67
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh susilawati 2009 mengatakan bahwa sebanyak 76,5 responden menyatakan bahwa peran orangtua
dalam memberikan pendidikan informasi dan berdiskusi kepada anak tentang masalah sesk dianggap tabu untuk dibicarakan tentang masalah seksualitas kepada
anak. Hal ini dapat mengakibatkan tidak terciptanya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak tentang masalah seksual sehingga orangtua akan menolak jika
membicarakan masalah seksual kepada anak. Menurut pendapat peneliti kurangnya peran orangtua dalam memberikan
pendidikan, informasi dan berdiskusi kepada anak tentang masalah seksual bisa dilihat dari masih adanya orangtua yang tidak ada waktu untuk memberikan
pendidikan, informasi dan berdiskusi kepada anaknya karena kesibukan kerja. Hal ini dapat mengakibatkan tidak terciptanya komunikasi yang baik antara orangtua
dan anak tentang masalah seksual sehingga orangtua akan menolah jika membicarakan masalah seksual kepada anak.
5.2.3 Menceritakan Masalah Anak Kepada Orangtua Tentang Perilaku Seks Pranikah
Dari hasil wawancara terhadap 5 informan, 4 informan mengatakan anaknya pernah bercerita tentang masalah pribadi sianak, seperti yang
diungkapkan informan sebagai berikut : “Si kakak dulu pernah cerita masalah pekerjaan sama masalah pacar dia
disana... awalnya ibu terkejut pas tau anak ibu sudah punya pacar disana.. ibu hanya bisa kasih nasehat, dan mendoakan si kakak tidak
kenapa-kenapa... soalnya ibu takut, dia kenapa-kenapa disana... apalagi dia hanya anak perempuan ibu satu satunya yang kami miliki, karna
kerasnya kehidupan disini ibu takut anak ibu melakukan hal-hal diluar kemampuan dia...”.
68
Informan lain mengatakan: “pernah juga dia cerita kalau dia jatuh cinta sama kawan satu
sekolahnya... kalau di lingkungan, ngak ada waktu main, tapi kalau disekolah dia cerita kalau dia suka sama cowok itu.. jadi dia malu-malu
kucing gitu, jadi saya bilang itu namanya mulai PUBER, mulai rasa suka, jadi itu jangan sembarangan... terus dijaga diri, jangan mentang-mentang
suka jadi dia suka .. ia saya bilang berkawan, bagus-bagus berkawan untuk mendukung supaya maju jagan terus suka-suka sama itu.. jangan
terus mau diajak-ajak, jangan terus mau pergi kemana-mana sekedar memacu giat supaya pintar..”.
Dari hasil pernyataan informan diatas sesuai dengan pernyataan yang di uraikan oleh peneliti Helvia Gustiva dalam buku Fatawie 2008 menyatakan
remaja relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang bertentangan. Secara
umum anak informan menunjukkan bahwa anak mereka masih ada yang bersikap tertutup dan tidak mau menceritakan masalah yang dihadapinnya di luar rumah.
Sehingga sulit untuk orangtua tau dan memahami apa yang terjadi pada anak mereka karena sifatnya yang tertutup dan tidak mau terbuka sama orangtua
mereka. Dan untuk 1 informan ada yang mengatakan bahwa tidak mengetahui
informasi tentang masalah si anak secara langsung, namun diketahui dari sang adik, seperti yang diungkapkan sebagai berikut :
“Ibu tidak tahu masalah yang dialami anak ibu diluar sana..... yang ibu tau si kakak murung..., karna setiap ibu tanya si kakak hanya diam saja...
karna sifat kakak yang pendiam dan pemalu itu membuat dia tidak terbuka sama ibu.. paling ibu hanya bisa mendapatkan informasi kepada
si kakak murung dari adeknya...”
Menurut pendapat penulis tentang peran orangtua yang memilki anak remaja mengatakan bahwa perlunya orangtua tahu masalah dan perkembangan
69
yang terjadi pada anak remaja dan perlu juga orangtua untuk berperan sebagai teman dan sahabat bagi remaja. Hal ini dapat menumbuhkan semangat dan rasa
percaya diri. Perhatian dan komunikasi yang baik dengan orangtua merupakan salah satu dorongan dan dukungan dari orangtua dalam menyelesaikan suatu
permasalahan anak yang dialami remaja baik dalam pacaran, sekolah dan maupun masalah anak di lingkungan. Dan kepada orang tua diharapkan untuk lebih
mendekatkan dirit dengan sang anak agar semua masalah anak dapat diketahui perkembangannya.
5.2.4 Pengetahuan Orangtua Tentang Perilaku Seks Dikalangan Remaja
Dari hasil wawancara terhadap 5 informan menunjukkan bahwa semua informan mengetahui perilaku seks dikalangan remaja, seperti ungkapan sebagai
berikut : “Iya... ibu mengetahui perilaku seks sekarang sudah menjamur
dikalangan anak remaja... ibu tau dan lihat di berita TV dan koran... sekarang berperilaku pacarannya seperti orangtua yang sudah
berkeluarga... makanya ibu memberikan informasi ini agar anak ibu berhati-hati dalam berkata dan berpacaran... seperti salah kata bisa-bisa
nyawa pun melayang... hal itu yang paling ibu takutkan sama anak ibu sifatnya yang pendiam membuat ibu takut...”
Informna lain juga mengatakan : “Iya... ibu tau bagaimana anak-anak sekarang... apalagi banyak kejadian-
kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar kita.. juga kasus kasus di tv juga banyak...”
Menurut Imran 2000 dalam Murti 2008, kondisi hormonal menyebabkan remaja menjadi peka terhadap rangsangan seksual berupa visual,
sentuhan, audiovisual seperti membaca bacaan yang romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, sehingga mendorong munculnya perilaku seksual.
70
Perkembangan hormonal yang dipacu oleh paparan media yang semakin membuat rasa ingin tahu remaja, mengakibatkan remaja berkeinginan untuk bereksperimen
dalam seksualitas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilawati 2009,
mengatakan bahwa 19,7 siswa terpapar media pornografi yang memiliki perilaku seks berat. Sumber informasi negatif seperti ini diperoleh dari mengakses
situs pornografi, menonton dvd porno maupun membaca majalah atau buku porno merupakan sumber informasi yang mengarahkan remaja untuk melakukan
perilaku seksual yang berat. Dari hasil pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa mereka
tidak hanya mengetahui perilaku seks pranikah tersebut diperoleh dari media tv dan media koran saja. Informan menyatakan bahwa perilaku seks dikalangan
remaja sangatlah menjamur dan merusak masa depan generasi mendatang.
5.3 Sikap