai kesepakatan perdamaian. 3. Mediasi Dengan Itikad Baik Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat atau konsensus para pihak yang akan dapat berjalan dengan baik jika dilandasi oleh itikad untuk menyelesaikan sengketa. Hal ini diatur dalam Pasal 12 ayat 1 , yang menyatakan “ Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik “. 4. Efesiensi Waktu Masalah waktu merupakan salah satu faktor penting dalam penyelesaian sebuah sengketa. Konsep waktu juga berhubungan dengan kepastian hukum dn ketersediaan atau pemanfaatan sumber daya yang ada. Efesiensi waktu juga telah diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang tampak pada pengaturan pembatasan waktu bagi para pihak dalam perundingan untuk memilih mediator di antara pilihan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 8 ayat 1. 5. Sertifikasi Mediator Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 Pasal 5 ayat 1 menyebutkan “ setiap orang yang menjalankan fungsi mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia “. Akreditasi itu didapat dari lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan untuk mengeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa seorang mediator tersebut mempunyai keahlian yang baik dalam bidang tersebut. 6. Tanggung Jawab Mediator Mediator memiliki tugas dan tanggung jawab yang bersifat prosedural dan fasilitatif. Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 telah disebutkan pada Pasal 15. 7. Kerahasian Berbeda dengan litigasi yang bersifat terbuka untuk umum, proses mediasi pada asasnya tertutup bagi umum, kecuali para pihak berkehendak lain. Sifat kerahasian mediasi ini menjadi daya tarik bagi para pihak, terutama kalangan pelaku bisnis, untuk menempuh jalur mediasi karena tidak menginginkan persengketaannya banyak diketahui oleh publik. 8. Pembiayaan Pembiayaan pengadaan sarana mediasi menjadi tanggung jawab negara, karena telah ditegaskan dalam Pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa “ Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses mediasi … “. Dengan demikian pembiayaan pengadaan sarana bagi proses mediasi menjadi tanggung jawab negara khususnya Mahkamah Agung. 9. Pengulangan Mediasi Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 PAsal 18 ayat 3 memberikan kewenangan kepada hakim pemeriksa perkara untuk tetap mendorong para pihak supaya menempuh perdamaian setelah kegagalan proses mediasi pada tahap awal atau pada tahap sebelum pemeriksaan perkara dimulai. 10. Kesepakatan Perdamaian di Luar Pengadilan PERMA No.1 Tahun 2008 pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur prinsip dan prosedur penggunaan mediasi terhadap perkara atau sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan. Namun, untuk memperkuat upaya penggunaan mediasi dalam system hukum Indonesias dan memperkecil timbulnya persoalan- persoalan hukum yang mungkin timbul dari penggunaan mediasi di ;uar pengadilan, terdapat ketentuan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang bersengketa yang berhasil menyelesaikan sengketa itu melalui mediasi di ;uar pengadilan untuk meminta kepada pengadilan agar kesepakatana damai di luar pengadilan dikuatkan dengan akta perdamaian. Dahlan Sinaga, SH, M.H selaku Hakim Mediator di Pengadilan Negeri Medan juga menjelaskan bahwa tahapan-tahapan mediasi dilakukan sesuai dengan aturan PERMA No.1 Tahun 2008 yang terdapat dalam BAB III tentang tahap-tahap mediasi atau prosedur pelaksanaan mediasi yang disebutkan sebagai berikut : a. Tahap pra mediasi • Pada hari sidang yang ditentukan dan dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara, Hakim mewajibkan para pihak agar terlebih dahulu menempuh mediasi Pasal 7 ayat 1. Dalam hal para pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukum, maka setiap keputusan yang diambil oleh kuasa hukum, wajib memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak. Agar kesepakatan yang diambil oleh kuasa hukum benar-benar merupakan kehendak para pihak. • Pada hari itu juga atau paling lama 2 hari kerja berikutnya para pihak danatau kuasa hukum mereka wajib berunding untuk memilih mediator dengan alternative pilihan sebagaimana Pasal 8 PERMA ini lalu menyampaikan mediator pilihan kepada Ketua Majelis. Jika tidak dapat bersepakat maka para pihak wajib memilih mediator dari daftar mediator yang disediakan oleh Pengadilan Negeri. Dan jika hak ini juga tidak dapat disepakati oleh para pihak, maka Ketua Majelis yang akan menunjuk mediator dari daftar mediator dengan suatu penetapan. b. Tahap mediasi Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator Pasal 13 ayat 1. Selanjutnya mediator menentukan jadwal pertemuan, di mana para pihak dapat didampingi kuasa hukumnya. Proses mediasi pada dasarnya bersifat rahasia dan berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator Pasal 13 ayat 3 dan dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja sejak berakhir masa 40 hari tersebut dengan syarat bahwa kesepakatan akan tercapai. • Penyelenggaraan mediasi dapat dilakukan di salah satu ruangan pengadilan atau tempat lain yang disepakati oleh para pihak Pasal 20 ayat 1 di mana dalam ayat 2 pasal tersebut dibatasi bahwa untuk mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan dan Pasal 10 ayat 1 mengatur bahwa penggunaan jasa mediator Hakim tidak dikenakan biaya. Jika tercapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator Pasal 17 ayat 1. Hakim kemudian mengkukuhkan kesepakatan tersebut sebagai suatu akta perdamaian format akta perdamaian terlampir. Jika tidak menghasilkan kesepakatan, maka mediator menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal format laporan terlampir dan memberitahukannya kepada Hakim yang menyidangkan yang kemudian akan melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut Pasal 18 ayat 1. Sedangkan prosedur pelaksanaan mediasi yang secara umum dilakukan, yaitu : 72 a. Tahap Pendahuluan Preliminary − Dibutuhkan suatu proses “pemahaman” yang cukup sebelum suatu proses mediasi dimulai misalnya: apa yang menjadi sengketa? − Konsultasi dengan para pihak tentang tempa dan waktu mediasi, identitas pihak yang hadir, aturan tempat duduk, dan sebagainya. b. Sambutan Mediator − Menerangkan urutan kejadian. − Meyakinkan para pihak yang masih ragu. − Menerangkan peran mediator dan para pihak. − Menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah yang “berwenang” untuk mengambil keputusan. − Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan. − Member kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukan kendali atas proses. − Mengonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses. c. Presentasi Para Pihak 72 Ibid, hlm.69 − Setiap para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahannya kepada mediator secara bergantian. − Tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mendengar sejak dini, dan juga member kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung. − Who first? Who desides? d. Identifikasi Hal-Hal yang Sudah Disepakati Salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi hal-hal yang telah disepakatiantara para piahk sebagai landasan untuk melanjutkan proses negosiasi. e. Mengidentifikasi dan Mengurutkan Permasalahan Mediator perlu membuat suatu “struktur” dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga tersusun “daftar permasalahan” menjadi suatu agenda. f. Negosiasi dan Pembuatan Keputusan − Tahap negosiasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar. − Dalam model klasik, mediator berperan untuk menjaga urutan, struktur, mencatat kesepahaman, reframe dan meringkas, dan sekali-sekali mengintervensikan membantu proses komunikasi. − Pada model yang lain, mediator mengatur arah pembicaraan, terlbat dengan mengajukan pertanyaan kepada para pihak dan wakilnya. g. Pertemuan Terpisah − Untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan. − Untuk memberikan suasana dinamis pada proses negosiasi bilamana ditemui jalan buntu. − Menjalankan tes relitas terhadap para pihak. − Untuk menghindarkan kecendrungan mempertahankan pendapat para pihak pada join sessions. − Untuk mengingatkan kembali atashal-hal yang telah dicapai dalam proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan. h. Pembuatan Keputusan Akhir − Para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negosiasi akhir, dan menyelesaikan beberapa hal dengan lebih rinci. − Mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan telah dibahas, di mana para pihak merasa puas dengan hasil akhir. i. Mencatat Keputusan − Pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan dituangkan ke dalam tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam kontrak mediasi. − Pada kebanyakan kasus, cukup pokok-pokok kesepakatan yang ditulis dan ditandatangani, untuk kemudian disempurnakan oleh pihak pengacara hingga menjadi suatu kesepakatan akhir. − Pada kasus lainnya yang tidak terlalu kompleks, perjanjian final dapat langsung. j. Kata Penutup − Mediator biasanya memberikan ucapak penutup sebelum mengakhiri mediasi. − Ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak atas apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil terebut merupakan keputusan mereka sendiri, serta mengingatkan tentang hal apa yang perlu dilakukan di masa mendatang. − Mengakhiri mediasi secara “formal”. C. Faktor–Faktor Penghambat Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan Banyaknya penjelasan yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui mediasi sangatlah menguntungkan, hal ini bukan berarti pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan selalu lancar. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan mediasi ini tidak terlaksana dengan baik bahkan banyak juga para pihak yang tidak mau melakukan mediasi karena faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor penghambat ini juga merupakan faktor yang menghambat pelaksaan PERMA di Pengadilan Negeri. Bebrapa faktor tersebut, yaitu : 73 1. Ketiadaan mekanisme yang dapat memaksa salah satu pihak atau para pihak yang tidak menghadiri pertemuan mediasi. Jika salah satu pihak tidak meghadiri sidang pertama setelah dipanggil secara patut, maka Hakim dapat menjatuhkan hukuman verstek, yang mengalahkan pihak yang tidak hadir. Ketentuan ini mendorong bagi para pihak untuk memenuhi panggilan pengadilan. Jadi dalam proses mediasi, bila ada para pihak yng tidak hadir setelah ditentukan pertemuan mediasi, berarti ia sebenarnya tidak berkehendak untuk berdamai, sehingga mereka dengan sengaja membuang waktu 40 hari yang diwajibkan untuk proses mediasi. ini terjadi karena tidak adanya hukuman dalam konteks litigasi. 2. Jumlah mediator dan jumlah Hakim yang terbatas Ketersedian mediator dan Hakim yang sangat terbatas mempengaruhi pelaksanaan mediasi di pengadilan. Lembaga penyedia jasa yang ada di Indonesia masih sangat minim, padahal 73 ibid jumlah perkara perdata yang diajukan di pengadilan terbilang banyak dan memerlukan mediator. 3. Itikad baik para pihak Itikad baik sangat penting guna keberhasilan proses mediasi agar tercapai kesepaktan yang win-win solution. Apabila para pihak tidak mau melihat kebutuhan mereka dan hanya mengejar keuntungan, maka perdamaian melalui mediasi akan sulit tercapai. 4. Dukungan para hakim Tugas pokok Hakim Pengadilan Negeri adalah menyelesaikan sengketa secara memutus. Gaji yang dierima adalah berdasarkan tugas pokok tersebut. Berbeda dengan tugas sebagai mediator yang intinya adalah mendamaikan, dengan kata lain mereka berhak atas intensif tambahan tugas sebagai mediator. 5. Ruangan mediasi Tersedianya ruangan khusus mediasi merupakan faktor penting untuk mendukung pelaksanaan mediasi tersebut. Disamping faktor kerahasian yang harus dijaga, rasa nyaman juga perlu diperhatikan agar para pihak lebih leluasa mengungkapkan masalahnya dan tidak takut masalahnya diketahui oleh publik. 6. Dukungan pengacara dalam proses mediasi Apabila para pihak melakukan penyelesaian sengketa dengan cara mediasi otomatis pengacara tidak boleh mencampur tangani mediasi ini. Sehingga hal ini menjadi masalah pagi pengacara karena berkurangnya honor mereka. Masalah pemberian honor kepada pengacara adalah hubungan antara pengacara dan kliennya sehingga tidak perlu dicampuri oleh Mahakamah Agung. Akan tetapi karena penolakan pengacara atas mediasi ini akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan mediai tersebut. D. Efektifitas Mediasi dan Mediator dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan Efektifitas pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan pada dasarnya adalah kewajiban bagi para pihak yang bersengketa, oleh karena itu di dalam hukum acara perdata diatur bahwa pada persidangan pertama bahwa hakim ketua wajib menegaskan kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi terlebih dahulu. Pelaksanaan mediasi merupakan kewajiban dalam hukum acara perdata, semua sengketa perdata wajib menjalankan mediasi kecuali perkara niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. 74 74 Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dari uraian di atas bahwa pelaksanaan mediasi di pengadilan adalah kewajiban dari terlaksananya hukum acara perdata. Berhasil atau tidaknya mediasi mencapai kesepakatan damai dalam menyelesaikan sengketa perdata merupakan akhir dari pelaksanaan mediasi. Yang paling penting adalah mediasi tersebut haruslah dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pemeriksaan gugatan dalam persidangan. Dapat disimpulkan pelaksanaan mediasi tersebut sudah efektif karena apabila mediasi tidak dilakukan sebelum dimulainya gugatan, maka akan melanggar ketentuan Pasal 130 HIR154 RBg. Hasil dari pelaksanaan mediasi untuk menyelesaikan sengketa perdata belum tentu mencapai kata sepakat, pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata lebih sering mengalami kegagalan. Berikut kutipan wawancara penulis dengan narasumber Bapak Dahlan Sinaga : Bapak Dahlan Sinaga : “Menurut saya pelaksanaan mediasi tersebut sudah berjalan dengan sangat efektif. Dikarenakan mediasi merupakan hal yang harus dilaksanakan sebelum dimulainya persidangan gugatan. Apabila kita tidak melaksanakan mediasi kepada para pihak sengketa sebelum melaksanakan persidangan maka kita telah melanggar ketentuan hukum acara perdata. Namun, efektifitas mediasi dalam penyelesaian sengketa perdatalah yang belum efektif. Dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan ini masih banya mengalami kegagalan. Saya katakan mediasi ini tidak efektif dalam penyelesaian sengketa perdata karena berdasarkan pengalaman saya menjadi hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan. Berdasarkan perhitungan saya mulai tahun 2011-2012 ada 90 perkara perdata yang masuk kepada saya. Semua perkara ini sudah menjalani mediasi di awal persidangan tetapi dari 90 perkara tersebut yang berhasil dalam bermediasi hanya 3 perkara yakni mengenai kasus perceraian dan kasus perjanjian. Nomor perkara yang berhasil di mediasi, yaitu : No.441Pdt.G2011PN.Mdn 12-10-2011, No.698Pdt.G2012PN.Mdn 13-02-2012, No.341Pdt.GPN.Mdn 22- 10-2012. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa dalam penyelesaian sengketa perdata mediasi ini tidak berjalan dengan efektif. Banyak hal yang mengakibatkan mediasi ini tidak berjalan dengan efektif, salah satunya kurangnya sosialisasi mengenai mediasi kepada para pihak sengketa ataupun kurangnya dukungan para kuasa hukum para pihak untuk melaksanakan mediasi.” Kutipan wawancara dengan bapak Dahlan Sinaga mengenai hubungan efektifitas mediasi dengan mediator sebagai berikut : Bapak Dahlan Sinaga : “Sudah pasti hal ini sangat mempengaruhi efetifitas mediator dalam penyeleaian sengketa perdata. Karena beberapa hal yang mengakibatkan tidak efektifnya mediasi akan berdampak kepada mediator. Mediator juga tidak efektif dalam melakukan mediasi untuk menyelesaikan sengketa perdata, karena kurangnya para pihak yang menginginkan menjalankan mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata. Salah satu penyebab tidak efektif nya mediator adalah tidak adanya insentif yang diatur di dalam ketentuan perundang-undangan untuk para hakim mediator.” 75 75 Hasil Wawancara dengan Hakim Mediator Bapak Dahlan Sinaga pada tanggal 8 Januari 2013 Berdasarkan wawancara penulis dengan narasumber di atas dapat dilihat bahwa penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan masih banyak dilakukan melalui jalur litigasi. Karena banyaknya para pihak yang menganggap melalui jalur mediasi tidak akan pernah merasakan kemenangan atas sengketa tersebut. Hal tersebut juga didukung dengan pengacara para pihak tersebut, karena si pengacara tersebut akan merasakan kerugian sehingga ia tidak mendukung para pihak melakukan mediasi. Terlihat dari kejadian tersebut membuat mediasi itu tidak memiliki efektifitas dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan. Tidak efektifnya mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Medan sudah pasti akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan mediator di dalam Pengadilan Negeri. Mediator juga akan tidak efektiif dalam melaksanakan tugasnya sebagai pihak penengah. Hal ini disebabkan karena kurangnya para pihak yang mau melakukan penyelesaian sengeketa perdata dengan mediasi.

E. Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan