Latar Belakang Masalah Analisis Konflik Sosial Tokoh Utama “Botchan” dalam Novel Botchan karya Natsume Soseki.

4 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Wellek dan Warren dalam Melani Budianto, 1995:109 sastra adalah instutusi sosial yang memakai medium bahasa yang “menyajikan kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Menurut Teeuw dalam Nyoman Kutha Ratna, 2005:4, sastra berasal dari akar kata sas sansekerta berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi secara leksikal berarti kumpulan alat untuk mengajar atau buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi fiksi dan karya sastra yang bersifat non imajinasi non fiksi. Menurut Aminudin 2000:66, sastra fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Dengan demikian karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang yang merupakan refleksi kehidupan manusia terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Sebagai sebuah karya yang imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusian, hidup dan kehidupan. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan seksama, Nurgiyantoro 1995:3. Karya fiksi Universitas Sumatera Utara 5 lebih lajut masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, maupun cerita pendek. Salah satu bentuk karya fiksi adalah novel. Menurut H. B. Jassin dalam Suroto, 1989:19 novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan kejadian secara luar biasa dari kehidupan orang-orang tokoh-tokoh cerita, luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Ada dua unsur pokok yang membangun sebuah karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut serta membangun karya sastra tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain- lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam penulisan karyanya. Novel sebagai salah satu karya sastra fiksi memiliki kedua unsur tersebut. Salah satu unsur instrinsik yang akan ditelaah adalah tokoh cerita. Peristiwa dalam karya sastra fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Aminudin 2000:79, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Novel hanya menceritakan salah satu kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang Universitas Sumatera Utara 6 mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Tentunya dalam novel tersebut terdapat beberapa peristiwa kehidupan sang tokoh sehingga ia mengalami perubahan jalan hidup. Pada penelitian ini, penulis akan membahas sebuah novel yang berjudul “Botchan” karya Natsume Soseki. Natsume Soseki merupakan seorang tokoh terbesar dalam kesusastraaan modern Jepang yang lahir di Tokyo pada tahun 1867. Soseki tidak diragukan lagi sebagai salah seorang pengarang Jepang yang terbesar. Tidaklah mengherankan kalau karya-karya Soseki sampai sekarangpun tetap menarik dan tetap popular bagi orang Jepang, sedangkan orang-orang asing pun berlomba-lomba menerjemahkanya ke dalam bahasanya masing-masing. Karya Soseki adalah buah tangan pengarang Jepang yang paling banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, beberapa diantaranya, seperti Botchan dan Aku Seekor kucing, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris saja. Salah satu novel yang telah dihasilkan oleh Natsume Soseki adalah novel yang berjudul “Botchan”, yang dibuat tahun 1906. Novel ini merupakan novel satir dan tema utama dari novel ini adalah moralitas. Cerita yang diturturkan secara humoris ini sangat populer di kalangan tua dan muda di Jepang, dan barangkali merupakan novel klasik yang paling banyak dibaca di Jepang Modern. Walaupun novel ini tergolong klasik, namun isinya sangat relevan dengan zaman modern saat ini karena sarat dengan nilai-nilai moral. Menceritakan kehidupan seorang pemuda Tokyo bernama “Botchan” yang mempunyai sifat jujur, adil, idealis, blak-blakan, bertanggung jawab dan teguh pendiriannya, yang pergi ke desa terpencil untuk menjadi seorang guru. Karena sifat yang dimilikinya Universitas Sumatera Utara 7 tersebutlah banyak masalah dan konflik yang dialami Botchan dengan orang di sekitarnya. Di awal cerita, novel ini menceritakan kehidupan Botchan kecil yang tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya karena dianggap sebagai anak yang nakal. Hanya Kiyo sang pelayan tua yang sangat menyayangi Botchan, ia selalu bisa melihat sisi positif dan kejujuran dari seorang Botchan. Hubungan Botchan dengan ibu, ayah dan kakaknya tidak pernah baik hingga ayah dan ibunya pun meninggal dunia. Lulus dari Sekolah Ilmu Alam Tokyo, Botchan menerima tawaran menjadi guru matematika di sekolah menengah pedesaan di Shikoku. Di sinilah cerita seperti benar-benar dimulai di mana sosok seorang Botchan yang jujur, adil dan tidak suka kepura-puraan dan blak-blakan dipertemukan dengan dunia nyata di mana banyak sekali ketidakadilan, kemunafikan, dan kepura-puraan berada. Semenjak kakinya menginjak daerah baru tersebut, ia terlibat dalam berbagai konflik dengan rekannya sesama guru dan murid-muridnya yang nakal menyangkut tatakrama, status sosial dan peraturan yang berlaku di sekolah tersebut. Botchan yang sebelumnya tinggal di Tokyo sering terkejut dengan kebiasaan dan peraturan yang berlaku di sekolah tempat Botchan mengajar seperti seorang guru dilarang berkunjung dan makan di restoran ramen dan dango. Awalnya “Botchan” tidak tau akan hal itu dan ia berkunjung dan makan di toko ramen dan dango. Keesokan harinya ia diejek dan ditertawakan murid-muridnya. Botchan yang seorang guru baru memberontak terhadap “sistem” yang selama ini berlaku di sekolah desa tersebut karena ketidakadilannya dan tidak dapat bersikap tegas terhadap kenakalan siswa. Seperti ketika terjadi insiden ia Universitas Sumatera Utara 8 dikerjai murid-muridnya yang nakal yang memasukkan belalang ke dalam futonnya ketika ia tugas malam di sekolah. Tentu saja Botchan marah besar dan menimbulkan keributan di sekolah karena muridnya tidak mau jujur mengakui kesalahan. Dan menurutnya kepala sekolah tidak dapat bersikap tegas. Karena Sifat Botchan yang selalu terus terang dan pemberani sering kali membuat ia mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Dalam perjalananya sebagai seorang guru inilah Botchan banyak merasakan keadaan- keadaan yang tidak sesuai dengan hatinya terutama setelah berinteraksi dengan sesama guru, masyarakat dan para muridnya. Ternyata tidak mudah menjadi seorang guru baru di desa terpencil. Botchan dianggap remeh dan tidak sopan oleh orang-orang disekitarnya karena memiliki sifat jujur, adil dan blak-blakan. Novel ini juga bercerita tentang perseteruankonflik terselubung antara Botchan dan Kepala Guru yang di beri julukan si Kemeja Merah oleh Botchan, yang dinilai Botchan munafik, licik dan pura-pura baik, sok intelek dan merasa superior. Ia memanfaatkan jabatannya untuk merebut tunangan orang lain seorang guru yang lebih rendah jabatannya, dan akhirnya guru tersebut dipindah tugaskan. Kemeja Merah juga mengadu domba Botchan dengan seorang guru Matematika senior yang bernama Hotta yang mengakibatkan pertengkaran diantara Botchan dan guru tersebut. Tetapi Botchan kemudian sadar bahwa ia sedang di adu domba dan segera berbaikan dengan Hotta. Karena tak betah lagi tinggal lebih lama di desa terpencil ini, akhirnya ia dan Hotta meninggalkan desa tersebut setelah sebelumnya memergoki kepala guru dan rekannya yang penjilat seorang guru seni yang diberi julukan si Badut oleh Botchan berkunjung ke Kagoya rumah bordil. Kemudian Hotta dan Botchan melayangkan tinju kepada kepala guru dan Universitas Sumatera Utara 9 rekannya tersebut. Padahal sebelumnya si kepala guru berkata pergi ke tempat- tempat hiburan merusak disiplin sebagai seorang guru. Bagi pembaca di dunia Barat alur cerita novel ini mungkin terasa tipis, dan mungkin bertanya-tanya mengapa buku ini begitu menarik bagi pembaca Jepang. Buku ini memiliki daya tarik yang besar bagi masyarakat Jepang. Sebagian dari daya tarik buku ini dapat ditemui pada sifat ksatria yang diembuskan Botchan dari suatu kemelut ke kemelut lain. Botchan tumbuh menjadi sosok yang idealis, jujur dan terkadang bersikap sinis terhadap orang lain. Botchan tidak tunduk pada seseorang atau suatu norma, ini yang membuatnya dicintai pembaca modern Jepang sampai sekarang, karena bahkan saat inipun orang Jepang terkungkung ketatnya tatakrama sosial. Dari uraian di atas terlihat konflik sosial yang dialami sang tokoh utama Botchan dalam lingkungan pekerjaanya. Berdasarkan uraian di atas dan setelah membaca novel tersebut, maka penulis tertarik menulis skripsi yang berjudul “Analisis Konflik Sosial Tokoh Utama “Botchan” dalam Novel Botchan karya Natsume Soseki”.

1.2 Perumusan Masalah