Kultur Aksenik CMA secara in vitro

Fortin et al. 2002 menyatakan bahwa sterilisasi permukaan spora sangat penting untuk keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan spora secara in vitro, atau penyediaan kultur aksenik CMA. Pada umumnya penggunaan bahan sterilan dari beberapa metode memberikan hasil kurang memuaskan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat kontaminasi sangat tinggi. Dalam waktu singkat hampir semua kultur terkontaminasi oleh bakteri. Frances et al. 1996 memperlihatkan permukaan spora belum disterilisasi memberikan kenampakan permukaan berlendir, membentuk pupil atau tonjolan mengkilat diindikasikan bakteri. Bakteri tersebut menempel di permukaan spora, namun ada beberapa bakteri yang tinggal di dalam dinding spora. Kondisi ini menyebabkan sulit memperoleh spora steril. Will Sylvia 1990 melaporkan bahwa organisme yang berhubungan dengan permukaan spora CMA dapat saling merangsang, dapat pula menghalangi dan atau menunda perkecambahan spora. Pada prinsipnya sterilisasi dilakukan untuk membersihkan permukaan spora, dilanjutkan dengan membunuh mikroba dalam epidermis CMA dengan antibiotik. Namun ada beberapa sterilan menggunakan perlakuan menekan terjadinya dormansi spora. Buce et al. 2000 menggunakan MgSO 4 .7H 2 O 0,1 dan Tween 20 steril untuk sterilisasi permukaan spora. MgSO 4 .7H 2 O berfungsi mencegah dormansi spora Frances et al.1996. Menurut Fortin et al. 2002 Tween 20 berfungsi pelembut spora, sehingga antibiotik berfungsi sebagai pembunuh organisme pencemar dengan baik. Antibiotik streptomisin sering digunakan untuk membunuh bakteri Gram negatif. Antibiotik lainnya adalah penisilin pembunuh bakteri Gram positif, gentamisin dan tetrasiklin mempunyai spektrum lebih luas berfungsi pembunuh kuman bersifat Gram negatif maupun positif dan kemoterapi. Banyak jenis antibiotik yang digunakan diharapkan fungsi antibiotik semakin luas. Di dalam proses sterilisasi perlu dipertimbangkan beberapa hal, di antaranya karakteristik spora bergantung pada jenis CMA. Karakteristik tersebut meliputi permukaan dan ketebalan dinding spora Frances et al. 1996. Sterilisasi spora dapat mempengaruhi perkecambahan spora, baik menghambat maupun mematikan, terjadi pecahnya spora dan spora kosong. de-Souza Declerck 2003 menyatakan bahwa kegagalan perkecambahan mungkin disebabkan kerusakan tabung perkecambahan atau fisiologi CMA, misalkan spora belum matang, juga kemungkinan faktor lingkungan kurang mendukung. Di samping itu adanya pengaruh bahan kimia digunakan untuk sterilisasi dan lama waktu sterilisasi kurang tepat, sehingga dapat mempengaruhi tabung perkecambahan dan akhirnya spora tidak mampu berkecambah. Bahan kimia adalah salah satu faktor yang dapat menghambat perkecambahan Giovanetti et al. 1993, Bianciotto Bonfante 1993. Diop et al. 1994 menyatakan bahwa konsentrasi Zn dan Mg di dalam media agar menghambat perkecambahan spora. Di satu sisi kehadiran eksudat tanaman sangat diperlukan, karena bersifat kemoatraktif terhadap hifa CMA. C.2. Produksi CMA in vitro Produksi CMA in vitro menggunakan kultur ga nda yaitu media MM dan MSR, pada umumnya inang yang digunakan akar rambut wortel. Banyak faktor mempengaruhi produksi CMA in vitro. Jenis CMA, karena tidak semua CMA dapat dikultur in vitro, sampai saat ini yang sudah dapat dikultur in vitro pada umumnya Glomus, Gigaspora dan Acaulospora rehmii Dalpe Declerck 2002 dan Scutellospora de-Souza 2005. Produksi spora dapat terjadi apabila kedua simbion sudah membentuk asosiasi mantap dan stabil. Asosiasi tersebut diawali dengan spora berkecambah, hifa dapat berkembang dengan baik, terbentuk arbuskula dan vesikula. Terbentuknya struktur organ tersebut sebagai ciri spesifik suksesnya simbiosis antara inang dan CMA Dalpe Declerck 2002. Akhirnya dapat dikatakan bahwa simbiosis telah terjadi dan stabil, CMA dapat berkembang maka produksi spora CMA bisa diperoleh. G. margarita memproduksi banyak spora dewasa per tahun, spora pertama diproduksi setelah 2 bulan. Rata-rata produksi 3 spora baru Gigaspora margarita setelah 2 bulan, Diop et al. 1992, Wideman Watrud 1984 menggunakan tanaman tomat sebagai inang, diinokulasi sebanyak 10 butir spora berkecambah G. margarita. Cendawan secara langsung mengubah material biotropik melalui intraradikal. Studi menunjukkan bahwa sistem kultur akar merupakan metode menghasilkan inokulum CMA bersih dari kontaminan. Dengan hanya 3 spora sebagai inokulum, akar terinfeksi tinggi dan menghasilkan 450 spora G. margarita dalam 30 ml medium. Produksi spora sistem in vitro menghasilkan spora sangat banyak, pertumbuhan akar lebih aktif jika nutrisi dalam kultur dikurangi miskin. Oleh sebab itu penting sekali dibuat suatu sistem untuk meningkatkan produksi inokulum CMA Douts Schenk 1990. Perkecambahan spora terlihat setelah 2 minggu inokulasi. Kolonisasi akar rambut wortel dan tomat terlihat setelah 40 hari, dan kolonisasi akar wortel lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kolonisasi tomat, dan meningkat cepat antara hari ke 36–72 hari dan mencapai 2,5 - 3,35 Klironomos Hart 2002. Selain itu ditemukan juga konsentrasi fosfat rendah 22:7, tetapi dapat memacu proses simbiosis, sedang dengan P awal tinggi dapat menghambat pembentukan mikorhiza, dengan kata lain konsentrasi P awal dalam media merupakan faktor penentu proses simbiosis. Peranan fosfat dalam simbiosis CMA masih belum jelas, ketersediaan P lebih rendah dalam medium dan pengambilan sangat cepat, diduga awal penetapan simbiosis. Selanjutnya konsentrasi N, sukrosa, fosfat dan Na 2 SO 4 di dalam sistem in vitro infeksi CMA mengalami penurunan. Pengaruh pengurangan unsur-unsur tersebut akan meningkatkan produksi eksudat akar rambut, sebagai faktor petunjuk terbentuknya simbiosis lebih luas. Namun demikian eksudat akar juga dapat merangsang percabangan hifa CMA Nagashi Douds 2000. Eksudat akar hidrofobik, fosfat rendah dapat merangsang pertumbuhan hifa sebelum terjadinya kolonisasi Nagahashi 2000. Tahir 2003 menyatakan bahwa produksi spora CMA secara in vitro mempunyai prospek penting untuk mendapatkan spora dan propagul steril. Medium digunakan adalah medium kultur ganda, yaitu media pertumbuhan dan perkembangan dua organisme berbeda makroorganisme dan mikroorganisme dan bersimbiosis. Konsep dasar kultur ganda adalah kultur dapat dipakai untuk pertumbuhan dua jenis organisme, dalam hal ini CMA yang bersifat obligat, dan inang adalah akar rambut dan atau tanaman lain. Diop et al 1994 menyatakan bahwa media kultur ganda digunakan untuk perkecambahan CMA yaitu media miskin dan konsentrasi unsur P sangat rendah yaitu 4,8 mgl, sedang media lain rata-rata lebih dari 600 mgl. Diop et al 1994 menyatakan bahwa media kultur ganda adalah media miskin untuk perkecambahan CMA. Ada dua macam media kultur ganda yaitu MM Becard Fortin 1988, dan MSR Strullu Romand 1986. Sedang Strullu Romand 1986 menyatakan bahwa kultur ganda adalah medium yang digunakan untuk perkembangan CMA in vitro dengan kadar P 44 mgl. Faktor yang berpengaruh dalam kultur ganda, seperti kultur umumnya, yaitu komposisi nutrisi media, jenis media, cahaya dan suhu. Jenis medium berpengaruh nyata terhadap induksi akar rambut Giri Narasu 2000.

D. Enkapsulasi spora

Enkapsulasi spora adalah spora dibungkus dengan Na-alginat atau sodium alginat. Maggies et al. 2005 menyatakan bahwa mikroenkapsulasi adalah suatu pendekatan alternatif gen terapi. Sel genetikal dimasukkan ke dalam mikrokapsul untuk pengiriman produk obat rekombinasi efektif untuk manusia. Umumnya mikrokapsul menggunakan alginat dimasukkan dalam zat kapur. Anonimus 2006 c menyatakan bahwa alginat dihasilkan dari tanaman hidup di laut dalam atau ganggang cokelat. Fungsi utama alginat adalah sebagai agen gelasi. Beberapa jenis ganggang cokelat menghasilkan alginat antara lain Microcystis pyryfera dan Ascophyllum nodosum berasal dari lautan Atlantis Utara dan Selatan. Struktur ganggang penghasil alginat berbentuk linier tidak bercabang, bersifat polimer berisi ß-1 asam D- mannuronic 4 M dan a-1 asam L-guluronic 4G. Calvet et al. 1996 menyatakan bahwa sodium alginat digunakan untuk pengemasan dan penyimpanan mikroorganisme termasuk Glomus mosseae dan Glomus intraradices. Dalam percobaan digunakan sodium alginat 2 . Setelah diinkubasi pada suhu 25 o C selama 4 hari dapat berkecambah. Pengamatan perkecambahan dengan membuka lapisan sodium alginat di bawah mikroskop binokuler. Persentase perkecambahan 44 untuk G. mosseae dan 28 untuk G. intraradices. Spora enkapsulasi diujikan pada tanaman bawang Bombay diperoleh spora infektif dan kolonisasi akar G. mosseae sebanyak 35,8 ± 20,5 sedang G. intraradices 13,3 ± 6 . Hasil tersebut disimpulkan bahwa spora terbungkus dalam sodium-alginat 2 digunakan sebagai sumber inokulum dan sodium- alginat tidak menghambat perkecambahan cendawan mikorhiza arbuskula, khususnya G. mosseae dan G. intraradices Calvet 1996. Keuntungan Na alginat sebagai pengemas spora cendawan mikorhiza arbuskula di antaranya i material carrier pembawa berbobot masa rendah, ii spora terlihat jelas dalam pembungkus, iii melindungi propagul akar yang terinfeksi hifa dan bahan mudah larut, iv pengemasan dan transportasi lebih mudah Giovanetti Mosse 1980.