Jumlah total unit produksi yang dihasilkan = 1445 unit b. Total barang yang cacat = 244 unit

DPU = 0,0120 d. Defect opportunities CTQ = 3 e. DPMO Defects Per Milion Opportunities DPMO = DPU Defect opportunities x 1.000.000 DPMO = 0,0120 3 x 1.000.000 DPMO = 4.009,163 DPMO ≈ 4009 Tabel 5.19. Perhitungan Tingkat Sigma untuk Tahap Inspeksi II DPMO 4009 Tingkat Sigma 2,88 Tingkat Sigma 1,5 shift 4,16 Sumber : Tabel konversi nilai sigma Vincent Gaspers Berdasarkan hasil perhitungan tingkat sigma maka diperoleh nilai sigma untuk proses perataan jaring mesh pada mesin perataan jaring mesh sebesar 2,88 sigma untuk sigma yang terletak tepat berada di tengah-tengah batas spesifikasi. 3. Perhitungan Tigkat Sigma untuk Tahap Inspeksi III Perhitungan tingkat sigma pada tahap inspeksi III harus melalui beberapa langkah seperti berikut :

a. Jumlah total unit produksi yang dihasilkan = 1445 unit b. Total barang yang cacat = 244 unit

c. Tingkat kecacatan defect per unit -DPU DPU = total cacat total unit produksi DPU = 244 1.445 DPU = 0,169 Universitas Sumatera Utara d. Defect opportunities CTQ = 4 e. DPMO Defects Per Milion Opportunities DPMO = DPU Defect opportunities x 1.000.000 DPMO = 0,169 4 x 1.000.000 DPMO = 42.214,53 DPMO ≈42.215 Tabel 5.20. Perhitungan Tingkat Sigma untuk Tahap Inspeksi III DPMO 42.215 Tingkat Sigma 2,03 Tingkat Sigma 1,5 shift 3,23 Sumber : Tabel konversi nilai sigma Vincent Gaspers Berdasarkan hasil perhitungan tingkat sigma maka diperoleh nilai sigma untuk proses pemeriksaan pada bagian Quality Control sebesar 2,03 sigma untuk sigma yang terletak tepat berada di tengah-tengah batas spesifikasi. Berdasarkan hasil perhitungan level sigma untuk ketiga tahap inspeksi, maka dapat disimpulkan bahwa nilai sigma untuk kedua proses tersebut masih jauh dibawah target 6 sigma. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis penyebab proses yang menghasilkan produk cacat sehingga dapat memberikan solusi perbaikan yang diharapkan untuk meningkatkan level sigma sekarang. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

5.2.3. Tahap

Analyze 5.2.3.1.Diagram Pareto Diagram pareto merupakan suatu alat untuk menganalisis dan menentukan kecacatan mana yang paling dominan sehingga kecacatan tersebut akan diperbaiki terlebih dahulu. Pada tahap inspeksi I terdapat 3 jenis atribut kecacatan, pada tahap inspeksi II terdapat 3 jenis atribut kecacatan dan pada tahap inspeksi III terdapat 4 jenis atribut kecacatan. Jumlah data kecacatan produk, perhitungan persentase kecacatan dan kumulatif dari masing-masing atribut kecacatan pada Inspeksi I dapat dilihat pada Tabel 5.21. Tabel 5.21. Persentase Total Kecacatan pada Tahap Inspeksi I Atribut Kecacatan Total Kecacatan Persentase Kecacatan Persentase Komulatif Potongan tidak rata 1.935 39,7576 39,7576 Ukuran tidak pas 2.373 48,7569 88,5145 Potongan alluminium patah 559 11,4855 100 Total 4.867 100 Untuk tahap inspeksi I digunakan jenis pareto 80 dan 20, diagram pareto yang memperlihatkan urutan kecacatan dari masing-masing atribut kecacatan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Universitas Sumatera Utara Total Kecacatan 2373 1935 559 Percent 48.8 39.8 11.5 Cum 48.8 88.5 100.0 Jenis Kecacatan Po to ng an a llu m in iu m p at ah Po to ng an ti da k ra ta Uk ur an ti da k pa s 5000 4000 3000 2000 1000 100 80 60 40 20 T o ta l K e c a c a ta n P e rc e n t Pareto Chart of Inspeksi I Gambar 5.6. Diagram Pareto Inspeksi I Untuk tahap inspeksi II, jumlah data kecacatan produk, perhitungan persentase kecacatan dan kumulatif dari masing-masing atribut kecacatan pada dapat dilihat pada Tabel 5.22. Tabel 5.22. Persentase Total Kecacatan pada Tahap Inspeksi II Atribut Kecacatan Total Kecaca tan Persentase Kecacatan Persentase Komulatif Jaring mesh tidak rata 554 56,13 56,13 Jaring mesh koyak 279 28,27 84,40 Jaring mesh putus 154 15,60 100 Total 987 100 Untuk tahap inspeksi II digunakan jenis pareto 80 dan 20, diagram pareto yang memperlihatkan urutan kecacatan dari masing-masing atribut kecacatan dapat dilihat pada Gambar 5.7. Universitas Sumatera Utara Total Kecacatan 554 279 154 Percent 56.1 28.3 15.6 Cum 56.1 84.4 100.0 Jenis Kecacatan Jaring mesh putus Jaring mesh koyak Jaring mesh tidak rata 1000 800 600 400 200 100 80 60 40 20 T o t a l K e c a c a t a n P e r c e n t Pareto Chart of Inspeksi II Gambar 5.7. Diagram Pareto Inspeksi II Untuk tahap inspeksi III, jumlah data kecacatan produk, perhitungan persentase kecacatan dan kumulatif dari masing-masing atribut kecacatan pada dapat dilihat pada Tabel 5.23. Tabel 5.23. Persentase Total Kecacatan pada Tahap Inspeksi III Atribut Kecacatan Total Kecacatan Persentase Kecacatan Persentase Komulatif Batang Mounting rusak 52 21,31 21,31 Dish rusak 59 24,18 45,49 Baut mounting tidak pas 61 25,00 70,49 Mesh rusak 72 29,51 100 Total 244 100 Untuk tahap inspeksi III digunakan jenis pareto 80 dan 20, diagram pareto yang memperlihatkan urutan kecacatan dari masing-masing atribut kecacatan dapat dilihat pada Gambar 5.8. Universitas Sumatera Utara Total Kecacatan 72 61 59 52 Percent 29.5 25.0 24.2 21.3 Cum 29.5 54.5 78.7 100.0 Jenis Kecacatan Ba ta ng M ou nt in g ru sa k Di sh r us ak Ba ut m ou nt in g tid ak p as M es h ru sa k 250 200 150 100 50 100 80 60 40 20 T o t a l K e c a c a t a n P e r c e n t Pareto Chart of Inspeksi III Gambar 5.8. Diagram Pareto Inspeksi III 5.2.3.2.Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari penyebab-penyebabnya karena setiap akibat selalu terdiri dari banyak penyebabnya. Pada dasarnya, prinsip yang digunakan untuk membuat diagram sebab akibat ini adalah prinsip brainstorming . Berdasarkan hasil diagram pareto sebelumnya, maka dapat dilihat atribut kecacatan yang perlu dianalisis pada tahap inspeksi I adalah potongan tidak rata, ukuran tidak pas dan potongan alluminium patah, pada tahap inspeksi II adalah jaring koyak, jaring tidak rata dan jaring putus sedangkan pada tahap inspeksi III adalah batang mounting rusak, Dish rusak, baut mounting tidak pas dan mesh rusak. Analisis yang dilakukan meliputi analisis manusia, lingkungan kerja, mesinperalatan, metode kerja, dan bahan baku. Universitas Sumatera Utara 1. Tahap Inspeksi I Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan potongan tidak rata dapat dilihat pada Gambar 5.9. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong alluminium hollow Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kuranganya pengawasan terhadap operator Manusia Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Lingkungan Kerja Pencahayaan,y ang kurang Mesin Maintenance tidak teratur Material Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Standart material Mesin yang sudah tua Kurang terampil Potongan Tidak Rata Gambar 5.9. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Potongan Tidak Rata Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan ukuran tidak pas dapat dilihat pada Gambar 5.10. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong a lluminium hollow Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya pengawasan Operator dalam bekerja Mesin Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang kurang Material Ma intena nce tidak teratur Manusia Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Mesin yang sudah tua Ukuran Tidak Pas Gambar 5.10. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Ukuran Tidak Pas Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan potongan alluminium patah dapat dilihat pada Gambar 5.11. Universitas Sumatera Utara Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong a lluminium hollow Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya pengawasan Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Standart material Mesin yang sudah tua Potongan alluminium patah Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.11. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Potongan Alluminium Patah 1. Tahap Inspeksi II Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan jaring mesh tidak rata dapat dilihat pada Gambar 5.12. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong alluminium hollow Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kuranganya pengawasan terhadap operator Manusia Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Lingkungan Kerja Pencahayaan, Kebising Mesin Maintenance tidak teratur Material Jenis material Penjadwalan mesin tidak teratur Standart material Mesin yang sudah tua Jaring Mesh Tidak Rata Gambar 5.12. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Jaring Mesh Tidak Rata Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan jaring mesh koyak dapat dilihat pada Gambar 5.13. Universitas Sumatera Utara Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potongperataan jaring mesh Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya pengawasan Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Penjadwalan mesin yang tidak teratur Ma teria l tipis Mesin yang sudah tua Jaring Mesh Koyak Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.13. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Jaring Mesh Koyak Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan jaring mesh putus dapat dilihat pada Gambar 5.14. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong perataan jaring mesh Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Penjadwalan mesin yang tidak teratur Material tipis Mesin yang sudah tua Jaring mesh putus Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.14. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Jaring Mesh Putus 1. Tahap Inspeksi III Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan proses pemeriksaan hasil produk dapat dilihat pada Gambar 5.15. Universitas Sumatera Utara Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin pencetakan mounting Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kuranganya pengawasan terhadap operator Manusia Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang Kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Lempengan besi yang kerras Pemotongan yang tidak sempurna Standart material Mesin yang sudah tua Kurang terampil Batang Mounting Rusak Penjadwalan mesin yang tidak teratur Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.15. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Batang Mounting Rusak Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan Dish rusak dapat dilihat pada Gambar 5.16. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin Potong a lluminium hollow da n perataan jaring mesh Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang Kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Standart material Mesin yang sudah tua Dish Rusak Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.16. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Dish Rusak Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan baut mounting tidak pas dapat dilihat pada Gambar 5.17. Universitas Sumatera Utara Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin bor mounting Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya pengawasan Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, yang kurang Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Baut yang rusak Mesin yang sudah tua Baut mounting tidak pas Tingkat kebisingan yang cukup tinggi Gambar 5.17. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Baut Mounting tidak pas Diagram sebab akibat pada atribut kecacatan mesh rusak dapat dilihat pada Gambar 5.18. Tidak tersedianya prosedur kerja SOP pada mesin air rivet dan mesin bor Metode Kurang memperhatikan proses kerja mesin Kurangnya Ketelitian Operator dalam bekerja Manusia Kurang teliti Lingkungan Kerja Pencahayaan, Kebising Mesin Ma intena nce tidak teratur Material Jenis material Pemotongan yang tidak sempurna Standart material Mesin yang sudah tua Mesh Rusak Gambar 5.18. Diagram Sebab Akibat pada Atribut Mesh Rusak Universitas Sumatera Utara

5.2.4. Tahap

Improve 5.2.4.1. People Jenis pemborosan waste yang termasuk dalam area pemborosan ini adalah transportasi atau kegiatan pemindahan yang sebenarnya tidak diperlukan dan operator yang menunggu atau hanya mengamati mesin yang sedang bekerja. Secara khusus, pendekatan yang dilakukan untuk mengurangi pemborosan ini adalah penerapan manejemen tempat kerja dengan metode 5S SeiriSort, SeitonStabilize, SeisoShine, SeiketsuStandardize, dan ShitsukeSustain . Lebih lengkapnya akan dibahas pada BAB VI.

5.2.5. Tahap

Control Pada tahap analisis diatas, yang menjadi permasalahan utama pada proses produksi parabola adalah proses pemotongan alluminium hollow dan proses pembuatan jarring mesh . Oleh karena itu, kecacatan produksi sering terjadi pada kedua proses tersebut. Kecacatan produksi yang terjadi selain disebabkan oleh jenis bahan yang kurang bagus dan ketidaktelitian operator, juga disebabkan oleh tidak tersedianya suatu prosedur kerja SOP pada kedua proses tersebut.

5.3. Estimasi Hasil Peningkatan Kecepatan Proses