11 1.
Bagaimanakah kondisi sosial dalam novel Botchan karya Natsume Soseki?
2. Bagaimanakah konflik sosial yang dialami oleh tokoh utama
“Botchan” dalam novel Botchan karya Natsume Soseki?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan
agar masalah penelitian tidak terlalun luas, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.
Dalam analisis ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada masalah konflik sosial yang dihadapi tokoh
utama “Botchan” dalam novel Botchan. Tokoh Botchan merupakan seorang pemuda Tokyo yang pergi ke sebuah sekolah desa untuk mengajar Matematika. Ia
mempunyai sifat jujur, adil, idealis, blak-blakan, dan terkadang bersifat sinis terhadap orang lain yang menimbulkan banyak masalah dan konflik dengan orang
di sekitarnya, khususnya di lingkungan pekerjaanya di sebuah sekolah desa. Kejujuran dan sifatnya yang blak-blakan sering bertolak belakang dengan
sebagian besar orang yang dijumpainya. Agar dalam pembahasan novel ini lebih akurat, logis dan terarah, maka
penulis sebelum bab pembahasan menjelaskan lagi tentang defenisi novel, setting novel Botchan, riwayat hidup Natsume Soseki, dan pengertian dan teori tentang
konflik sosial.
Universitas Sumatera Utara
12
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1 Tinjauan Pustaka
Menurut Aminudin 2000:66, sastra fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan
rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Dengan demikian karya sastra lahir ditengah-tengah
masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang yang merupakan refleksi kehidupan manusia terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya.
Menurut Selo Soemarjan dan Soemardi dalam Soekanto, 2000:21 Sosiologi adalah ilmu yang memepelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial. Interaksi sosial menurut Soekanto 2003:61 merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial adalah kunci
dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama
cooperation, persaingan competition, dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian conflict.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih bisa juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya http:id.wikipedia.orgwikiKonflik. Sedangkan menurut Gillin dan Gillin konflik konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena
Universitas Sumatera Utara
13 adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan dan perilaku.
http:sosiologi-sosiologixavega.blogspot.com201010konflik-dan-integrasi- sosial.html.
Soerjono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
- Perbedaan antar individu; merupakan perbedaan yang menyangkut
perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang. Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang
tetapi teman anda ingin belajar sambil bernyanyi, karena menurut teman anda itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam diri anda.
Sehingga terjadi konflik. -
Perbedaan kebudayaan; kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Tidak semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang
sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.
- Perbedaan kepentingan; setiap kelompok maupun individu memiliki
kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.
- Perubahan sosial; perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu
masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian
antara harapan individu dengan masyarakat. Menurut Wolf dalam Endraswara, 2008:77, sosiologi sastra merupakan
disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefenisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah
Universitas Sumatera Utara
14 studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang
masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dan masyarakatnya.
Menurut Swingewood dalam Tarihoran, 2009:8, sosiologi sastra dapat meneliti sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif, yaitu:
a. Perspektif Teks Sastra
Artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong
diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya. b.
Persefektif Biografis Yaitu peneliti menganalisis pengarang. Persfektif ini akan berhubungan
dengan life story seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. c.
Persfektif Reseptif Yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
2 Kerangka Teori
Menurut Altenbernd dan lewis dalam Nurgiyantoro 1995:3, fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal
dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan
pengamatanya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukan hiburan dan penerangan
terhadap pengalaman kehidupan manusia. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan seksama.
Universitas Sumatera Utara
15 Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang
menjadi acuan bagi penulis dalaam menganalisis karya sastra tersebut. Oleh karena itu, penulis menggunakan pendekatan sosiologis dan pendekatan semiotika
di dalam menganalisis karya sastra ini. Pendekatan semiotika adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda. Hal ini sesuai dengan
pengertian semiotik sebagai ilmu tanda, yang memandang fenomena sosial dan budaya sebagai sistem tanda, Preminger dalam Wiyatmi, 2009:92. Dengan
menggunakan pendekatan semiotika dalam menganalisis penulis dapat mengetahui konflik sosial yang dialami tokoh “Botchan” melaui interaksi-
interaksi tokoh utama dengan tokoh-tokoh lain dalam lingkungan masyarakatnya, khususnya lingkungan pekerjaan dalam novel ini melalui dialog atau komunikasi
antar tokoh, dan adanya kontak sosial. Konflik dalam sebuah karya fiksi sangatlah penting dalam pembentukan
alur cerita. Ada dua elemen yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan “sifat-sifat” dan
“kekuatan-kekuatan” tertentu seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman atau individualistis dan kemauan beradaptasi, Stanton
2007:13.
Untuk melihat gambaran kehidupan sosial seseorang individu secara khusus dan masyarakat pada umumnya di dalam sebuah karya sastra adalah
dengan menggunakan disiplin ilmu yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Melihat sastra sebagai cerminan
kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan teori sosiologis penulis dapat menganalisis bagaimanakah konflik sosial yang dialami tokoh utama terhadap
Universitas Sumatera Utara
16 tokoh lain dalam novel ini. Menurut Soemarjan dan Soemardi dalam Soekanto,
2000:21 sosiologi adalah ilmu yang memepelajari struktur sosial dan proses- proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Menurut Gillin and Gillin, konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan dan
perilaku. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto konflik adalah suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan dalam http:sosiologi-sosiologixavega.blogspot.com201010konflik-dan-integrasi-
sosial.html .
Menurut Susan Novri 2009:4, manusia adalah makluk konfliktis homo conflictus, yaitu makluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan
persaingan baik sukarela dan terpaksa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul
ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah fihak yang bersebrangan.
Unsur-unsur penunjang terciptanya sebuah karya sastra, khususnya prosa antara lain tema, penokohan, alur, plot, setting, dan sebagainya. Tokoh dan
penokohan merupakan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Menurut Sayuti dalam Wiyatmi, 2009:30 tokoh adalah para pelaku yang terdapat
dalam sebuah fiksi yang merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata, oleh karena itu
dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah, dalam arti tokoh- tokoh itu memiliki ”kehidupan” atau “berciri hidup”, atau memiliki derajat
Universitas Sumatera Utara
17 lifelikeness kesepertihidupan. Tokoh cerita menempati sebagai posisi yang
strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian