berupa tata perilaku, norma, keyakinan, maupun seni, seiring pertemuan yang terus terulang. Selanjutnya semua produk yang hidup tersebut menjadi cirri khas
dari kelompok orang-orang tersebut dan dikenal sebagai sebuah budaya. Ia merupakan kekhasan milik sebuah kelompok.
Budaya tidak akan ada ketika seorang manusia tidak pernah bertemu dengan manusia lain. Meskipun individu tersebut memiliki pola perilaku yang
khas, gagasan unik, keyakinan, dan norma yang dipedomani, maupun menghasilkan suatu produk material, tetap tidak disebut budaya karena budaya
ketika ia menjadi ciri suatu kelompok. Sifat-sifat yang unik individual disebut kepribadian, dan bukan budaya Dayakisni dan Yuniardi 2004 : 8.
2.6.5 Budaya Diinternalisasi Anggota Kelompok
Budaya anggota produk yang dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Disini budaya sekaligus menjadi pengikat
dari individu-individu tersebut yang memberi ciri khas keanggotaan suatu kelompok yang berbeda dengan individu-individu dari kelompok budaya lain.
Budaya diinternalisasi oleh seluruh individu anggota kelompok sebagai tanda keanggotaan kelompok, baik secara sadar maupun naluriah tidak disadari. Disisi
lain diakui ada variasi derajat internalisasi dari tiap anggota kelompok. Tingkat internalisasi seorang anggota kelompok terhadap budaya kelompoknya adalah
tidak selalu sama dengan anggota yang lain dari kelompok tersebut. Pemahaman dan kepatuhan setiap anggota didalamnya tidak selalu sama. Ada differences of
individuality Dayakisni dan Yuniardi 2004 : 9.
2.6.6 Budaya dan Kepribadian Individu
Kepribadian manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter yang lebih jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat
dipengaruhi lingkungan dengan fungsi-fungsi bawaan sebagai dasarnya. Stern dalam Dayaksini dan Yuniardi, 2004 : 112 menyebutnya sebagai Rubber Band
Hypothesis hipotesa ban karet. Predisposisi seseorang diumpamakan ban karet dimana faktor-faktor genetik menentukan sampai dimana ban karet tadi dapat
ditarik direntang dan faktor lingkungan menentukan sampai seberapa panjang ban karet tadi akan ditarik atau direntang. Dari hipotesis diatas tentunya dapat
ditarik hipotesis lanjutan bahwa budaya memberi pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang.
Seseorang yang hidup dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu, secara tidak langsung dan tanpa disadari individu tadi telah dibentuk juga oleh
pengalaman budaya diterimanya. Pengalaman pengalaman yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya akan menimbulkan orientasi
kepribadian yang khusus, dan dalam mempelajari sebuah kebudayaan seorang individu akan belajar memahami motif-motif dan nilai-nilai, suatu pandangan
dunia yang khas. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah inmplementasi dari budaya yang khas Dayaksini dan Yuniardi, 2004 : 112
Praktek tingkah laku sosial social behavior yang muncul pada individu tidak dapat lepas dari pengaruh kebudayaannya. Pengaruh kebudayaan pada
personality terjadi karena interaksi yang dilakukan sejak kecil hingga dewasa. Bisa melalui, orang tua, teman-teman, atau orang-orang yang disekitarnya.,
melalui jalan inilah pola-pola interaksi akan masuk ke dalam individu kemudian menimbulkan perilaku-perilaku sosial. Sementara kharakter akan nampak
mewarnai perilaku-perilaku sosial dalam konteks budayanya. Budaya termanifestasi bukan hanya pada perilaku individu-individu semata melainkan
sebagai sebuah perilaku sosial. Budaya termanifestasi bukan hanya sebagai simbol atribut seorang individu melainkan sebagai simbol atribut atribut dari suatu
kelompok sosial. Budaya adalah fenomena sosial, bukan fenomena individual Dayaksini dan Yuniardi, 2004 : 15.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa budaya merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang diimplementasikan pada
kehidupan bermasyarakat.
2.7 Masalah Sosial dan Disorganisasi sosial