17 lifelikeness kesepertihidupan. Tokoh cerita menempati sebagai posisi yang
strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mendeskripsikan kondisi sosial novel ”Botchan” karya Natsume
Soseki. 2.
Untuk mendeskripsikan konflik sosial yang dihadapi tokoh utama Botchan melalui interaksi sosial tokoh utama Botchan dengan tokoh-
tokoh lain di dalam novel Botchan.
2 Manfaat penelitan
Manfaat penelitian ini adalah: 1.
Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai sosiologis sastra dalam karya
fiksi, khususnya dalam novel “Botchan” karya Natsume Soseki. 2.
Menambah wawasan tentang Natsume Soseki sebagai salah seorang penulis terbesar dalam sejarah kesusastraan Jepang.
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa jurusan
Sastra Jepang sebagai referensi analisis karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
18
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan sebuah Penelitian, tentulah dibutuhkan sebuah metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam
penelitian sastra ini adalash metode deskriftif. Metode deskriftif digunakan karena penelitian ini terbatas untuk mengungkapkan pada suatu masalah sebagaimana
adanya sehinnga sekedar mengungkapkan fakta. Koentjaraningrat 1976:30 mengatakan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan
gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, atau kelompok tertentu.
Dalam mengumpulkan data-data penelitian, penulis menggunakan metode studi kepustakaan Library Research dengan membaca buku-buku yang
berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra, dan buku-buku panduan analisis sosiologis dalam karya sastra serta tambahan literatur tambahan lainnya.
Selain memanfaatkan literatur yang berupa buku, penulis juga memanfaatkan teknologi internet, mengumpulkan data dari berbagai website yang
berhubungan dengan materi penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SOSIOLOGI SASTRA, DAN
KONFLIK SOSIAL 2.1
Defenisi Novel
Istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot. Pengertian prosa fiksi
tersebut adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak
dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin sebuah cerita. Karya fiksi lebih lanjut masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman,
novel, novellet, maupun cerpen, Aminudin 2000:66. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam
interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Bentuk karya fiksi yang terkenal saat ini adalah novel. Sebagai genre sastra termudah, novel ternyata telah banyak
menarik perhatian dan minat banyak kalangan. Novel adalah karya fiksi yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kehidupan. Nilai-nilai keindahan yang
terdapat di dalamnya memberikan kenikmatan bagi pembacanya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memberikan manfaat.
Di dalam novel diperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia secara utuh. Maksudnya yaitu, di dalam novel
menggambarkan tokoh-tokoh, tentang peristiwa, dan tentang latarnya secara fisik, seolah-olah dapat di lihat, diraba, serta di dengar. Di samping itu novel juga
menghadirkan pengetahuan-pengetahuan yang terdalam, yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tidak dapat di dengar melainkan dirasakan oleh batin yang
Universitas Sumatera Utara
20 semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokohnya, dari peristiwanya,
dari tempat yang dilukiskan atau waktu yang disebutkan. Sesuai dengan pernyataan Abrams dalam Nurgiantoro 1995:4, yaitu
dalam perkembangannya karya fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel. Novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harafiah, novella berarti sebuah
“barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”, Abrams dalam Nurgiyantoro, 1994:9. Dewasa ini novella
mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette dalam bahasa Inggris, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, namun tidak terlalu pendek. Menurut Jacob Sumardjo 1999:11, novel adalah cerita, dan cerita
digemari manusia sejak kecil. Dan tiap hari manusia senang pada cerita, entah faktual, untuk gurauan, atau sekedar ilustrasi dalam percakapan. Bahasa novel
juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel mudah dibaca dan dicernakan. Juga novel kebanyakan mengandung suspense
dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.
Menurut H.B. Jassin dalam Suroto 1989:19, mengatakan bahwa novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian
secara luar biasa dari kehidupan orang-orang tokoh cerita, luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan
nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam satu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya
Universitas Sumatera Utara
21 menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa
yang mengakibatkan perubahan nasib.
2.1.1. Unsur Intrinsik Novel a.
Tema
Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiantoro 1995:67, tema theme adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun ada banyak makna
yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita novel itu, maka masalahnya adalah makna khusus yang mana dapat dinyatakan sebagai tema itu. Dengan
demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan isi cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.
Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, ia bukanlah makna yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan sacara eksplisit.
Tema, dengan demikian, dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah
ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakanya untuk mengembangkan cerita. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah
hidup dan kehidupan itu menjadi tema ke dalam karya fiksi sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah
karya sastra selalu berkaitan dengan kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk
melihat, merasakan dan menghayati makna kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memandangnya.
Universitas Sumatera Utara
22 Brooks dalam Aminuddin 2000:92 mengungkapkan bahwa dalam
mengapresiasi tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang
yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang bersifat universal.
Tema yang ingin diangkat oleh pengarang dalam cerita novel Botchan adalah moralitas. Menceritakan kehidupan tokoh utama yang bernama Botchan
yang pergi dari Tokyo ke pedalaman Shikoku untuk menjadi seorang guru matematika di sebuah sekolah menengah Matsuyama. Karena sifat jujur, blak-
blakan, dan anti ketidakadilan yang dimilikinya, Botchan banyak mengalami pertentangan dan konflik dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya,
khususnya di lingkungan sekolah tempat Botchan mengajar. Botchan terlibat konflik dengan rekan sesama guru yang dinilai Botchan munafik dan pura-pura
baik dan juga murid-muridnya yang nakal menyangkut tatakrama, status sosial dan peraturan yang berlaku di sekolah tempat Botchan mengajar.
b. Penokohan
Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita
disebut tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung
pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.
Sayuti dalam Wiyatmi 2009:31, tokoh di sebut tokoh utama sentral apabila memenuhi tiga syarat:
Universitas Sumatera Utara
23 1.
Paling terlibat dengan makna atau tema. 2.
Paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. 3.
Paling banyak memerlukan waktu penceritaan, Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan
dibicarakan pengarangnya, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya Aminuddin, 2000:80.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Botchan terbagi dalam tokoh utama dan tokoh tambahanpembantu. Natsume Soseki menggambarkan tokoh
utama berprofesi sebagai seorang guru matematika muda yang berasal dari Tokyo yang pergi ke sebuah sekolah menengah di daerah terpencil untuk mengajar.
Punya sifat idealis, jujur, adil, dan blak-blakan yang bernama Botchan yang banyak mengalami konflik sosial dengan orang-orang di sekitarnya, khusnya di
lingkungan pekerjaan tempat Botchan mengajar. Sedangkan tokoh-tokoh tambahan yaitu Kepala Sekolah yang dijuluki ‘Tanuki’ sejenis Rakun oleh
Botchan yang menurutnya tidak dapat bersifat tegas terhadap kenakalan para murid, ‘Kepala Guru’ yang jabatannya di bawah Kepala Sekolah yang dijuluki
Botchan Kemeja Merah karena selalu memakai kemeja berwarna merah setiap hari yang mempunyai sifat licik dan pura-pura baik, Hotta seorang guru
matematika senior yang merupakan sahabat Botchan, guru seni yang bernama Yoshikawa, yang dijuluki oleh Botchan si ‘Badut’ karena sifatnya yang penjilat,
Koga seorang guru Bahasa Inggris yang memiliki sifat baik, yang tunangannya direbut oleh Kepala Guru dan di transfer ke daerah yang sangat terpencil, murid-
murid yang menurut Botchan nakal, Kiyo yang merupakan hamba Botchan, orang tua Botchan, kakak laki-laki Botchan, serta tokoh-tokoh lainnya.
Universitas Sumatera Utara
24
c. Alur atau Plot