pembelajaran TGT selanjutnya, yaitu permainan dan perlombaan dan diakhiri dengan penghargaan kelompok.
2.8 Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria ketuntasan minimal KKM merupakan kriteria yang paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan. Menurut Kementerian Pendidikan
Nasional 2007: 2, KKM adalah ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan.
KKM mempunyai beberapa fungsi, menurut Depdiknas 2008: 3-4 KKM mempunyai fungsi sebagai berikut.
1 Sebagai acuan bagi guru dalam menilai kompetensi siswa dan kompetensi
dasar mata pelajaran yang diikuti. 2
Sebagai acuan bagi siswa untuk menyiapkan diri mengikuti penilaian guru. 3
Digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi pembelajaran di sekolah.
4 Merupakan kontrak pedagogik antara guru dengan siswa dan setara
pendidikan dengan masyarakat. 5
Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.
2.9 Kemampuan Pemecahan Masalah
Salah satu fokus atau perhatian utama dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Giganti bahwa problem solving is important because it
requires us to combine skills and concepts in order to deal with specific mathematical situations Giganti, 2007: 15.
Dalam kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dalam dunia pendidikan, kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan dasar dari
pembelajaran matematika yang meliputi aspek intelektual maupun non intelektual Xie, 2004: 2.
Both NCTM National Council of Teachers of Mathematics and MOE Ministry of Education consider problem-solving ability as the main goal of
mathematics education. Both of them believe that mathematical problem- solving ability should include both intellectual and non-intellectual aspects.
The intellectual aspect includes the following contents: the ability to formulate, pose and investigate mathematics problems; the ability to collect,
organize and analyze problems from mathematical perspective; the ability to seek proper strategies; the ability to apply learned knowledge and skills; and
the ability to reflect and monitor mathematical thinking processes. The non- intellectual aspect includes the cultivation of positive dispositions, such as
persistence, curiosity and confidence, the understanding of the role of mathematics in reality, and the tendency to explore new knowledge from
mathematics perspective. Both NCTM and MOE view reasoning as a process of conjecture, explanation and justification. And both of them believe that
mathematics education should foster students’ inductive and deductive reasoning Xie, 2004: 2.
Aspek intelektual kemampuan pemecahan masalah meliputi:
1 kemampuan merumuskan dan investigasi masalah matematika,
2 kemampuan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menganalisis
masalah dari sudut pandang matematika, 3
kemampuan untuk mencari strategi yang tepat, dan 4
kemampuan untuk merefleksikan dan menangkap proses berpikir matematik. Sedangkan aspek non intelektual yaitu pengolahan watak positif meliputi:
1 ketekunan,
2 keingintahuan,
3 percaya diri, dan
4 kecenderungan untuk mengeksplorasi pengetahuan baru dari segi matematik.
Dalam kegiatannya menyelesaikan masalah, siswa memerlukan berbagai strategi pemecahan masalah. Menurut Polya 1973: 5-6, untuk memecahkan
suatu masalah, maka ada empat tahapan yang harus dilakukan oleh siswa. Tahapan-tahapan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
1 Memahami masalah understanding the problem, meliputi: a apakah yang
tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal; b apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang
ditanyakan; c apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan; d buatlah gambar yang sesuai.
2 Merencanakan penyelesaian devising a plan, meliputi: a pernahkah anda
menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain; b rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini;
c perhatikan apa yang ditanyakan; d dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.
3 Melaksanakan perhitungan carrying out the plan, meliputi: a memeriksa
setiap langkah apakah sudah benar atau belum; b bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar; c melaksanakan perhitungan
sesuai dengan rencana yang dibuat. Langkah ketiga yang dikemukakan oleh Polya ini menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian.
4 Memeriksa kembali proses dan hasil looking back, meliputi: a dapat
diperiksa sanggahannya; b dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain; c
perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik; d menuliskan jawaban dengan lebih baik. Langkah terakhir dari Polya ini menekankan bagaimana
cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Dengan langkah-langkah menyelesaikan masalah yang sistematis seperti ini,
maka akan mudah untuk mengoreksi kembali jika terdapat kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dengan demikian maka siswa dapat sampai pada jawaban yang
benar sesuai masalah yang diberikan. Dalam mengajar pemecahan masalah, maka seorang guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsipnya. Adapun prinsip-prinsip untuk mengajar pemecahan masalah disesuaikan dengan jenis masalah yang diberikan. Menurut
Kirkley 2003: 8, jenis-jenis masalah tersebut antara lain sebagai berikut. 1
Well structured problems, yaitu masalah yang selalu menggunakan langkah- langkah yang sama untuk setiap penyelesaiannya.
2 Moderately structured prblems, yaitu masalah yang membutuhkan berbagai
strategi dan penyesuaian untuk memastikan konteks tertentu. 3
Ill structured problems, yaitu masalah dengan tujuan yang tidak jelas dan urutan strategi dibatasi.
Berbagai masalah di atas berpengaruh terhadap prinsip-prinsip mengajar pemecahan masalah. Menurut Kirkley 2003: 11-12, prinsip-prinsip mengajar
pemecahan masalah di antaranya adalah sebagai berikut. 1
Perlu mengidentifikasi komponen pengetahuan secara deklaratif maupun prosedural dan memberikan instruksi yang sesuai untuk beberapa kemampuan
mengerjakan dalam kehidupan sehari-hari.
2 Memperkenalkan tentang pemecahan masalah terlebih dahulu kemudian
menghubungkannya dengan kemampuan deklaratif ataupun prosedural atau keduanya.
3 Memunculkan model mental yang sesuai dengan pemecahan masalah yang
ingin dimunculkan dengan menjelaskan struktur pengetahuan dan menanyakan pada siswa untuk menduga apa yang akan terjadi atau
menjelaskan mengapa sesuatu terjadi pada saat mengajar pengetahuan secara deduktif.
4 Ketika tujuannya adalah transfer yang berkelanjutan, maka memunculkan
pemecahan masalah ill-structured. 5
Mengajar kemampuan pemecahan masalah dalam konteks kemampuan tersebut akan digunakan. Menggunakan masalah yang autentik dalam
penjelasan, praktek maupun penilaian dengan simulasi berbasis skenario, permainan, atau proyek. Tidak perlu mengajar pemecahan masalah sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri, abstrak dan kemampuan yang tidak kontekstual. 6
Untuk pengetahuan yang deklaratif dan pemecahan masalah dengan struktur yang baik, maka digunakan strategi pembelajaran langsung deduktif.
7 Untuk mendorong sintesis dari model mental dan untuk pemecahan masalah
ill-structured, maka digunakan pembelajaran secara induktif. 8
Membantu siswa untuk memahami atau mendefinisikan tujuan, kemudian membantu mereka membaginya menjadi lebih rinci menjadi tujuan-tujuan
perantara dalam latihan masalah.
9 Siswa yang belum benar dalam menyelesaikan masalah digunakan sebagai
contoh miskonsepsi. 10
Menanyakan pertanyaan dan membuat rekomendasi tentang strategi yang dapat mendorong siswa untuk merefleksikannya pada strategi pemecahan
masalah yang mereka gunakan. 11
Untuk mendorong adanya generalisasi maka diberikan praktek, yaitu contoh penerapan strategi pemecahan masalah yang sama dengan berbagai konteks.
12 Memberikan pertanyaan yang mendorong siswa untuk memahami cara
membuat bentuk umum dengan banyak masalah sejenis dalam berbagai konteks.
13 Menggunakan konteks, masalah dan pola mengajar yang membangun
ketertarikan, motivasi, percaya diri, pengetahuan tentang diri, dan mengurangi kecemasan.
14 Untuk memahami penggunaan struktur pengetahuan maka direncanakan
pembelajaran yang dibuat secara bijak dari tingkat pemula hingga tingkat lanjutan.
15 Mempersilakan siswa untuk mencoba pada saat mengajar pemecahan masalah
dengan struktur yang baik. Ingatan siswa terhadap langkah dan praktek pemecahan masalah akan terbiasa apabila siswa sering menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah. 16
Pada saat mengajar pemecahan masalah tingkat menengah, siswa didorong untuk menggunakan pengetahuan deklaratif mereka untuk menemukan
strategi yang sesuai dengan konteks dan masalah.
17 Mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan deklaratif mereka untuk
mendefinisikan tujuan kemudian menemukan sebuah penyelesaian pada saat mengajar pemecahan masalah ill-structured.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506CPP2004 Depdiknas, 2004, indikator kemampuan pemecahan masalah di antaranya adalah sebagai
berikut. 1
Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah. Kemampuan ini dapat ditunjukkan dengan apakah siswa dapat mengetahui apa yang diketahui dan
ditanyakan dari soal yang diberikan. 2
Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat diketahui dengan kemampuan siswa
menggunakan data yang sudah diketahui secara tepat. 3
Kemampuan menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. 4
Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. Kemampuan ini dapat diketahui dengan pemilihan rumus mana yang
lebih efektif untuk menyelesaikan suatu persoalan, 5
Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah. 6
Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
7 Kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
2.10 Kajian Materi