Aspek-aspek Tingkah Laku Menyimpang

secara kultural oleh umum, di satu tempat dan pada satu waktu tertentu Kartono, 2009 : 12.

2.9.1 Aspek-aspek Tingkah Laku Menyimpang

Ciri-ciri tingkah laku yang menyimpang itu bisa dibedakan dengan tegas, yaitu : 1. Aspek lahiriah, yang bisa kita amati dengan jelas. Aspek ini bisa 7 dibagi dalam dua kelompok, yakni berupa : a. Deviasi lahirlah yang verbal dalam bentuk : kata-kata makin, slang logat, bahasa populer, kata-kata kotor yang tidak senonoh dan cabul, sumpah serapah, dialek-dialek dalam dunia politik dan dunia kriminal, ungkapan- ungkapan sandi, dan lain-lain. Misalnya penanaman babi untuk pegawai negeri atau orang pemerintahan singa untuk tentara serigala , untuk polisi kelinci , untuk orang-orang yang bisa dijadikan mangsa dirampok atau dicopet, digarong, dan seterusnya. b. Deviasi lahiriah yang nonverbal; yaitu semua tingkah laku yang nonverbal yang nyata kelihatan. 2. Aspek-aspek simbolik yang tersembunyi. Khususnya mencakup sikap-sikap hidup, emosi-emosi, sentimen-sentimen, dan motivasi-motivasi yang mengembangkan tingkah laku menyimpang Kartono, 2009 : 14. Tingkah laku menyimpang sebagian besar, misalnya kejahatan, pelacuran, kecanduan narkotika, dan lain-lain itu tersamar dan tersembunyi sifatnya, tidak terlihat atau bahkan tidak bisa diamati. Tingkah laku yang tampak itu semisal puncak kecil dari gunung es raksasa yang tampak mengapung di permukaan laut, sedang bagian terbesar dari gunung itu sendiri tersumbunyi di balik permukaan air. Proses simbolisasi ini, yang paling penting ialah simbolisasi diri atau penamaan diri. Beberapa penulis menanamkan simbolisasi diri itu sebagai pendefinisian-diri, peranan diri atau konsepsi diri. Keterangannya sebagai berikut, anak-anak yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah lingkungan sosial yang kriminal dan asusila mudah sekali memindah warisan-warisan sosial yang buruk dari masyarakatnya. Kontak sosial ini menanamkan dan mencamkan konsepsi mengenai nilai-nilai moral dan kebiasaan bertingkah laku buruk, baik secara sadar masa kanak-kanak dan masyarakat setempat yang kriminal itu secara perlahan- perlahan membentuk tradisi-tradisi, hukum-hukum, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu, sehingga anak-anak secara otomatis terkondisikan untuk bertingkah laku kriminal dan asusila. Bahkan ada proses penanaman-diri dan simbolisasi-diri; sebab dirinya dilambangkan dan dipersamakan dengan tokoh-tokoh penjahat tertentu yang diidolakan. Konsep-konsep asusila yang umum berlaku dalam lingkungannya itu, dipindah secara otomatis. Lalu dijadikan milik atau konsep hidupnya . Maka berlangsunglah proses konsepsi-diri, sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungannya Kartono, 2009 : 15. Proses konsepsi-diri atau simbolisasi-diri ini pada umumnya berlangsung secara tidak sadar dan bengangsur-angsur perlahan. Maka berlangsunglah proses sosialisasi dari tingkah laku menyimpang pada diri anak, sejak usia sangat muda, sampai remaja, dan dewasa. Berlangsung pula pembentukan pola tingkah laku deviatif yang progresif sifatnya, yang kemudian dirasionalisasi secara sadar, untuk kemudian dikembangkan menjadi kebiasaan-kebiasaan patologis menyimpang dari pola tingkah laku umum Kartono, 2009 : 16.

2.10 Buang Air Besar