Aktivitas spesifik enzim katepsin

oleh enzim fosfatase. Kemudian inosin dengan cepat berubah menjadi hipoksantin. Deaminasi AMP menjadi IMP telah melepaskan molekul amonia NH 3 dari gugusan basa purin adenin Eskin 1990.

4.2.6 Aktivitas spesifik enzim katepsin

Ketika ikan mati, kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh dengan melepaskan energi. Bersamaan dengan itu, terjadi suatu proses perubahan biokimiawi yang menyebabkan bagian protein otot aktin dan miosin berkontraksi dan menjadi kaku rigor mortis. Seiring dengan itu pula, karbohidrat dalam daging ikan yang berbentuk glikogen terurai menghasilkan asam laktat pada akhir proses glikolisis. Asam laktat ini dapat menurunkan pH dan menekan aktivitas mikroba sehingga memperlambat proses pembusukan. Laju penurunan pH ini besarnya tergantung pada jumlah glikogen awal yang terdapat dalam otot ikan Jiang 1998. Adanya penurunan pH menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan otot yang aktivitasnya berlangsung pada pH rendah menjadi aktif. Salah satu enzim tersebut adalah enzim proteolitik, seperti katepsin. Katepsin yang terdapat di dalam jaringan otot ikan memiliki aktivitas optimal pada pH rendah Dinu et al. 2002. Nilai aktivitas katepsin, konsentrasi protein katepsin, dan aktivitas spesifik katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Aktivitas katepsin, konsentrasi protein katepsin, dan aktivitas spesifik katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling Ikan Fase post mortem Aktivitas katepsin Uml Konsentrasi protein katepsin mgml Aktivitas spesifik katepsin Umg Ikan gurami A pre rigor 0,333 0,462 0,721 rigor 0,533 0,494 1,079 post rigor 1,733 0,523 3,314 deteriorasi 0,933 0,492 1,896 Ikan gurami B pre rigor 0,3 0,459 0,654 rigor 0,433 0,485 0,893 post rigor 1,533 0,512 2,994 deteriorasi 0,833 0,48 1,735 Ikan gurami C pre rigor 0,233 0,457 0,510 rigor 0,367 0,481 0,763 post rigor 1,333 0,503 2,650 deteriorasi 0,7 0,477 1,468 Pada penelitian ini, aktivitas katepsin yang paling tinggi dari ikan A, ikan B dan ikan C terdapat pada fase post rigor dengan aktivitas masing-masing yaitu 1,733 Uml ; 1,533 Uml dan 1,333 Uml. Hal itu disebabkan pada fase tersebut pH daging ikan paling rendah, yakni sebesar 5,92-5,94 sehingga sangat cocok untuk berlangsungnya aktivitas enzim katepsin yang akan menguraikan protein dalam jaringan tubuh ikan. Hasil penelitian ini menunjukkan pH terendah untuk berlangsungnya aktivitas enzim katepsin pada ikan gurami tersebut sebesar 5,92-5,94. Sementara itu, pH optimal enzim katepsin D yang telah berhasil dimurnikan dari otot ikan tilapia sebesar 5,5 - 6,0. Katepsin D ini memiliki berat molekul 38 K Da dan dapat mendegradasi protein aktin dan miosin Doke et al. 1980 diacu dalam Shahidi dan Botta 1994. Selain itu, pada kelompok ikan tilapia juga telah diketahui terdapat aktivitas enzim katepsin A karboksipeptidase A yang memiliki aktivitas eksopeptidase dengan pH optimum 5-6. Katepsin ini memisahkan karbobenzoksi-L-Glu-L-Tyr dan mampu memisahkan residu secara sekuen dari karboksil terminal peptida, seperti glukagon Sherekar et al. 1986 diacu dalam Shahidi dan Botta 1994. Pengukuran aktivitas katepsin sangat erat kaitannya dengan konsentrasi protein enzim katepsin. Aktivitas enzim katepsin yang tinggi pada fase post rigor ini tentunya berkaitan erat dengan tingginya konsentrasi protein enzim katepsin dari masing- masing ikan, yakni ikan A sebesar 0,523 mgml, ikan B sebesar 0,512 mgml dan ikan C sebesar 0,503 mgml. Hal itu karena pada dasarnya enzim tersusun dari komponen-komponen protein. Salah satu jenis protein yang berperan dalam proses autolisis adalah protein sarkoplasma yang membantu terjadinya peristiwa glikolisis, yaitu pemecahan karbohidrat menjadi asam laktat sehingga menyebabkan pH daging ikan menjadi turun. Rendahnya pH daging ikan tersebut akan menyebabkan aktivitas enzim katepsin meningkat Dinu et al. 2002. Sebagian besar protein sarkoplasma berpartisipasi dalam metabolisme sel, seperti konversi energi dari glikogen menjadi ATP pada kondisi anaerob. Jika organel sel otot rusak, fraksi protein ini dapat juga mengandung enzim metabolik yang terdapat di dalam retikulum endoplasma, mitokondria, dan lisosom FAO 1995. Keterkaitan antara aktivitas katepsin dan konsentrasi protein katepsin dapat dilihat berdasarkan aktivitas spesifik enzim katepsin. Aktivitas spesifik enzim katepsin didapat dengan membagi aktivitas enzim katepsin terhadap konsentrasi protein katepsin. Adapun aktivitas spesifik enzim katepsin dapat dilihat pada Gambar 17. 2,994 1,735 0,763 2,650 3,314 1,896 1,079 0,721 0,893 0,654 1,468 0,510 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 24 30 36 180 198 228 234 264 324 pre- rigor rigor post rigor deteriorasi Waktu penyimpanan tiap fase jam A k ti v it a s ka te p s in sp e s if ik U m g ikan A ikan B ikan C Gambar 17. Aktivitas spesifik enzim katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling Proses perombakan protein oleh enzim katepsin merupakan salah satu peristiwa autolisis. Proses autolisis pada hasil perikanan dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Penguraian protein dan lemak dalam proses autolisis menyebabkan perubahan cita rasa, tekstur, dan penampakan ikan. Pada tahap ini proses pemdeteriorasian berlangsung cepat karena hasil-hasil penguraian tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. Aktivitas spesifik enzim katepsin ikan gurami A, B, dan C pada penelitian ini mengalami aktivitas tertinggi pada fase post-rigor, sebab pada fase tersebut ikan memiliki pH terendah. Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA α=0,05 faktor perbedaan umur panen dari masing-masing ikan gurami memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 terhadap analisis obyektif yang dilakukan yakni, aktivitas katepsin dan konsentrasi protein. Hal ini dapat disebabkan karena nilai pH dari masing-masing ukuran ikan berbeda, sehingga aktivasi enzim katepsin berbeda. Pada proses enzimatis, katepsin akan menguraikan protein menjadi polipeptida dan senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pada pH yang rendah, aktivitas enzim katepsin akan meningkat. Selain nilai pH, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim katepsin, antara lain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan suhu. Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Demikian pula dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Namun pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Suhu juga turut mempengaruhi reaksi enzimatis. Pada suhu rendah reaksi berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat Lehninger 1993.

4.2.7 Hubungan antar parameter kesegaran ikan