Masalah Sosial dan Disorganisasi sosial

melalui jalan inilah pola-pola interaksi akan masuk ke dalam individu kemudian menimbulkan perilaku-perilaku sosial. Sementara kharakter akan nampak mewarnai perilaku-perilaku sosial dalam konteks budayanya. Budaya termanifestasi bukan hanya pada perilaku individu-individu semata melainkan sebagai sebuah perilaku sosial. Budaya termanifestasi bukan hanya sebagai simbol atribut seorang individu melainkan sebagai simbol atribut atribut dari suatu kelompok sosial. Budaya adalah fenomena sosial, bukan fenomena individual Dayaksini dan Yuniardi, 2004 : 15. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa budaya merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang diimplementasikan pada kehidupan bermasyarakat.

2.7 Masalah Sosial dan Disorganisasi sosial

Masalah-masalah sosial pada hakikatnya juga merupakan fungsi-fungsi struktural dari totalitas sistem sosial, yaitu berupa produk atau konsekuensi yang tidak diharapkan dari satu sistem sosio kultural. Formulasi alternatif untuk melengkapi arti masalah sosial , ialah istilah disorganisasi sosial . Disorganisasi sosial kadangkala disebut sebagai disentregasi sosial, selalu diawali dengan analisis-analisis mengenai perubahan- perubahan dan proses-proses organik. Teori cultural lag kelambanan budaya atau kelambanan kultural menyatakan sebagai berikut : apabila bermacam-macam bagian dari kebudayaan berkembang secara tidak seimbang, tidak sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka kebudayaan tadi akan mengalami proses kelambanan kultural cultural lag, kelambanan budaya. Kondisi sosial semacam ini bisa dipersamakan dengan disorganisasi sosial atau disintregasi sosial Kartono, 2009 : 6. Pengertian tersebut di atas, masyarakat yang terorganisasi dengan baik dicirikan dengan kualitas-kualitas sebagai berikut: adanya stabilitas, interaksi personal yang intim, relasi sosial yang berkesinambungan, dan ada konsensus bertaraf tinggi di antara anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang mengalami disorganisasi ditandai dengan ciri-ciri: perubahan-perubahan yang serba cepat, tidak stabil, tidak ada kesinambungan pengalaman dari satu kelompok dengan kelompok-kelompok lainnya, tidak ada intimitas organik dalam relasi sosial, dan kurang atau tidak adanya persesuaian di antara para anggota masyarakat. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan disorganisasi sosial itu? Ternyata, faktor-faktor politik, religius, dan sosial budaya memainkan peranan penting di samping faktor-faktor ekonomi. Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan teori interaksionalnya menyatakan bahwa bermacam-macam faktor tadi bekerjasama, saling mempengaruhi, dan saling berkaitan satu sama lain sehingga terjadi, interplay yang dinamis, dan bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Terjadilah kemudian perubahan tingkah laku dan perubahan sosial sekaligus timbul perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni, atau ketidakselarasan, ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik-konflik, dan tidak adanya konsensus. Munculnya banyak disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah laku atau perilaku yang patologis. Dapat dinyatakan pula bahwa ada interdependensi ketergantungan satu sama lain dan ketergantungan organik diantara disorganisasi sosisal dengan disorganisasi personal pribadi. Dengan kata lain, satu lingkungan kultural yang tidak menguntungkan dapat memberikan banyak rangsangan kepada individu-individu tertentu untuk menjadi sosiopatik, yaitu menjadi sakit secara sosial. Kartono 2009 : 7 mengemukakan daerah-daerah miskin yang penuh dengan pengaruh jahat dan buruk di kota-kota besar, pasti memproduksi kenakalan dan kejahatan anak remaja atau juvenile delinquency .

2.8 Berbagai Pendekatan terhadap Tingkah Laku Sosiopatik