Karakteristik Subyek Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Subyek Penelitian

Responden pada penelitian ini merupakan masyarakat pria dewasa sehat Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dengan rentang umur 40-60 tahun. Jumlah responden yang bersedia mengikuti penelitian ini sebanyak 46 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sudah sesuai karena jumlah minimal sampel yang digunakan dengan metode korelasi yaitu sebanyak 30 orang Lodico et al., 2010. Langkah awal pengolahan data pada penelitian ini dimulai dari analisis statistik yang berupa analisis deskriptif. Statistik deskriptif dapat dilihat melalui distribusi data yang normal atau dapat digunakan untuk melihat karakteristik dari data yang diperoleh Dahlan, 2015. Karakteristik yang disajikan pada penelitian ini meliputi umur, Body Fat Percentage BFP, abdominal skinfold thickness, suprailiac skinfold thickness, triceps skinfold thickness, dan HbA1c. Penyajian data pada penelitian harus disesuaikan dengan hasil normalitas data. Jika data tidak terdistribusi normal, disajikan dengan mean ± SD. Jika data tida terdistribusi normal maka data yang disajikan yaitu median maksimum – minimum. Pengujian normalitas menggunakan Shapiro-Wilk sebab jumlah data penelitian ≤50 Dahlan, 2015. Tabel IV. Karakteristik Subyek Penelitian No Karakteristik Distribusi Data n=46 p 1 Umur tahun 48,50 40,00-60,00 0,005 2 Abdominal skinfold thickness mm 21,05±6,60 0,434 3 Suprailiac skinfold thickness mm 19,04±6,12 0,513 4 Triceps skinfold thickness mm 14,35 4,00-34,30 0,007 5 Body Fat PercentageBFP 20,63±4,66 0,367 6 HbA1c 5,50 5,00-6,20 0,027 data terdistribusi normal 1. Umur Responden pada penelitian ini adalah pria dewasa dengan rentang umur 40- 60 tahun yang termasuk dalam rentang umur middle-aged 40-69 Ranasinghe, Gamage, Katulanda, Adraweera, Thilakarathe, and Tharanga, 2013. Pada penelitian ini pengujian normalitas umur subyek penelitian menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh yaitu data tidak terdistribusi normal dilihat dari signifikansi p yaitu 0,005 dan dapat dilihat dari histogram menunjukkan data yang tidak simetris, serta penyebaran data yang tidak merata Gambar 7. Nilai tengah atau median yang di hasilkan yaitu 48,50 dan penyebaran ditunjukkan dengan minimum – maksimum yaitu 40,00 – 60,00. Gambar 7. Grafik Distribusi Umur Subyek Penelitian Menurut penelitian yang dilakukan oleh Garza, Dugan, Faghri, Gorin, Huedo-Medina, Kenny, et al 2015 dengan responden berjumlah 758 orang menyebutkan terdapat perbedaan signifikan body fat percentage terhadap umur responden p 0,01. Responden berumur 45 tahun memiliki body fat percentage lebih kecil dibandingkan responden yang berumur ≥45 tahun. Penelitian lain dilakukan oleh Ranasinghe et al. 2013 dengan total responden berjumlah 1114 orang yang 49,1 terdiri dari laki-laki mengatakan semakin bertambah umur menyebabkan peningkatan body fat percentage pada laki-laki. 2. Abdominal skinfold thickness Abdominal skinfold thickness terdistribusi normal dengan signifikansi p yaitu 0,434 dan dapat dilihat dari histogram yang simetris Gambar 8. Pada penelitian ini nilai rata-rata abdominal skinfold thickness yang didapatkan adalah sebesar 21,05 mm dengan SD ± 6,60. Gambar 8. Grafik Distribusi Abdominal Skinfold Thickness Subyek Penelitian Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sievenpiper et al. 2001 mengatakan bahwa abdominal skinfold thickness merupakan prediktor kuat terhadap sensitifitas dari insulin. Menurut Hoeger et al. 2014, abdominal skinfold thickness merupakan salah satu yang disarankan dari lima bagian yang sering digunakan untuk pengukuran skinfold thickness pada pria. 3. Suprailiac skinfold thickness Pengujian normalitas suprailiac skinfold thickness menggunakan Shapiro- Wilk dengan taraf kepercayaan 95, didapatkan hasil data terdistribusi normal dengan signifikansi p yaitu 0,513 dan dapat dilihat dari histogram yang simetris Gambar 9. Pada penelitian ini nilai rata-rata suprailiac skinfold thickness yang didapatkan adalah sebesar 19,04 mm dengan SD ± 6,12. Gambar 9. Grafik Distribusi Suprailiac Skinfold Thickness Subyek Penelitian Pengukuran suprailiac skinfold thickness merupakan parameter untuk menilai obesitas yang termasuk dalam obesitas sentral. Obesitas sentral merupakan salah satu risiko munculnya resistensi insulin yang nantinya dapat menjadi penyakit diabetes mellitus tipe 2. Pengukuran suprailiac skinfold thickness juga dapat menjadi prediktor kuat dalam menentukan resistensi insulin Sievenpiper et al., 2001. 4. Triceps skinfold thickness Pengujian normalitas triceps skinfold thickness pada subyek penelitian menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95, didapatkan hasil data tidak terdistribusi normal dengan dilihat dari signifikansi p yaitu 0,007 dan dapat dilihat pada histogram tidak simetris Gambar 10. Nilai tengah atau nilai median didapatkan yaitu 14,35 mm dengan nilai minimum 4,00 mm dan nilai maksimum 34,30 mm. Gambar 10. Grafik Distribusi Triceps Skinfold Thickness Subyek Penelitian Triceps skinfold thickness merupakan salah satu dari lima bagian yang sering digunakan untuk pengukuran skinfold thickness Hoeger et al., 2014. Menurut penelitian yang dilakukan Boye, Dimitriou, Manz, Schoenau, Neu, Wudy, et al. 2002 menyebutkan pengukuran menggunakan triceps skinfold thickness dapat menjadi prediktor untuk regulasi insulin dan penanda metabolik yang tidak normal dengan menggabungkan beberapa pengukuran skinfold thickness. 5. Body Fat Percentage Nilai body fat percentage pada penelitian ini didapatkan melalui pengukuran skinfold thickness yang dilakukan pada tiga bagian yaitu abdominal skinfold thickness, suprailiac skinfold thickness, dan triceps skinfold thickness. Pengujian normalitas body fat percentage pada subyek penelitian menggunakan Shapiro-Wilk dengan tingkat kepercayaan 95 didapatkan hasil terdistribusi normal yang dapat dilihat dari signifikansi p yaitu 0,367 dan dapat dilihat dari histogram yang menunjukkan hasil simetris Gambar 11. Pada penelitian ini didapatkan hasil rata- rata body fat percentage 20,63 dengan SD yaitu ± 4,66. Nilai rata-rata yang didapatkan pada pengukuran body fat percentage menunjukkan terdapat pada tingkat moderate. Gambar 11. Grafik Distribusi Body Fat Percentage Subyek Penelitian Body fat percentage sering dijadikan sebagai penanda obesitas dibandingkan body mass index dikarenakan pada body mass index yaitu bukan suatu pengukuran langsung terhadap adipositas dan tidak dapat dipakai pada individu dengan body mass index yang tinggi akibat besarnya massa otot Guyton and Hall, 2006. Body fat percentage merupakan indikator baik dibandingkan dengan pengukuran lingkar pinggang untuk mengetahui penyakit terkait obesitas seperti diabetes mellitus tipe 2 Dervaux, Wubuli, Megnien, Chironi, and Simon, 2008. Body fat percentage dengan massa lemak yang tinggi dapat berhubungan kuat dengan tingkat kematian dibandingkan dengan body mass index Heitmann, Erikson, Ellsinger, Mikkelsen, and Larsson, 2000. Pengukuran body fat percentage penting dilakukan untuk mengetahui penyakit terkait obesitas yaitu resiko diabetes mellitus tipe 2 Gomez-Ambrosi, Silva, Galofre, Escalada, Santos, Gil, et al, 2011. 6. HbA1c Pengujian normalitas HbA1c pada subyek penelitian menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh yaitu data HbA1c tidak terdistribusi normal dilihat dari nilai signifikansi p yaitu 0,027 dan dapat dilihat dari histogram yang tidak simetris Gambar 12. Nilai tengah atau median pada HbA1c yaitu 5,50 dengan nilai minimum 5,00 dan nilai maksimum 6,20. Gambar 12. Grafik Distribusi HbA1c Subyek Penelitian HbA1c merupakan kadar glukosa darah yang terikat pada hemoglobin secara kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup eritrosit 120 hari. HbA1c adalah bentuk ikatan molekul glukosa pada asam amino valin di ujung rantai beta molekul hemoglobin American Diabetes Association, 2011. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paputungan et al. 2014 kadar HbA1c dapat meningkat dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti anemia defisiensi besi. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan hemoglobin terlebih dahulu untuk mengetahui kadar hemoglobin responden. Responden pria pada penelitian ini tidak memiliki kadar hemoglobin yang termasuk dalam kategori anemia 13 mgdl, sehingga kadar HbA1c pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh anemia. Menurut penelitian Matinhomaee, Khorshidi, Azarbayjani, and Hossein-nezhad 2012 pada 21 responden pria mengatakan bahwa peningkatan body fat percentage berkorelasi dengan kadar glukosa p = 0,019 dan resistensi insulin p = 0,043.

B. Perbandingan Rerata HbA1c terhadap Body Fat Percentage