Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling

(1)

RIJAN ZAKARIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

RIJAN ZAKARIA. C34104021. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Dibimbing oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang tinggi dan dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Pada umumnya ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung dari spesies ikan, umur, habitat, dan pakan. Salah satu contoh spesies ikan yang memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu ikan gurami.

Ikan gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebab ikan ini memiliki rasa daging yang enak, mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati. Kesegaran ikan gurami dapat dipertahankan dengan penyimpanan suhu chilling.

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan fase post mortem ikan gurami dengan berbagai umur panen, yakni umur 2,5 tahun (A); 1,5 tahun (B); dan umur 8 bulan (C) sebagai patokan untuk uji objektif. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan gurami menggunakan uji subjektif (organoleptik) dan objektif (TVB, TPC, pH, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin). Uji organoleptik dilakukan pada 14 titik dengan selang pengamatan setiap 6 jam sekali. Uji TVB, TPC, pH, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin dilakukan pada fase pre-rigor, rigor, post rigor dan deteriorasi.

Ikan gurami A, B, dan C memiliki berat total dan panjang total secara berturut-turut, yakni: 995,45 g ± 1,85 g , 36-38 cm, 697,65 g ± 1,24, 32-34 cm; 345,55 g ± 1,42, 27-29 cm. Rendemen gurami adalah kepala 45-52 %; tulang 30-38 %; jeroan 6-8 %; insang 1-2 %; sirip 3-5 % dan sisik 4 %. Komposisi kimia ikan gurami adalah kadar air 72,96-75,48 %; abu 0,95-1,03 %; lemak 2,20-2,79 % dan protein 18,71-20,67 %.

Ikan gurami A mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan deteriorasi secara berturut-turut adalah pada jam ke-0, 36, 228, dan 324. Ikan gurami B pada jam ke 0, 30, 198 dan 268 sedangkan ikan C, yakni jam ke 0, 24, 180, dan 234. Ikan gurami A mengalami kemunduran mutu lebih lambat dibandingkan dengan ikan gurami B dan C. Nilai organoleptik ikan gurami selama penyimpanan berselang antara 2-9. Ikan gurami memiliki nilai log TPC antara 3,079-9,176 CFU/ml, pH antara 5,92-6,87, TVB antara 7,28-32,42 mg N/100 g, aktivitas enzim katepsin antara 0,233-1,733 U/ml dan konsentrasi protein enzim katepsin antara 0,457-0,253 mg/ml. Hasil ANOVA α=0,05 menunjukkan perbedaan umur panen dari ketiga ikan gurami memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju kemunduran mutu ikan terkait pada uji objektif yang meliputi uji TPC, pH, TVB, dan aktivitas spesifik enzim katepsin.


(3)

KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI

(

Osphronemus gouramy

) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN

SUHU

CHILLING

Oleh:

RIJAN ZAKARIA

C34104033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Judul Skripsi : KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING

Nama Mahasiswa : Rijan Zakaria Nomor pokok : C34104021

Disetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dr. Tati Nurhayati S.Pi M.Si NIP 131578848 NIP 132149436

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca

Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling” adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, September 2008

Rijan Zakaria C34104021


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

2. Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Ir. Dadi R Sukarsa dan Ibu Ir. Wini Trilaksani M.Si selaku dewan penguji atas segala masukan dan kritikan yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Bapak Ir Agoes M Jacoeb selaku komisi pendidikan THP atas kesabaran, saran, dukungan yang telah diberikan pada penulis

6. Keluarga kakakku tercinta Yudi Astuti, Budi Netti, Saefudin Nurmiati, Adi Nurhidayah dan adikku Ajad atas kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 6. Ibu Ema (Laboran THP), Ibu Ika dan Ibu Dewi (PAU) serta Pak Wahyu

(FKH) yang telah memberikan banyak sekali pembelajaran kepada penulis. 7. Seluruh staf dosen dan TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba

Heni, Mas Mail, Bu Yati, Mas Zaki, Mas Ipul, dan Umi mamah), terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis


(7)

8. Keluarga besar Wiliyanto dan Keluarga besar Malik di Pulau Panggung Enim. ”Doa dan dukungannya selama ini sangat berarti buatku, terima kasih banyak”.

9. Sahabat sekaligus saudara terbaik saya Nurman Hidayat dan keluarga besar Bapak Rachmat Lubis atas doa, semangat, dukungan nya selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan: Theta, Kudil, Opick, Wahyu, Erlangga Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

11.Teman-teman satu kost-an (Yudha, Gilang, Derry, Opik, Bozonk, Wawan) ”Terima kasih sudah bisa menjadi sahabat-sahabat terbaik buat penulis”. 12.Sahabat-sahabatku: Pu-Rie, Theta, Alim, Anez, Bang Yayan, Ijal, Afey, Galih,

Dede, Al-Saloon Crew, An-Nur Crew, anak-anak lab Om Benk dan anak-anak THP 41. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan doa nya. 13.Kakak-kakak kelasku (THP 40 dan THP 39) dan adik-adik kelasku (THP 42

dan THP 43) atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan seminar dan sidang.

14.Ayunda “ Panda Hilton” atas motivasi, doa, senyuman dan canda tawa yang telah diberikan kepada penulis

15.Kak Deden, Kak Aris Tenjo, Kak Merry Apriyanti, Kak Dian Purbasari, Nina, Irfan, Rustam, Uu’, Idmar dan Idris atas segala bantuan dan semangat nya 16.Kak Dzulkifli Atas semua bantuan baik materil dan moril, waktu, kesabaran,

semangat dan doa nya

17.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 28 juli 2008


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1986 di Pulau Panggung Enim-Palembang. Penulis adalah anak ke-5 dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Hasanulkarim dan Ibu Umi Habibah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1992 di SDN 2 Pulau Panggung Enim dan diselesaikan pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Tanjung Agung (1998-2001) dan SMA Negeri 1 Unggulan Muara enim (2001-2004). Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) dari tahun 2004 hingga sekarang. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Toksikologi Hasil Perairan (2007), Kimia Industri Hasil Perairan (2007), dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2008). Penulis juga aktif dalam penulisan karya ilmiah pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) IXX di Universitas Muhamaddiyah malang (2006), PIMNAS XX di Universitas lampung (2007) dan PIMNAS XXI di Universitas Sebelas Maret Semarang (2008)

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling, dibimbing oleh Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) ... 4

2.2 Mutu Ikan ... 5

2.3 Proses Kemunduran Mutu ... 8

2.3.1 Perubahan pre-rigor mortis ... 9

2.3.2 Perubahan rigor mortis ... 9

2.3.3 Perubahan karena aktivitas enzim ... 10

2.3.4 Perubahan karena aktivitas bakteri... . 11

2.3.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan... 13

2.4 Metode Pengukuran Kesegaran Ikan ... 14

2.5. Proses Pendinginan ... 16

2.6. Enzim Katepsin ... 19

2.7. Peranan Enzim Katepsin dalam Kemunduran Mutu Ikan ... 20

3. METODOLOGI ... 22

3.1 Waktu dan Tempat ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 23

3.3.2 Penelitian utama ... 24

3.4 Pengamatan ... 25

3.4.1. Rendemen ... 25

3.4.2 Uji organoleptik (SNI 01-2346-2006) ... 25

3.4.3 Total plate count (TPC) (Fardiaz 1987) ... 25

3.4.4 Analisis Proksimat ... 26

(a). Kadar air (AOAC 1995) ... 26

(b). Kadar abu (AOAC 1995) ... 26


(10)

3.4.5 pH (Apriyantono et al. 1989) ... 29

3.4.6 Total volatile base (TVB) (AOAC 1995) ... 29

3.5 Assay Aktivitas Katepsin (Dinu et al. 2002) ... 30

3.6 Pengukuran Konsentrasi Protein Katepsin (Bradford 1976) ... 31

3.7 Analisis Data ... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 33

4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 33

4.1.2 Penentuan fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 35

4.2. Penelitian Utama ... 40

4.2.1 Hasil analisis proksimat ikan gurami (Osphronemus gouramy ) ... 40

(a). Kadar air ... 41

(b). Kadar abu ... 42

(c). Kadar protein ... 42

(d). Kadar lemak ... 44

4.2.2 Nilai organoleptik ... 45

4.2.3 Nilai TPC (Total Plate Count) ... 47

4.2.4 Nilai pH ... 49

4.2.5 Nilai TVB (Total Volatile Base) ... 51

4.2.6 Aktivitas spesifik enzim katepsin... ... 56

4.2.7 Hubungan antar parameter kesegaran ikan ... 58

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(11)

RIJAN ZAKARIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

RINGKASAN

RIJAN ZAKARIA. C34104021. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Dibimbing oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang tinggi dan dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Pada umumnya ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung dari spesies ikan, umur, habitat, dan pakan. Salah satu contoh spesies ikan yang memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu ikan gurami.

Ikan gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebab ikan ini memiliki rasa daging yang enak, mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati. Kesegaran ikan gurami dapat dipertahankan dengan penyimpanan suhu chilling.

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan fase post mortem ikan gurami dengan berbagai umur panen, yakni umur 2,5 tahun (A); 1,5 tahun (B); dan umur 8 bulan (C) sebagai patokan untuk uji objektif. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan gurami menggunakan uji subjektif (organoleptik) dan objektif (TVB, TPC, pH, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin). Uji organoleptik dilakukan pada 14 titik dengan selang pengamatan setiap 6 jam sekali. Uji TVB, TPC, pH, assay aktivitas enzim katepsin dan konsentrasi protein katepsin dilakukan pada fase pre-rigor, rigor, post rigor dan deteriorasi.

Ikan gurami A, B, dan C memiliki berat total dan panjang total secara berturut-turut, yakni: 995,45 g ± 1,85 g , 36-38 cm, 697,65 g ± 1,24, 32-34 cm; 345,55 g ± 1,42, 27-29 cm. Rendemen gurami adalah kepala 45-52 %; tulang 30-38 %; jeroan 6-8 %; insang 1-2 %; sirip 3-5 % dan sisik 4 %. Komposisi kimia ikan gurami adalah kadar air 72,96-75,48 %; abu 0,95-1,03 %; lemak 2,20-2,79 % dan protein 18,71-20,67 %.

Ikan gurami A mencapai fase pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan deteriorasi secara berturut-turut adalah pada jam ke-0, 36, 228, dan 324. Ikan gurami B pada jam ke 0, 30, 198 dan 268 sedangkan ikan C, yakni jam ke 0, 24, 180, dan 234. Ikan gurami A mengalami kemunduran mutu lebih lambat dibandingkan dengan ikan gurami B dan C. Nilai organoleptik ikan gurami selama penyimpanan berselang antara 2-9. Ikan gurami memiliki nilai log TPC antara 3,079-9,176 CFU/ml, pH antara 5,92-6,87, TVB antara 7,28-32,42 mg N/100 g, aktivitas enzim katepsin antara 0,233-1,733 U/ml dan konsentrasi protein enzim katepsin antara 0,457-0,253 mg/ml. Hasil ANOVA α=0,05 menunjukkan perbedaan umur panen dari ketiga ikan gurami memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju kemunduran mutu ikan terkait pada uji objektif yang meliputi uji TPC, pH, TVB, dan aktivitas spesifik enzim katepsin.


(13)

KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI

(

Osphronemus gouramy

) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN

SUHU

CHILLING

Oleh:

RIJAN ZAKARIA

C34104033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(14)

Judul Skripsi : KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING

Nama Mahasiswa : Rijan Zakaria Nomor pokok : C34104021

Disetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dr. Tati Nurhayati S.Pi M.Si NIP 131578848 NIP 132149436

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(15)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca

Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling” adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, September 2008

Rijan Zakaria C34104021


(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

2. Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Ir. Dadi R Sukarsa dan Ibu Ir. Wini Trilaksani M.Si selaku dewan penguji atas segala masukan dan kritikan yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Bapak Ir Agoes M Jacoeb selaku komisi pendidikan THP atas kesabaran, saran, dukungan yang telah diberikan pada penulis

6. Keluarga kakakku tercinta Yudi Astuti, Budi Netti, Saefudin Nurmiati, Adi Nurhidayah dan adikku Ajad atas kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 6. Ibu Ema (Laboran THP), Ibu Ika dan Ibu Dewi (PAU) serta Pak Wahyu

(FKH) yang telah memberikan banyak sekali pembelajaran kepada penulis. 7. Seluruh staf dosen dan TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba

Heni, Mas Mail, Bu Yati, Mas Zaki, Mas Ipul, dan Umi mamah), terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis


(17)

8. Keluarga besar Wiliyanto dan Keluarga besar Malik di Pulau Panggung Enim. ”Doa dan dukungannya selama ini sangat berarti buatku, terima kasih banyak”.

9. Sahabat sekaligus saudara terbaik saya Nurman Hidayat dan keluarga besar Bapak Rachmat Lubis atas doa, semangat, dukungan nya selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan: Theta, Kudil, Opick, Wahyu, Erlangga Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

11.Teman-teman satu kost-an (Yudha, Gilang, Derry, Opik, Bozonk, Wawan) ”Terima kasih sudah bisa menjadi sahabat-sahabat terbaik buat penulis”. 12.Sahabat-sahabatku: Pu-Rie, Theta, Alim, Anez, Bang Yayan, Ijal, Afey, Galih,

Dede, Al-Saloon Crew, An-Nur Crew, anak-anak lab Om Benk dan anak-anak THP 41. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat dan doa nya. 13.Kakak-kakak kelasku (THP 40 dan THP 39) dan adik-adik kelasku (THP 42

dan THP 43) atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan seminar dan sidang.

14.Ayunda “ Panda Hilton” atas motivasi, doa, senyuman dan canda tawa yang telah diberikan kepada penulis

15.Kak Deden, Kak Aris Tenjo, Kak Merry Apriyanti, Kak Dian Purbasari, Nina, Irfan, Rustam, Uu’, Idmar dan Idris atas segala bantuan dan semangat nya 16.Kak Dzulkifli Atas semua bantuan baik materil dan moril, waktu, kesabaran,

semangat dan doa nya

17.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 28 juli 2008


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1986 di Pulau Panggung Enim-Palembang. Penulis adalah anak ke-5 dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Hasanulkarim dan Ibu Umi Habibah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1992 di SDN 2 Pulau Panggung Enim dan diselesaikan pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Tanjung Agung (1998-2001) dan SMA Negeri 1 Unggulan Muara enim (2001-2004). Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) dari tahun 2004 hingga sekarang. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Toksikologi Hasil Perairan (2007), Kimia Industri Hasil Perairan (2007), dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2008). Penulis juga aktif dalam penulisan karya ilmiah pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) IXX di Universitas Muhamaddiyah malang (2006), PIMNAS XX di Universitas lampung (2007) dan PIMNAS XXI di Universitas Sebelas Maret Semarang (2008)

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling, dibimbing oleh Ibu Ir. Nurjanah M.S dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) ... 4

2.2 Mutu Ikan ... 5

2.3 Proses Kemunduran Mutu ... 8

2.3.1 Perubahan pre-rigor mortis ... 9

2.3.2 Perubahan rigor mortis ... 9

2.3.3 Perubahan karena aktivitas enzim ... 10

2.3.4 Perubahan karena aktivitas bakteri... . 11

2.3.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan... 13

2.4 Metode Pengukuran Kesegaran Ikan ... 14

2.5. Proses Pendinginan ... 16

2.6. Enzim Katepsin ... 19

2.7. Peranan Enzim Katepsin dalam Kemunduran Mutu Ikan ... 20

3. METODOLOGI ... 22

3.1 Waktu dan Tempat ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 23

3.3.2 Penelitian utama ... 24

3.4 Pengamatan ... 25

3.4.1. Rendemen ... 25

3.4.2 Uji organoleptik (SNI 01-2346-2006) ... 25

3.4.3 Total plate count (TPC) (Fardiaz 1987) ... 25

3.4.4 Analisis Proksimat ... 26

(a). Kadar air (AOAC 1995) ... 26

(b). Kadar abu (AOAC 1995) ... 26


(20)

3.4.5 pH (Apriyantono et al. 1989) ... 29

3.4.6 Total volatile base (TVB) (AOAC 1995) ... 29

3.5 Assay Aktivitas Katepsin (Dinu et al. 2002) ... 30

3.6 Pengukuran Konsentrasi Protein Katepsin (Bradford 1976) ... 31

3.7 Analisis Data ... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 33

4.1.1 Ukuran dan rendemen ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 33

4.1.2 Penentuan fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 35

4.2. Penelitian Utama ... 40

4.2.1 Hasil analisis proksimat ikan gurami (Osphronemus gouramy ) ... 40

(a). Kadar air ... 41

(b). Kadar abu ... 42

(c). Kadar protein ... 42

(d). Kadar lemak ... 44

4.2.2 Nilai organoleptik ... 45

4.2.3 Nilai TPC (Total Plate Count) ... 47

4.2.4 Nilai pH ... 49

4.2.5 Nilai TVB (Total Volatile Base) ... 51

4.2.6 Aktivitas spesifik enzim katepsin... ... 56

4.2.7 Hubungan antar parameter kesegaran ikan ... 58

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(21)

DAFTAR TABEL

No

Teks

Halaman

1. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar ... 7

2. Spesifikasi persyaratan mutu ikan basah... 8

3. Pengelompokkan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya ... 11

4. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan ... 17

5. Potensi lamanya penyimpanan ikan dengan es ... 18

6. Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan ... 19

7. Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml... 31

8. Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) A pada penyimpanan suhu chilling ... 36

9. Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) B pada penyimpanan suhu chilling ... 37

10. Fase post mortem ikan gurami (Osphronemus gouramy) C pada penyimpanan suhu chilling ... 38

11. Hasil analisis proksimat ikan gurami (Osphronemus gouramy) dengan berbagai umur panen ... 42

12. Nilai pH terendah berbagai jenis ikan pada fase post mortem ... 52

13. Aktivitas katepsin, konsentrasi protein katepsin, dan aktivitas spesifik katepsin ikan gurami pada berbagai umur panen selama penyimpanan suhu chilling... 54


(22)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) ... 4 2. Akibat dari terhentinya sirkulasi darah dalam jaringan otot

(Lawrie 1985) ... 12 3. Kerangka penelitian pendahuluan ... 23 4. Kerangka penelitian utama ... 24 5. Persentase rendemen ikan gurami A ... 34 6. Persentase rendemen ikan gurami B ... 34 7. Persentase rendemen ikan gurami C ... 34 8. Kadar air ikan gurami dengan berbagai umur panen ... 41 9. Kadar abu ikan gurami dengan berbagai umur panen ... 42 10. Kadar protein ikan gurami dengan berbagai umur panen ... 43 11. Kadar lemak ikan gurami dengan berbagai umur panen ... 44 12. Rata-rata nilai organoleptik dari ikan gurami dengan

berbagai umur panen pada penyimpanan suhu chilling ... 45 13. Nilai log TPC dari ikan gurami dengan berbagai umur

panen pada penyimpanan suhu chilling. ... 47 14. Nilai log pH dari ikan gurami dengan berbagai umur

panen pada penyimpanan suhu chilling. ... 49 15. Proses glikolisis pada daging ikan (Eskin 1990)... 50 16. Nilai log TVB dari ikan gurami dengan berbagai umur

panen pada penyimpanan suhu chilling. ... 52 17. Aktivitas spesifik enzim katepsin ikan gurami pada berbagai umur

panen selama penyimpanan suhu chilling... 56 18. Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami A... 58 19. Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami B... 58 20. Hubungan antar parameter kesegaran ikan gurami C... 59


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Score sheet uji orgoneltik ikan segar (SNI-01-2345-1991) ... ... 65 2. Data mentah panjang, berat dan rendemen ikan gurami ... 67 3 a Data mentah nilai organoleptik ikan gurami pre-rigor ... 68 3 b Data mentah nilai organoleptik ikan gurami fase rigor ... 69 3 c Data mentah nilai organoleptik ikan guarmi fase post rigor... 70 3 d Data mentah nilai organoleptik ikan guarmi fase busuk... 71 4. Data mentah nilai TPC ikan gurami pada tiap fase... 72 5. Hasil uji ragam (anova) nilai TPC ... 73 6. Hasil uji ragam (anova) nilai pH... ... 75 7. Hasil uji ragam (anova) nilai TVB ... 76 8. Hasil uji ragam (anova) nilai aktivitas katepsin... 78 9. Hasil uji ragam (anova) nilai konsentrasi protein katepsin... 79 5 a. Data mentah nilai pH, TVB, Assay aktivitas katepsin dan konsentrasi

protein katepsin ikan gurami... 81 5b. Persamaan linear konsentrasi protein enzim katepsin... 81


(24)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah perairan Indonesia sangat luas dan mengandung sumberdaya perikanan darat dan perikanan laut yang sangat besar. Potensi produksi perikanan darat Indonesia cukup besar kenaikannya selama kurun waktu antara tahun 2003-2006 yaitu dari 26.641.072.151 ton/tahun menjadi 34.523.154.560 ton/tahun dan untuk potensi produksi ikan gurami antara kurun waktu 2001-2007, yaitu 14.065 ton/tahun hingga 31.600 ton/tahun (Ditjen Perikanan Tangkap, DKP 2007).

Adapun keunggulan dari hasil perikanan, yakni ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi dan juga dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Hal ini dikarenakan susunan komponen protein ikan hampir sama dengan susunan komponen protein pada manusia. Selain itu juga, pada umumnya ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak yang berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung pada spesies, umur, habitat dan pakan. Salah satu contoh spesies ikan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, yaitu ikan gurami

Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan ini memiliki labirin dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Ikan gurami termasuk komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani. Hal ini dikarenakan permintaan pasar cukup tinggi karena rasa dagingnya yang enak, pemeliharaan mudah, serta harga yang relatif stabil. Selain itu, ikan gurami merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati (Jangkaru 1998).

Namun demikian, ikan segar memiliki kelemahan, yaitu mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak


(25)

berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor luar yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan adalah penggunaan alat tangkap dan penanganan pasca-panen yang dilakukan oleh para nelayan. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (meronta-ronta) sebelum mati. Penanganan yang baik adalah menggunakan sistem rantai dingin serta mengutamakan sanitasi dan higiene untuk mempertahankan mutu mengingat perairan Indonesia merupakan perairan tropis sebagai tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Jika tidak mendapatkan penanganan yang baik maka akan mengalami kemunduran mutu dengan cepat. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati, cepat, bersih, dan disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin (C3Q: cool, clean, carefull n quick).

Salah satu faktor internal yang sangat penting dan erat hubungannya dengan mutu ikan adalah tingkat kesegaran ikan tersebut. Ikan dalam keadaan masih segar memiliki mutu yang baik sehingga nilai jualnya tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memilki mutu yang rendah sehingga harganya rendah (Murniyati dan Sunarman 2000). Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan melainkan dipertahankan. Agar tingkat kesegaran ikan dapat dipertahankan maka diperlukan teknik-teknik penanganan yang tepat.

Salah satu teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah atau disebut juga teknik pendinginan ikan. Teknik pendinginan ini biasanya diterapkan pada tahap pasca panen setelah penangkapan, pengolahan, distribusi, dan konsumsi. Adapun keuntungan penerapan suhu rendah pada ikan dapat memperpanjang daya awetnya mencapai satu sampai empat minggu, serta mempertahankan tingkat kesegaran ikan dan nilai gizinya. Selain itu, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi lebih lambat (FAO 1995). Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses kemunduran mutu ikan gurami selama penyimpanan suhu chilling agar dapat dijadikan acuan data oleh masyarakat luas.


(26)

1.2 Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk mengetahui pola kemunduran mutu ikan gurami dan memiliki tujuan khusus sebagai berikut:

(1). mengetahui tingkat kesegaran ikan gurami pada penyimpanan suhu

chilling secara subjektif dan objektif (TVB, TPC, dan pH) pada beberapa umur panen;

(2). mengetahui komposisi kimia (proksimat), karakteristik, dan rendemen ikan gurami pada beberapa umur panen;

(3). mengetahui aktivitas katepsin dan konsentrasi protein enzim katepsin dari ikan gurami pada beberapa umur panen.


(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Gurami

Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina ( Chakroff 1976). Ikan ini termasuk salah satu ikan labyrinthici dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Adapun klasifikasi ikan gurami menurut Saanin (1984)(adalah sebagai berikut: Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Ordo : Teleostei

Subordo : Labyrinthici Famili : Anabantidae Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gouramy, Lac. ( Gambar 1)

Gambar 1. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Secara morfologi, ikan ini memiliki bentuk badan agak panjang, pipih dan tertutup sisik yang berukuran besar serta terlihat kasar dan kuat, terdapat garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat. Jari-jari lemah pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Tinggi badan 2,0-2,1 kali dari panjang standar. Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam berjumlah 8 sampai dengan 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat. Bagian kepala gurami muda berbentuk lancip dan


(28)

akan menjadi tumpul bila sudah besar. Mulutnya kecil dengan bibir bawah sedikit menonjol dibandingkan bibir atas dan dapat disembulkan. (Jangkaru 1998).

Ikan gurami mempunyai alat pernafasan tambahan berupa labirin yang berbentuk selaput, berkelok-kelok dan merupakan penonjolan tepi atas insang pertama (Sitanggang 1992). Pada selaput ini terdapat pembuluh darah kapiler sehingga memungkinkan gurami untuk mengambil oksigen langsung dari udara dalam pernafasan nya. Adanya alat ini memungkinkan gurami untuk dapat hidup

dengan baik pada air yang tenang dan kurang oksigen (Puspowardoyo dan Djarijah 1992).

Di alam aslinya ikan gurami termasuk ikan yang mendiami daerah perairan yang tenang dan tergenang, seperti rawa, waduk, situ dan danau (Susanto 1987). Temperatur yang ideal untuk pertumbuhan ikan gurami adalah 24-28 0C, pH 7-8 (Puspowardoyo dan Djarijah 1992).

Ikan gurami adalah salah satu komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani hal ini disebabkan oleh permintaan pasar cukup tinggi, pemeliharaan mudah serta harga yang relatif stabil (Sitanggang 1992).

2.2 Mutu Ikan

Khusus bagi produk makanan yang mudah dan cepat membusuk, seperti ikan basah yang baru ditangkap, pengertian mutu sebenarnya identik dengan kesegaran. Ikan segar mempunyai dua pengertian, yang pertama merupakan ikan yang baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan. Kedua, ikan yang mutunya masih baik, disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak berubah serta belum mengalami kemunduran, baik secara kimia, fisika, maupun biologi walaupun sudah mengalami penyimpanan, misalnya ikan-ikan yang dibekukan (FAO 1995a, Yunizal dan Wibowo 1998, Dassow 1963). Kesegaran akan bisa dicapai bila dalam penanganan ikan berlangsung dengan baik. Ikan yang masih segar berarti belum mengalami perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, maupun fisikawi yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Irawan 1995). Ikan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Stansby 1963):

(a). daging ikan elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya; (b). aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut;


(29)

(c). mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan; (d). insang berwarna merah cerah;

(e). kulit mengkilat dan berwarna cerah.

Untuk mempertahankan mutu ikan segar, bahan baku harus secepatnya diolah. Apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut maka ikan harus disimpan dengan es atau air dingin (0 oC sampai dengan 5 oC), saniter dan higienis (SNI 01-2729.1-2006)

Tingkat kesegaran ikan memberikan kontribusi utama terhadap mutu produk hasil perikanan. Untuk semua produk, kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk akhir yang dihasilkan. Secara umum ada 2 metode utama yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori (subjektif) dan non-sensori (objektif) (Robb 2002).

Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu materi, produk atau jasa, seperti hasil pertanian pada umumnya. Hasil perikanan memiliki paling kurang beberapa aspek mutu antara lain aspek bio-teknis, aspek sanitasi dan higiene, aspek industrial, dan lain-lain. Mutu ikan merupakan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari ikan (Ilyas 1983). Hal-hal lain yang membentuk mutu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan tersembunyi serta dapat diukur dan yang tidak dapat diukur (Soekarto 1990).

Unsur mutu terdiri dari 3 kategori (Soekarto 1990), yaitu:

(a) sifat mutu, yaitu sifat yang dapat langsung diukur secara obyektif atau subyektif ;

(b) parameter mutu, yaitu besaran yang mencirikan sifat mutu produk; (c) faktor mutu, yaitu hal-hal yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung namun mempengaruhi mutu, seperti varietas, faktor genetik, dan asal daerah. Perbedaan ciri-ciri ikan segar dan tidak segar dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

Tabel 1. Ciri-ciri ikan segar dan tidak segar

Parameter Kondisi Segar Kondisi Tidak Segar

Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah.

Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung, dan keruh.

Insang Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor).

Warna merah coklat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal.

Tekstur daging

Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat dan kompak.

Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang.

Keadaan kulit dan lendir

Warna sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenisnya.

Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu.

Keadaan

perut dan sayatan daging

Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya.

Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas.

Bau Spesifik menurut jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh

Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung.

Sumber: FAO (1995)

Kesegaran ikan dapat digolongkan ke dalam empat kelas mutu (Hadiwiyoto 1993), yaitu:

(1). Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima)

Ikan pada kondisi ini merupakan ikan yang baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar.


(31)

(2). Ikan yang kesegarannya masih baik (prima)

Pada kondisi ini, ikan masih dalam keadaan segar namun tidak sesegar seperti kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun lunak bila ditekan.

(3). Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)

Ikan pada kondisi ini organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan, bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.

(4). Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk).

Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak cemerlang lagi, bola mata cekung, insang berubah jadi berwarna coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk. Spesifikasi persyaratan mutu ikan segar (SNI 01-2729-2006) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu ikan basah

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a). Organoleptik

Nilai min. 7

b). Cemaran mikroba 1). ALT/gr, maks 2). Escherichia coli

3). Vibrio cholerae *)

koloni/g APM/g Per 25 gram

5 x 105 <3 negatif Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total

APM = Angka Paling Memungkinkan

2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan

Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimia, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan kemunduran mutu. Proses kemunduran mutu ikan terdiri dari empat tahap, yaitu: hiperaemia (pre-rigor), rigor mortis, autolisis dan penyerangan oleh bakteri (Zaitsev et al. 1969). Secara umum proses terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari tiga tahap, yaitu pre-rigor, rigor mortis, dan post-rigor.


(32)

2.3.1 Perubahan pre-rigor

Perubahan pre-rigor atau sering dikenal dengan istilah hiperaemia

merupakan fase yang terjadi pada ikan yang baru mengalami kematian yang ditandai dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat tubuhnya (Murniyati dan Sunarman 2000).

2.3.2 Perubahan rigor mortis

Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis (Junianto 2003).

Rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi-relaksasi antara miosin dan aktin di dalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang permanen. Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan, selain dapat memperlambat pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan masih sangat segar (Eskin 1990).

Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika ATP sekitar 1 µmol/g. Energi pada jaringan otot ikan diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis (penguraian glukosa) menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan pH otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Eskin 1990).

Pada fase rigor mortis ini, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula pH 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada


(33)

jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa basa purin dan pirimidin yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto 2003).

2.3.3 Proses perubahan karena aktivitas enzim

Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalisator organik dalam kegiatan penguraian senyawa dalam jaringan tubuh ikan. Selagi ikan hidup, sistem enzim selalu terkendali guna mempertahankan kesetimbangan antara kegiatan penguraian dan sintesis sehingga menjamin kegiatan yang efektif tubuh ikan dalam lingkungannya. Penyediaan tenaga untuk menjamin kesetimbangan itu diperoleh dari oksidasi makanan yang dimakan ikan dan menghasikan adenosine trifosfat (ATP) yang kaya akan energi (Ilyas 1983).

Perubahan enzimatik berhubungan dengan tingkat kesegaran ikan dan perubahan mutu oleh bakteri. Dalam beberapa jenis ikan (cumi-cumi, herring), perubahan enzimatik terjadi paling awal dan mendominasi pembusukan ikan yang disimpan pada suhu dingin. Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995).

Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula, protein dipecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi pepton, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Di samping itu dihasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin basa yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan Sunarman 2000).


(34)

2.3.4 Proses perubahan karena aktivitas bakteri

Daging ikan yang baru ditangkap masih steril karena memiliki sistem kekebalan yang mencegah bakteri tumbuh pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas. Jumlah mikroorganisme yang menyerang sangat terbatas dan pertumbuhan bakteri sebagian besar berlangsung di permukaan. Proses pembusukan terjadi akibat adanya enzim yang dihasilkan bakteri yang merusak bahan gizi pada daging ikan (FAO 1995).

Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai ”busuk” (Lan et al. 2007). Jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia dan Bacillus. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengelompokan mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya

Kelompok Mikroorganisme

Suhu Pertumbuhan

Minimum Optimum Maksimum

Psikorofil -15 10 20

Psikrotrof -5 25 35

Mesofil -5-0 30-37 45

Thermofil 40 45-55 60-80

Thermotrof 15 42-46 50

Sumber : Lan et al. (2007)

Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung apabila tidak segera dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan. Gambar 2 menjelaskan tentang proses kemunduran mutu ikan setelah mati.


(35)

Gambar 2. Akibat dari terhentinya sirkulasi darah dalam jaringan otot Ikan mati Sirkulasi darah

terhenti

Sistem syaraf dan hormon terhenti

Keseimbangan osmotik Suplai vitamin,

antioksidan, dll terhenti

Suplai oksigen terhenti

Akumulasi bakteri

Penurunan suhu

Potensial redoks menurun

Respirasi terhenti (glikogen --- CO2)

Glikolisis terjadi (glikogen --- as. laktat)

Penguraian fosfat Berenergi tinggi

Penurunan pH Pemadatan

lemak

Pemunculan

rigor mortis Pembebasan dan

pengaktifan katepsin Denaturasi

protein

Protein

melepaskan Ca2+ dan mengikat K+ Oksidasi

lemak dan ketengikan

Akumulasi metabolit, pemicu flavor, dll

Perubahan warna

Pertumbuh an bakteri Penguraian


(36)

2.3.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan

Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Adapun faktor internal yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan (Junianto 2003), yaitu:

(a). Jenis ikan. Jenis ikan pelagis cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan demersal dan ikan air tawar cenderung lebih cepat mencapai kemunduran mutu dibanding ikan air laut.

(b) Umur dan ukuran ikan. Ikan dewasa dengan ukuran yang besar lebih lama mengalami kemunduran mutu daripada ikan kecil.

(c) Kandungan lemak. Ikan yang mengandung lemak tinggi cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibanding ikan-ikan berlemak rendah.

(d) Kondisi fisikal ikan. Kondisi fisik yang lemah sebelum ditangkap karena kurang bergizi makanannya, baru menelurkan dan sebagainya akan berpengaruh terhadap waktu memasuki tahap rigor.

(e) Karakteristik kulit dan bentuk tubuh. Ikan yang memiliki kulit yang tebal akan cenderung lebih lama laju kemunduran mutunya dibanding ikan yang memiliki kulit yang tipis, begitu juga dengan ikan yang bentuk tubuhnya bulat lebih lama kemunduran mutunya dibanding ikan yang bentuknya pipih.

Faktor-faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan (Junianto 2003) adalah:

(a) Penggunaan alat tangkap. Jenis da teknik penangkapan akan berpengaruh pada derajat keletihan ikan. Ikan yang berjuang keras lama menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga lebih cepat memasuki masa rigor. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stres pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (meronta-ronta) sebelum mati.

(b) Penanganan pasca-panen yang dilakukan oleh para nelayan. Untuk memperoleh ikan yan bermutu dan daya awet panjang, pokok utama


(37)

dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih dan pada suhu rendah.

(c) Musim. Daya simpan ikan pada musim panas yang hangat sering lebih pendek. Daya awet ikan berfluktuasi secara musiman menurut suhu.

(d) Wilayah penangkapan. Perbedaan dalam wilayah penangkapan dapat juga berpengaruh terhadap daya awet.

(e) Suhu air saat ikan ditangkap. Air yang bersuhu tinggi apalagi ikan agak lama tinggal dalam air sebelum diangkat dapat mempercepat proses penurunan mutunya.

2.4 Metode Pengukuran Kesegaran Ikan

Tingkat kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi, dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan sifat-sifat ikan pada waktu masih hidup. Berdasarkan tingkat kesegarannya ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (sangat prima), ikan yang kesegarannya masih baik (prima), ikan yang kesegerannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Hadiwiyoto 1993).

Ikan yang telah busuk bukan saja tidak enak, tetapi juga membahayakan kesehatan bila dimakan. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan mutu ikan yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan mutu dapat dilakukan dengan tiga cara (Murniyati dan Sunarman 2000) yaitu:

(a). pemeriksaan organoleptik atau sensorik;

(b). pemeriksaan di laboratorium (secara fisik, kimia, dan mikrobiologis); (c). menggunakan alat-alat seperti freshness measure, electric freshness tester.

Analisis yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kesegaran ikan adalah analisis organoleptik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat juga disebut cara sensorik (SNI 01-2346-2006). Pengukuran mutu secara sensorik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sampel yang diuji, metode penilaian, dan panelis. Penentuan


(38)

mutu ikan dengan metode sensoris menimbulkan kesulitan-kesulitan, seperti tingkat kepercayaan khusus pada panelis, keharusan panelis untuk selalu siap menilai setiap saat penilaian dibutuhkan, serta lamanya waktu yang dibutuhkan (Hanna 1992).

Pemeriksaan kesegaran ikan di laboratorium dilakukan untuk menentukan mutu ikan dengan lebih teliti dan secara obyektif. Metode yang digunakan harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu waktu yang relatif singkat, penilaian yang singkat, biaya yang murah, dan menghasilkan nilai yang dapat diulang serta memiliki korelasi dengan nilai pengamatan secara sensorik (Hanna 1992).

Metode yang sering digunakan adalah mengukur total basa yang menguap (Total Volatile Base, TVB), dan menghitung jumlah bakteri (Total Plate Count, TPC) (Murniyati dan Sunarman 2000).

Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Nilai TVB maksimum untuk ikan segar, yaitu 30 mg N/100g (Direktorat Jendral Perikanan 2007). Selain itu, kelebihan yang timbul dalam penggunaan metode TVB adalah nilai yang tidak meningkat banyak selama tahap awal dari proses penguraian dan hanya meningkat banyak secara nyata sebagai hasil aktivitas mikroba pada tahap lebih lanjut dari proses kemunduran mutu ikan (Hanna 1992). Pengujian bakteri yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan metode TPC, yaitu perhitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi selama 24 jam. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5x105 koloni/gram (SNI 01-2346-2006) Pemeriksaan lebih rinci untuk menentukan derajat kesegaran ikan yang belum menampakkan tanda-tanda pembusukan atau ikan-ikan yang relatif masih segar dilakukan dengan metode pengukuran nilai K (K-Value). Nilai K dihitung berdasarkan jumlah ATP dan hasil-hasil uraiannya atau senyawa-senyawa turunannya. Nilai-K dianggap sebagai indeks mutu kesegaran ikan yang lebih baik dibandingkan dengan TMA, TVB, maupun TPC. Nilai-K mulai digunakan oleh Saito dan Arai pada tahun 1957 yang kemudian rumusnya dimodifikasi oleh Uchiyama et al. pada tahun 1970 dan Karube et al. pada tahun 1984 (Murniyati 2000) dengan rumus sebagai berikut:


(39)

% 100

X Hx I IMP ADP ATP

Hx I K

+ + + +

+ =

Keterangan : ATP = Adenosine Triphosphate ADP = Adenosine Diphosphate IMP = Inosine Monophosphate I = Inosine

Hx = Hipoxantine

Setelah ikan mati (keadaan relaksasi), fosfat berenergi tinggi (ATP) diperoleh dari penguraian kreatin fosfat. Kreatin fosfat menyumbang group

fosfatnya kepada ADP untuk memproduksi ATP (Eskin 1990).

Kreatinfosfotransferase

ADP + Kreatin Fosfat ATP + Kreatin

Ketika kandungan kreatin fosfat dan ATP mencapai titik yang sama,

adenosine triphosphate (ATP) mulai mengalami penguraian (hidrolisis) menjadi ADP dan menghasilkan energi. Hidrolisis ATP menjadi ADP dengan bantuan enzim ATPase terjadi berdasarkan reaksi sebagai berikut (Eskin 1990):

ATPase

ATP + H2O ADP + H3PO4

Degradasi ATP yang terjadi setelah ikan mati dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Degradasi ATP merupakan reaksi autolisis yang disebabkan oleh enzim yang ada secara alami pada daging ikan. Pada ikan mati, ATP akan cepat berubah menjadi AMP oleh enzim miokinase. Perubahan AMP menjadi IMP dipengaruhi oleh enzim deaminase dan IMP menjadi inosine dipengaruhi oleh enzim fosfatase (Eskin 1990). Defosforilasi dari IMP menjadi inosin relatif lambat, tetapi inosin sangat cepat berubah menjadi hipoksantin. Pada tahap awal, hipoksantin terbentuk secara autolisis, namun pada tahap kemunduran mutu ikan selanjutnya aktivitas bakteri juga berperan dalam menambah jumlah hipoksantin (Hanna 1992).

2.5 Proses Pendinginan

Pendinginan merupakan suatu proses pengawetan ikan dengan suhu rendah, yaitu antara -1°C sampai 5°C. Pendinginan disebut chilling yang mempunyai


(40)

tujuan utama untuk menghambat proses kemunduran mutu ikan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses kimia maupun fisis sehingga ikan tetap dalam kondisi segar sampai jangka waktu yang cukup lama (Gelman et al. 2004). Perkembangbiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu yang digunakan, pertumbuhan bakteri semakin dihambat. Bakteri dapat tumbuh dalam deret suhu yang besar, yaitu dari 0-45 oC. Proses pendinginan yang diberikan pada saat proses pembusukan sudah mulai kurang efektif dalam hubungannya dengan pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan (Ilyas 1983). Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri, dan mutu ikan

Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan

25 °C sampai 10 °C Luar biasa cepat Cepat menurun, daya awet sangat pendek (3-10 jam)

10 °C sampai 2 °C Pertumbuhan bakteri

kurang cepat

Mutu menurun kurang cepat, daya awet pendek (2-5 hari) 2 °C sampai -1 °C Pertumbuhan bakteri jauh

berkurang

Penurunan mutu agak dihambat, daya awet wajar (3-10 hari)

-1 °C Kegiatan bakteri dapat

ditekan

Sebagai ikan basah, penurunan suhu minimum sehingga daya awet maksimum 5-20 hari

-2 °C sampai -10 °C Kegiatan bakteri ditekan menjadi tidak aktif

Penurunan mutu minimum, tekstur dan rasa ikan rendah, daya awet panjang 7-30 hari

-18 °C dan lebih rendah

Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif

Mutu ikan beku lebih baik, daya awet sampai setahun Sumber: Ilyas (1983).

Penyimpanan ikan pada suhu dingin dalam lemari es (refrigerator) hanya mampu memperpanjang umur simpan ikan hingga beberapa hari, sedangkan dalam lemari pembeku (freezer) akan memperpanjang masa simpan hingga berbulan-bulan tergantung suhu yang digunakan (Pandit et al. 2007).

Penyimpanan ikan pada suhu rendah harus dilakukan secepat mungkin segera setelah ikan ditangkap dari habitatnya sehingga suhu ikan cukup rendah


(41)

dan proses kemunduran mutu dapat dihambat. Ikan yang disimpan harus dalam keadaan bersih, terseleksi sehingga mutu awal tinggi. Sistem rantai dingin harus diterapkan untuk mempertahankan ikan dalam kondisi dingin sampai ikan siap untuk diolah (Gelman et al. 2004).

Cara termudah, praktis, dan tidak membutuhkan biaya besar adalah menggunakan es. Es yang digunakan untuk mendinginkan ikan harus terbuat dari air yang bersih dan disimpan di tempat yang bersih pula. Es untuk mendinginkan harus berupa hancuran es untuk menghindari luka-luka atau memar pada ikan. Selain itu dengan menggunakan hancuran es maka kontak langsung antara es dengan ikan menjadi lebih baik dan proses terjadinya penurunan suhu pun menjadi lebih cepat (Ilyas 1983). Lamanya penyimpanan ikan dengan es dijabarkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Potensi lamanya penyimpanan ikan dengan es

Jenis Ikan Masa simpan (hari) Tilapia 22-28 Mas 35 Catfish 12-16

Kakap merah 20

Mackarel 7-9 Herring 2-5 Cod 12-15

Sumber: Konagoya (1990).

Peranan es dapat dikatakan paling dominan dalam menghasilkan suhu dingin untuk menjaga kesegaran ikan. Oleh sebab itu pada saat ikan didinginkan, penurunan suhu terjadi ketika es-es itu mencair, dan mencairnya es karena adanya panas yang timbul dari ikan yang didinginkan. Air yang berasal dari cairnya es akan menghanyutkan substansi-substansi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat dan secara langsung dapat memperpanjang kesegaran ikan sampai jangka waktu yang cukup lama. Bahkan bila ikan-ikan itu tetap disimpan dalam suhu antara 0-2,5 °C kondisinya akan tetap segar dan terjamin mutunya (Ilyas 1983).


(42)

2.6 Enzim Katepsin

Katepsin merupakan salah satu enzim proteolitik yang ditemukan pada jaringan hewan termasuk ikan yang dapat menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Katepsin banyak ditemukan dalam jaringan otot ikan. Pada jaringan otot ikan, katepsin dan enzim penghidrolisis lainnya ditempatkan dalam organel subselluler atau disebut lisosom dan dibagi dalam dua tempat, yakni pada serabut otot dan matriks ekstraselluler (Shahidi dan Botta 1994).

Katepsin dikenal sebagai famili dari endopeptidase dan atau eksopeptidase. Banyak katepsin yang memiliki pH optimal asam walaupun beberapa aktif pada pH netral. Katepsin A yang mula-mula digambarkan sebagai enzim yang memisahkan karbobenzoksi-L-Glu-L-Tyr, sekarang dikenal dengan nama karboksipeptidase A dan mampu memisahkan residu secara sekuen dari karboksil terminal peptida, seperti glukagon. Katepsin A yang termasuk jenis eksopeptidase memiliki pH optimum 5-6, serta inaktif oleh panas dan alkali. Pada Tabel 6 dapat dilihat secara lengkap berbagai jenis katepsin yang terdapat dalam lisosom otot ikan.

Tabel 6. Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan

Enzim Famili Aktivitas Proses dan asal enzim

Katepsin B Sistein Endopeptidase Dimurnikan dari otot berbagai spesies ikan, identifikasi pada berbagai spesies

Katepsin H Sistein Endopeptidase Identifikasi pada otot ikan salmon

Katepsin J Sistein Endopeptidase -

Katepsin L Sistein Endopeptidase Identifikasi pada otot ikan salmon dan mackarel

Dipeptidil peptidase I (katepsin C)

Sistein Eksopeptidase Identifikasi dari otot berbagai spesies ikan

Dipeptidil petidase II

Sistein Eksopeptidase -

Katepsin D Aspartat Endopeptidase Dimurnikan dan diidentifikasi dari otot berbagai spesies ikan

-glutamil karboksipeptidase

Aspartat Endopeptidase -

Karboksipeptidase A (katepsin A dan I)

Serin Eksopeptidase Dimurnikan dari berbagai spesies ikan dan diidentifikasi pada otot berbagai spesies

Katepsin S Sistein Eksopeptidase Diidentifikasi pada otot mackarel Sumber: Goll et al. ( 1989) diacu dalam Shahidi dan Botta (1994)


(43)

Katepsin H merupakan endopeptidase dengan aktivitas aminopeptidase yang aktif pada pH netral. Seperti katepsin B1, enzim ini menghidrolisis benzoil-D, L arginin-β-naphthylamide (BANA) tetapi berbeda pada struktur glikoproteinnya, aktif pada pH netral, stabil terhadap panas dan menunjukkan aktivitas molekuler dengan substrat miosin. Katepsin L merupakan jenis protease lain yang hampir sama dengan B1 tetapi berbeda dalam hal ketidakmampuan untuk menghidrolisis BANA dan sangat aktif dalam mendegradasi protein miofibril. Aktivitas molekuler dari katepsin L dengan substrat miosin adalah 10 kali lebih besar dari pada ketepsin B. Katepsin L telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi pada otot mackarel. Katepsin L dapat mendegradasi miofibril, termasuk aktin, miosin dan tropomiosin pada pH 6,5 dan secara khusus aktif untuk troponin serta dalam pemindahan Ca dari ATPase miofibril pada pH netral. Selain itu ada juga katepsin S yang memiliki sifat sama seperti katepsin L tetapi berbeda pada kemampuan dalam memisahkan metilcoumarilamide dan diduga terdapat dalam mackarel (Shahidi dan Botta 1994).

2.7 Peranan Katepsin dalam Kemunduran Mutu Ikan

Katepsin merupakan salah satu enzim yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan selama post mortem. Ketika ikan mati (fase pre rigor), maka kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim yang terdapat dalam tubuh ikan dengan melepaskan energi. Proses ini kemudian diikuti dengan peristiwa glikolisis yang akan menguraikan glikogen menjadi asam laktat. Pembentukan asam laktat menyebabkan terjadinya penurunan pH, dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis. Nilai pH yang semakin menurun mengakibatkan

katepsin yang terdapat dalam jaringan otot menjadi aktif (Afrianto dan Liviawaty 1989).

Pembebasan dan aktivasi katepsin selanjutnya akan menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hal ini menimbulkan terjadinya akumulasi metabolit dan pembentukan senyawa- senyawa basa volatil yang berakibat terhadap kenaikan pH dan peningkatan jumlah bakteri karena senyawa-senyawa basa tersebut merupakan media yang


(44)

sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri terutama golongan bakteri pembusuk (Lawrie 1985).

Pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri tidak akan terjadi sebelum masa rigor mortis berakhir. Pada akhir fase rigor mortis, saat hasil penguraian semakin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Bila fase rigor mortis telah terlewati, ditandai dengan badan ikan yang mulai melunak (fase post rigor), maka kecepatan pembusukan akan meningkat (Moeljanto 1992).

Peranan katepsin dalam proses kemunduran mutu ikan secara nyata terlihat dari perubahan kondisi fisik dan perubahan cita rasa ikan. Aktivitas katepsin sangat berpengaruh terhadap tekstur daging ikan karena katepsin dapat menurunkan fleksibilitas (kekenyalan) sehingga daging ikan menjadi tidak elastis dan jaringan daging ikan melunak (lembek). Pelunakan daging ini merupakan salah satu sumber masalah pada industri surimi karena katepsin dapat menurunkan kemampuan pembentukan gel pada proses pembuatan surimi dari daging ikan akibat degradasi protein miofibril yang dapat mengurangi elastisitas dan kekuatan gel surimi. Jenis katepsin B, D, L dan H telah diketahui memiliki efek gel softening pada proses pembentukan gel surimi (Haard dan Simpson 2000).


(45)

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan April 2008 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium

Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama, yaitu ikan gurami yang diperoleh dari kolam pembudidayaan desa Cibereum Petir sebanyak 18 ekor dengan tiga katagori umur dan ukuran. Umur panen 2,5 tahun dengan berat 995,45 g ± 1,85 g (ikan A), umur panen 1,5 tahun dengan berat

697,65 g ± 1,24 (ikan B), dan umur 8 bulan dengan berat 345,55 g ± 1,42 (ikan C); Ikan gurami diangkut dalam keadaan hidup lalu ditampung dalam akuarium dan diberi aerator. Ikan dipuasakan selama satu malam. Bahan-bahan untuk analisis nilai pH (larutan buffer standar pH 7, akuades), analisis TPC (larutan garam 0,85 % (w/v) steril,

nutrient agar), analisis TVB (H3BO3, K2CO3, trichloroacetic acid (TCA) 7 %, HCl

0,032 N), assay aktivitas katepsin (buffer tris-HCl pH 7,4, hemoglobin, HCl 1 N, TCA 5 %, pereaksi folin, tirosin), pengukuran konsentrasi protein katepsin (bovine serum albumin, coomassie blue G-250, etanol 95 %, asam fosfat 85 % (w/v)).

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain refrigerator bersuhu 4 0C, inkubator (Termoline), oven (Yamato), sentrifuse suhu dingin (Kokusan), spektrofotometer (Yamato), mikropipet (Pipetman), timbangan analitik, homogenizer,

magnetic stirrer, hot plate, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, pH meter, kapas, tissue, alumunium foil, bunsen, jarum ose,

beaker glass, dan peralatan gelas lainnya. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, meliputi penelitian pendahuluan untuk menentukan fase post mortem ikan secara organoleptik dan menghitung rendemen ikan gurami serta penelitian utama untuk mentukan tingkat kesegaran ikan berdasarkan penilaian subjektif dan objektif.


(46)

Penelitian ini diawali dengan melakukan survei ke lapangan untuk memperoleh informasi tentang asal sampel, potensi, dan cara membudidayakan ikan gurami. Kemudian dilanjutkan dengan penanganan ikan di laboratorium yang sebelumnya dicatat data awal yaitu ukuran (panjang, berat, umur), dan rendemen ikan. Setelah itu dilakukan pengamatan dengan tujuan untuk menentukan titik pengamatan pada tahap pre-rigor, rigor mortis, dan post rigor

setelah ikan gurami mati dengan cara ditusuk dan pembuangan isi perut (jeroan) pada penyimpanan suhu chilling menggunakan refrigerator 4 0C. Pengamatan dilakukan dengan uji organoleptik (BSN 2006) setiap 6 jam sekali selama 14 hari untuk menentukan empat fase kemunduran mutu ikan. Score sheet uji organoleptik disajikan pada Lampiran 1. Adapun diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Ikan gurami Penimbangan

Pemberokan (1 hari)

Pematian segera/ mati ditusuk

Pembuangan isi perut

Pencucian

Penyimpanan suhu chilling (refrigerator 4 0C)

Pengamatan (setiap 6 jam sekali selama 14 hari)

Penentuan fase pre-rigor,rigor dan post rigor

Gambar 3. Kerangka penelitian pendahuluan 3.3.2 Penelitian utama

Penelitian utama dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan. Ikan gurami dimatikan dengan cara ditusuk dan isi perut dibuang. Pengamatan


(47)

dilakukan setiap 6 jam sekali selama 14 hari untuk uji organoleptik (SNI-01-2346-2006), analisis komposisi kimia daging ikan (analisis kadar air,

kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak) pada saat ikan masih segar serta uji TVB (AOAC 1995), uji mikrobiologi atau TPC (Fardiaz 1984), (AOAC 1995), uji pH (Apriantono et al. 1989), assay aktivitas katepsin (Dinu et al. 2002) dan mengukur konsentrasi protein katepsin (Bradford 1976) pada setiap fase yang telah diperoleh dari penelitian pendahuluan dan sampel yang digunakan adalah daging ikan gurami. Kerangka penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 4.

Ikan gurami

Penimbangan

Pemberokan (1 hari)

Pematian segera/ mati ditusuk

Pembuangan isi perut

Pencucian

Penyimpanan suhu chilling (refrigerator 4 0C)

Pengamatan

Uji organoleptik (tiap 6 jam) Uji TVB,TPC, pH, aktivitas katepsin dan konsentrasi protein katepsin (pada tiap fase)

Gambar 4. Kerangka penelitian utama 3.4 Pengamatan


(48)

Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengamatan dan analisis meliputi: rendemen, uji organoleptik, uji mikrobiologi (TPC), proksimat, pH, TVB, aktivitas katepsin dan konsentrasi protein katepsin.

3.4.1 Rendemen

Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan SNI-19-1705-1992. Rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh

ikan dari bobot ikan awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berkut : Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100 %

Bobot total (g) 3.4.2 Uji organoleptik (SNI-01-2346-2006)

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan scoring test

SNI-01-2346-2006. Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9. Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian mutu ikan yang

bersifat subjektif menggunakan indera manusia. Jumlah panelis yang digunakan adalah 15 orang dengan kategori panelis semi terlatih dan sampel yang diamati sebanyak 4 ekor pada masing-masing titik pengamatan.

3.4.3 Uji mikrobilogis atau Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1984)

Prinsip kerja dari uji mikrobiologis ini adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam sampel (daging ikan gurami) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 gram sampel dan larutan garam fisiologis sebanyak 90 ml sampai homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan diaduk sampai homogen sehingga terbentuk seri pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10-6. Pemipetan dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.

Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan supaya merata (metode cawan tuang), didiamkan sampai media agar dingin dan padat. Cawan petri yang berisi agar kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan


(49)

posisi terbalik pada suhu 35 0C dan diinkubasi selama 2X24 jam. Dihitung jumlah koloni bakteri yang ada dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300.

3.4.4 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi: analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

(a). Analisis kadar air (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan.

Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 0C selama 10-15 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging ikan gurami seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air pada daging ikan gurami % Kadar air = B - C x 100%

B - A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan daging ikan (gram)

C = Berat cawan dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram). (b). Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.

Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 0C selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200 0C dan ditimbang. Daging ikan gurami sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam


(50)

cawan abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap hingga suhu 650 0C. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 0C, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu pada daging ikan gurami % Kadar abu = C - A x 100%

B - A

Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram).

(c). Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar ( crude protein ) pada suatu bahan.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1). Tahap destruksi

Daging ikan gurami ditimbang seberat 0,5 gram; kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2). Tahap destilasi

Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec sistem.

Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daging ikan yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang diberi


(1)

 

ANOVA

pH

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2,938 11 ,267 66,487 ,000 Within Groups ,048 12 ,004

Total 2,986 23

pH

Duncan

Interaksi2 N Subset for alpha = .05

1 2 3 4

7 2 5,92000

11 2 5,92000

3 2 5,94000

10 2 6,62000

6 2 6,64000

2 2 6,67000

8 2 6,68000

12 2 6,70000

5 2 6,71000 6,71000

4 2 6,72000 6,72000

9 2 6,85000 6,85000

1 2 6,87000

Sig. ,769 ,181 ,057 ,758

Lampiran 7. Tabel uji ragam ANOVA TVB

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TVB Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1423,800(a) 11 129,436 85,501 ,000 Intercept 6360,922 1 6360,922 4201,771 ,000 umur 2,941 2 1,471 ,971 ,406 fase 1411,795 3 470,598 310,859 ,000 umur * fase 9,064 6 1,511 ,998 ,469 Error 18,166 12 1,514

Total 7802,888 24

Corrected Total 1441,966 23 a R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,976)

Hipotesa

Ho= Paling tidak sedikitnya ada satu perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam H1= Tidak ada satupun perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam


(2)

TVB

Duncan

umur N

Subset 1 umur panen 2,5-3tahun 8 15,78500 umur panen

7bulan-1tahun 8 16,52000 umur panen 1,5-2tahun 8 16,53500

Sig. ,269

Alpha = ,05.

TVB

Duncan

fase N Subset

1 2 3 4

prerigor 6 7,28000

rigor 6 10,68000

postrigor 6 20,72000

busuk 6 26,44000

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Alpha = ,05.

TVB

Duncan

interaksi3 N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4 5

u1f1 2 7,28000

u2f1 2 7,28000

u3f1 2 7,28000

u1f2 2 10,64000

u2f2 2 10,70000

u3f2 2 10,70000

u1f3 2 20,72000

u2f3 2 20,72000

u3f3 2 20,72000

u3f4 2 24,44000

u1f4 2 27,44000

u2f4 2 27,44000


(3)

 

Lampiran 8. Tabel uji ragam ANOVA Enzim katepsin

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Katepsin Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 6,031(a) 11 ,548 41643,020 ,000 Intercept

14,614 1 14,614 1109930,3

29 ,000 umur ,160 2 ,080 6074,975 ,000 fase 5,845 3 1,948 147974,31

2 ,000 umur * fase ,026 6 ,004 333,388 ,000 Error ,000 12 1,32E-005

Total 20,646 24

Corrected Total 6,031 23 a R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Hipotesa

Ho= Paling tidak sedikitnya ada satu perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam H1= Tidak ada satupun perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam

Kesimpulan : Gagal tolak Ho (Fhit > F tabel)

Katepsin

Duncan

umur N Subset

1 2 3

umur panen 2,5-3tahun 8 ,68325 umur panen 1,5-2tahun 8 ,77475 umur panen

7bulan-1tahun 8 ,88300

Sig. 1,000 1,000 1,000

Alpha = ,05.

Katepsin

Duncan

fase N Subset

1 2 3 4

prerigor 6 ,28867

rigor 6 ,44433

busuk 6 ,82200

postrigor 6 1,56633

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Alpha = ,05.


(4)

Lampiran 9. Tabel uji ragam ANOVA Konsentrasi protein katepsin

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KonsProt Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model ,010(a) 11 ,001 75,270 ,000 Intercept

5,648 1 5,648 485876,16

1 ,000 umur ,001 2 ,000 32,591 ,405 fase ,009 3 ,003 250,814 ,100 umur * fase ,000 6 2,00E-005 1,724 ,119 Error ,000 12 1,16E-005

Total 5,658 24

Corrected Total ,010 23 a R Squared = ,986 (Adjusted R Squared = ,973) Hipotesa

Ho= Paling tidak sedikitnya ada satu perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam H1= Tidak ada satupun perlakuan yang mempengaruhi hasil analisis ragam

Kesimpulan : Gagal tolak Ho (Fhit > F tabel, 32,591>0,405)

KonsProt

Duncan

umur N Subset

1 2 3

umur panen 2,5-3tahun 8 ,47938 umur panen 1,5-2tahun 8 ,48325 umur panen

7bulan-1tahun 8 ,49275

Sig. 1,000 1,000 1,000

Alpha = ,05.

KonsProt

Duncan

fase N Subset

1 2 3

prerigor 6 ,45867

busuk 6 ,48267

rigor 6 ,48667

postrigor 6 ,51250


(5)

 

ANOVA

KonsProt

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups ,010 11 ,001 75,270 ,000 Within Groups ,000 12 ,000

Total ,010 23

KonsProt

Duncan interaksi 5 N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4 5 6 7

u3f1 2 ,45650

u2f1 2 ,45750

u1f1 2 ,46200

u3f4 2 ,47650

u2f4 2 ,47950 ,47950 u3f2 2 ,48150 ,48150

u2f2 2 ,48450

u1f4 2 ,49200

u1f2 2 ,49400

u3f3 2 ,50300

u2f3 2 ,51150

u1f3 2 ,52300

Sig. ,150 ,188 ,188 ,568 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(6)

Lampiran 10 a. Data mentah nilai pH, TVB, Assay aktivitas katepsin dan

konsentrasi protein katepsin ikan gurami

Lampiran10b. Persamaan linear konsentrasi protein enzim katepsin

y = 0.1176x + 0.3161 R2 = 0.9844

0.33 0.335 0.34 0.345 0.35

Sampel TVB pH

Aktivitas

Katepsin

Konsentrasi

Protein

A 7,28

6,87

0,333 0.462

B 7,28

6,85

0,300 0.459

C 7,28

6,85

0,233 0.457

A 10,64

6,67

0,533 0.494

B 10,64

6,64

0,433 0.485

C 10,64

6,62

0,367 0.481

A 20,72

5,94

1,733 0.523

B 20,72

5,92

1,533 0.512

C 20,72

5,92

1,333 0.503

A 27,44

6,72

0,933 0.492

B 27,44

6,68

0,833 0.48

C 27,44

6,70

0,700 0.477

Konsentrasi

BSA OD

0.025 0.317

0.05 0.324

0.075 0.326

0.1 0.327

0.125 0.331

0.15 0.334

0.175 0.336

0.2 0.34

0.225 0.343

0.25 0.345