Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

(1)

PERAN ORANGTUA PADA REMAJA YANG BERPERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI DUSUN VIII DESA BANDAR KLIPPA

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh

JUSTRIANA FERIATY SAGALA

NIM:121021038

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PERAN ORANGTUA PADA REMAJA YANG BERPERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI DUSUN VIII DESA BANDAR KLIPPA

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

JUSTRIANA FERIATY SAGALA

NIM:121021038

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peran

Orangtua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pranikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakkan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juni 2015

Yang Membuat Pernyataan


(4)

(5)

ABSTRAK

Penyimpangan seks di kalangan remaja semakin meningkat. Dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang, pemahaman seks yang masih tidak tepat, sehingga mengakibatkan remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah. Dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan pengetahuan remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran orang tua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (indepth interview). Jumlah informan penelitian sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran orang tua yang anaknya sudah melakukan seks pranikah mereka segera menikahkan anaknya. Informan mengatakan hanya bias pasrah dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya. Dari 5 informan, 1 informan tidak pernah memberikan informasi atau mendidik anaknya dengan pemahaman terkait kesehatan reproduksi atau seks bebas dikarenakan sibuk mencarinafkah (berjualan di pajak). Mengena imemotivasi anak yang sudah terlanjur melakukan seks pranikah, semua informan mengatakan memberikan motivasi, dorongan kepada sianak agar anaknya tetap menjalankan kehidupan dan memberikan fasilitas agar sianak dapat melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan membukakan warung.

Untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pendidikan seks diharapkan kepada orang tua untuk mau dan mampu memberikan pengajaran tersebut kepada remaja. Kepada pihak kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Medan untuk melakukan penyuluhan tentang perilaku seks pranikah dan dampaknya, memberdayakan remaja dilingkungannya dengan membuat komunitas remaja dengan kegiatan sosial, keagamaan ataupun olahraga.


(6)

ABSTRACT

Sexual abuse in the adolescent is increase. This condition is influenced by the advanced technology, misinterpretation of sex that causes the adolescent do the pre-marital sex behavior. In this sense, the parents has an important role in build the character and knowledge of adolescent.

This research aims to study the influence of the role of parents to the adolescent with the premarital sex behavior at Dusun VIII Desa Bandar Klippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang by using qualitative approach with method of indepth interview. The number of informant in this research is 5 persons that choose based on suitability and adequacy principle.

The results of research indicates that the role of parents of adolescent who had do the premarital sex is to marry their child informant said that they defenseless what happed to their child. Of 5 informant, 1 informant never provide the child with information and sharing about the reproduction health of free sex because they busy in their business (as sellers in the market). About the motivation of the child who do the premarital sex, informant said that they provide the child with motivation, encourage to maintain their quality live and to continue their live by have a shop business.

In order to increase the understanding of adolescent about the sex education, the parents must provide the adolescent with sex education. The sub village head of Dusun VIII Desa Bandar Kippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang Medan to do the extension about the premarital sex behavior and its impact, to enable the adolescent to establish the adolescent community with any social, religion and sport activities.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”.

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku Kepala Departemen

Kependudukan dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademi.

4. Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.

5. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.

6. Ibu Sri Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes, Ph.D dan Ibu Maya Fitria, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan pengarahan dan masukan.


(8)

7. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen dan staf di Departemen Kependudukan dan Biostatistikan yang turut mendukung persiapan penyelesaian Skripsi ini. 8. Bapak Suriadi selaku Kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan

Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang beserta Staf yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memperoleh data-data. 9. Ayah Handa Erwin Todo Sius Sagala dan Ibunda Meri Simare-mare yang

selalu mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat baik yang tiada hentinya. Abang, Kakak dan Adik saya yang tersayang Abdi Rizal Tumpal Praganta Sagala, S.Tel, Lisna Derita Juliwati Sagala, Komp.Hermanto Sagala, S.H, Ricki Saputra Sagala, S.Fi, Parhehean Sagala, dan Srihandayani Sagala, serta seluruh keluarga besar yang turut memberikan dukungan dan semangatnya kepada penulis.

10.Teman-teman terbaik dan seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Ekstensi 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan dan motivasinya selama ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR MATRIKS ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

RIWAYAT HIDUP ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 RumusanMasalah... 7

1.3 TujuanPenelitian ... 7

1.3.1 TujuanUmum ... 7

1.3.2 TujuanKhusus ... 7

1.4 ManfaatPenelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Orangtua ... 9

2.2 Remaja ... 12

2.2.1 Pengertian Remaja ... 12

2.2.2 Tahapan Perkembangan Remaja ... 13

2.2.3 Ciri Khas Remaja ... 15

2.2.4 Perkembangan Fisik ... 17

2.3 Perilaku Seks Remaja ... 19

2.3.1 Pengertian Perilaku Seks Remaja ... 19

2.3.2 Fase Perkembangan Perilaku Seks Remaja ... 20

2.3.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja ... 21

2.3.4 Permasalahan Dalam Masa Remaja ... 22

2.3.5 Faktor Penyebab Seks Bebas Bagi Remaja ... 23

2.3.6 Dampak Perilaku Seksual Remaja ... 26

2.3.7 Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Pranikah ... 27

2.3.8 Bahaya Kehamilan Pada Remaja ... 30

2.3.9 Faktot Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah ... 30

2.4 Peran Orangtua Dalam Perilaku Seks Bebas Pada Remaja ... . 33


(10)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 JenisPenelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2 Waktu Penelitian ... 38

3.3 Pemilihan Informan ... 38

3.4Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5Definisi Istilah ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Letak Geografis ... 42

4.1.2 Batas Wilayah Desa Bandar Klippa ... 42

4.1.3 Data Pernikahan Dini ... 42

4.1.4 Sarana dan Prasarana ... 43

4.2Karakteristik Informan ... 43

4.3Matriks Pengetahuan ... 45

4.3.1 Matriks Perilaku Seks Pranikah ... 45

4.3.2 Matriks Memberikan Informasi... 46

4.3.3 Matriks Anak Bercerita Kepada Orangtua ... 48

4.3.4 Matriks Pengetahuan Orangtua Tentang Perilaku Seks Pranikah ... 50

4.4Matriks Sikap ... 51

4.4.1 Matriks Orangtua Memberikan Pengetahuan Kepada Anak ... 51

4.4.2 Matriks Peran Masyarakat ... 53

4.5Matriks Tindakan ... 54

4.5.1 Matriks Tindakan Yang Dilakukan Orangtua ... 54

4.5.2 Matriks Dukungan Dari Orangtua ... 57

4.5.3 Matriks Motivasi Yang Diberikan Orangtua ... 58

4.5.4 Matriks Pernyataan Remaja dan Bidan ... 59

BAB V PEMBAHASAN 5.1Gambaran Karakteristik Informan ... 62

5.2Pengetahua ... 62

5.2.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah Remaja ... 63

5.2.2 Memberikan Informasi Tentang Seks Pranikah ... 64

5.2.3 Menceritakan Masalah Anak Kepada Orangtua Tentang Perilaku Seks Pranikah ... 66


(11)

5.2.4 Pengetahuan Orangtua Tentang Perilaku Dikalangan

Remaja ... 68 5.3Sikap ... 69

5.3.1 Orangtua Memberikan Informasi Tentang Perilaku Seks

Dari Segi Agama, Budaya, dan Sosial ... 69 5.3.2 Apakah Ada Masyarakat Yang Tahu Tentang Masalah

Anak Informan ... 71 5.4Tindakan ... 72 5.4.1 Tindakan Orangtua Terhadap Perilaku Seks Pranikah ... 72 5.4.2 Bentuk Dukungan Yang Diberikan Orangtua Terhadap

Peran Orangtua Pada Remaja Yang Telah Berperilaku

Seks Pranikah ... 73 5.4.3 Motivasi Kepada Anak Yang Telah Berperilaku Seks

Pranikah ... 75 5.4.4 Pernyataan Remaja dan Bidan tentang perilaku seks

pranikah ... 76 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan ... 78 6.2Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

- Pedoman Wawancara

- Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU

- Surat Memberikan Izin Survei Pendahuluan - Surat Izin Penelitian dari FKM USU - Surat Memberikan Izin Penelitian


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar1 Kerangka Pikir ... 38


(13)

DAFTAR MATRIKS

Halaman Matriks 4.1 Karakteristik informan ... 43 Matriks 4.2 Pengertian Perilaku Seks Pranikah ... 45 Matriks 4.3 Memberikan Informasi tentang pendidikan seks ... 46 Matriks 4.4 Anak menceritakan masalah kepada orangtua tentang

Perilaku seks pranikah ... 48 Matriks 4.5 Pengetahuan orangtua tentang perilaku seks dikalangan remaja .. 50 Matriks 4.6 Memberikan Infomasi tentang perilaku seks dari segi agama,

Budaya, dan sosial ... 51 Matriks 4.7 Apakah ada masyarakat yang tahu tentang masalah pada anak

informan ... 53 Matriks 4.8 Tindakan yang dilakukan orangtua terhadap perilaku seks

Pranikah ... 54 Matriks 4.9 Bentuk dukungan yang diberikan orangtua terhadap peran

Orangtua pada remaja yang telah berperilaku seks pranikah ... 57 Matriks 4.10 Motivasi yang diberikan orangtua terhadap peran orangtua

pada remaja yang telah berperilaku seks pranikah ... 58 Matriks 4.11 Pernyataan remaja dan bidan tentang seks pranikah ... 59


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 80

Lampiran 2 Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU ... 83

Lampiran 3 Surat Memberikan Izin Survei Pendahuluan ... 84

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 85

Lampiran 5 Surat Memberikan Izin Penelitian ... 86


(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Justriana Feriaty Sagala

Tempat/Tanggal Lahir : Pariaman / 29 Agustus 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Protestan

Anak ke : 3 dari 7 bersaudara

Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : Erwin Todo Sius Sagala

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Meri Simare mare

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Riwayat Pendidikan

1. SD/ Tamat tahun : SD Negeri 08 Pariaman/ 2001

2. SLTP/ Tamat tahun : SLTP Negeri 1 Pariaman/ 2004

3. SMA/ Tamat tahun : SMA Negeri 1 Pariaman/ 2007

4. Akademi/ Tamat tahun : Akademi Kebidanan Cipto Medan/ 2011

5. Lama Studi di FKM USU: 2012 2015

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2011 – 2012 : RSIA.EVA MEDAN


(16)

ABSTRAK

Penyimpangan seks di kalangan remaja semakin meningkat. Dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang, pemahaman seks yang masih tidak tepat, sehingga mengakibatkan remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah. Dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan pengetahuan remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran orang tua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (indepth interview). Jumlah informan penelitian sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran orang tua yang anaknya sudah melakukan seks pranikah mereka segera menikahkan anaknya. Informan mengatakan hanya bias pasrah dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya. Dari 5 informan, 1 informan tidak pernah memberikan informasi atau mendidik anaknya dengan pemahaman terkait kesehatan reproduksi atau seks bebas dikarenakan sibuk mencarinafkah (berjualan di pajak). Mengena imemotivasi anak yang sudah terlanjur melakukan seks pranikah, semua informan mengatakan memberikan motivasi, dorongan kepada sianak agar anaknya tetap menjalankan kehidupan dan memberikan fasilitas agar sianak dapat melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan membukakan warung.

Untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pendidikan seks diharapkan kepada orang tua untuk mau dan mampu memberikan pengajaran tersebut kepada remaja. Kepada pihak kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Medan untuk melakukan penyuluhan tentang perilaku seks pranikah dan dampaknya, memberdayakan remaja dilingkungannya dengan membuat komunitas remaja dengan kegiatan sosial, keagamaan ataupun olahraga.


(17)

ABSTRACT

Sexual abuse in the adolescent is increase. This condition is influenced by the advanced technology, misinterpretation of sex that causes the adolescent do the pre-marital sex behavior. In this sense, the parents has an important role in build the character and knowledge of adolescent.

This research aims to study the influence of the role of parents to the adolescent with the premarital sex behavior at Dusun VIII Desa Bandar Klippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang by using qualitative approach with method of indepth interview. The number of informant in this research is 5 persons that choose based on suitability and adequacy principle.

The results of research indicates that the role of parents of adolescent who had do the premarital sex is to marry their child informant said that they defenseless what happed to their child. Of 5 informant, 1 informant never provide the child with information and sharing about the reproduction health of free sex because they busy in their business (as sellers in the market). About the motivation of the child who do the premarital sex, informant said that they provide the child with motivation, encourage to maintain their quality live and to continue their live by have a shop business.

In order to increase the understanding of adolescent about the sex education, the parents must provide the adolescent with sex education. The sub village head of Dusun VIII Desa Bandar Kippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang Medan to do the extension about the premarital sex behavior and its impact, to enable the adolescent to establish the adolescent community with any social, religion and sport activities.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif dan sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja dengan orangtua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya disekolah, pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja yaitu semakin matangnya organ – organ tubuh termasuk organ reproduksi dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keinginan remaja tentang seksual (Santrock, 2008).

Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka muncul pada diri remaja yaitu dorongan ingin berkenalan dan bergaul dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian di wujudkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka. Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam – macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada diatas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang


(19)

alat kelamin diatas baju, memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama (Sarwono, 2011).

World Heald Organization (WHO) tahun 2010 mengatakan bahwa setiap tahun terdapat 210 juta remaja yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta diantaranya melakukan aborsi yang diakibatkan karena terlalu nafsu birahi selama pacaran. Akibatnya terdapat 70.000 kematian remaja akibat melakukan aborsi tidak aman sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan dan kecacatan. Menurut WHO 20 juta kejadian aborsi tidak aman (unsafe abortion) di dunia 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total remaja yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian (Soetjiningsih, 2011).

Perilaku seksual remaja pranikah pada usia 15 hingga 24 tahun terus meningkat setiap tahun. Ini terjadi tak lain disebabkan perilaku pacaran. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) dibandingkan dengan SDKI, 2002 dan 2007, terjadi peningkatan hubungan seks pranikah usia 15 – 24 tahun. Survei yang menggunakan data sekunder SDKI 2012 tentang Kesehatan Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap remaja perempuan dan laki- laki yang belum menikah. Hasilnya, 8,3% remaja laki – laki dan 1% remaja perempuan yang melakukan hubungan seks pranikah. Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20 -24 tahun sebesar 9,9% dan 2,7% pada usia 15-19 tahun.


(20)

Hampir 80% responden pernah berpegangan tangan, 48,2% remaja laki-laki dan 29,4% remaja perempuan pernah berciuman, serta 29,5% remaja laki-laki dan 6,2% remaja perempuan pernah saling merangsang. Perilaku berpacaran sampai pada tahap ciuman berpotensi melakukan hubungan seksual. Faktor penyebab utama yakni perilaku pacaran remaja di samping semakin banyaknya remaja yang berpacaran. Remaja di bawah 13 tahun sekarang sudah banyak yang berpacaran, sehingga melakukan hubungan seks sebelum menikah tambah banyak. Akibat yang paling besar, kehamilan sebelum menikah (Roswita, 2014).

Menurut Soetjiningsih (2010) menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas) dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003).

Dalam hal ini peran orangtua sangat penting mengarahkan remaja menuju tingkah laku yang positif dan terutama dalam pendidikan sehingga dapat mencapai sasaran belajar yang dikehendaki. Disamping itu tingkah laku orangtua pun menjadi contoh dan menjadi panutan remaja dalam bertingkah laku. Mendampingi remaja saat ini sangat penting sehingga tercapai cita-cita dan tidak merugikan masa depan remaja untuk yang lebih baik. Selain itu pendidikan seks


(21)

sangat diperlukan, sehingga terdapat pengertian yang benar tentang berbagai masalah hubungan seksual (Manuaba, 2010)

Perilaku seksual bebas itu dapat dicegah melalui keluarga, sehendaknya orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya apalagi anak yang baru beranjak dewasa dan memberi pengertian pada anak tentang apa itu seks dan akibatnya jika seks itu dilakukan.

Peran orangtua dalam mencegah seks bebas adalah menjelaskan soal nafsu kepada anak, berbagai pengalaman, pembatasan pergaulan, jelaskan kasus- kasus kejahatan seks pada anak. Semua langkah diatas sebaiknya jangan dilakukan secara memaksa, mendikte, menggurui, melainkan santai, seperti selayaknya mengobrol biasa. Apabila sejak kecil anak sudah terbiasa diajak bersikap terbuka mengenai seks, sehingga remaja pun akan memandang seks sebagai suatu hal yang tidak tabu, sehinga akan bersikap terbuka dan tidak merahasiakan sesuatu pada orangtua saat ada masalah (Niken, 2012).

Orangtua sebagai pendamping harus dapat menjadi panutan teladan dan orangtua yang istimewa bagi remaja, agar mereka tidak mudah tergoda untuk berprilaku seks bebas yang merugikan kehidupannya. Tugas orangtua adalah memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas akan terjadi kehidupan remaja berbudaya hidup sehat (Dianawati, 2006).

Dalam hal komunikasi orangtua dengan remaja, remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya (Syafudin, 2008). Remaja lebih senang menyimpan dan memilih


(22)

jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orangtua. Hal ini disebabkan karena ketertutupan orangtua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orangtua karena anak merasa takut untuk bertanya (Dhede, 2002).

Orangtua dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kecil, kecilnya peranan orangtua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orangtua mengenai kesehatan reproduksi serta masih mengganggap tabu membicarakan tentang kesehatan reproduksi. Apabila orangtua merasa memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, remaja lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks pranikah (Hurlock, 2007).

Penilitian Niken Sulistiani (2012) tentang peran orangtua dalam mencegah perilaku seks bebas pada remaja di desa Gondang Kecamatan Karangrejo Kabupaten Magetan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45% sebanyak 27 responden mempunyai peran baik dalam pencegahan perilaku seks bebas pada remaja, dan setengahnya lagi 55% sebanyak 34 responden mempunyai peran buruk dalam pencegahan perilaku seks bebas pada remaja.

Menurut Santrock (2008), mengatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia. Bagi remaja membicarakan tentang seks adalah tabu, sehingga membuat enggan untuk membicarakan hal tersebut dengan orangtua. Kurangnya informasi tentang seks membuat remaja mencoba mengakses atau berusaha mencari tahu tentang seks dan melakukan eksplorasi diri


(23)

sendiri. Informasi yang salah dan pengetahuan yang kurang tentang seks mengakibatkan penyimpangan perilaku seks itu sendiri. Hal ini menjadi salah satu indikator meningkatnya perilaku seks dikalangan remaja saat ini. Banyak remaja yang melakukan aktivitas seks tanpa informasi yang akurat tentang kesehatan reproduksi. Kurangnya informasi tentang ini dapat menyebabkan resiko kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan serta meningkatnya penyakit menular seksual.

Menurut Sarwono (2011) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja adalah hubungan dalam keluarga khususnya hubungan orangtua dengan anak. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap kegiatan anak, kurangnya kasih sayang orangtua dan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga dapat menjadi pemicu munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Selain itu, orangtua perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orangtua, sehingga remaja lebih terbuka dan mau bercerita agar orangtua bisa memantau dan mengarahkan pergaulan anak remajanya serta bisa menjadi teman / sahabat mereka dalam mengembangkan kepercayaan anak terhadap orangtua.

Berdasarkan wawancara singkat penelitian dengan 5 orangtua pada remaja yang berperilaku seks pranikah. Terdapat 4 orangtua yang sudah mengetahui bahwa anak remaja mereka telah melakukan perilaku seks pranikah dan anak remaja tersebut telah di nikahkan dengan usia yang masih muda. Dan 1 orangtua tidak mengetahui bahwa anak remaja sudah berperilaku seks pranikah dan juga tidak tahu bahwa anak remaja sudah pernah melakukan aborsi. Kurangnya


(24)

pendamping dari keluarga dan panutan dalam kesehatan reproduksi ini membuat mereka pun enggan membahas akan kesehatan reproduksi mereka. Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah penting buat perkembangan dalam kesehatan reproduksi remaja saat ini. Kurangnya peran orangtua dalam memberikan pendidikan seks dengan remaja, dan kurangnya orangtua untuk menjadikan anaknya sebagai teman dan sahabatnya dapat membuat remaja untuk mencari info seks sendiri langsung dari teman sebaya. Sehingga remaja seringkali bersikap tidak tepat terhadap kesehatan reproduksinya.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diambil adalah bagaimana peran orangtua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orangtua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peran orangtua dalam memberikan pendidikan tentang seks pranikah di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.


(25)

2. Untuk mengetahui perilaku orangtua terhadap anak yang telah berperilaku seks pranikah di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 3. Untuk mengetahui dukungan yang diberikan orangtua dalam perilaku

seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.4Manfaat Penelitian a. Bagi Remaja

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi remaja agar dapat mengantisipasi perilaku seksual yang tidak baik.

b. Bagi Orangtua

Diharapkan dapat mengenal perilaku dan kepribadian remaja sehingga dapat melakukan edukasi dini dan perhatian lebih kepada anak- anaknya yang berada pada masa remaja.

c. Bagi Instansi Kesehatan

Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Kesehatan, dan instansi terkait untuk perbaikan perencanaan maupun implementasi program kesehatan reproduksi.

d. Bagi Peneliti Lain

Dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Orang Tua

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarak, 2009). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing- masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak – anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

Mengasuh dan membesarkan anak remaja membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang berbeda dibandingkan membesarkan anak balita. Hal ini terutama disebabkan karena menjelang remaja terus mengalami perubahan dan


(27)

perkembangan secara cepat. Selain perubahan fisik yang tumbuh menjadi besar dan tinggi, kemampuan – kemampuan lain yang dimiliki remaja mulai berkembang, seperti berfikir, menganalisis, membandingkan, mengkritik dan sebagainya. Secara psikis, sikap dan perilakupun berubah. Remaja yang tadinya pendiam atau tiba –tiba banyak bicara atau sebaliknya. Tingkah lakunya sulit dimengerti bahkan seringkali membantah atau menganggah atau pendapat yang diberikan saat itu mereka menjalani tahap pendewasaan.

Pada masa ini, orangtua mempunyai peran yang besar membantu remaja dalam meningkatkan rasa percaya diri, berani mengemukakan masalah serta mulai mencoba membuat keputusan dan tidak menuruti teman – temannya. Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak – anaknya. Oleh karena itu, dalam mengantarkan anak remajanya ke alam dewasa ada beberapa peran orangtua yang harus dijalankan orangtua antara lain:

1. Sebagai Pendidik

Orangtua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak remajanya sebagai bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan – perubahan yang terjadi. Nilai – nilai agama yang ditanamkan orangtua kepada anaknya secara dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan – perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup yang mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orangtua perlu menanamkan kepada remaja arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan.


(28)

2. Sebagai Panutan

Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orangtua merupakan model/ panutan dan menjadi tokoh teladan bagi remajanya. Pola tingkah lakunya, cara berekpresi, cara berbicara orangtua yang pertama dilihat mereka, yang kemudian akan dijadikan panutan dalam kehidupannya. Orangtua harus terus selalu memberikan contoh dan keteladanan bagi anak remajanya, baik perkataan, sikap maupun perbuatan.

3. Sebagai Pendamping

Orangtua wajib mendampingi remaja agar mereka tidak terjerumus dalam pergaulan yang membawanya kedalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian, pendamping hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap curiga dari orangtua justru akan menciptakan jarak antara anak dan orangtua serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan remaja.

4. Sebagai Konselor

Peran orangtua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa- masa sulit dalam mengambil keputusan. Sebagai konselor, orangtua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja bila sedang mengalami masalah dan membantu menyelesaikan masalah tersebut.


(29)

Hubungan yang baik antara orangtua dengan anak remajanya akan sangat membantu dalam pembinaan mereka. Apabila hubungan antara orangtua dengan anaknya terjalin dengan baik, maka satu sama lain akan terbuka dan saling mempercayai. Secara kesulitan yang dihadapi remaja akan dapat teratasi, sehingga mereka tidak akan mencari teman / orang lain dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Remaja akan merasa aman dan terlindungi, bila orangtua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara tentang kesulitan atau masalah mereka. Salah satu cara yang ideal untuk membina hubungan dengan anak remajanya adalah menjadi sahabat atau teman.

6. Sebagai Teman/ Sahabat

Dengan peran orangtua sebagai teman/ sahabat remaja akan lebih terbuka dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Sebagai orangtua hendaknya mampu berperan seperti pohon yang kuat dan rindang, akarnya menghujam keatas kedalam tanah sehingga bisa memberikan makanan pada dahan dan daun dan sang pohon dapat menghasilkan buah yang segar, tidak busuk dan berulat (BKKBN, 2012).

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence” yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks, 2006). Piaget (dalam Hurlock, 2007) mengemukakan bahwa istilah adolenscence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Santrock


(30)

(2008), mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa puberitas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, 2009).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan dari kanak- kanak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara usia 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 21 tahun.

2.2.2 Tahapan Perkembangan Remaja

Batas usia yang ditetapkan para ahli untuk masa remaja berbeda- beda. Menurut Hurlock (2007), usia remaja dibagi dua bagian, yaitu awal masa remaja yang berlangsung dari usia 13 sampai 17 tahun, dan masa akhir remaja yang bermula dari usia 17 tahun sampai 18 tahun. Monks (2006), mengatakan bahwa batasan usia remaja antara 12 tahun hingga 21 tahun, yang terbagi menjadi tiga fase yaitu remaja awal (usia 12 sampai 15 tahun), remaja tengah (usia 15 sampai 18 tahun), dan remaja akhir (usia 18 sampai 21 tahun).

Menurut Widyastuti (2009) masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yaitu:


(31)

2. Masa remaja menengah (usia 13-15 tahun) 3. Masa remaja akhir (usia 15-19 tahun)

Menurut Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Masa remaja awal (12- 15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orangtua.

Masa remaja awal (12 – 15 tahun) dengan ciri khas antara lain: a. Lebih dekat dengan teman sebaya

b. Ingin bebas

c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak 2. Masa remaja pertengahan (16- 18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kematangan berpikir yang baru. Teman sebaya memiliki perang yang penting. Dimasa ini remaja juga mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

Masa remaja tengah (16 – 18 tahun) dengan ciri khas antara lain: a. Mencari identitas diri

b. Timbulnya keinginan untuk kencan c. Mempunyai rasa cita yang mendalam


(32)

e. Berkhayal tentang aktivitas seks. 3. Masa remaja akhir (19 – 21 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran –peran orang dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa.

Masa remaja akhir (19 – 21 tahun) dengan ciri khas antara lain: a. Pengungkapan identitas diri

b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Dapat mewujudkan rasa cinta e. Mampu berfikir abstrak 2.2.3 Ciri khas Remaja

1. Hubungan dengan teman sebaya

Menurut Santrock (2008 dalam Mutiarach, 2012), teman sebaya adalah anak – anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Anak – anak remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Ada beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman sebaya menurut Santrock (2008 dalam Mutiarach 2012), yaitu:

a. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari menanyakan nama, usia, dan aktivitas favorit.

b. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian


(33)

d. Menghargai diri sendiri dan orang lain

e. Menyediakan dukungan sosial seperti memberi pertolongan, nasihat, duduk berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian

2. Hubungan dengan orangtua penuh konflik

Hubungan dengan orangtua penuh dengan konflik ketika memasuki masa remaja awal. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis puberitas, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orangtua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orangtua dan remaja (Potter dan Perry, 2005)

3. Keingintahuan tentang seks yang tinggi

Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus tumbuh dan berkembang (Potter dan Perry, 2005). Setiap tahap perkembangan memberikan perubahan pada fungsi dan peran seksual dalam hubungan. Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami orientasi seksual primer mereka lebih banyak keputusan dan memerlukan informasi yang akurat mengenai topik – topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosional terhadap hubungan intim seksual, PMS, Kontrasepsi, dan kehamilan.

Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku ataupun teman sebaya. Bahkan informasi seperti inipun, remaja mungkin tidak menginteraksikan pengetahuan ini kedalam gaya hidupnya. Mereka mempunyai orientasi saat ini dan rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka


(34)

dan karenanya tindakan kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan kesehatan harus diberikan dalam konteks perkembangan ini (Potter dan Perry, 2005).

4. Mudah Stress

Stress adalah segala situasi dimana tuntunan non- spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespons atau melakukan tindakan. Stress dapat menyebabkan perasaan negatif. Umumnya, seorang dapat mengadaptasi Stress jangka panjang maupun jangka pendek sampai Stress tersebut berlalu, namun jika adaptasi itu gagal dilakukan, Stress dapat memicu berbagai penyakit.

Remaja juga sangat rentan dengan Stress, sebab dimasa ini seseorang akan memiliki keinginan serta kegiatan yang sangat banyak, namun apabila keinginan dan kegiatan itu tidak berjalan atau tidak terwujudkan sebagaimana mestinya, remaja cenderung menjadikan hal tersebut sebagai bahan pikiran mereka sehingga remaja mudah mengalami Stress. Untuk mengobati Stress mereka dengan berkumpul atau bersenang – senang dengan teman sebaya (Potter dan Perry, 2005).

2.2.4 Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri- ciri seks primer dan ciri- ciri sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut:

1. Ciri – ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja disebutkan bahwa ciri – ciri seks primer pada remaja adalah:


(35)

a. Remaja laki – laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki laki usia 10 – 15 tahun.

b. Remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

2. Ciri – ciri seks sekunder a. Remaja laki – laki

1. Bahu melebar, pinggul menyempit

2. Pertumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan dan kaki

3. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal 4. Produksi keringat menjadi lebih banyak

b. Remaja perempuan

1. Pinggul lebar, bulat dan membesar, putting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

2. Kulit menjadi lebih kasar, labih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi.

c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa.


(36)

d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu (Sarwono, 2011). 2.3 Perilaku Seks Remaja

2.3.1 Pengertian Perilaku seks Remaja

Perilaku seksual menurut Sumiarti (2009) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.

Sarwono (2011) mengungkapkan perilaku seksual adalah segala tingkahlaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik jenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap – tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap yang paling berat, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama. Sementara itu, akibat psikososial yang timbul karena perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba – tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Biasanya mendapat tekanan dari masyarakat seperti dicela dan menolak keadaan tersebut.


(37)

Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi, hal tersebut disebabkan karena rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah. Masalah ekonomi dalam hal ini juga akan membuat permasalahan menjadi semakin rumit dan kompleks (christina, 2009). 2.3.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Menurut Soetjiningsih (2009) fase perkembangan perilaku seksual remaja ada 3 yaitu:

1. Remaja awal merupakan tahap awal/ permulaan

Remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa ini remaja sudah mulai melakukan onani karena telah sering kalli terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar tertosteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan. Tidak jarang dari mereka yang memilih untuk melakukan aktivitas non fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telepon, surat menyurat atau menggunakan sarana komputer.

2. Remaja menengah

Pada masa ini remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh, yakni adanya mimpi basah dan adanya menstruasi. Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik.


(38)

3. Remaja akhir

Pada masa ini, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mula mengembangkannya dalam bentuk pacaran. 2.3.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Kematangan pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut juga dengan “masa keaktifan seksual” yang tinggi, yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan penuh dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual.

Menurut Hurlock (2007), semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan masa remaja adalah:

1. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

2. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 3. Mencapai peran sosial pria dan wanita

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.


(39)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Pada masa-masa seperti inilah remaja mulai menunjukkan perilaku-perilaku seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksualnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis dan memperoleh teman baru kemudian dimunculkan dalam bentuk pacaran. Aktivitas seksual dianggap hal lazim dilakukan remaja yang berpacaran sebagai ekspresi rasa cinta dan kasih sayang.

2.3.4 Permasalahan dalam masa remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik dan sosial. Ada dua aspek pokok dalam perubahan remaja yaitu (Hurlock, 2007):

1. Perubahan fisik atau biologis

Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal. Antara remaja perempuan dengan laki-laki kematangan seksual terjadi dalam usia yang agak berbeda.

2. Perubahan psikologis

Masa peralihan ini seringkali menghadapkan remaja tersebut pada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak dan dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti dewasa. Situasi – situasi yang menimbulkan konflik


(40)

itu sering menyebabkan banyak perilaku remaja yang aneh atau canggung dan kalau tidak dikontrol bisa mengakibatkan kenakalan remaja.

2.3.5 Faktor penyebab seks bebas bagi remaja

Menurut Widyastuti (2009) bahwa faktor – faktor yang mempunyai perilaku seksual remaja antara lain:

1. Pengalaman Seksual

Makin banyak pengalaman mendengar, melihat, dan mengalami hubungan seksual, maka makin kuat stimulusi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual. Misalnya, media massa (film, internet, gambar atau majalah porno), obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks, melihat orang – orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual.

2. Faktor kepribadian

Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan dan nilai- nilai yang dimiliki.

3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

Orang – orang yang memilki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi. Remaja rentan dalam melakukan perilaku seks yang menyimpang salah satunya faktor ketidaktahuan orangtua dalam memberikan pendidikan seks secara dini serta


(41)

adanya sikap mereka menabukan pembicaraan seks pada anak-anaknya, sikap yang cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seks.

4. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Remaja ini memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual sehat dan bertanggung jawab.

Menurut Mutiarach (2012), faktor penyebab seks bebas antara lain: 1. Akibat atau pengaruh mengkonsumsi berbagai tontonan.

Tontonan berkolerasi secara positif dan signifikan dalam bentuk perilaku mereka, terutama tayangan film dan sinetron, baik film yang ditonton di layar kaca maupun film yang dilayar lebar serta tampilan-tampilan porno yang banyak dijajak di media sosial. Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun pergaulannya.

2. Tekanan yang datang dari teman pergaulan

Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks, bagi remaja tersebut dari teman-temannya dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari pacarnya sendiri.

3. Tekanan dari pacar

Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan nafsu seksual saja, namun


(42)

juga merupakan sikap memberontak terhadap orangtuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya orang dewasa.

4. Rasa penasaran

Pada masa remaja ini keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa nikmat, ditambah lagi adanya informasi yang tidak terbatas maksudnya, maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih melakukan macam percobaan.

5. Penampilan diri

Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.

6. Peran orangtua

Orangtua dalam hal ini sangat berperan penting dalam mencegah seks bebas, namun juga jika peranan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh orangtua maka anak atau remaja dapat terjerumus ke dalam dunia seks bebas. Kurangnya panutan yang diberikan orangtua kepada anak akibat selalu sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak, orangtua tidak dapat menjadi teman dan penghibur bagi anak.


(43)

2.3.6 Dampak perilaku seksual remaja 1. Kehamilan tidak diinginkan

Banyak remaja putri yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan harus terus melanjutkan kehamilannya. Konsekuensi dari keputusan yang mereka ambil adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor resiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu.

2. Penyakit menular seksual (PMS)/HIV- AIDS

Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja semakin rentang untuk tertular PMS/HIV, seperti Sifilis, Gonore, Herpes, Klamidia dan AIDS. Dari data yang ada menunjukan bahwa usia penderita HIV/AIDS paling banyak menyerang korban berusia antara 17 hingga 29 tahun (Notoatmodjo,2007).

3. Aborsi (Abortus)

Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan kehamilan tersebut tidak di kehendaki dan aborsi merupakan salah satu alternatif yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran janin dengan resiko kematian ibu. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo, sedikitnya 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,31% dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak di inginkan (Adinigsih, 2007).


(44)

4. Pernikahan Usia Muda (Pernikahan Dini)

Menurut Kumalasari (2012) pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan remaja. Banyaknya resiko kehamilan yang terjadi jika usia pernikahan dibawah umur 19 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan bila pria kurang 21 tahun dan perempuan kurang 19 tahun.

Adapun alasan pernikahan usia muda antara lain:

1. Faktor sosial budaya dimana mereka masih menganggap anak perempuan yang terlambat menikah merupakan aib bagi keluarga

2. Desakan ekonomi, dimana terjadi karena keadaan keluarga yang hidup digaris kemiskinan sehingga anak perempuan dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.

3. Tingkat pendidikan yang rendah mendorong cepatnya pernikahan usia muda. 4. Media massa yang gencar mengekspos seks menyebabkan remaja modern kian

permisif terhadap seks.

5. Agama yang memiliki sudut pandang tidak ada larangan bahkan dianggap lebih baik dari pada melakukan perzinaan.

6. Pandangan dan kepercayaan dimana kedewasaan dinilai dari status pernikahan, status janda dianggap lebih baik dari pada perawan tua (setiyaningrum dan Azis, 2014).

2.3.7 Bentuk – bentuk perilaku seksual pranikah

Bentuk- bentuk perilaku seksual bisa bermacam – macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama


(45)

(Sarwono, 2011). Sedangkan DeLamenter dan Mac Corquodale (dalam Santrock, 2008), mengemukakan ada beberapa bentuk perilaku seksual yang biasa muncul, yaitu:

1. Lip kissing yaitu bentuk tingkah laku seksual yang terjadi dalam bentuk ciuman bibir antara dua orang.

2. Necking yaitu berciuman sampai ke daerah dada. Berciuman di sekitar leher ke bawah.

3. Deep kissing yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah. 4. Meraba payudara

5. Petting yaitu bentuk berhubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung).

6. Oral sex yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan organ oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya.

7. Sexual intercourse yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan ke dalam vagina wanita hingga terjadi orgasme/ ejakulasi.

Menurut Soetjingsih (2010) beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu:

1. Masturbasi atau onani

Masturbasi merupakan suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan seksual.


(46)

2. Percumbuan, seks oral dan seks anal

Tipe ini saat sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari terjadinya kehamilan. Tipe hubungan seksual model ini merupakan alternatif aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.

3. Hubungan seksual

Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali melakukan hubungan seksual. Pertama muncul perasaan nikmat, menyenangkan, indah, intim, dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa dan perasaan bersalah. Dari hasil penelitian tampak bahwa remaja laki-laki yang paling terbuka untuk menceritakan pengalaman hubungan seksualnya dibandingkan dengan remaja perempuan.

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja sangat merugikan remaja termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosional, sosial dan seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Pemahaman yang besar tentang seksualitas manusia sangat diperlukan khususnya untuk pria remaja demi perilaku seksualnya dimasa dewasa sampai mereka menikah dan memiliki anak.

Dari uraian perilaku seksual pada remaja dapat dilihat dalam perilaku, berciuman di kening, dan pipi, lip kissing, necking, petting, meraba payudara, oral seks, dan intercourse.


(47)

2.3.8 Bahaya Kehamilan pada Remaja 1. Hancurnya masa depan remaja tersebut.

2. Remaja wanita yang terlanjur hamil mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.

3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).

4. Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya. 5. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non

medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian tragis.

6. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.

7. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa (James, 2011).

2.3.9 Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah

Faktor yang memengaruhi remaja melakukan hubungan seksual pranikah menurut Dianawati (2006) adalah:

1. Adanya dorongan biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon.


(48)

2. Ketidak mampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai – nilai moral dan keimanan seseorang

3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan tentang reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberi gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual.

4. Suka sama suka

Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah. Faktor kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah sangat penting ada kesempatan baik ruang untuk dipertimbangkan karena bila tidak maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi.

Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seksual didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Kesibukan orangtua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada remaja. b. Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan.

c. Pergeseran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat membuka peluang yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja.

d. Kemiskinan. Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah karena kemiskinan ini remaja putri terpaksa bekerja.


(49)

Soetjiningsih (2010) mengatakan bahwa hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

a. Waktu / saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.

b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar

c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

d. Hubungan antar mereka makin romantis

e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja yang baik

f. Kurangnya kontrol dari orangtua. Orangtua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.

g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaiknya yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat tempat sepi.

i. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang – kadang saling ingin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kemantapannya,


(50)

misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.

j. Penggunaan obat – obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.

k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya yang boleh dan mana tidak boleh.

l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik

m. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya n. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya

o. Sekedar menunjukkan kegagalan dan kemampuan fisiknya.

p. Terjadinya peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi atau seksual.

2.4 Peran orangtua dalam perilaku seks bebas pada remaja

Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orangtua. Bilamana orangtua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orangtuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orangtua itu sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dengan perkawinan.


(51)

Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orangtua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah (Freud, 2010).

Ketidak tahuan orangtua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks dengan anak cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orangtua sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/ remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/ disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian anti sosial dan berprilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/ remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat / harmonis (sakinah). Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan ketidak puasan remaja terhadap orangtua dan orang dewasa yang dianggap terlalu banyak mengatur atau mengekang.


(52)

Kriteria keluarga yang sehat menurut Ali (2011), antara lain:

1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)

2. Kesibukan orangtua, ketidak beradaan dan ketidak bersamaan orangtua dan anak di rumah.

3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk).

4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi dari pada kejiwaan (psikologis)

Kedekatan geografis orangtua dan anak ternyata tidak menjamin selalu terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka. Mereka justru tidak ingin mengambil resiko bertemunya dengan kenalan orangtuanya baik di hotel atau tempat umum lainnya.

Bagi mereka risiko terlihat ditempat umum lebih besar dari pada di rumah orangtua mereka karena mereka tahu pasti jam orangtua mereka atau saat orangtua akan berada di luar rumah. Dengan demikian, bila hubungan seks dilakukan di rumah, mereka akan memilih saat kedua orangtuanya sedang tidak ada dirumah atau sedang bekerja (Khisbiyah, 2012).

Dalam hal ini peran orangtua sangat penting mengarahkan remaja menuju tingkah laku yang positif dan terutama dalam pendidikan sehingga dapat mencapai sasaran belajar yang dikehendaki. Disamping itu tingkah laku orangtua pun menjadi contoh dan menjadi panutan remaja dalam bertingkah laku. Mendampingi remaja saat ini sangat penting sehingga tercapai cita-cita dan tida merugikan masa depan remaja untuk yang lebih baik. Selain itu pendidikan seks


(53)

sangat diperlukan, sehinga terdapat pengertian yang benar tentang berbagai masalah hubungan seks (Manuaba, 2009).

Perilaku seks bebas itu dapat dicegah melalui keluarga, sehendaknya orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya apalagi anak yang baru beranjak dewasa dan memberi pengertian pada anak tentang apa itu seks dan akibatnya jika seks itu dilakukan. Tugas orangtua adalah memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar sebagai upaya untuk mencegah terjadinya seks bebas sehingga akan terjadi kehidupan remaja berbudaya hidup sehat (Dianawati, 2006). Penelitian Niken Sulistiani (2012) tentang peran orangtua dalam pencegah perilaku seks bebas pada remaja di desa gondang kecamatan karangrejo kabupaten magetan. Hasil penelitian bahwa 45% sebanyak 27 responden mempunyai peran baik dalam pencegahan perilaku seks bebas pada remaja, dan setengahnya lagi 55% sebanyak 34 responden mempunyai peran buruk dalam pencegahan perilaku pada remaja.

Orangtua dalam hal ini sangat berperan penting, poin-poin peranan orangtua dalam mencegahan seks bebas:

1. Sebagai pendidik. 2. Sebagai panutan. 3. Sebagai pendamping. 4. Sebagai konselor. 5. Sebagai komunikator. 6. Sebagai teman/ sahabat.


(54)

Hal tersebut dapat menjadi anak lebih dekat dengan orangtuanya sehingga anak tidak akan sampai terjerumus kepada hal-hal yang negatif termasuk seks bebas (Mutiarach, 2012).

2.5 Kerangka Pikir

Kerangka Pikir dalam penelelitian ini adalah sebagai berikut:

Dari kerangka pikir diatas, terlihat bahwa yang menyebabkan peran orangtua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja yaitu Pendidikan, umur, pekerjaan, penghasilan, serta informan yang mempengaruhinya yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan, sehingga menimbulkan KTD, PMS/IMS, Aborsi dan Pernikahan Dini.

Orangtua:  Pendidikan

 Umur

 Pekerjaan  Penghasilan

Peran Orangtua Pada Remaja Yang

Telah Berperilaku Seks Pranikah

Remaja

 Pengetahuan

 Sikap


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan rancangan studi kasus. Dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) untuk memperoleh informasi dan menggali realita tentang Peran Orangtua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pranikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

3.2Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang merupakan salah satu wilayah beresiko terhadap perilaku seksual mereka.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei tahun 2015. 3.3Pemilihan Informan

Informasi adalah Orangtua yang memiliki remaja pranikah yang berusia 16-19 tahun yang ada di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. Jumlah informan berdasarkan snowball sampling yaitu melalui informasi kunci dapat ditanyakan informan selanjutnya, begitu seterusnya dari satu informan semakin lama semakin bertambah banyak, dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kecukupan penelitian.


(56)

Setelah peneliti mewawancarai informan kunci (penjual nasi) di salah satu warung nasi, dari informan tersebutlah peneliti mendapatkan informan pertama, peneliti meminta kepada informan kunci agar mengenalkan peneliti dengan informan yang lainnya yang sesuai menurut peneliti, dengan senang hati informan kunci mau mengenalkan peneliti dengan informan berikutnya. Setelah peneliti berkenalan dengan informan pertama yang telah dikenalkan oleh informan kunci sambil berbincang-bincang, si peneliti mengutarakan maksud dan tujuan peneliti menjumpai informan untuk menanyakan apakah informan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan informan tersebut bersedia menjadi responden si peneliti. Begitu juga keesokan nya dengan informan kedua.

Pada hari berikutnya peneliti mendapatkan lagi informan pokok yang berprofesi sebagai bidan yang bekerja di klinik” x” yaitu teman peneliti. Dari informan (bidan) tersebut peneliti mendapatkan informan ketiga, peneliti meminta kepada informan pokok agar mengenalkan peneliti kepada informan ketiga (pasien yang di klinik “x”) yang sesuai menurut peneliti, dengan senang hati informan pokok mau mengenalkan peneliti kepada informan ketiga tersebut. Setelah peneliti berkenalan dengan informan ketiga yang telah dikenalkan oleh informan pokok sambil bebincang-bincang, si peneliti mengutarakan maksud dan tujuan peneliti menjumpai informan ketiga untuk menanyakan apakah informan ketiga bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan informan ketiga tersebut bersedia menjadi responden si peneliti.

Pada hari berikutnya peneliti mencari informan keempat disalah satu salon yang ada di Pasar VII, dari situ lah peneliti mendapatkan informan keempat.


(57)

Setelah berkenalan kepada informan keempat, si peneliti mengutarakan maksud dan tujuan peneliti untuk menanyakan apakah informan keempat bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan informan keempat tersebur bersedia menjadi responden si peneliti.

Pada hari berikutnya peneliti mendapatkan lagi informan pokok yang berprofesi sebagai penjual di Pajak yaitu teman peneliti. Dari informan (penjual) tersebut peneliti mendapatkan informan ke lima, peneliti, meminta kepada informan pokok agar mengenalkan peneliti kepada informan kelima (Bidan yang bekerja di Pustu “x”) yang sesuai menurut peneliti, dengan senang hati informan pokok mau mengenalkan peneliti kepada informan kelima tersebut. Setelah penelitian berkenalan dengan informan ke lima yang telah dikenalkan oleh informan pokok sambil berbincang-bincang, si peneliti mengutarakan maksud dan tujuan peneliti menjumpai informan ke lima untuk menanyakan apakah informan kelima bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan informan kelima tersebut menjadi responden si peneliti.

3.4Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan, menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, seluruh informan diwawancarai pada waktu yang terpisah. Selama wawancara penelitian menggunakan alat perekam untuk mengurangi kelemahan pencatatan saat wawancara.


(58)

3.5Definisi Istilah

1. Peran Orangtua adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi tertentu yang didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Remaja adalah periode perkembangan dari kanak-kanak ke dewasa awal yang mencakup perubahan fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara usia 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 21 tahun.

3. Perilaku Seks Pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap yang paling berat, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama.

4. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis, sistematis, intensional dan kreatif dimana peserta didik mengembangkan potensi diri, kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di masyarakat.

5. Umur adalah indeks yang hidup menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan lamanya hidup di dalam tahun dihitung sejak lahirkan sampai berulang tahun terakhir.


(59)

7. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengar dan indera penglihatan.

8. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stiulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju).

9. Tindakan adalah hasil tahu stimulus seseorang kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau di praktekkan.

3.6Metode Analisa Data

Data hasil wawancara mendalam diolah dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan menjelaskan secara mendalam berdasarkan jawaban dan keterangan informan. Dan kemudian akan dibandingkan dengan teori dan keputusan yang ada.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Dusun VIII merupakan bagian dari Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan. Kantor Kepala Dusun VIII Bandar Klippa beralamat di jl. Saudara Dusun VIII Rambungan Desa Bandar Klippa Percut Sei Tuan. Jumlah penduduk Dusun VIII sebanyak 1430 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 729 jiwa dan perempuan sebanyak 701 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 357 KK. Jumlah remaja putra sebanyak 75 jiwa dan remaja putri sebanyak 108 jiwa. Total jumlah remaja di Dusun VIII sebanyak 183 jiwa.

4.1.2 Batas Wilayah Dusun VIII Desa Bandar Klippa - Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun XI

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tembung. - Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun X. - Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun IX. 4.1.3 Data Pernikahan Dini

Untuk data pernikahan dini di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan rata-rata usia remaja 17-19 tahun yaitu sebanyak 4 orang. Kehamilan remaja yang diketahui oleh orangtua yakni 2 orang remaja dengan kehamilan berkisar 2 bulan, 1 orang remaja dengan usia kehamilan 3 minggu, 1 orang remaja dengan usia kehamilan 4 minggu dan 1


(61)

orang remaja dengan kehamilan yang tidak diketahui oleh orangtua karena di Aborsi.

4.1.4 Sarana Dan Prasaranan

Sarana dan prasarana merupakan hal yang mendukung pencapaian tujuan suatu program serta kegiatan pembangunan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik tentunya akan membantu segala perencanaan dalam program maupun kegiatan pembangunan untuk dapat berjalan dengan baik sehingga memudahkan serta mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan.

Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap masyarakat dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka Dusun VIII Bandar Klippa tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana tempat ibadah dan prasarana kesehatan. Adapun jumlah sarana kesehatan yang ada di dusun VIII Bandar Klippa ini hanya ada Puskesmas Pembantu, tempat ibadah ada 2 mesjid dan 1 wihara.

4.2Karakteristik Informan

Matriks 4.1 karakteristik informan

Informan Nama Umur Pendidikan Penghasilan

1 C 37 SMA Rp. 1.500.000,-

2 R 39 SMP Rp. 1.500.000,-

3 I 37 SMP Rp. 1.500.000,-

4 A 40 SMA Rp. 1.500.000,-


(62)

Berdasarkan matriks diatas menunjukkan bahwa Karakteristik informan meliputi : umur, jenis kelamin, pendidikan dan penghasilan. Dari 5 informan menunjukkan bahwa umur informan bervariasi antara 37 - 47 tahun. Dari 5 informan semua informan berjenis kelamin perempuan. Latar belakang pendidikan informan berbeda-beda mulai SMP sampai dengan D-III, dimana 2 informan yang pendidikan SMP, 2 informan berpendidikan SMA dan 1 informan berpendidikan D-III. Dari 5 informan, 4 informan jumlah penghasilan rata-rata keluarga berkisar Rp. 1.500.000,-/ bulan dan untuk 1 informan penghasilannya berkisar Rp. 2.500.000,-/bulan.


(63)

4.3Matrik Pengetahuan

4.3.1 Matriks Perilaku Seks Pranikah

Matriks 4.2 Pengertian Perilaku Seks Pranikah

Informan Pernyataan

1 Ya... sudah melakukan hubungan suami istri, tapi belum menikah... 2 Ya... menurut ibu sendiri perilaku seks itu yang belum ada ikatan

yang sah atau tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah baik menurut agama dan adat...

3 Ya... menurut ibu sendiri perilaku seks itu yang sudah dibilang seperti suami istri yang tidak memiliki ikatan yang sah di gereja dan adat batak kita...

4 Ya... menurut ibu sendiri perilaku seks pranikah yang sudah melakukan hubungan dengan lawan jenis seperti suami-isteri..., tapi tidak memiliki ikatan yang sah baik di keagamaan dan belum tercatat di KUA....

5 mm... maksudnya seks anak yang belum saatnya melakukan gitu... mmmm.... kalau bisa jangan terus ini... jangan mengenal seks tapi itu.., kita harus mengarahkan dia.. seks itu perlu dia ketahui., tapi jangan dia.. em.., misalnya dia di sekolah jangan pula dia pacaran terus melakukan seks diluar batas..., misalnya hubungan suami istri... kalau boleh jangan dilakukan.., karna boleh pacaran sekedar pacaran.., mengenal lawan jenisnya, bukan berarti harus melakukan hubungan suami istri...

Berdasarkan matriks 4.2 hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa semua informan mengatakan bahwa pengertian perilaku seks pranikah itu sendiri adalah hubungan yang tidak ada memiliki ikatan yang sah sesuai KUA dan telah melakukan hubungan seperti suami istri. Terjadinya seks pranikah pada anak informan ini dikarenakan kurangnya kontrol dari informan.

Dari 5 informan untuk pertanyaan pengetahuan tentang pengertian perilaku seks pranikah, 2 informan menjawab benar dan 3 informan menjawab kurang tepat.


(64)

4.3.2 Matriks Memberikan Informasi

Matriks 4.3 Memberikan Informasi Tentang Pendidikan Seks.

Informan Pernyataan

1 Iya.. saya kasihkan juga waktu saya untuk anak-anak saya tentang pendidikan seks.. oh.. gitu mak, gitu saja respon anak saya...

2 Tidak ada..., waktu ibu banyak ibu lakukan itu cuman jualan di pajak ini nak... pergi pagi dan pulang malam... jadi ibu tidak ada waktu untuk memberikan pendidikan seperti itu... lagian mereka kan juga dapat pendidikan kesehatan dan seks juga di sekolah ada... ibu hanya bisa memberikan mereka materi yang mereka butuhkan selama ini... maklum la nak... kalau ibu tidak bekerja..., tidak bisa makan dan mengharapkan gaji ayahnya yang sedikit itu.... dan ayahnya saja hanya bekerja di palembang hanya buruh kayu... dan bahkan ibu juga membiarkan anak ibu ikut membantu kami orangtuanya bekerja.... karna minimnya uang untuk biaya anak sekolah... makanya anak ibu yang perempuan putus sekolah karena hal itu...

3 Iya... pernah saya menyempatkan waktu untuk memberikan

pendidikan itu...., ia respon anak ibu juga bagus... bahkan mereka juga bertanya kalau pacaran itu bagaimana...? tapi ibu tidak sering memberitahu pendidikan seks itu... paling kali kalau ada kejadian-kejadian apa gitu... baru ibu mau memberitahukan anak ibu...

4 Iya.... dulu saya pernah memberikan pendidikan seks kepada ke

2 anak saya perempuan ini... kalau tidak salah.. saya memberikan pendidikan kepada putri saya mengenai mens.... dimana si adek waktu itu bertanya mens itu apa...? disana baru saja menjelaskan kepada anak ibu mengenai mens.... kalau mens itu di tandai keluarnya cairan kotor dari kemaluan si kakak dan adek... dan biasanya itu sudah dikatakan si kakak sudah besar dan sudah dewasa... dan itu juga kalian sudah harus bisa menjaga diri kalian dengan baik.... usia anak pertama waktu mulai mendapat mens itu 12 tahun dan si adek masih 10 tahun... memang sih ibu memberi tau mereka setelah si kakak menangis karena saking terkejutnya dengan tanda keluarnya darah dari kemaluannya....

5 Pernah..., saya sempatkan pula waktu itu.., menasehati,

mengarahkan anak-anak supaya jangan melangkah terlalu jauh mengenal seks.. anak itu bertanya juga... ooo... berarti tidak boleh kita pacaran itu berbuat yang macam-macam. Bertanya juga... ia baru saya menasehatin kalau sama lawan jenis kita harus kita sopan.., karna masih sekolah belum niat menikah jadi kita harus.. mmm.... ini.., jangan sembarangan sama perempuan atau laki-laki, jangan selalu beranian sama perempuan..


(1)

86 bahwa perilaku seks menyimpang

dari keagamaan, budaya, dan

sosial?

- Bagaimana respon anak anda?

6. Tindakan apa yang anda lakukan

setelah anda mengetahui anak anda telah melakukan seks pranikah?

7. Apakah ada masyarakat yang tahu

bahwa anak anda telah melakukan seks pranikah?

8. Bagaimana cara anda dalam

memberi dukungan setelah anak anda berperilaku seks pranikah?

9. Dengan cara apa anda memotifasi

anak anda agar tidak mengulang kembali perilaku seks pranikah?

- Bagaimana respon anak

anda?

6. Bagaimana cara anda agar anak anda

tidak melakukan seks pranikah?

7. Bentuk dukungan apa yang anda

berikan kepada anak anda untuk

tidak melakukan perilaku seks


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN ORGANISASI REMAJA MASJID NURUL FATIMAH DI DESA BANDAR KLIPPA KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG.

1 5 25

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 15

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 8

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 29

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 3

Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 8

Hubungan Pendidikan Seks oleh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Al-Maksum Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 19

Hubungan Pendidikan Seks oleh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Al-Maksum Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Hubungan Pendidikan Seks oleh Orang Tua dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Al-Maksum Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 10