G. Peringatan Bergambar
1. Gambar Kesehatan di Bungkus Rokok
Penelitian menunjukkan sebagian besar perokok tak menyadari bahaya sesungguhnya dari racun nikotin. Mereka hanya cukup paham
rokok berbahaya. Bahkan di negara-negara maju yang publikasi bahaya rokok begitu luas, perokoknya tidak perduli terhadap yang mengancam
mereka dan orang di sekelilingnya. Munculnya peringatan bahaya rokok berupa gambar dampak nyata nikotin dibungkusnya, antara lain, timbul
karena fakta yang disimpulkan dari berbagai survei dan penelitian tersebut. Selama ini publikasikan luas itu hanya berupa teks sehingga tidak efektif
menyadarkan para pecandu maupun perokok baru. Dengan gambar, yang tidak membutuhkan kerja otak lebih keras seperti pada pembacaan teks,
diharapkan kampanye pengetahuan itu bisa lebih efektif. Tapi gambar saja belum tentu efisien sesuai dengan tujuannya. Penelitian Cunningham pada
2009 menunjukkan bahwa ada beberapa kriteria agar peringatan bergambar itu dipahami dengan mudah oleh publik. Kriteria itu antara lain:
Luas gambar 50 persen dari permukaan depan dan belakang bungkus rokok dibagian atas.
Berwarna dan tidak tertutup selubung sehingga muda dilihat. Pesan menunjukkan besarnya risiko merokok.
Pesan bergambar akan lebih efektif mencapai sasaran terutama di negara-negara yang tingkat melek hurufnya rendah
—jumlah perokok terbanyak dari kalangan ini. Maka wajar jika kampanye mengkonsumsi
rokok paling efektif adalah dikalangan miskin dan pendidikannya rendah. Pesan bergambar ini harus diganti secara periodik agar dampaknya
panjang dan terus diingat. Pada 2007 Universitas Indonesia meneliti tentang efektivitas
peringatan bahaya merokok di bungkus rokok yang berupa teks: ―Peringatan pemerintah: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan
jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin ‖. Hasilnya adalah
90 persen responden, 97 persen di antaranya adalah perokok, pernah membaca peringatan itu. Dari jumlah itu 43 persen tidak percaya akan
peringatan itu karena tidak merasakan dampak seperti diperingatkan itu, 26 persen tidak termotivasi berhenti merokok, dan 76 persen
menginginkan peringatan kesehatan berupa gambar dan tulisan. Sepertiga jumlah perokok bahkan menginginkan pesan yang spesifik dan
menakutkan. Maka ide menerapkan peringatan kesehatan pun muncul. Pasal 17
Undang-Undang Kesehatan menyebutkan pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas
pelayanan yang setingi-tingginya. Salah satu pemberian informasi itu melalui gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok.
2. Pengalaman Negara Lain