38 sastra yang hendak diberikan oleh pemerintah. Soseki merasa tersinggung karena
menganggap hak asasinya sebagai individu dilanggar karena dia tidak ditanya suka atau tidak menerima gelar kehormatan itu. Dia ingin hidup sebagai manusia
biasa. Memang Soseki dikenal eksentrik, tetapi hanya dalam hal-hal yang menyangkut prisip dasar yang dianutnya saja.
Dalam uraiannya yang berjudul “Dasar filsafat sastra dan seni” Soseki menyebut tentang empat macam akibat yang ditimbulkan oleh suatu karya sastra
terhadap pembacanya, yaitu yang disebutnya sebagai sesutau keindahan, kebenaran, kebaikan dan kepahlawanan.
Nuansa satir ringan dalam karya-karya awalnya kemudian digantikan dengan Koofu 1908, Sanshiroo 1908, dan Sorekara 1909 yang bernada
serius. Meski berjuang melawan sakit parah, termasuk dalam karya sastra Soseki pada dekade terakhir hidupnya antara lain Mon, Kojin 1913, dan Kokoro 1914,
kemudian memuncak pada novelnya yang tidak selesai, Meian 1916 yang merupakan sebuah studi pengasingan dan kesepian. Ia meninggal di tahun 1916.
2.2 Defenisi Sosiologi Sastra
Sosiologi adalah ilmiah yang objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.
Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa
masyarakat itu bertahan hidup. Lewat penelitian yang ketat melalui lembaga- lembaga sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga, yang secara bersama-sama
apa yang disebut sosiologi, dikatakan memperoleh gambaran cara manusia
Universitas Sumatera Utara
39 menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat
tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, individu-individu dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan
tertentu dalam struktur sosial itu, Swingewood dalam Faruk 1994:11. Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra
adalah cabang penelitian yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyrakat.
Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya
sastra Endraswara, 2008:77. Sosiologi sastra dengan menggabungkan dua disiplin yang berbeda,
sosiologi dan sastra, secara harafiah mesti ditopang oleh dua teori yang berbeda, yakni teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Dalam sosiologi sastra yang jelas
mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer, Ratna 2005:
18. Teori- teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologis adalah teori- teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai
sistem komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek ekstrinsik. Soemardjan dan Soemardi dalam Soekanto 2009: 18 menyatakan bahwa
Sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta
Universitas Sumatera Utara
40 lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai
segi kehidupan bersama. Adapun wilayah sosiologi sastra cukup luas, Wellek dan Warren dalam
Damono 1984:3 membuat klasifikasi masalah sosiologi sastra yaitu: 1.
Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sabagai penghasil sastra.
2. Sosiologi sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang
menjadi pokok penelaan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra. Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom atau dokumen sosial,
melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi
kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagi konstruksi sosial. Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik
bersama, di dalamnya terkandung persedian pengetahuan sosial. Lebih-lebih dalam sastra, kenyataan bersifat interpretatif, sebagai kenyataan yang diciptakan.
Pada giliran kenyatanya yang tercipta dalam karya model, Lewat mana masyarakat pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karekteristik tokoh
misalnya, tidak diukur atas dasar persamaanya dengan tokoh masyarakat yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani tokoh
novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsiran bersifat bolak- balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan, Teeuw 1984:224-229.
Universitas Sumatera Utara
41 Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin mirror. Dalam
kaitan ini, sastra dianggapa sebgai mimesis tiruan masyarakat. Kendati dengan demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.
Secara esensial sosiologi sastra adalah penelitian tentang: a.
Studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif. b.
Studi lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya. c.
Studi proses sosial, yaitu bagaimana masyarakat mungkin, dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya
2.3 Interaksi Sosial