Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

(1)

INTISARI

Pengukuran antropometri untuk orang dewasa dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan dan status diet, risiko penyakit, dan komposisi tubuh pada usia dewasa. Pengukuran lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) memiliki hubungan dengan obesitas sentral dan kadar HbA1c. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi LP dan RLPP terhadap kadar HbA1c pada laki-laki dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta untuk mendeteksi penyakit diabetes melitus khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Subyek penelitian dipilih menggunakan teknik

nonrandom sampling. Besar sampel adalah 46 orang.

Analisis korelasi untuk menentukan hubungan antara LP-RLPP dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, uji komparatif Mann-Whitney dan t-test tidak berpasangan serta uji korelasi

Pearson dan Spearman dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi LP terhadap kadar HbA1c adalah positif tidak bermakna dengan kekuatan lemah (r=0,244; p=0,102) dan RLPP terhadap HbA1c adalah positif tidak bermakna dengan kekuatan sangat lemah (r=0,048; p=0,750).

Kata kunci: pria sehat, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul, HbA1c


(2)

ABSTRAK

Anthropometric measurements for adults can be used to evaluate the health and status of the diet, the risk of disease, and body composition in adults. Measurement of waist circumference (WC) and the ratio of waist to hip circumference (WtHR) has a relationship with central obesity and HbA1c levels. The purpose of this study was to determine the correlation waist circumference and waist to hip ratio against HbA1c levels in healthy men in Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta to detect diabetes melitus, especially in rural communities. This research was observational analytic with cross sectional study design. The subjects were selected using nonrandom sampling technique. The sample size is 46 people.

Correlation analysis to determine the relationship between WC-WtHR and HbA1c levels. Data were analyzed by Shapiro-Wilk normality test. Hypothesis tested by comparative Mann-Whitney test and independent t-test. Analysis use Pearson and Spearman correlation test with confidence level of 95%. The results of this study showed a positive correlation WC against HbA1c was not significantly with the weak force (r = 0.244; p = 0.102) and WtHR on HbA1c was positive correlation but not significantly with the very weak force (r = 0.048; p = 0.750).


(3)

KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PANGGUL TERHADAP HbA1c PADA PRIA DEWASA SEHAT DI DESA

KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Novena Adi Yuhara NIM : 128114099

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PANGGUL TERHADAP HbA1c PADA PRIA DEWASA SEHAT DI DESA

KEPUHARJO KECAMATAN CANGKRINGAN SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Novena Adi Yuhara NIM : 128114099

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vi INTISARI

Pengukuran antropometri untuk orang dewasa dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan dan status diet, risiko penyakit, dan komposisi tubuh pada usia dewasa. Pengukuran lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) memiliki hubungan dengan obesitas sentral dan kadar HbA1c. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi LP dan RLPP terhadap kadar HbA1c pada laki-laki dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta untuk mendeteksi penyakit diabetes melitus khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Subyek penelitian dipilih menggunakan teknik nonrandom sampling. Besar sampel adalah 46 orang.

Analisis korelasi untuk menentukan hubungan antara LP-RLPP dan kadar HbA1c. Analisis data dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, uji komparatif Mann-Whitney dan t-test tidak berpasangan serta uji korelasi Pearson dan Spearman

dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi LP terhadap kadar HbA1c adalah positif tidak bermakna dengan kekuatan lemah (r=0,244; p=0,102) dan RLPP terhadap HbA1c adalah positif tidak bermakna dengan kekuatan sangat lemah (r=0,048; p=0,750).


(10)

vii ABSTRAK

Anthropometric measurements for adults can be used to evaluate the health and status of the diet, the risk of disease, and body composition in adults. Measurement of waist circumference (WC) and the ratio of waist to hip circumference (WtHR) has a relationship with central obesity and HbA1c levels. The purpose of this study was to determine the correlation waist circumference and waist to hip ratio against HbA1c levels in healthy men in Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta to detect diabetes melitus, especially in rural communities. This research was observational analytic with cross sectional study design. The subjects were selected using nonrandom sampling technique. The sample size is 46 people.

Correlation analysis to determine the relationship between WC-WtHR and HbA1c levels. Data were analyzed by Shapiro-Wilk normality test. Hypothesis tested by comparative Mann-Whitney test and independent t-test. Analysis use Pearson and Spearman correlation test with confidence level of 95%. The results of this study showed a positive correlation WC against HbA1c was not significantly with the weak force (r = 0.244; p = 0.102) and WtHR on HbA1c was positive correlation but not significantly with the very weak force (r = 0.048; p = 0.750).


(11)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PUBLIKASI ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 7

B. Tujuan Penelitian ... 7

BAB II. PENELAAH PUSTAKA ... 8

A. Antropometri ... 8

1. Lingkar Pinggang ... 8

2. Rasio Lingkar Pinggang Panggul ... 10


(12)

ix

C. Diabetes Melitus Tipe 2 ... 12

D. HbA1c ... 12

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran HbA1c ... 13

F. Landasan Teori ... 14

G. Hipotesis ... 15

BAB III. METODE PENELITIAN... 16

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 16

B. Variabel Penelitian ... 16

C. Definisi Operasional ... 17

D. Responden Penelitian ... 18

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 19

G. Teknik Sampling ... 22

H. Instrumen Penelitian ... 22

I. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Observasi awal ... 22

2. Permohonan izin dan kerjasama ... 23

3. Pembuatan informed consent dan leaflet ... 23

a. Informed consent ... 23

b. Leaflet ... 24

4. Pencarian responden ... 24

5. Validasi, reliabilitas, dan kalibrasi instrumen penelitian ... 25


(13)

x

7. Pembagian hasil pemeriksaan ... 26

8. Pengolahan data ... 27

J. Analisis Data ... 27

K. Keterbatasan Penelitian ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Karakteristik Responden ... 29

1. Usia ... 30

2. Lingkar Pinggang ... 31

3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul ... 32

4. Kadar HbA1c ... 34

5. Kadar Hemoglobin ... 35

B. Uji Komparatif Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang terhadap kadar HbA1c ... 37

C. Korelasi antara Lingkar Pinggang dan rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 54


(14)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai cut-points Lingkar Pinggang Orang Asia Selatan ... 8 Tabel II. Cut-off ukuran Rasio Lingkar Pinggang-Panggul ... 10 Tabel III. Klasifikasi Nilai HbA1c ... 13 Tabel IV. Intepretasi Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai

p, dan Arah Korelasi ... 30 Tabel V. Karakteristik Responden Penelitian ... 29 Tabel VI. Uji Komparatif Lingkar Pinggang ≥90cm dan Lingkar Pinggang

<90cm terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria ... 38 Tabel VII. Uji Komparatif Rasio Lingkar Pinggang Panggul <0,90cm dan Rasio

Lingkar Pinggang Panggul ≥0,90cm terhadap Kadar HbA1c pada

Responden Pria ... 39 Tabel VIII. Korelasi antara Lingkar Pinggang terhadap Kadar HbA1c pada

Responden Pria ... 41 Tabel IX. Korelasi antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar


(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Langkah-langkah pengukuran lingkar pinggang ... 9

Gambar 2. Pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul... 11

Gambar 3. Skema responden penelitian ... 19

Gambar 4. Skema penelitian payung ... 21

Gambar 5. Histogram distribusi data variabel usia ... 30

Gambar 6. Histogram distribusi data variabel lingkar pinggang ... 32

Gambar 7. Histogram distribusi data variabel rasio lingkar pinggang panggul ... 33

Gambar 8. Histogram distribusi data variabel kadar HbA1c ... 35

Gambar 9. Histogram distribusi data variabel hemoglobin ... 36

Gambar 10. Distribusi sebaran lingkar pinggang terhadap HbA1c ... 40


(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian ... 55

Lampiran 2. Ethical clearance ... 56

Lampiran 3. Surat izin peminjaman tempat penelitian ... 57

Lampiran 4. Hasil validasi pita ukur Butterfly® ... 58

Lampiran 5. Hasil pemeriksaan laboratorium responden pria ... 59

Lampiran 6. Leaflet ... 60

1. Leaflet tampak depan ... 60

2. Leaflet tampak belakang ... 60

Lampiran 7. Informed consent ... 61

Lampiran 8. Pedoman wawancara ... 62

Lampiran 9. Undangan pemeriksaan kesehatan ... 63

Lampiran 10. Form pengukuran antropometri ... 64

Lampiran 11. Sertifikat lisensi analisis data statistik ... 65

Lampiran 12.Uji reliabilitas instrumen penelitian (Butterfly®) (pria 57 tahun) ... 66

Lampiran 13. Dokumetasi pengukuran antropometri ... 67

1. Dokumentasi pengukuran lingkar pinggang... 67

2. Dokumentasi pengukuan lingkar panggul ... 67

3. Dokumentasi pengambilan darah ... 68

Lampiran 14. Deskripsi dan uji normalitas usia pada responden pria ... 69

Lampiran 15. Deskripsi dan uji normalitas lingkar pinggang pada responden pria . 70 Lampiran 16. Deskripsi dan uji normalitas rasio lingkar pinggang panggul pada responden pria ... 71


(17)

xiv

Lampiran 17. Deskripsi dan uji normalitas kadar HbA1c pada responden pria ... 72 Lampiran 18. Deskripsi dan uji normalitas kadar hemoglobin pada responden pria . 73 Lampiran 19. Deskripsi dan uji normalitas HbA1c pada responden pria LP <90

cm dan LP ≥90 cm ... 74 Lampiran 20. Uji komparatif HbA1c pada responden pria LP <90 cm dan LP ≥90

cm ... 76 Lampiran 21. Deskripsi dan uji normalitas RLPP pada responden pria RLPP<0,90

dan RLPP ≥0,90 ... 77 Lampiran 22. Uji komparatif HbA1c pada responden pria RLPP <90 cm dan

RLPP ≥90 cm ... 79 Lampiran 23. Uji Korelasi Pearson lingkar pinggang terhadap kadar Hba1c pada

responden pria ... 80 Lampiran 24. Uji Korelasi Spearman rasio lingkar pinggang panggul terhadap


(18)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Pengukuran antropometri merupakan pengukuran yang dilakukan untuk melihat status gizi dari seseorang atau populasi (Balai Pelatihan dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, 2007). Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar pinggang, panjang tungkai, dan tinggi badan,

body mass index (BMI) dan sebagainya (Perhimpunan Ergonomi Indonesia, 2013). Melalui pengukuran tersebut dapat diperoleh rasio ataupun indeks pengukuran yang sesuai dengan indikator antropometrik yang diinginkan (NHANES, 2007). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran antropometri terhadap lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) yang menunjukan bahwa menurut Klein et al. (2007), LP berkorelasi positif dengan lemak abdominal dan RLPP memiliki korelasi kuat dengan obesitas sentral. Obesitas sentral merupakan lemak tubuh yang terdistribusi pada abdomen yang dapat diukur selain dengan pengukuran LP, dapat diukur dengan RLPP (D’Alessio, 2004). Peningkatan jumlah lemak di sekitar pinggang meningkatkan risiko terserang penyakit jantung dan diabetes melitus (United States of Preventive Service Task Force, 2012).

Metode antropometri telah banyak digunakan secara luas pada orang dewasa untuk mencari hubungan kadar lemak dengan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular (Helmizer, Jalal, dan Liputo, 2010). Pengukuran antropometri merupakan salah satu prediktor risiko penyakit kardiovaskular pada pria yang


(19)

paling baik, khususnya pengukuran LP dan RLPP (Chan, Watts, Barret, and

Burke, 2003; Gharakhanlou, Farzad, Agha-Alinejad, Steffen, and Bayati, 2012). Pada pria dewasa kecenderungan terjadi obesitas android yang mendominasi pada lemak viceral dan lingkar pinggang pada jaringan adiposa sedangkan pada wanita dewasa kecenderungan mengalami obesitas gynoid dimana jaringan lemak banyak ditemukan di bagian panggul. Obesitas tipe android lebih berisiko pada penyakit kardiovaskular daripada obesitas gynoid, selain itu, obesitas android diasosiasikan dengan metabolik sindrom, resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia. Hiperinsulinemia dan banyaknya asam lemak bebas yang diproduksi dapat meningkatkan terjadinya resistensi insulin dan mengurangi sekresi insulin (Janjic, 1997).

Penyakit kardiovaskular adalah istilah umum yang menggambarkan penyakit jantung atau pembuluh darah. Aliran darah ke jantung, otak atau badan dapat berkurang sebagai akibat dari bekuan darah (trombosis), atau oleh penumpukan deposit lemak di dalam arteri yang menyebabkan arteri mengeras dan sempit (aterosklerosis) (NHS, 2015). Beberapa faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular salah satunya adalah diabetes melitus. Orang dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi terhadap penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan orang non-diabetes (Timon, Collantes, Galindo, and Gomez, 2014).

Menurut IDF (International Diabetes Federation) di Asia Tenggara pada tahun 2010 terdapat 838 juta populasi dewasa usia 20-79 tahun 7,0% mengalami diabetes yaitu sebanyak 58,7 juta jiwa dan diperkirakan tahun 2030 dari 1,200


(20)

milyar populasi, 8,4% akan mengalami diabetes yaitu sebanyak 101,0 juta jiwa. Di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penyandang diabetes melitus tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 akan ada 20,1 juta penderita diabetes. (International Diabetes Federation, 2015; Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia, 2011).

Diagnosis diabetes melitus (DM) membutuhkan pemeriksaan kadar glukosa darah. Riskesdas tahun 2007 dan 2013 melakukan pemeriksaan gula darah untuk mendapatkan data proporsi penderita diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia yang meliputi masyarakat perkotaan dan pedesaan dengan tes TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dan tes GDP (Gula Darah Puasa), ternyata proporsi penderita DM di pedesaan (7%) tidak lebih rendah dibandingkan di perkotaan (6,8%). Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan jajak pendapat, pernah didiagnosis tenaga kesehatan, sebesar 1,5% di pedesaan sedangkan adanya gejala diabetes melitus sebulan terakhir namun belum dipastikan/diperiksa sebesar 0,6% atau sekitar satu juta penduduk. Penurunan berat badan dan perubahan gaya hidup mampu mencegah atau menunda perkembangan dari diabetes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013; Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Pengendalian glukosa darah pada penderita diabetes melitus dapat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam post-prandial, selain itu dapat dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk memprediksi timbulnya penyakit diabetes melitus. American Diabetic Association menetapkan


(21)

nilai normal HbA1c adalah <6,5%. Pemeriksaan HbA1c dapat dilakukan kapan saja dan tidak perlu puasa (American Diabetic Association, 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara LP dan RLPP terhadap kadar HbA1c yang merupakan salah satu indikator terjadinya diabetes melitus yang merupakan faktor penyakit kardiovaskular sehingga adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya pedesaan dalam memprediksi diabetes melitus serta pencegahan risiko penyakit kardiovaskular melalui pengukuran LP dan RLPP, pengukuran antropometri yang sederhana, praktis dan murah.

1. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini adalah: Apakah terdapat korelasi bermakna antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pencarian informasi terkait penelitian mengenai antropometri, kadar HbA1c dan risiko penyakit kardiovaskular adalah:

a. Body Composition Indices and Predicted Cardiovascular Disease Risk

Profile among Urban Dwellers in Malaysia” (Su, Mohammadreza, Farizah, Nithiah, Maznah, and Hazreen, 2015). Hasil penelitian ini adalah Risiko penyakit kardiovaskular memiliki korelasi positif kuat dengan RLPP dan rasio tinggi pinggang (p<0.001). LP sangat berkorelasi dengan risiko penyakit kardiovaskular pada laki-laki dan perempuan, sedangkan Body Fat Percentage memiliki korelasi yang lebih rendah. Pada laki-laki, RLPP


(22)

memiliki korelasi kuat dengan risiko penyakit kardiovaskular. Secara keseluruhan, LP memiliki korelasi kuat dengan risiko penyakit kardiovaskular, diikuti oleh rasio tinggi pinggang kemudian BMI (semua p<0,001). Persamaan penelitian meliputi variabel yang diukur adalah LP dan RLPP dan karakteristik responden adalah ras Asia Tenggara, metode yang dipakai cross sectional. Perbedaannya terletak pada variabel yang diukur LP, RLPP, rasio tinggi pinggang, dan BMI. Responden merupakan masyarakat urban serta jumlah responden lebih banyak (882 orang).

b. Relationship between Hemoglobin A1c and Cardiovascular Disease in Mild-to-Moderate Hypercholesterolemic Japanese Individuals: Subanalysis of a

Large-Scale Randomized Controlled Trial (Nishimura, Nakagami, Sone, Ohashi, and Tajimas, 2011). Hasil dari penelitian ini adalah meningkatnya kadar HbA1c mengakibatkan kejadian penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskular juga meningkat pada pria (p<0,001). Angka kejadian stroke sedikit lebih tinggi pada pria daripada wanita dengan HbA1c ≥6,5% meskipun tidak bermakna secara statistik (p=0,33). Pada pria, ada kecenderungan yang signifikan untuk peningkatan mortalitas jika tingkat HbA1c tinggi. Persamaan penelitian meliputi variabel yang diteliti yaitu HbA1c, dilakukan pada pria, serta karakteristik responden adalah orang Asia, dan metode penelitian adalah cross sectional. Perbedaan penelitian adalah variabel yang digunakan peneliti tersebut adalah LDL-C dan HDL-C, total trigliserid, dan HbA1c. Dilakukan pada wanita dan pria. Responden lebih banyak, 4002 orang.


(23)

c. Hubungan Obesitas dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung (Putri dan Larasati, 2013). Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 dari hasil pengukuran BMI diketahui bahwa 69.6% responden tidak obesitas dengan mayoritas responden memiliki BMI normal. Hasil pengukuran LP menunjukkan bahwa 8 responden dari 19 responden laki-laki memiliki LP di atas nilai cut off (≥ 90

cm) dan 18 responden dari 27 responden perempuan memiliki LP di atas nilai

cut off (≥80 cm), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 26 responden dari 46 responden mengalami obesitas sentral. Berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c diketahui bahwa 33 responden dari 46 responden memiliki kadar HbA1c yang buruk, sedangkan hanya 13 responden memiliki kadar HbA1c baik. Penelitian ini menyimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara obesitas dengan kadar HbA1c (p=0,579). Persamaan penelitian meliputi responden laki-laki, variabel LP sebagai penunjuk obesitas sentral, menggunakan pengukuran HbA1c, responden umur dewasa serta cut off LP yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian adalah responden laki-laki dan perempuan penderita DM, metode yang digunakan adalah retrospropektif dan variabel penelitian lain yang digunakan adalah IMT (Indeks Massa Tubuh). d. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

HbA1c pada Karyawan Pria Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma (Darmayanti, 2014). Hasil penelitian tersebut adalah ada korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah antara LP dengan kadar HbA1c (r=0,296;


(24)

p=0,016), serta RLPP dengan kadar HbA1c (r=0,327; p=0,007) pada pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Persamaannya adalah menggunakan kadar HbA1c, LP, dan RLPP sebagai variabel, menggunakan kriteria sehat untuk dijadikan responden sedangkan perbedaan penelitian adalah responden yang digunakan adalah masyarakat urban.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

b. Manfaat Praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai pengukuran LP dan RLPP yang diharapkan dapat memberikan gambaran awal terhadap peningkatan kadar HbA1c sebagai pendeteksi dini penyakit diabetes melitus guna pencegahan penyakit kardiovaskular yang dapat dilakukan secara sederhana, praktis, dan murah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada pria dewasa sehat Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.


(25)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Antropometri

Pengukuran antropometri adalah pengukuran secara sederhana dan cepat pada lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) dan Body Mass Index (BMI), yang dapat digunakan untuk mengukur timbunan lemak pada intraabdomen yang merupakan salah satu risiko penyakit kardiovaskular pada manusia. Prediktor risiko penyakit kardiovaskular pada pria yang paling baik adalah pengukuran antropometri, khususnya pengukuran LP dan RLPP (Chan et al., 2003; Gharakhanlou et al., 2012).

1. Lingkar Pinggang

Pengukuran LP merupakan pengukuran antropometri untuk mendeteksi diabetes melitus tipe 2 yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Pengukuran LP merupakan prediktor yang lebih baik terhadap diabetes daripada

body mass index (Xin et al., 2012). Berdasarkan International Diabetes Federation (2006), nilai cut-points lingkar pinggang untuk ras Asia Selatan ditunjukkan pada Tabel I. dibawah ini:

Tabel I. Nilai Cut-Points Lingkar Pinggang Obesitas Sentral Asia Selatan (International Diabetes Federation, 2006)

Jenis Kelamin Lingkar Pinggang (cm) Obesitas

Laki-laki ≥90


(26)

Pengukuran LP dapat digunakan untuk memprediksi adanya timbunan lemak pada daerah intraabdomen atau sering disebut obesitas sentral, yang merupakan salah satu penanda risiko penyakit kardiovaskular. Cara pengukuran LP yang tepat, dapat dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terakhir dengan iliac crest. Pita pengukur harus menempel pada kulit, namun tidak sampai menekan. Sebaiknya pengukuran LP dilakukan ketika akhir respirasi (Coulston, Boushey, and Ferruzzi, 2013; World Health Organization, 2008). Prosedur pengukuran LP dapat dilihat pada Gambar I.

Gambar 1.Langkah-langkah pengukuran lingkar pinggang (International Chair on Cardiometabolic Risk, 2011)


(27)

2. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

Rasio lingkar pinggang panggul merupakan salah satu teknik tambahan selain pengukuran lingkar pinggang untuk mengetahui distribusi lemak dalam tubuh, terutama pada bagian abdomen. Rasio ini diangggap lebih baik dalam menunjukkan distribusi lemak tubuh jika dibandingkan dengan pengukuran

skinfold thickness. Pengukuran rasio ini juga baik dalam memperkirakan adanya timbunan lemak pada daerah pinggul dan intraabdomen yang sering diasosiasikan dengan munculnya penyakit kronis, seperti penyakit jantung koroner. Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul dilakukan dengan membandingkan nilai lingkar pinggang dengan lingkar panggul dengan cara berdiri dan menghindarkan pengukuran dengan memakai pakaian yang tebal. Mengukur bagian pinggang pada umbilikus dan mengukur bagian panggul pada lingkar terbesar antara pinggang dan paha (Wang, Eric, Meir, Walter, and Frank, 2005). Berdasarkan

World Health Organization (2008), nilai cut-off RLPP dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Cut-off Ukuran Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Obesitas

(World Health Organization, 2008)

Jenis Kelamin Ukuran RLPP Obesitas

Laki-laki ≥0,90


(28)

Gambar 2. Pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul (Dewar, 2013)

B. Obesitas Sentral

Obesitas sentral adalah suatu keadaan dimana adanya akumulasi lemak secara intraabdominal dan subkutan di daerah abdomen (perut). Overweight dan obesitas merupakan faktor utama terjadinya penyakit kardiovaskular. Pengukuran lemak abdominal seperti LP secara tidak langsung telah mengukur jaringan lemak

viceral. Adiposa mengeluarkan asam lemak bebas, mengeluarkan enzim renin-angiotensin dan mensekresi faktor inflamasi yang menyebabkan terjadinya atherosklerosis karena hiperlipidemia dan resistensi insulin, tekanan darah tinggi, dan inflamasi vaskular. Pada jaringan, adiposa viceral dimetabolisme secara aktif dan merupakan sumber utama yang sering diasosiasikan sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul, memiliki korelasi positif terhadap adanya obesitas sentral. Obesitas sentral dikaitkan dengan jaringan lemak viceral yang dapat menyebabkan resistensi insulin akibat dari peningkatan glukosa darah. Resistensi insulin dan peningkatan lemak viceral adalah penanda dari sindrom metabolik, serta faktor


(29)

terjadinya diabetes dan penyakit kardiovaskular (Kulie et al., 2011; Lawrence, Erica, Mark, and Sarah, 2015).

C. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin dan dapat menimbulkan komplikasi kronik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005; Dipiro, 2008).

Mengontrol gula darah pada penderita diabetes dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh penyakit ini. Gula darah terkontrol pada penderita diabetes melitus dapat dilihat dari kadar HbA1c yang merupakan gold-standard untuk mengetahui penyakit DM terkendali atau tidak (Ketema and Kelemu, 2015). Perubahan pola hidup yang baik, menurunkan kadar LDL-C dan menjaga tekanan darah tetap normal merupakan tujuan utama mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes melitus tipe 2 selain untuk mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskular oleh DM tipe 2 (Pinchevsky, Butkow, Chirwa, and Raal, 2015).

D. HbA1c

HbA1c atau hemoglobin A1c adalah protein yang terbentuk atas reaksi antara glukosa dan hemoglobin dalam sel darah merah. Pengukuran HbA1c dapat


(30)

mengindikasikan rata-rata kadar glukosa selama 2-3 bulan sesuai usia sel darah merah. Peningkatan HbA1c merupakan faktor risiko untuk pengembangan penyakit gagal jantung pada pasien dengan diabetes melitus. Tes Hemoglobin A1c (HbA1c) dapat memberikan ukuran terpercaya pada glikemia kronis dan berkorelasi baik dengan risiko komplikasi diabetes jangka panjang (Liang, Tsan, Ma, Chow, and Wu, 2010; Tmova, Nimbal, and Horwich, 2011).

Peningkatan 1% kadar HbA1c pada penderita diabetes menyebabkan 18% terjadi peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan 12-14% meningkatkan terjadinya mortalitas (Selvin et al., 2004).

Tabel III. Klasifikasi Nilai HbA1c (American Diabetes Association, 2015)

Klasifikasi Nilai HbA1c (%)

Normal <5,7

Prediabetes 5,7-6,4

Diabetes ≥6,5

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran HbA1c

Anemia merupakan kondisi jumlah sel darah merah (yang mengandung hemoglobin sebagai pengedar oksigen ke seluruh tubuh) yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologi tubuh. HbA1c dibentuk dengan terglikasinya

terminal valine pada ß-chain hemoglobin. Kadar HbA1c pada eritrosit akan meningkat berdasarkan umur eritrosit. Penurunan zat besi pada anemia memiliki kaitan dengan meningkatnya hemoglobin yang terglikasi. Produksi eritrosit akan berkurang dan menyebabkan peningkatan rata-rata umur daur eritrosit menjadi lebih lama sehingga kadar HbA1c meningkat (World Health Organization, 2011; (Sluiter cit., Christy et al., 2014)).


(31)

Kadar hemoglobin normal untuk pria adalah 13 g/dL atau lebih, sedangkan untuk wanita adalah 12 g/dL atau lebih. Seseorang yang memiliki kadar hemoglobin dibawah normal disebut mengalami anemia. Faktor lain yang harus diperhatikan saat melakukan uji HbA1c adalah anemia hemolitik, hemoglobinopathy, kehamilan, defisiensi vitamin B12, inflamasi akut dan kronis, dan infeksi parasit (World Health Organization, 2011).

F. Landasan Teori

Metode antropometri adalah salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan status nutrisi seseorang. Metode ini banyak digunakan karena murah dan mudah untuk dilakukan oleh semua orang. Beberapa teknik dalam metode ini antara lain pengukuran lingkar pinggang (LP) dan pengukuran rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP). Pengukuran LP dan RLPP adalah suatu teknik yang dapat memprediksi adanya obesitas sentral pada seseorang, yang merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (Al-Zurfi, Aniza, Mohd.Rusli, and Norhayati,2012; Lawrence, Anwar, Janice, and Sonia,

2007).

Obesitas sentral dengan meningkatnya lemak viceral yang mengeluarkan asam lemak bebas dapat menyebabkan sindrom metabolik dan resistensi insulin yang mengakibatkan peningkatan glukosa darah. Rata-rata kontrol glikemik selama 2-3 bulan terakhir dapat diukur menggunakan HbA1c. HbA1c atau hemoglobin A1c adalah protein yang terbentuk atas reaksi antara glukosa dan hemoglobin dalam sel darah merah. Pembentukan hemoglobin terglikasi tersebut merupakan proses yang ireversibel dan terus terjadi peningkatan konsentrasi


(32)

sesuai usia eritrosit (2-3 bulan). Pada seorang anemia persisten, jumlah eritrosit menurun menyebabkan jangka hidup eritrosit lebih lama sehingga menyebabkan kadar HbA1c tinggi. Peningkatan HbA1c juga beresiko meningkatkan penyakit kardiovaskular. Kadar HbA1c tidak hanya dipengaruhi oleh kadar glukosa darah saja, namun juga dipengaruhi oleh anemia hemolitik, hemoglobinopathy,

kehilangan darah secara akut dan kronik, kehamilan, uremia, defisiensi nutrisi, dan anemia (Liang et al., 2010; Tmova et al., 2011; (Sluiter cit., Sinha et al.,

2012)).

G. Hipotesis

Terdapat korelasi positif bermakna antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HbA1c pada pria dewasa sehat di Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.


(33)

16 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan berupa cross sectional. Penelitian observasional analitik digunakan untuk mencari korelasi antara faktor risiko dengan faktor efek. Rancangan penelitian cross sectional adalah rancangan penelitian yang mempelajari korelasi antara faktor risiko dan faktor efek (Notoatmodjo, 2010). Pada rancangan penelitian cross sectional penelitian terhadap subyek penelitian dilakukan satu kali saja tanpa tindak lanjut atau pengulangan pengukuran (Saryono, 2011). Peneliti melakukan observasi terhadap faktor risiko dan faktor efek pada satu waktu yang sama. Analisis korelasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) sebagai faktor risiko, dan HbA1c sebagai faktor efek pada pria dewasa sehat di Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : LP dan RLPP

2. Variabel tergantung : Kadar HbA1c 3. Variabel pengacau :

a. Terkendali : Usia dan jenis kelamin

b. Tidak terkendali : Aktivitas responden, keadaan patologis, dan gaya hidup responden.


(34)

C. Definisi Operasional

1. Responden penelitian adalah pria dewasa sehat di Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta yang bersedia ikut serta dalam penelitian ini, serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan.

2. Karakteristik penelitian meliputi pengukuran antropometri dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pengukuran antropometri meliputi lingkar pinggang LP dan RLPP. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dianalisis adalah kadar HbA1c.

3. Pengukuran LP dilakukan pada bagian atas iliac crest secara horizontal mengelilingi abdomen. Pita pengukur harus menempel pada kulit, namun tidak sampai menekan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sentimeter (cm). 4. Pengukuran lingkar panggul dapat dilakukan pada bagian terbesar panggul

yang mengitari bagian pantat. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sentimeter (cm).

5. Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul dilakukan dengan membagi nilai lingkar pinggang dengan nilai lingkar panggul.

6. Kadar HbA1c diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium Pramita Yogyakarta yang dinyatakan dalam persen (%).

7. Kriteria cut-points obesitas pada pria berdasarkan International Diabetes Federation (2006), LP yaitu ≥90 cm, dan berdasarkan World Health Organization (2008) nilai cut-off obesitas RLPP yaitu ≥0,90.


(35)

D. Responden Penelitian

Responden penelitian adalah pria dewasa sehat di Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta yang bersedia ikut serta dalam penelitian ini, serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan dalam penelitian. Profil masyarakat Desa Kepuharjo sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan buruh.

Kriteria inklusi subyek penelitian adalah penduduk Desa Kepuharjo yang berumur 40-60 tahun, tidak ada riwayat penyakit kardiometabolik, keadaan oedem, dan konsumsi obat-obatan terkait penyakit kardiometabolik, serta bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi memiliki penyakit kardiometabolik, memiliki HbA1c ≥6,5% dan tidak menghendaki untuk pengambilan darah.

Besar sampel didapat dari data keseluruhan warga Desa Kepuharjo yang terbagi dalam 7 dusun yaitu Dusun Kepuh, Dusun Pagerjurang, Dusun Kaliadem, Dusun Batur, Dusun Petung, Dusun Kopeng, dan Dusun Manggong. Responden yang digunakan dalam penelitian ini selain Dusun Manggong dan Dusun Kopeng, sehingga yang digunakan hanya 5 dusun yaitu sebanyak 2.209 penduduk. Hasil pengukuran kadar HbA1c menunjukkan terdapat 4 orang terdiagnosa diabetes melitus menurut kriteria American Diabetic Association (HbA1c ≥6,5%),

sehingga 4 orang tersebut dieksklusi. Total keseluruhan responden pria adalah 46 orang. Skema reponden penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.


(36)

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta. Pengambilan data sampel di Desa Kepuharjo dilaksanakan pada minggu keempat bulan Mei 2015 dan dilanjutkan pada minggu ketiga bulan Juni. Rincian lokasi dan waktu penelitian sebagai berikut:

a. Pengambilan data pertama pada tanggal 30 Mei 2015 pukul 08.00-11.00 WIB, bertempat di Balai Desa Kepuharjo;

b. Pengambilan data kedua pada tanggal 18 Juni 2015 pukul 09.00-13.00 WIB, bertempat di Balai Desa Kepuharjo;

c. Pengambilan data terakhir pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 09.00-13.00 WIB, bertempat di Gedung Serba Guna Huntap Pagerjurang.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Famasi Universitas

Sanata Dharma yang berjudul “Korelasi Antropometri dan Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular pada Masyarakat Pedesaan”. Penelitian ini telah memperoleh izin


(37)

dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan KE/FK/502/EC Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini secara garis besar adalah untuk mengkaji korelasi antara pengukuran antropometri terhadap HbA1c, Hs-Crp, dan Lipoprotein (a). Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c pada Pria

Dewasa Sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta”.


(38)


(39)

G. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Purposive sampling

yaitu pengambilan sampel dilakukan atas pertimbangan yang dibuat oleh peneliti atau seorang ahli, berdasarkan identifikasi karakteristik populasi yaitu ciri atau sifat yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Seorang ahli dalam mempertimbangkan pengambilan sampel harus mengenal populasi sehingga dapat mengetahui karakteristik yang khas, sehingga pengambilan sampel yang diperlukan akan representatif. Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 46 orang pria. Pada penelitian korelasional, sampel yang digunakan minimal 30 sampel tiap kelompok (Umar, 2007).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah pita pengukur merk

Butterfly® untuk mengukur lingkar pinggang dan lingkar panggul responden. Pengukuran kadar HbA1c menggunakan alat analisis Cobas C 501 ®.

I. Tata cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi mengenai jumlah penduduk di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta, serta


(40)

mencari tempat atau lokasi yang cocok untuk melakukan pengukuran antropometri dan pengambilan sampel darah, dan pencarian laboratorium untuk menganalisis sampel darah responden.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin pertama diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh Ethical Clearance. Ethical Clearance diperoleh pada tanggal 18 Mei 2015 dengan nomor Ref:KE/FK/502/EC. Ethical Clearance

dibutuhkan sebab di dalam penelitian ini menggunakan responden manusia dan merupakan syarat agar hasil penelitian ini dapat dipublikasikan.

Permohonan izin kedua ditujukan kepada Kepala Desa Kepuharjo untuk memperoleh izin melakukan penelitian di lingkungan Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta yaitu melibatkan penduduk baik pria maupun wanita Desa Kepuharjo. Permohonan kerjasama pertama diajukan ke Laboratorium Pramita Yogyakarta untuk pengambilan dan analisis darah. Permohonan kerjasama kedua diajukan kepada responden penelitian dengan menandatangani informed consent.

3. Pembuatan informed consent dan leaflet

a. Informed consent. Merupakan bukti tertulis pernyataan kesediaan calon responden untuk ikut terlibat di dalam penelitian. Informed consent

disusun berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Seluruh responden yang bersedia berpartisipasi dalam


(41)

penelitian ini, wajib mengisi data pada informed consent berupa nama, umur, tanggal lahir, alamat, dan nomor telepon/HP yang dapat dihubungi, kemudian membubuhkan tanda tangan sebagai bukti kerjasama setelah mendapat penjelasan singkat mengenai penelitian. b. Leaflet. Fungsi leaflet untuk membantu responden dalam memahami

gambaran penelitian ini. Konten/isi dari leaflet yaitu tujuan penelitian, jenis pengukuran antropometri, manfaat penelitian bagi responden, pengukuran antropometri meliputi pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul, serta tentang pemeriksaan laboratorium (kadar HbA1c).

4. Pencarian responden

Pencarian responden dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Kepala Kecamatan Cangkringan dan Komisi Etik Penelitian. Pencarian responden dilakukan dengan mendata warga yang bersedia dilibatkan sebagai responden serta membagikan leaflet untuk keterangan lebih lanjut atau untuk disimpan. Data yang diperoleh dipakai untuk menghubungi warga agar mengetahui waktu dan tempat dalam pengambilan data. Sebelum pelaksanaan pengambilan data, peneliti memberikan persyaratan yang harus dipenuhi warga terutama berpuasa selama 10-12 jam atau semalaman hingga waktu pengambilan data tiba melalui undangan.

Pada hari pelaksanaan pengambilan data, peneliti mewawancarai responden yang hadir mengenai kondisi kesehatan secara umum. Peserta yang masuk kriteria eksklusi tidak diikutsertakan untuk pengambilan data. Jumlah responden yang hadir saat pengambilan data tidak sesuai dengan undangan yang


(42)

disebar. Kehadiran responden yang tidak sesuai target menjadikan tim peneliti menjemput warga yang belum datang secara langsung dan mengumumkan ulang undangan melalui siaran di masjid, mengingatkan warga yang telah diundang sebelumnya maupun yang belum diundang untuk datang.

5. Validasi, reliabilitas, dan kalibrasi instrumen penelitian

Instrumen yang divalidasi adalah pita pengukur merk Butterfly®. Uji reliabilitas dilakukan dengan pengukuran reliabilitas sebanyak 5 kali, diharapkan dapat menunjukan hasil pengukuran yang akurat dan presisi. Suatu alat kesehatan dapat dikatakan baik dan reliabel apabila memenuhi nilai koefisien variansi

sebesar ≤5% (Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, 2011). Kalibrasi dilakukan di Balai Metrologi Yogyakarta. Alat Cobas C 501® untuk mengukur kadar HbA1c oleh Pramita Yogyakarta telah tervalidasi sebelum digunakan.

Uji reliabilitas dilakukan sebayak 5 kali berturut–turut masing-masing pada pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul. Pengukuran ini dilakukan pada orang yang sama, pada pria berusia 57 tahun menghasilkan nilai koefisien variansi sebesar 0,280% pada lingkar pinggang dan 0,448% pada lingkar panggul. Berdasarkan nilai koefisien variansi yang didapat, serta alat yang sudah dikalibrasi, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitan yang digunakan reliabel dan valid.

6. Pengukuran parameter antropometri dan pengambilan darah

Parameter yang diukur oleh peneliti adalah lingkar pinggang dan lingkar panggul sedangkan pengambilan darah responden untuk pengukuran nilai HbA1c,


(43)

dilakukan oleh tenaga ahli dari Laboratorium Pramita Yogyakarta dengan alat

Cobas C 501®.

Responden yang telah menandatangani informed consent dan telah berpuasa 10-12 jam sebelum waktu pengambilan darah, diambil darahnya oleh analis Laboratorium Pramita Yogyakarta. Pengukuran antropometri dilakukan oleh peneliti dengan mengikuti panduan World Health Organization (2008). Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terakhir dan illiac crest, sedangkan untuk lingkar panggul dilakukan pada bagian terbesar dari panggul yang mengitari bagian pantat. Pita pengukur yang dilingkarkan pada tubuh responden tidak boleh terlalu ketat, menekan pada kulit, dan membuat responden tidak nyaman. Posisi pita pengukur adalah paralel terhadap lantai, posisi responden berdiri tegak, tangan di samping, kaki rapat satu sama lain, dan dilakukan pada fase terakhir respirasi normal.

7. Pembagian hasil pemeriksaan

Hasil pengukuran antropometri dan analisis darah diberikan langsung kepada responden segera setelah peneliti mendapatkan hasil analisis darah dari Laboratorium Pramita Yogyakarta. Responden dikumpulkan di balai desa kemudian peneliti menyerahkan hasil dan ikut membantu menjelaskan secara singkat mengenai hasil pengukuran antropometri dan pemeriksaan darah, serta memberikan penjelasan terapi non farmakologi secara umum untuk mencegah penyakit kardiovaskular kepada semua responden.


(44)

8. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengambilan data, selanjutnya diolah dengan menyusun data sejenis dan menggolongkan data tersebut sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan, kemudian dilakukan analisis data.

J. Analisis Data

Data dihitung secara statistik dengan taraf keperayaan 95% menggunakan uji statistik SPSS versi 22 yang diolah oleh Clinical Epidemiology-Biostatistic Unit (CE-BU) Fakultas Kedokteran UGM. Data yang didapat dilakukan uji normalitas, komparatif, dan korelasi. Analisis data yang pertama kali dilakukan adalah mengetahui jenis data yang dimiliki kemudian mendeskripsikan data untuk melihat karakteristik data. Data tersebut meliputi usia, LP, RLPP, kadar Hb, serta kadar HbA1c. Tiap kelompok data tersebut dihitung rata-rata sebagai parameter ukuran pemusatan dan standar deviasi sebagai ukuran penyebaran, untuk yang terdistribusi normal, sedangkan nilai median sebagai ukuran pemusatan dan minimum-maksimum sebagai ukuran penyebaran untuk data tidak terdistribusi normal. Uji normalitas menggunakan uji

Shapiro-Wilkkarena seluruh data yang dianalisis adalah 46 data (≤50 responden).

Analisis data selanjutnya adalah uji komparatif tidak berpasangan antara 2 kelompok yaitu HbA1c pada kelompok obesitas sentral dan kelompok normal

berdasarkan LP dan RLPP. Uji komparatif HbA1c pada responden pria LP ≥90cm

(obesitas sentral) dan LP <90 cm (normal) menggunakan uji nonparametrik

Mann-Whitney karena salah satu data kelompok tidak terdistribusi normal. Uji


(45)

<0,90 (normal) menggunakan uji parametrik t-test tidak berpasangan karena kedua data kelompok terdistribusi normal.

Analisis selanjutnya adalah uji korelasi. Uji korelasi antara LP terhadap HbA1c menggunakan uji parametrik Pearson karena salah satu variabel tidak terdistribusi normal sedangkan uji korelasi antara RLPP terhadap HbA1c menggunakan uji nonparametrik Spearman karena kedua variabel tidak terdistribusi normal.

Tabel IV. Intepretasi Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2013)

Parameter Nilai Intepretasi

Kekuatan Korelasi (r)

0,0 - <0,2 0,2 - <0,4 0,4 - <0,6 0,6 - <0,8 0,8 – 1,0

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat Nilai p p < 0,05

p > 0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Tidak terdapat korelasi yang bermaknaantara dua variabel yang diuji Arah Korelasi Positif

Negatif

Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya.

Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya

K. Keterbatasan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat menjamin ketaatan berpuasa responden sebelum pengambilan darah.


(46)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah pria dewasa sehat dengan rentang usia 40-60 tahun di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jumlah responden pria yang memenuhi kriteria inklusi adalah 46 orang. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat deskripsi dan mengetahui karakteristik data yang diperoleh. Karakteristik responden yang dianalisis antara lain usia, lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang panggul (RLPP), kadar HbA1c, dan kadar Hb. Teknik pengambilan data adalah non-random sampling. Data yang didapat kemudian dilakukan uji normalitas untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk karena data berjumlah ≤50 dengan taraf kepercayaan

95%.

Tabel V. Karakteristik Responden Penelitian

No. Karakteristik Distribusi Data (n=46) p

1. Usia (tahun) 48,50(40-60)** 0,005**

2. LP (cm) 82,28±8,97* 0,505*

3. RLPP (cm) 0,94(0,77-1,71)** 0,000**

4. HbA1c (%) 5,50(5,00-6,20)** 0,027**

5. Hb (g/dL) 15,00(12,1-16,00)** 0,001**

6. HbA1c pada kelompok

LP <90 cm 5,40(5,0-6,2)** 0,190** 7. HbA1c pada kelompok

LP ≥90 cm 5,66±0,302* 0,953*

8. HbA1c pada kelompok

RLPP <0,90 5,547±0,352* 0,282*

9. HbA1c pada kelompok

RLPP ≥0,90 5,479±0,286* 0,200*

*Nilai signifikansi ( p>0,05) berarti terdistribusi normal (mean±SD).

**Nilai signifikansi (p<0,05) berarti tidak terdistribusi normal (median (minimum-maksimum)).


(47)

1. Usia

Responden pada penelitian ini adalah pria dewasa sehat yang merupakan masyarakat pedesaan dengan rentang usia 40-60 tahun. Menurut Penelitian Lahti-Koski, Harald, Mannisto, Laatikainen, and Jousilahti (cit.,World Health Organization, 2008), LP akan berubah pada masa akhir dewasa (25-64 tahun) dan rata-rata LP akan meningkat 2,7 cm pada pria dalam periode penelitiannya. Data usia responden diuji dengan menggunkan uji normalitas Shaporo-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% karena jumlah responden (n=46). Hasil dari uji normalitas yang didapat menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal dengan nilai signifikansi (p=0,005). Data dikatakan normal bila nilai p>0,05. Median usia responden pria pada penelitian ini adalah 48,50 dan nilai minimum-maksimum adalah 40-60. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram distribusi data variabel usia

Data menunjukan tidak terdistribusi normal tersebut dapat dikarenakan kurangnya jumlah nilai yang bervariasi. Hal ini dapat diatasi dengan


(48)

mengumpulkan data yang lebih banyak dan pencarian responden dilakukan secara acak sehingga sampel yang diambil dapat mewakili populasi, sebab sifat dan karakteristik populasi adalah terdistribusi secara normal (Santosa, 2011).

Hasil penelitian Hasriana, Sukriyadi, dan Yusuf (2014) menunjukkan ada hubungan antara kejadian obesitas sentral dengan usia, nilai p<0,05 yaitu p=0,000. Peningkatan usia akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total terutama distribusi lemak sentral (Demerath et al., 2007). Pada usia 40-59 tahun seseorang cenderung mengalami obesitas daripada orang dengan usia yang lebih muda. Tingginya risiko obesitas pada usia yang lebih tua diduga karena pada seseorang yang lebih tua terjadi penurunan metabolisme, rendahnya aktivitas fisik dan peningkatan frekuensi konsumsi makanan. Pada usia lebih tua terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang memicu penumpukan lemak perut (Kantachuvessiri et al., 2005).

2. Lingkar Pinggang

Obesitas abdominal dapat didefinisikan dengan LP. Pengukuran abdominal adiposa secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pengukuran LP untuk mengetahui jaringan lemak viceral (Lawrence et al.,2007).

Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% menunjukan bahwa data LP pada penelitian ini terdistribusi normal. Dikatakan terdistribusi normal karena nilai signifikansi p>0,05 (p= 0,505). Nilai mean LP adalah 82,28 cm dengan SD±8,97. Rata-rata LP menunjukan bahwa LP responden pria masuk rentang normal yaitu <90 cm. Nilai simpangan baku yang


(49)

cukup besar, menunjukan variansi data yang semakin bervariasi. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram distribusi data variabel lingkar pinggang

Pengukuran LP lebih baik dibandingkan RLPP sebagai prediktor obesitas abdominal. LP dapat digunakan untuk pengukuran antropometri karena mudah, nyaman, dan merupakan pengukuran tunggal untuk menilai obesitas tidak seperti RLPP yang membutuhkan dua pengukuran yaitu lingkar pinggang dan lingkar panggul yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengukuran (Odenigbo, Odenigbo, Oguejiofor, and Adogu, 2013).

3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Rasio lingkar pinggang panggul merupakan perbandingan antara pengukuran lingkar pinggang dengan lingkar panggul. RLPP ini diuji normalitasnya menggunakan uji Shaporo-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% dengan menunjukan data tidak normal, karena nilai signifikansi (p<0,05), p=0,000. Data tidak terdistribusi normal maka menggunakan nilai median sebesar


(50)

0,94 cm dengan nilai minimum-maksimum 0,77-1,71. Nilai median RLPP menunjukan bahwa lebih dari batas normal (<0,90) berdasarkan kriteria World Health Organization (2008).

Risiko kardio-metabolik diasosiasikan dengan obesitas sentral yang dipengaruhi oleh adanya jaringan viceral adiposa, yang berperan dalam resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi. LP dan RLPP merupakan pengukuran terhadap jaringan viceral adiposa. LP diasosiasikan dengan jaringan viceral

adiposa, sedangkan RLPP lebih sebagai prediktor risiko penyakit kardiovaskular. Peningkatan LP maupun RLPP memiliki risiko yang sama terhadap risiko penyakit kardiovaskular baik pada pria maupun wanita. Setiap peningkatan 1 cm LP, memiliki 2% peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan peningkatan 0,01 RLPP, memiliki 5% peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dimasa yang akan datang (Lawrence et al., 2007). Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 7.


(51)

Berdasarkan gambar histogram diatas, terlihat bahwa sebaran data tidak rata. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Penentuan kriteria obesitas maupun tidak tergantung dari cut off. Tiap etnis memiliki cut off

yang berbeda sehingga nilai cut off tidak dapat digunakan bersama pada berbagai macam etnis di berbagai belahan dunia dalam menentukan obesitas maupun tidak. Penentuan obesitas berdasarkan cut off yang berbeda penting dilakukan untuk mengetahui nilai antropometri karena dapat digunakan sebagai prediktor yang tepat dari risiko yang diperlukan, agar dapat menentukan kapan dilakukannya perubahan gaya hidup (Razak et al., 2005).

RLPP dapat digunakan sebagai indeks adanya penyakit kardiovaskular, namun pengukuran lingkar panggul tidak selalu didapat dengan akurat karena sulitnya menentukan titik morfologi saat pengukuran lingkar panggul tersebut sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pengukuran (Palacios et al., 2011).

4. Kadar HbA1c

Pengujian normalitas kadar HbA1c menggunakan uji Shapiro-Wilk

dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai signifikansi sebesar p=0,027. Nilai p<0,05 menunjukan bahwa data tersebut tidak terdistribusi normal. Penyajian data menggunakan nilai median yaitu 5,50 dengan nilai minimum-maksimum adalah 5,0-6,2. Nilai median sebesar 5,50% menunjukan bahwa kadar HbA1c pada responden penelitian ini dikatakan normal karena kurang dari batas normal HbA1c. Kadar HbA1c dikatakan tidak diabetes apabila <6,5%. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 8.


(52)

Gambar8.Histogram distribusi data variabel kadar HbA1c

Berdasarkan histogram terlihat bahwa data tidak terdistribusi normal, nampak dari sebaran data yang tidak merata. Banyak kriteria yang mempengaruhi nilai HbA1c termasuk ras. Beberapa penelitian menunjukkan kulit hitam dan ras lainnya membutuhkan kadar HbA1c yang lebih tinggi untuk menyetarakan dengan kontrol glikemik daripada ras kaukasia. Pria dewasa berkulit hitam memerlukan 0,3% lebih tinggi kadar HbA1c dibandingkan dengan ras kulit putih/kaukasia untuk kontrol glikemik tanpa penyerta diabetes (Herman et al.,

2007).

5. Kadar Hemoglobin

Pengujian normalitas kadar Hemoglobin menggunakan uji Shapiro-Wilk

dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai signifikansi sebesar p=0,001. Nilai p<0,05 menunjukan bahwa data tersebut tidak terdistribusi normal. Penyajian data menggunakan nilai pemusatan data median yaitu 15,0 dengan nilai


(53)

sebaran data minimum-maksimum 12,1-16,0. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram distribusi data variabel hemoglobin

Penelitian Adeoye et al. (2014) tentang perbedaan kadar HbA1c pada penderita anemia dibandingkan dengan kadar HbA1c pada non-anemia, mereka berhipotesis bahwa glukosa berikatan dengan hemoglobin membentuk hemoglobin terglikasi. Penelitian ini memiliki kriteria ekslusi adalah responden yang memiliki Hb <6g/dL atau >16g/dL. Berdasarkan penelitian tersebut, pada penelitian ini tidak ada pengaruh antara kadar hemoglobin terhadap pengukuran kadar HbA1c yang dilakukan, sebab kadar hemoglobin responden antara 12,1-16,0 g/dL.


(54)

B. Uji Komparatif Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c

Uji komparatif bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan bermakna antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung, dalam penelitian ini adalah LP dan RLPP terhadap kadar HbA1c.

Keterbatasan dari penggunaan kriteria obesitas pada LP atau dalam penentuan obesitas adalah heterogenitas pada massa total, dan komposisi otot rangka, lemak subkutan, dan jaringan intraabdominal adiposa, serta tulang pada etnis atau ras yang berbeda. Lebih kecilnya ukuran tulang pelvis pada ras Asia, kemungkinan kurangnya gizi saat anak-anak, dapat mempengaruhi lingkar pinggang dan lingkar panggul (Misra et al., 2006).

Data LP responden pria dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama kelompok dengan LP ≥90cm disebut mengalami obesitas sentral, kedua adalah kelompok dengan LP <90cm yang disebut kelompok normal (tidak mengalami obesitas sentral). Responden dikelompokkan menjadi kelompok obesitas sentral sebanyak 10 orang (LP ≥90cm), dan kelompok normal sebanyak 36 orang (LP <90cm). Kedua data kelompok obesitas sentral dan normal diuji dengan uji Shapiro-Wilk karena data kurang dari 50 orang. Data yang telah diuji normalitasnya tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal untuk LP kelompok normal (p=0,019) karena nilai signifikansi (p<0,05), namun terdistribusi normal untuk LP dengan obesitas sentral (p=0,953) karena nilai signifikansi (p>0,05). Berdasarkan normalitas data yang didapat maka digunakan uji komparatif nonparametrik Mann-Whitney karena salah satu variabel data tidak


(55)

terdistribusi normal. Hasil uji komparatif Mann-Whitney menghasilkan nilai signifikansi (p=0,062) yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar HbA1c antara kelompok responden LP <90cm dan LP ≥90cm namun tidak bermakna.

Tabel VI. Uji Komparatif HbA1c pada Lingkar Pinggang ≥90cm dan

Lingkar Pinggang <90cm Responden Pria

Kadar HbA1c

LP <90cm (n=36)

LP ≥90cm

(n=10) p

5,40(5,0-6,2)** 5,66±0,302* 0,062 *data terdistribusi normal (mean±SD)

**data tidak terdistribusi normal (median(minimum-maksimum))

Hasil dari penelitian Hasanuddin, Patellongi, Idris, and Rosdiana (2011) tentang pengukuran LP dibagi menjadi dua kategori obesitas dan non-obesitas menunjukkan rata-rata kadar HbA1c pada pria muda dengan obesitas lebih tinggi daripada kadar HbA1c pada remaja yang non-obesitas. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kadar HbA1c berdasarkan lingkar pinggang kategori obesitas sentral dan non-obesitas (p=0,041).

Penelitian Lukich, Dov, and Marina (2014), kriteria obesitas abdominal diukur dengan menggunakan LP. Hasil menunjukkan kadar HbA1c secara signifikan lebih tinggi pada kelompok penelitian obesitas sentral disertai diabetes daripada pada kelompok non-obesitas dengan penyakit diabetes (p=0,008). Penyebab tidak ada perbedaan bermakna antara variabel lingkar pinggang dengan kadar HbA1c karena ada data yang menunjukkan bahwa nilai lingkar pinggang yang rendah memiliki kadar HbA1c yang tinggi dan sebaliknya, nilai lingkar pinggang tinggi namun kadar HbA1c rendah.

Uji komparatif antara rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c dilakukan dengan mengelompokkan kategori obesitas sentral dengan nilai


(56)

RLPP <0,90 dan kelompok normal (tidak obesitas sentral) dengan nilai RLPP

≥0,90. Responden dikelompokkan menjadi kelompok obesitas sentral sebanyak 29 orang (RLPP ≥0,90), dan kelompok normal sebanyak 17 orang (RLPP <0,90). Kedua data kelompok obesitas sentral dan normal diuji dengan uji Shapiro-Wilk

karena data kurang dari 50 orang. Data yang telah diuji normalitasnya tersebut menunjukkan bahwa data terdistribusi normal untuk RLPP kelompok normal (p=0,282) karena nilai signifikansi (p>0,05) dan terdistribusi normal untuk RLPP kelompok obesitas sentral (p=0,200) karena nilai signifikansi (p>0,05). Berdasarkan normalitas data yang didapat maka digunakan uji komparatif numerik t-test tidak berpasangan karena kedua variabel terdistribusi normal. Hasil uji komparatif t-test tidak berpasangan menghasilkan nilai signifikansi (p=0,504) dengan taraf kepercayaan 95% yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar HbA1c antara kelompok responden RLPP <0,90 dan RLPP ≥0,90 namun tidak bermakna.

Tabel VII. Uji Komparatif HbA1c Rasio Lingkar Pinggang Panggul <0,90 dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul ≥0,90 Responden Pria

Kadar HbA1c

RLPP <0,90 (n=17)

RLPP ≥0,90

(n=29) p

5,547±0,350 5,479±0,286 0,504

Hasil yang didapat berbeda dengan penelitian Paek and Ki-Hong (2010), yang menyatakan bahwa pada jenis kelamin pria menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kadar HbA1c berdasarkan obesitas abdominal (p<0,001). Perbedaan hasil antara penelitian di atas dengan hasil penelitian, pada peneliti tidak adanya perbedaan bermakna antara kelompok RLPP obesitas dan non-obesitas terhadap kadar HbA1c disebabkan karena pada nilai LP tidak termasuk


(57)

obesitas namun pada pengukuran RLPP sudah termasuk obesitas. Nilai pengukuran RLPP yang menunjukan obesitas sentral menunjukkan kadar HbA1c yang tidak lebih tinggi serta ada data yang menunjukkan bahwa nilai RLPP yang rendah menunjukkan kadar HbA1c yang tinggi sehingga dapat disimpulkan belum tentu seseorang yang memiliki obesitas abdominal memiliki kadar HbA1c yang tinggi.

Pada penelitian Nishimura et al. (2011), menunjukkan bahwa risiko

kardiovaskular 2,4 kali lebih tinggi pada kelompok dengan HbA1c ≥6,5%

dibandingkan dengan kelompok dengan HbA1c <6,0% secara signifikan (p<0,01). Hiperglikemia kronik diasosiasikan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular sebagai komplikasi makrovaskular, oleh karena itu pentingnya kontrol glikemik jangka panjang dalam batas normal dengan pengukuran HbA1c pada penderita diabetes untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

C. Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria

Uji korelasi antara lingkar pinggang terhadap kadar HbA1c pada responden pria pada penelitian ini menggunakan uji Pearson karena salah satu variabel data tidak terdistribusi normal yaitu variabel kadar HbA1c, sedangkan variabel lingkar pinggang terdistribusi normal. Nilai korelasi LP terhadap kadar HbA1c pada responden pria adalah r=0,244 dengan nilai signifikansi (p=0,102). Hasil tersebut menunjukan bahwa korelasi positif dengan kekuatan lemah, serta signifikansi p>0,05 menunjukkan bahwa korelasi antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c adalah tidak bermakna. Menurut Dahlan (2013) nilai korelasi


(58)

rentang 0,2 sampai dengan <0,4 memiliki kekuatan korelasi lemah. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini terdapat korelasi positif, semakin besar nilai lingkar pinggang maka kadar HbA1c akan semakin tinggi, namun dengan kekuatan lemah dan tidak bermakna antara lingkar pinggang dan kadar HbA1c pada responden pria. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Distribusi sebaran lingkar pinggang terhadap HbA1c

Tabel VIII. Korelasi antara Lingkar Pinggang terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria

Variabel Bebas Variabel Tergantung R2 r p

LP HbA1c 0,06 0,244 0,102

Pada penelitian ini memiliki R2=0,06 yang berarti 6% kadar HbA1c yang dipengaruhi oleh peningkatan lingkar pinggang, sedangkan 94% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Hal ini dikarenakan pengukuran yang dilakukan secara subjektif oleh peneliti, meskipun cara pengukuran mengikuti prosedur langkah pengukuran lingkar pinggang selain karena jumlah responden sedikit.


(59)

Hasil yang sama terjadi pada penelitian Lipoeto, Yezirel, Edward, dan Widuri (2007) menyatakan pada penelitiannya bahwa korelasi yang terjadi sangat rendah (r=0,168) dan tidak bermakna (p>0,05). Penelitian tersebut tidak ada korelasi antara nilai LP dengan kadar glukosa darah. Hal ini didukung oleh penelitian Al-Zurfi et al. (2012) bahwa korelasi antara BMI, LP dan rasio tinggi pinggang terhadap HbA1c adalah negatif, lemah (r<0,5), dan tidak signifikan (p>0,05).

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Martins et al. (2012). Penelitian tersebut memiliki hasil secara signifikan berkorelasi positif dengan kekuatan sedang (r=0,33; p=0,00) antara LP dengan kadar HbA1c pada orang dewasa sehingga disimpulkan lingkar pinggang yang diasosiasikan sebagai obesitas sentral dapat digunakan sebagai prediktor kadar HbA1c pada orang dewasa.

Perbedaan hasil penelitian dapat disebabkan karena kriteria obesitas sentral sebagai faktor risiko sindrom metabolik yang ditunjukkan dengan adanya data LP yang besar memperlihatkan hasil kadar HbA1c yang tidak lebih tinggi daripada LP yang kecil. Hal ini dapat dikarenakan kondisi klinis dengan meningkatnya kadar glukosa darah yang biasa disebut diabetes, tidak didefinisikan sebagai protein yang terglikasi. Protein yang terglikasi adalah kadar HbA1c yang merupakan kelainan biokimia sedangkan peningkatan kadar glukosa darah dan tingginya protein terglikasi secara substansial merupakan hal yang berbeda meskipun terglikasinya protein dapat menggambarkan kadar glukosa darah. Banyak kasus yang terjadi, diagnosis diabetes dengan HbA1c akan terjadi


(60)

kemudian daripada dengan penilaian glukosa darah, dengan kata lain seseorang yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah dini, dapat terdeteksi pertama-tama dengan pemeriksaan gula darah kemudian pemerikasaan HbA1c (Bonora

and Jaakko,2011)

Uji korelasi rasio lingkar pinggang panggul dengan kadar HbA1c menggunakan uji Spearman karena kedua variabel data tidak terdistribusi normal. Nilai korelasi RLPP terhadap kadar HbA1c pada responden pria adalah r=0,048 dengan nilai signifikansi (p=0,750). Hasil tersebut menunjukan bahwa korelasi positif dengan kekuatan sangat lemah, serta signifikansi p>0,05 menunjukkan bahwa korelasi antara RLPP dengan kadar HbA1c adalah tidak bermakna. Menurut Dahlan (2013) nilai korelasi rentang 0,0 sampai dengan <0,2 memiliki kekuatan korelasi sangat lemah. Penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan sangat lemah antara RLPP dan kadar HbA1c pada responden pria. Arah korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai RLPP maka kadar HbA1c semakin tinggi. Distribusi data dapat dilihat pada Gambar 11.


(61)

Tabel IX. Korelasi antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar HbA1c pada Responden Pria

Variabel Bebas Variabel Tergantung R2 r p

RLPP HbA1c 0,00009926 0,048 0,750

Pada penelitian ini mempunyai nilai R2=0,00009926 menggambarkan bahwa hanya 0,009926% kadar HbA1c yang dipengaruhi oleh peningkatan rasio lingkar pinggang panggul, sedangkan 99,99% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Kesulitan dalam pengukuran lingkar panggul secara objektif dapat mempengaruhi hasil rasio lingkar pinggang panggul, selain karena jumlah responden yang sedikit, sehingga korelasi yang dihasilkan sangat lemah dan tidak bermakna. Hal ini menunjukkan dua variabel tersebut memiliki hubungan namun sangat sedikit saling mempengaruhi satu sama lain.

Penelitian Xin et al. (2012) menunjukkan bahwa RLPP merupakan indikator terlemah dibanding dengan LP dan BMI dalam pengukuran obesitas pada pria. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Leoni (2012), hubungan antara RLPP dengan kadar gula darah puasa memiliki hubungan yang lemah (r=0,176), namun bernilai signifikan secara statistik (p<0,05). Penelitian Tsenkova, Carr, Schoeller, and Ryff (2010), memiliki hasil bahwa kadar HbA1c yang tinggi pada responden penelitiannya juga memiliki RLPP yang tinggi pula dengan nilai korelasi sangat lemah (r=0,10; p<0,01).

Penelitian Harding et al. (2001) menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian diatas. Penelitian ini memiliki hasil bahwa kadar HbA1c secara signifikan berkorelasi dengan RLPP dengan nilai korelasi dan signifikansi (r=0,716; p<0,001).


(62)

Korelasi yang dihasilkan pada penelitian ini sangat lemah dan tidak bermakna dapat diakibatkan oleh adanya RLPP yang besar namun memiliki kadar HbA1c yang rendah. RLPP diasosiasikan dengan peningkatan jumlah lemak tubuh yang dapat menimbulkan resistensi insulin yang merupakan salah satu faktor utama penyebab meningkatnya kadar glukosa darah. Pada fase awal terjadinya resistensi insulin, pankreas bekerja lebih keras untuk meningkatkan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah masih dapat dipertahankan dalam keadaan normal. Pada fase lanjut, saat sel-sel pankreas tidak mampu lagi, maka sekresi insulin akan mengalami penurunan secara bertahap, sehingga barulah timbul hiperglikemia puasa. HbA1c merupakan prediktor yang sangat baik untuk diabetes jangka panjang, guna mengelola kadar glukosa darah untuk mencegah komplikasi pada penderita diabetes dengan pendekatan kadar semakin rendah maka kontrol glukosa semakin baik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005; Hinzmann, Schlaeger, and Tran, 2012).

Pada penderita terdiagnosis diabetes berdasarkan kadar glukosa darahnya, kemungkinan dapat dikategorikan sebagai nondiabetes berdasarkan nilai HbA1c (<6,5%). Pada penelitian ini, responden yang mengalami obesitas, kemungkinan masih dalam fase awal gangguan sekresi insulin, sehingga apabila diuji dengan HbA1c, kadar HbA1c jauh dibawah ambang batas kategori diabetes

(≥6,5%) sebab HbA1c merupakan indikator yang lebih baik untuk hiperglikemia kronik dan komplikasi jangka panjang. Hal itulah yang dapat menjadi salah satu faktor kekuatan korelasi pada penelitian ini lemah (Bonora et al., 2011; Gholap, Melanie, Samiul, and Kamlesh, 2013).


(63)

Penelitian Su et al. (2015), menunjukkan bahwa risiko penyakit kardiovaskular berkorelasi kuat terhadap lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul (p<0,001). Pada pria, terdapat korelasi antara rasio lingkar pinggang panggul (r=0,43) dan lingkar pinggang (r=0,28) terhadap risiko penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun. Pada pria akan terjadi kecenderungan membentuk obesitas android yang lebih berisiko mengalami penyakit kardiovaskular dikemudian hari karena lemak yang tertimbun pada bagian abdominal meningkatkan pengeluaran asam lemak bebas selain dapat menyebabkan resistensi insulin, asam lemak bebas akan dimetabolisme menjadi LDL-C yang akan menyebabkan aterosklerosis (Paneni, Beckman, Creager, and Cosentino (2013).

Pada penelitian ini, nilai LP dan RLPP belum dapat dijadikan skrining untuk memprediksi kadar HbA1c pada obesitas yang merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 yang dapat menyebabkan komplikasi penyakit kardiovaskular, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memprediksi risiko diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan pengukuran LP dan RLPP pada pria dewasa sehat guna pencegahan penyakit kardiovaskular di masa yang akan datang.


(64)

47 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat korelasi positif dengan kekuatan lemah (r=0,244) tidak bermakna (p=0,102) antara lingkar pinggang terhadap kadar HbA1c. Terdapat korelasi positif dengan kekuatan sangat lemah (r=0,048) tidak bermakna (p=0,750) antara rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

B. SARAN

1. Penelitian selanjutnya diharapkan memperbanyak jumlah sampel dengan menggunakan rumus pengambilan sampel, agar data dapat terdistribusi normal.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan dalam penetapan kriteria sehat, bukan hanya dengan wawancara namun dengan pemeriksaan laboratorium. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan prasurvey untuk


(65)

48

DAFTAR PUSTAKA

Adeoye, S., Abraham, S., Erlikh, I., Sarfraz, S., Borda, T., and Yeung, L., 2014, Anemia and Hemoglobin A1c Level: Is There a Case for Redifining Reference Range and Terapeutic Goals?, British Journal of Medical Practitioner, 7(1):a706.

Al-Zurfi, B.M.N., Aniza, A.A., Mohd.Rusli, A., and Norhayati M.N., 2012, Waist Height Rasio Compared to Body Mass Index and Waist Circumference in Relation to Glycemic Control in Malay Type 2 Diabetes Melitus Patients, Hospital University Sains Malaysia, Internatonal Journal ratio of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health, 4 (4): 406-415.

American Diabetes Association, 2015, Diagnosing Diabetes and Learning About

Prediabetes, http://www.diabetes.org/diabetes-basics/diagnosis/, diakses

tanggal 22 Desember 2015.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Balai Pelatihan dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, 2007, Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan, departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp.13.

Bonora, E., Jaako, T., 2011, The Pros and Cons of Diagnosing Diabetes with A1c,

Diabetes Care, 34 (2):S184-S190.

Chan, D.C., Watts, G.F., Barret, P.H.R., and Bruke, V., 2003, Waist Circumference, Waist to Hip Ratio and Body Mass Index as Predictor of Adipose Tissue Compartements in Men, Q J Med, 96 (6):441-447.

Christy, A.L., Manjrekar, P.A., Babu, R.P., Hegde, A., Rukmini, M.S., 2014, Influence of Iron Deficency Anemia on Hemoglobin A1c Levels in Diabetic Individuals with Controlled Plasma Glucose Levels, Iranian Biomedical Journal, 18(2):88-93.

Coulston, A.M., Boushey, C., and Feruzzi, M., 2013, Nutrition in the Prevention and Treatment of Disease, Academic Press, Massachussets, p. 447. Dahlan, M.S., 2013, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5, Salemba,

Jakarta, hal. 4, 47, 53, 79, 169, 174, dan 178.

D’ Alessio, D., 2004, Obesity and Weight Management: Syndrome Metabolic, Departement of Internal Medicine, College of Medicine, University of Cincinati,http://netwellness.org/healthtopics/obesity/metabolicsyndrome. cf, diakses tanggal 21 Maret 2015.


(1)

Lampiran 21. Deskripsi dan uji normalitas RLPP pada responden pria

RLPP<0,90 dan RLPP ≥0,90

Descriptives

KelompokRLPP Statistic Std. Error

HbA1c (%) normal Mean 5.547 .0849

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5.367

Upper Bound 5.727

5% Trimmed Mean 5.541

Median 5.600

Variance .123

Std. Deviation .3502

Minimum 5.0

Maximum 6.2

Range 1.2

Interquartile Range .4

Skewness .533 .550

Kurtosis -.234 1.063

obesitas Mean 5.479 .0531

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5.371

Upper Bound 5.588

5% Trimmed Mean 5.468

Median 5.500

Variance .082

Std. Deviation .2858

Minimum 5.0

Maximum 6.2

Range 1.2

Interquartile Range .4

Skewness .697 .434


(2)

Tests of Normality

KelompokRLPP

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

HbA1c (%) normal .205 17 .057 .937 17 .282

obesitas .161 29 .053 .951 29 .200


(3)

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

HbA1c (%) Equal variances assumed

.631 .431 .714 44 .479 .0677 .0949 -.1236 .2591

Equal variances not assumed


(4)

Lampiran 23. Uji Korelasi

Pearson

lingkar pinggang terhadap kadar Hba1c

pada responden pria

Correlations

HbA1c LP

HbA1c Pearson Correlation 1 .244

Sig. (2-tailed) .102

N 46 46

LP Pearson Correlation .244 1

Sig. (2-tailed) .102

N 46 46

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .244a .060 .038 .3031

a. Predictors: (Constant), LP (cm)


(5)

Lampiran 24. Uji Korelasi

Spearman

rasio lingkar pinggang panggul

terhadap kadar HbA1c pada responden pria

Correlations

HbA1c RLPP

Spearman's rho HbA1c Correlation Coefficient 1.000 .048

Sig. (2-tailed) . .750

N 46 46

RLPP Correlation Coefficient .048 1.000

Sig. (2-tailed) .750 .

N 46 46

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .010a .000 -.023 .3126

a. Predictors: (Constant), RLPP


(6)

82

BIOGRAFI

Novena Adi Yuhara lahir di Surabaya, 16

Oktober 1993. Penulis merupakan putri kedua dari

empat bersaudara dari pasangan Yohanes Eudes

Suharno dan Elisabeth Yulaeni serta telah menikah

dengan Aris Yuni Setiawan kemudian memiliki seorang

anak. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Medari

pada tahun 2000-2006. Pada tahun 2006-2009 penulis

melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Sleman.

Sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri I

Sleman tahun 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis

melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama masa SMP dan SMA penulis aktif dalam perlombaan akademik

maupun non akademik tingkat kabupaten dan nasional. Selama perkuliahan

penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan kampus seperti anggota divisi dana dan

usaha donor darah JMKI 2012 dan anggota divisi humas Kampanye Informasi

Obat 2013. Penulis menjuarai kontes dalam

World Traditional Clothing Contest

Borobudur International Festival

2013 dan Juara II Sanata Dharma

Bussiness

Plan Competition

2014. Penulis juga aktif dalam berbagai seminar di kampus

maupun luar kampus dan sebagai peserta tim MAUBISA Sabun Transparan

Minyak Kacang Tanah di Slanggen Sewon Bantul yang lolos didanai oleh

Kopertis V pada tahun 2015.


Dokumen yang terkait

Korelasi pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar lipoprotein (a) pada wanita dewasa sehat di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

0 7 115

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada wanita dewasa sehat di desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

3 11 87

Hubungan rasio lingkar pinggang-tinggi badan pria dewasa terhadap risiko penyakit kardiovaskular di desa Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

1 2 45

Korelasi rasio lingkar pinggang tinggi badan wanita dewasa terhadap risiko penyakit kardiovaskular di Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta.

0 2 47

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap HbA1c pada karyawan pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma.

1 3 102

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap kadar HS-CRP dalam darah pada wanita dewasa di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

0 0 120

Korelasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap HbA1c pada staf wanita dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 0 7

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap rasio lipid pada staf wanita dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 4 7

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap rasio lipid pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 4 129

Korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul terhadap rasio lipid pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

0 1 127