Analisis Pengaruh Fertilitas, Mortalitas, Dan Transmigrasi Binaan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Sumatera Utara

(1)

LAMPIRAN I 1. Variabel Penelitian

Tahun IPM (indeks) (Y) TFR (rata-rata kelahiran wanita usia 15-49

tahun) (X1)

IMR

(kematian per 1000 kelahiran hidup)

(X2)

Transmigrasi (jiwa)

(X3)

1999 66,6 3,16 43 15301

2000 68,3 3,11 41 17179

2001 69,5 3,08 39,4 14581

2002 68,8 3,08 39 9039

2003 69,8 3,03 37 15371

2004 71,4 2,96 36,7 11072

2005 72,03 2,63 29,6 7443

2006 72,46 2,58 28,2 7353

2007 72,78 2,52 26,9 7353

2008 73,29 2,49 25,6 7986

2009 73,80 2,75 26 7986

2010 74,19 3,01 23 7986

2011 74,65 2,99 22 9212

2012 75,13 2,97 22,96 9212


(2)

LAMPIRAN II 2. Hasil Uji Asumsi Klasik


(3)

LAMPIRAN III


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Badan Pusat Statistik, 2005. Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor Penyebab Perubahannya Serta Penduduk Miskin Sumatera Utara 2004 dan Analisis Dampak APBD Terhadap IPM, BPS, Medan.

_______, 2013. Analisis Perkembangan Indikator Utama Tingkat Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara Tahun 2013, BPS, Medan.

_______, 2012. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumatera Utara 2011, BPS, Medan.

_______, 2014. Beberapa Data Pokok Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2013, BPS, Medan.

_______, 2014. Analisis Pembangunan Manusia Sumatera Utara 2013, BPS, Medan.

_______, 2014. Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2013, BPS, Medan. _______, 2015. Sumatera Utara dalam Angka 1999-2014, BPS, Medan.

Barclay, George W, 1984. Teknik Analisa Kependudukan, Edisi Bahasa Indonesia. PT. Bina Aksara, Jakarta.

Daldjoeni, N, 1977. Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka, Alumni, Bandung.

_______, 1977. Penduduk Lingkungan dan Masa Depan, Alumni, Bandung. Heer, David, 1985. Masalah Kependudukan di Negara Berkembang, Edisi Bahasa

Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Lucas, David dkk Peter McDonald, Elspeth Young, Christabel Young, 1995. Pengantar Kependudukan, Edisi Bahasa Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Narimawati, Umi, 2008. Teknik-Teknik Analisis Multivariat untuk Riset Ekonomi, Graha Ilmu. Yogyakarta.


(5)

ARTIKEL DAN JURNAL:

Ananta, Aris, Hisar Sirait, 1993. Transisi Demografi, Transisi Kesehatan, dan Pembangunan Ekonomi, “dalam: Aris Ananta”, Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Lembaga Demografi dan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Azantaro, Ramli, dan Rujiman, 2015. “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Fertilitas di Sumatera Utara”, Jurnal Ekonom, Volume 18 Nomor 1, hal 1-9

Harahap, Nasrudin, 2002. Kebijakan Transmigrasi Dalam Otonomi Daerah: Reorientasi Pembangunan dan Integrasi Antar Kelompok Etnik, “dalam: Abdul Haris dan Nyoman Adika”, Dinamika Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia, Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), Yogyakarta.

Haris, Abdul, 2002. Migrasi Internasional dan Pembangunan: Realitas Ekonomi-Politik yang Terabaikan, “dalam; Abdul Haris dan Nyoman Adika”, Dinamika Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia, Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), Yogyakarta.

Hatmadji, Sri Harijati, Sutji Rochani, Edi Priyono, 1993. Perubahan Demografis dan Kesejahteraan Rumah Tangga, “dalam: Aris Ananta”, Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Lembaga Demografi dan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Hatmadji, Sri Harijati, 2003. “Kebijakan Kependudukan di Indonesia: Analisis

data Sensus dan Survei”, Lembaga Demografi dan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Irianto, Joko, Anwar Musadad, dan Yuana Wiryawan, 2009. “Angka Kematian di Berbagai Propinsi di Indonesia (Data RISKESDAS 2007)”, Jurnal Ekologi Kesehatan, Volume 8 Nomor 3, hal 1047-1056

Yuliani, Sri, 2006. “Perempuan dan Kebijakan Pengendalian Kelahiran”, Jurnal Penduduk dan Pembangunan, Volume 6 Nomor 2, hal 137-144


(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian berasal dari Bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Metode berhubungan dengan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran atau tujuan penelitian.

Fungsi penelitian pada dasarnya adalah untuk memberikan penjelasan dan jawaban atas suatu permasalahan serta mencari alternatif lain dalam pemecahan masalah. Untuk melakukan pemecahan masalah harus menggunakan cara ilmiah yang rasional, empiris, dan sistematis (Sugiyono: 2009).

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan sifatnya, jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat angka atau bilangan. Data-data yang diambil akan membantu dalam penyajian hasil penelitian nantinya. Penulis juga menggunakan metode penelitian deskriptif yang mendeskripsikan fenomena beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan judul yang diberikan, maka lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 33 Kabupaten/Kota. Dimana waktu penelitian untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan judul dilakukan pada bulan September-Oktober 2015.

3.3 Batasan Operasional


(7)

binaan) di Sumatera Utara sebagai variabel independen (X). Selanjutnya analisis kedua untuk melihat adakah pengaruh Fertilitas (TFR), Mortalitas (IMR) serta Transmigrasi (jumlah transmigrasi binaan) terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun 1999-2013.

3.4 Defenisi Operasional

1. Indeks Pembangunan Manusia/IPM didefenisikan oleh suatu kondisi yang memperlihatkan keadaan standar kehidupan masyarakat di Sumatera Utara sebagai rata-rata sederhana dari tiga indikator yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, serta pengeluaran perkapita masyarakat. 2. Fertilitas didefenisikan oleh hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita

atau kelompok wanita di Sumatera Utara dari jumlah anak laki-laki dan perempuan yang dilahirkan hidup tiap 1.000 penduduk perempuan di Sumatera Utara pada masa reproduksinya.

3. Mortalitas didefenisikan oleh hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup dari banyaknya kematian bayi di Sumatera Utara yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun tiap 1000 kelahiran hidup.

4. Transmigrasi Binaan didefenisikan oleh mobilitas penduduk Sumatera Utara yang melibatkan sejumlah transmigrasi binaan di Sumatera Utara sebagai pemindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap di daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Sumatera Utara guna kepentingan pembangunan


(8)

atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur Undang-Undang.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Utara dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DISNAKERTRANS) Sumatera Utara. Selain itu data-data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari jurnal-jurnal, buku-buku bacaan, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan kurun waktunya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah times series (tahunan), dengan kurun waktu 1999-2013 (sampel data 15 tahun).

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu teknik penulisan yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan, seperti tulisan ilmiah, jurnal dan laporan penelitian ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian dalam skripsi ini.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Total Fertility Rate (TFR), Infant Mortality Rate (IMR) dan Transmigrasi Binaan mulai tahun 1999-2013 di Sumatera Utara.


(9)

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi Asumsi Klasik.

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah hasil analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini terbebas dari penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Adapun masing-masing pengujian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

3.7.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2005:111). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi normalitas data dilakukan dengan pengujian Kolmogrov Smirnov.

Dalam uji ini, pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah:

a. Jika nilai signifikan > 0.05 maka distribusi normal, dan b. Jika nilai signifikan < 0.05 maka distribusi tidak normal. 3.7.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya


(10)

tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah:

a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,

b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.

Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya serta variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10. 3.7.1.3 Uji Heteroskesdastisitas

Menurut Imam Ghozali (2005:105), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Konsekuensinya adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir yang diperoleh tidak


(11)

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat pada grafik scatterplot.

Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tak ada pola yang jelas maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan melakukan uji glejser. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas (Ghozali 2005:69).

3.7.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2005:95). Untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

a. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

b. angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, c. angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

3.7.2 Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah metode regresi linier berganda, dimana data yang dikumpulkan kemudian dianalisis


(12)

menggunakan indikator yang digunakan. Bentuk umum regresi linier berganda, yaitu:

Y = α + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e Keterangan:

Y : Indeks Pembangunan Manusia

α : Konstanta

b1, b2, b3 : Koefisien regresi variabel independen X1 : Fertilitas

X2 : Mortalitas

X3 : Transmigrasi Binaan

3.7.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

Uji statistik yang dilakukan adalah sebagai uji signifikasi hasil estimasi yang diperoleh terhadap hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Maka uji hipotesis yang digunakan adalah:

3.7.3.1 Uji F (Uji Simultan)

Uji Simultan (Uji Statistik F) merupakan uji yang menunjukkan pengaruh variabel secara simultan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi variabel dependen.


(13)

3.7.3.2 Uji T (Uji Parsial)

Uji Parsial (Uji Statistik t) dimaksudkan untuk menguji hubungan masing-masing variabel independen secara terpisah (sendiri) terhadap variabel dependen. Bila nilai t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji dapat berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ho diterima artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.3.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien yang mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Ciri-ciri dari R2:

1. Jumlah nilai R2 tidak pernah negatif.


(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10-40 Lintang Utara dan 980-1000 Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Aceh, sebelah timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera.

Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, daerah terluas adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 8,47 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau sekitar 6,12 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara.

Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis, kisaran suhu antara 13,40C–33,90C, mempunyai musim kemarau (Juni s/d


(15)

Sampai dengan tahun 2013 Provinsi Sumatera Utara secara administratif terbagi dalam 33Kabupaten/Kota, dimana terdapat 25 Kabupaten dan 8 Kota, yang terdiri dari 440 Kecamatan meliputi 6.008 Desa/Kelurahan.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 13.326.307 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,22 persen. Jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000 yang memperlihatkan laju pertumbuhan penduduk sedikit lebih tinggi sebesar 1,20 persen. Rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara tercatat 186 jiwa per km2.

Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi didominasi oleh daerah perkotaan. Kota yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Medan sebesar 8.009 jiwa per km2, disusul dengan Kota Sibolga dengan kepadatan penduduk yaitu 7.983 jiwa per km2 dan Kota Tebing Tinggi dengan kepadatan penduduk yaitu 3.877 jiwa per km2. Daerah dengan kepadatan penduduk terendah yaitu kabupaten Pakphak Barat yaitu 34 jiwa per km2, disusul dengan Kabupaten Samosir yaitu 50 jiwa per km2 dan disusul Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu 59 jiwa per km2.

Jumlah penduduk laki-laki di Sumatera Utara lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk perempuan. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.678.117 jiwa dan laki-laki 6.648.190 jiwa, dengan sex ratio sebesar 99,55%. Bila dilihat berdasarkan rata-rata banyaknya anggota keluarga di Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 4,21 (yang berarti rata-rata pada setiap keluarga terdiri dari


(16)

4-5 anggota keluarga). Kabupaten yang rata-rata jumlah anggota keluarganya paling banyak adalah Kabupaten Nias Barat yaitu 5,00 dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Karo yaitu 3,64 orang.

Komposisi penduduk Sumatera Utara menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 32,35%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 63,78% dan yang berusia tua (>65 tahun) sebesar 3,86%. Dengan demikian maka angka beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 56,78%. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,01% bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 56,77%.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4.1

Piramida Penduduk Provinsi Sumatera Utara 2013

Sejak terjadinya krisis moneter jumlah penduduk miskin meningkat secara drastis mencapai 30,77% tahun 1998. Walaupun angka ini sudah dapat diturunkan secara signifikan sejak tahun 1999, namun data terakhir menunjukkan bahwa


(17)

1.490.900 jiwa atau 11,31% menjadi 1.378.400 jiwa (10,41%) sedangkan pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebesar 1.416.400 (10,39%), secara jumlah meningkat sedikit dari tahun 2012, namun secara persentase mengalami penurunan yaitu sebesar 0,02%. Persentase penduduk miskin tertinggi berada di Kabupaten Kota di Kepulauan Nias dengan range dari 17,28-30,94%, dan terendah di Kabupaten Deli Serdang yaitu 4,71%.

Jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di kota dan desa, diketahui bahwa persentase penduduk miskin di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, yaitu 10,45% untuk perkotaan dan 10,33% untuk perdesaan.

Sumber: BPS Sumatera Utara 2013

Gambar 4.2

Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara 1998-2013 Tabel 4.1

Indikator Kependudukan Sumatera Utara

Uraian 2011 2012 2013

Penduduk (000 jiwa) 13 014 13 215 13 326

Pertumbuhan Penduduk (%) 1,22 1,22 1,22

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 183 184 186

Rasio Jenis Kelamin 99,77 99,52 99,55

Rumah Tangga (000) 3 083 3 132 3 168

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4,25 4,22 4,21


(18)

4.1.3 Sosial Budaya 4.1.3.1 Pendidikan

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan prilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

Peningkatan kualitas dan partisipasi sekolah penduduk tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang memadai. Di tingkat pendidikan dasar, jumlah sekolah dasar (SD)/Madrasah Ibtidiyah pada tahun 2013 ada sebanyak 9.432 unit dengan jumlah guru 122.128 orang, murid sebanyak 1.518.184 orang sehingga rasio murid SD terhadap sekolah sebesar 161 murid/sekolah. Jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)/Madrasah Tsnawiyah ada sebanyak 2.357 sekolah dengan jumlah guru 57.563 orang dan jumlah murid ada sebanyak 552.761 orang, dan rasio murid SLTP terhadap sekolah sebesar 235 per sekolah. Pada tahun yang sama jumlah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA)/Madrasah Aliyah ada sebanyak 868 sekolah dengan jumlah guru 17.509 orang dan jumlah murid 233.916 dengan rasio murid terhadap sekolah sebesar 269 murid persekolah. Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada sebanyak 828 unit dengan jumlah guru 14.178 orang dan jumlah murid 228.809 orang, dengan rasio murid terhadap sekolah sebesar 276


(19)

adalah sebanyak 253 PTS, yang terdiri dari 31 universitas, 86 sekolah tinggi, 4 institut, 118 akademi dan 14 politeknik (SUDA 2014) dengan jumlah dosen 6.340 orang (dosen tetap dan tidak tetap) dengan jumlah mahasiswa sebanyak 244.947 orang. Rasio mahasiswa terhadap dosen sebesar 38,58.

Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari Angka Melek Huruf yaitu penduduk usia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Pada tahun 2013, persentase penduduk Sumatera Utara yang melek huruf 97,84 %, dimana persentase laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu 98,31% dan 95,93%. Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang melek huruf per Kabupaten/Kota tahun 2013 terendah di Kabupaten Nias Barat yaitu 84,48% disusul Kabupaten Nias Selatan yaitu 85,38% sedangkan yang tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 99,88%.

4.1.3.2 Agama

Sesuai dengan falsafah negara pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin menghambat kemajuan bangsa. Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, sarana ibadah umat beragama juga mengalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2013, jumlah Mesjid di Sumatera Utara terdapat sebanyak 10.300 unit, Langgar/Musollah 10.572 unit, Gereja Protestan 12.235 unit, Gereja Katolik 2.289 unit, Kuil 78 unit dan Wihara 337 unit.


(20)

4.1.3.3 Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk umur 15 tahun ke atas mengalami fluktuatif dari tahun 2008 s/d 2013 sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari tahun 2008 s/d 2013.

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4.3

Persentase TPAK Umur > 15 tahun dan TPT Provinsi Sumatera Utara Sampai pada tahun 2013 TPAK sebesar 70,67% sedangkan TPT sebesar 6,53% (SUDA 2014). Bila dirinci berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2013, persentase angkatan kerja berumur 15 tahun keatas sebagian besar adalah tamatan SMP & SMA (58,65%).


(21)

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 tingkat pendidikan angkatan kerja SMP, SMA dan Diploma mengalami peningkatan dari tahun 2012. Jika dilihat dari status pekerjaan utama, sebesar 36,45% penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, sebesar 21,28% adalah penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga, penduduk yang berusaha sendiri yaitu 15,76%, penduduk yang bekerja dibantu anggota keluarga mencapai 15,46%. Hanya 3,44% penduduk Sumatera Utara yang berusaha dengan mempekerjakan buruh tetap/karyawan.

Berdasarkan lapangan usaha, penduduk Sumatera Utara yang terbanyak adalah di sektor pertanian (perkebunan, perikanan dan peternakan) yaitu 43,45%, kemudian diikuti di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,94%, jasa kemasyarakatan yaitu 16,16%, bekerja di sektor industri hanya sekitar 7,11%, selebihnya bekerja disektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas dan air minum, bangunan, angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan.

4.2 Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara

Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam “Indonesia Human Development Report 2004” (UNDP, 2004), sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut memungkinkan manusia untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan


(22)

peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa.

Sampai dengan tahun 1996, tingkat pembangunan manusia regional cukup mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Namun pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997.

Terjadinya penurunan IPM secara drastis pada tahun 1999 terkait kuat dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Sumatera Utara yang menimbulkan kemiskinan karena meluasnya pemutusan hubungan kerja sehubungan dengan berhentinya operasi perusahaan. Berdasarkan perhitungan BPS Sumatera Utara, pada setiap 1% penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Utara, akan berakibat pemutusan hubungan kerja yang secara makro diperkirakan rata-rata sebanyak 15.000 tenaga kerja. Jumlah ini sangat berarti dalam menurunkan IPM Sumatera Utara dari 70,5% pada tahun 1996 menjadi 66,6% pada 1999.

Indeks Pembangunan Manusia diukur pada empat komponen sumberdaya manusia yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara dari tahun ke tahun dalam periode 1999-2013 mengalami perbaikan yang cukup besar.


(23)

Sumber: BPS, data diolah

Gambar 4.5

Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara 1999-2013

Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara mencapai indeks terendah pada tahun 1999 sebesar 66,6%. Rendahnya IPM Sumatera Utara ini sebagai akibat dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh faktor daya beli masyarakat yang terpuruk sehingga membumbungnya inflasi. Sementara pada tahun 2001, terjadi peningkatan dari 68,3% pada 2000 yaitu menjadi 69,5%. Pada tahun 2002 IPM mengalami penurunan menjadi 68,8%. Dan akhirnya periode 2003-2013 IPM mengalami peningkatan secara terus menerus setiap tahunnya hingga mencapai indeks tertinggi sebesar 75,55%.

4.2.2 Perkembangan Angka Kelahiran Total atau TFR Sumatera Utara Ukuran tingkat fertilitas yang umum digunakan adalah angka fertilitas total atau TFR karena terdapat keungggulan pada pengukuran ini yang tidak ada pada pengukuran fertilitas yang lain. Yang diukur pada TFR ini adalah seluruh wanita usia 15-49 tahun yang melahirkan bayi lahir hidup dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur.


(24)

Sumber: BPS, data diolah

Gambar 4.6

Angka Kelahiran Total Sumatera Utara 1999-2013

Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa Sumatera Utara memiliki TFR tertinggi sebesar 3,16 pada tahun 1999 yang dimana rata-rata wanita usia 15-49 tahun mempunyai sekitar 3-4 orang anak. Tingginya angka TFR tahun 1999 ini tidak terlepas dari kurangnya kebijakan pemerintah dan kesadaran masyarakat atas program keluarga berencana dalam pengendalian angka kelahiran dan jumlah penduduk. Sehingga hal ini membuat para orang tua menginginkan banyak anak. Kemudian TFR terkecil terdapat pada tahun 2008 dengan TFR sebesar 2,49 yang artinya rata-rata wanita usia 15-49 tahun mempunyai anak dengan jumlah 2-3 orang anak.

Sementara itu pada tahun 2010, TFR Provinsi Sumatera Utara meningkat kembali sebesar 3,01 yang dimana rata-rata ibu mempunyai 3 orang anak. Berdasarkan gambar diatas dapat kita ketahui bahwa rata-rata wanita di Sumatera Utara mempunyai anak sebesar 2,69 pada tahun 2013. Hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata anak yang lahir di Sumatera Utara sekitar 2-3 orang saja dan hal


(25)

ini hampir sesuai seperti kebijakan pemerintah melalui Keluarga Berencana yakni rata-rata keluarga ideal mempunyai anak sekitar 1-2 orang.

4.2.3 Perkembangan Angka Kematian Bayi atau IMR Sumatera Utara Kematian bayi menggambarkan peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum mencapai umur tepat satu tahun. Angka kematian bayi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni kematian neonatum dan post-neonatum. Kematian neonatum menggambarkan peluang untuk meninggal dalam bulan pertama setelah lahir, sedangkan kematian post-neonatum menggambarkan peluang untuk setelah bulan pertama tetapi sebelum umur tepat satu tahun.

Sumber: BPS, data diolah

Gambar 4.7

Angka Kematian Bayi Sumatera Utara 1999-2013

Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa Sumatera Utara memiliki IMR tertinggi pada tahun 1999 sebesar 43 per 1000 bayi lahir. Tingginya angka IMR tahun 1999 ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kesehatan pada ibu dan anak semasa kehamilan atau sesudah kelahiran. Di samping itu juga angka kematian bayi pada periode tahun 1999-2013 mengalami penurunan secara terus


(26)

menerus. Hal ini tak lepas oleh prestasi dalam perbaikan serta peningkatan kesehatan ibu dan bayi. Sehingga pada akhirnya angka kematian bayi terendah pada tahun 2013 sebesar 22 kematian bayi per 1000 lahir hidup. Hal ini tak lepas oleh prestasi dalam perbaikan serta peningkatan kesehatan ibu dan bayi.

4.2.4 Perkembangan Transmigrasi Binaan Sumatera Utara

Transmigrasi merupakan program Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk penanganan, penataan, persebaran penduduk/tenaga kerja yang serasi, seimbang dan sejahtera di dalam wilayah Sumatera Utara. Manfaat transmigrasi berguna meningkatan pemanfaatan sumber daya alam dan penyaluran potensi sumber daya manusia untuk meningkatan kesejahteraan dan pembangunan wilayah, human investment dan capital investment.

Pengembangan kawasan tertinggal juga berfungsi untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan memberikan motivasi bagi masyarakat untuk mengangkat perkembangan desa-desa sekitarnya agar berkehidupan yang lebih baik dan sejajar dengan masyarakat lainnya.

Jumlah lokasi transmigrasi dalam binaan di Sumatera ini tersebar di Muara Upu (Tapanuli Selatan), Tabuyung SP.1, Singkuang SP.1, Singkuang SP.2, Sinunukan SP.5, Sinunukan SP.6 (Mandailing Natal), Rawa Kolang SP 2 (Tapanuli Tengah), Sipahutar SP.1, Simpang Bolon (Tapanuli Utara), Janji Maria (Toba Samosir), dan Sibagindar SP.3 (Pakphak Barat).


(27)

Tabel 4.2

Jumlah Transmigrasi Binaan Sumatera Utara 1999-2013 Tahun Transmigrasi Binaan

(KK)

Transmigrasi Binaan (jiwa)

1999 3585 15301

2000 4175 17179

2001 3320 14581

2002 2085 9039

2003 3785 15371

2004 1550 11072

2005 1550 7443

2006 1550 7353

2007 1550 7353

2008 1775 7986

2009 1775 7986

2010 1775 7986

2011 2305 9212

2012 2305 9212

2013 200 773

Sumber: BPS, data diolah

Pada tahun 1999 jumlah transmigrasi binaan di Sumatera sebanyak 15.301 jiwa dengan 3.585 kepala keluarga. Kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi 17.179 jiwa dengan 4.175 kepala keluarga. Lalu jumlah transmigran binaan ini semakin lama semakin menurun jumlahnya pada tahun 2013 sebanyak 773 jiwa dengan 200 kepala keluarga. Seperti dilihat pada tabel dibawah, penurunan jumlah transmigran binaan ini dikarenakan sudah berkurangnya jumlah desa yang tidak menjadi binaan lagi pada tahun 2013.


(28)

Tabel 4.3

Jumlah dan Lokasi Transmigrasi Binaan Sumatera Utara 2010-2013

Lokasi Kepala

Keluarga Jiwa I. Tapanuli Selatan

1. Muara Upu 100 421

II.Mandailing Natal 2. Tabuyung SP.1 3. Singkuang SP.1 4. Singkuang SP.2 5. Sinunukan SP.5 6. Sinunukan SP.6 III. Tapanuli Tengah

7. Rawa Kolang SP 2 IV. Tapanuli Utara

8. Sipahutar SP.1

9. Simpang Bolon 100 352

V.Toba Samosir 10.Janji Maria VI. Pakphak Barat

11.Sibagindar SP.3

Jumlah: 2013 200 773

2012 2305 9212

2011 2305 9212

2010 1775 7986

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara Keterangan: (x) Tidak menjadi binaan lagi

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standart deviasi untuk data yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif


(29)

a. Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki nilai minimum (terkecil) 66,60, nilai maksimum (terbesar) 75,55, mean (nilai rata-rata) 71,8853 dan Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 2,72928.

b. Variabel Angka Kelahiran Bayi (TFR) memiliki nilai minimum (terkecil) 2,49, nilai maksimum (terbesar) 3,16, mean (nilai rata-rata) 2,87 dan Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 0,23345.

c. Variabel Angka Kematian Bayi (IMR) memiliki nilai minimum (terkecil) 21,59, nilai maksimum (terbesar) 43,00, mean (nilai rata-rata) 30,7967 dan Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 7,67831.

d. Variabel Transmigrasi Binaan (Transmigrasi) memiliki nilai minimum (terkecil) 773, nilai maksimum (terbesar) 17179, mean (nilai rata-rata) 9856,47 dan Standart Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 4228,602.

4.3.2 Hasil Uji Asumsi Klasik 4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.

Tabel 4.5


(30)

Untuk probabilitas berdasarkan tabel di atas bahwa untuk variabel IPM dengan nilai signifikan 0,980, TFR dengan nilai signifikan 0,305, IMR dengan nilai signifikan 0,722 dan Transmigrasi dengan nilai signifikan 0,421 memiliki nilai di atas α= 0,05, yang artinya bahwa variabel-variabel tersebut terdistribusi dengan normal.

4.3.2.2 Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2005:91), “Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen)”. Adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10. Apabila tolerance value < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikolinearitas. Apabila tolerance value > 0,1 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini


(31)

VIF untuk variabel IMR adalah 2,788 (<10) dan nilai tolerance sebesar 0,359 (>0.1). Nilai VIF untuk variabel Transmigrasi adalah 3,464 (<10) dan nilai tolerance sebesar 0.289 (>0,1). Maka hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini lolos uji gejala multikolinearitas. 4.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005:105), “Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain”. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik dengan melihat grafik scatterplot yaitu dengan cara melihat titik-titik penyebaran pada grafik dan uji glejser, dengan cara meregres seluruh variabel independen dengan nilai absolut residual (abresid) sebagai variabel dependennya.

Jika signifikan < 0,05 maka Ha diterima (ada heteroskedastisitas) dan jika signifikan > 0,05 maka Hoditerima (tidak ada heteroskedastisitas).


(32)

Gambar 4.8

Hasil Uji Heteroskedastisitas (scatterplot) Tabel 4.7

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Pada gambar 4.8 tentang grafik scatterplot diatas terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuh pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(33)

0,275 (>0.05), dan nilai signifikan untuk variabel Transmigrasi adalah 0.315 (>0.05). Dari hasil ini maka Ho diterima karena dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena variabel independennya memiliki signifikan lebih besar dari 0,05.

4.3.2.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. secara umum panduan mengenai angka Durbin-Watson dapat diambil patokan sebagai berikut:

a. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

b. angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, c. angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.8

Hasil Uji Autokorelasi

Tabel diatas memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.882 Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif dalam penelitian ini.


(34)

4.3.3 Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun hasil estimasi yang dilakukan sebagai berikut:

Tabel 4.9

Hasil Regresi Linier Berganda

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil regresi sebagai berikut: Y= 80.768 + 0,699 X1 – 0,340 X2 – 4,313 X3

Berdasarkan model regresi diatas maka dapat dilihat bahwa nilai variabel Fertilitas (TFR) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM), variabel Mortalitas (IMR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta variabel Transmigrasi berpengaruh negatif dan tidak siginifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).


(35)

4.3.4 Hasil Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 4.3.4.1 Uji F (Uji Simultan)

Tabel 4.10 Hasil Uji F (Simultan)

Dari hasil regresi diketahui bahwa F-hitung adalah sebesar 71,447. Dengan α=0,05: df1= k-1= 4–1=3; df2= n–k= 15–4=11; (dimana k merupakan seluruh variabel (bebas dan terikat) dan n merupakan jumlah observasi. Sehingga diketahui F-tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah 3,59. Berdasarkan penghitungan tersebut maka diperoleh F-hitung lebih besar dari F-tabel (71,447 > 3,59). Dengan demikian disimpulkan bahwa Ho ditolak karena variabel Fertilitas Mortalitas, dan Transmigrasi Binaan mampu mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara secara bersamaan.

4.3.4.2 Uji T (Uji Parsial)

Tabel 4.11 Hasil Uji T (Parsial)

Variabel Koefisien t-hitung t-tabel prob Keterangan X1 (Fertilitas) 0,699 0,649 2,20099 0,529 Tidak Signifikan X2 (Mortalitas) -0,340 -8,549 2,20099 0,000 Signifikan X3 (Transmigrasi) -4,313 -5,39 2,20099 0,601 Tidak Signifikan

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:


(36)

a. Variabel fertilitas berpengaruh tidak signifikan secara positif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai t-hitung < t-table yaitu 0,649 < 2,20099 dengan nilai signifikan sebesar 0,529 > 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan rata-rata jumlah anak pada wanita usia 15-49 tahun maka juga akan mempengaruhi peningkatan indeks pembangunan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila fertilitas tinggi maka indeks pembangunan manusia juga akan tinggi. Peningkatan fertilitas ini dipengaruhi karena tingginya indeks pembangunan manusia dan membuat masyarakat mempunyai standar hidup layak sehingga ada keinginan orang tua untuk menambah jumlah anak.

b. Variabel mortalitas berpengaruh signifikan secara negatif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai t-hitung < t-table yaitu -0,340 < 2,20099 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Dimana setiap kenaikan 1/1000 kematian akan menurunkan 0,34 angka indeks pembangunan manusia atau begitu pula sebaliknya jika penurunan 1/1000 kematian akan meningkatkan 0,34 angka indeks pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila semakin menurunnya angka kematian bayi (angka kematian bayi lebih kecil daripada per 1000 kelahiran hidup) maka hal itu akan meningkatkan indeks pembangunan manusia, karena penurunan angka kematian bayi akan mencerminkan peningkatan status kesehatan. Dan oleh sebab itu tingkat mortalitas merupakan indikator kesehatan juga kesejahteraan masyarakat.


(37)

c. Variabel Transmigrasi Binaan berpengaruh tidak signifikan secara negatif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai thitung < ttable yaitu -4,313 < 2,220099 dengan nilai signifikansi sebesar 0,601 > 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Dimana setiap kenaikan 1 jiwa transmigran akan menurunkan 4,31 angka indeks pembangunan manusia atau begitu pula sebaliknya jika penurunan 1 jiwa transmigran akan meningkatkan 4,31 angka indeks pembangunan manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila semakin meningkat jumlah transmigrasi yang dibina maka hal itu akan mengurangi indeks pembangunan manusia.

4.3.4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.12

Hasil Koefisien Determinasi

Hasil estimasi diatas menunjukkan nilai R2 = 0.951 yang menyatakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dapat dijelaskan secara bersamaan oleh ketiga variabel independen (Fertilitas, Mortalitas dan Transmigrasi Binaan) sebesar 95,1% dan 4.9% lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disebutkan dalam model ini.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan dari hasil estimasi yang didapatkan, yaitu:

1. Fertilitas mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat pula secara parsial, Fertilitas belum memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia.

2. Mortalitas memberikan pengaruh negatif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat pula secara parsial, Mortalitas memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia.

3. Transmigrasi Binaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat secara parsial, Transmigrasi Binaan belum memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia.


(39)

dalam meningkatkan Indeks Pembnagunan Manusia guna mensejahterakan masyarakat.

1. Walaupun fertilitas mampu meningkatkan angka IPM bukan berarti pemerintah khususnya BKKBN lengah untuk tetap mengendalikan rata-rata laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran total di Sumatera Utara. Pemerintah harus tetap menyediakan sarana dan prasarana pelayanan KB serta meningkatkan kualitas pelayanan KB sehingga jumlah peserta KB aktif juga meningkat pula. Pemerintah pun baiknya memberi pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja tentang perencaan kehidupan bekeluarga agar dapat meningkatkan keserasian kebijakan pembangunan dengan kebijakan pengendalian kuantitas penduduk.

2. Demikian pula dalam mortalitas yang berkaitan dengan bidang kesehatan. Pemerintah harus bekerja lebih baik dan memanfaatkan setiap pengeluaran dalam bidang kesehatan sehingga tujuan pengeluaran tersebut dapat tercapai yaitu untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan pada ibu dan bayi semasa kehamilan atau sesudah kelahiran. Penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat serta penyuluhan tentang hidup sehat akan membantu meningkatkan angka harapan hidup masyarakat sehingga akhirnya mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.

3. Meskipun Transmigrasi Binaan di Sumatera Utara belum mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sumatera Utara, pemerintah harus tetap mampu menambah jumlah transmigran yang akan


(40)

dibina agar terjadinya pembangunan yang merata di Sumatera Utara. Dengan cara pemerintah membangun sarana dan prasarana yang baik seperti terpenuhinya kondisi pendidikan dan kesehatan yang memadai agar masyarakat mampu melakukan proses produksi. Namun juga, pemerintah diharapkan mampu mengupayakan penyediaan lapangan kerja kepada masyarakat di daerah binaan sesuai dengan bidangnya sehingga mampu menunjang kesejahteraan individu tersebut. Oleh sebab itu dengan membaiknya sarana dan prasarana akan membuat adanya keinginan masyarakat yang tinggal di daerah yang sudah padat untuk mau dipindahkan ke daerah yang akan dibina pemerintah guna meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sehingga akhirnya berdampak pada pembangunan yang merata di Provinsi Sumatera Utara.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kesejahteraan

Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang ketentuan pokok kesejahteraan masyarakat memuat pengertian kesejahteraan masyarakat sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan masyarakat baik materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa takut, keselamatan kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha penemuan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

Kesejahteraan dapat dilihat dari 2 sisi, kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan individu adalah suatu cara mengaitkan kesejahteraan dengan pilihan-pilihan objektif untuk kehidupan pribadinya. Sedangkan kesejahteraan sosial merupakan cara mengaitkan kesejahteraan dengan pilihan sosial secara objektif yang diperoleh dengan cara menjumlahkan kepuasan seluruh individu dalam masyarakat (Badrudin: 2012).

Maka kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat (Badrudin: 2012).

Menurut Todaro (2006:20) banyak negara Dunia Ketiga yang dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal meningkatkan taraf hidup penduduk di daerah tersebut. Untuk memantau tingkat kesejahteraan masyarakat dalam satu periode tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan


(42)

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas mengambil informasi keadaan ekonomi masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh indikator kesejahteraan.

Dari informasi yang didapatkan ada delapan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Delapan indikator keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah:

1. Pendapatan

2. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga 3. Keadaan tempat tinggal

4. Fasilitas tempat tinggal 5. Kesehatan anggota keluarga

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan 7. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. 2.2 Indeks Pembangunan Manusia

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2009, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup (Badrudin, 2012:154).

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/ HDI) adalah rata-rata sederhana dari tiga indikator yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan yaitu Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, serta Pengeluaran Perkapita.


(43)

Indeks Pembangunan Manusia pertama kali dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Program) sebagai penyempurnaan dari PQLI (Physcal Quality of Life Indeks) yang kini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia.

IPM digunakan untuk mengelompokkan sebuah negara/daerah sebagai daerah maju, berkembang, atau terbelakang. IPM juga digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan dan peran pemerintah terhadap kualitas hidup masyarakat.

Komponen dalam Indeks Pembangunan Manusia adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan diukur dari kemampuan baca tulis dan tingkatan pendidikan (SD-SMP-SMA-Perguruan Tinggi), dan standar hidup layak diukur melalui pengeluaran perkapita rill yang disesuaikan. Dalam perhitungan IPM, indeks pendidikan dan kesehatan sangat tepat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat karena kesehatan dan pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dimiliki untuk meningkatkan potensinya.

Beberapa alasan mengapa IPM merupakan indikator yang cukup baik sebagai ukuran pembangunan manusia, adalah:

1. IPM menerjemahkan secara sederhana konsep yang cukup kompleks kedalam tiga dimensi dasar yang terukur.

2. IPM membantu dalam pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang hanya terfokus pada ekonomi menjadi berfokus pada manusia.


(44)

3. IPM berfokus pada kapabilitas yang releven, baik untuk negara maju dan berkembang, sehingga menjadikan indeks tersebut sebagai alat yang universal.

4. IPM menstimulasi diskusi mengenai pembangunan manusia.

5. IPM memberikan motivasi bagi pemerintah untuk berkompetisi secara sehat dengan negara/wilayah lain melalui keterbandingan angka IPM.

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pembangunan dengan kepastian bahwa seluruh masyarakat (penduduk) bisa menikmati semua hasil pembangunan.

Dimana hal inilah yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel lainnya seperti fertilitas, mortalitas, dan transmigrasi binaan dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia.

2.3 Kebijakan Kependudukan

H.T. Eldrige dalam Agus Dwiyanto (1995) mendefenisikan kebijakan kependudukan sebagai keputusan legislatif, program administrasi dan berbagai usaha pemerintah lainnya yang dimaksudkan untuk merubah kecenderungan penduduk yang ada demi kepentingan kehidupan dan kesejahteraan nasional.

Kebijakan kependudukan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa yaitu sebagai langkah-langkah dan program-program yang membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografis, dan tujuan-tujuan umum yang lain dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel demografi yang utama, yaitu besar


(45)

Kebijakan kependudukan berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi dua yaitu kebijakan langsung dan tidak langsung. Kebijakan langsung merupakan bentuk kebijakan yang langsung mempengaruhi tiga variabel utama yaitu kelahiran, kematian dan transmigrasi. Keluarga berencana merupakan contoh kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung merupakan kebijakan yang bersifat perantara. Contohnya memperluas kesempatan mendapatkan pendidikan, serta perluasan peluang kerja.

Ada beberapa alasan mengapa kebijakan kependudukan perlu di integrasikan kedalam kebijakan pembangunan yaitu:

1. Tujuan pokok kebijakan pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat. 2. Perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan

individu. Tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan individu.

3. Kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari kesejahteraan individu. Oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi serta mempengaruhi perilaku demografi, sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu (Sukamdi, 1992).

Permasalahan yang dihadapi dalam bidang kependudukan semakin kompleks, bukan lagi berkaitan dengan indikator umum kependudukan, seperti pengendalian jumlah penduduk, penurunan angka fertilitas, penurunan angka kematian anak dan ibu, serta migrasi penduduk, akan tetapi telah bergeser pada isu yang lebih luas berkaitan dengan lingkungan hidup, pembangunan


(46)

berkelanjutan, hak asasi manusia, keseteraan gender, kesehatan reproduksi, penduduk usia lanjut, pengangguran dan kemiskinan.

Di Indonesia ada empat aspek kependudukan yang menjadi kendala dan tantangan yang cukup berat, yaitu

1. Kuantitas, penduduk Indonesia berjumlah sangat besar, yaitu nomor empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dewasa ini penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 250 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk yang masih tinggi yaitu sekitar 1,49% per tahun sesuai hasil Sensus Penduduk 2010 yang lalu.

2. Kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Kualitas penduduk yang masih rendah ini ditandai antara lain dengan angka kematian yang masih tinggi, pendidikan yang rendah, angka kemiskinan yang masih besar jumlahnya, serta secara umum Indeks Pembangunan Manusia yang masih ditataran bawah.

3. Persebaran penduduk Indonesia persebarannya sangat tidak merata. Sekitar 58% penduduk tinggal di Pulau Jawa dan Madura yang luas areanya hanya sekitar 7% dari luas Indonesia. Jumlah penduduk yang tidak merata di suatu wilayah akan memberikan beban yang berat bagi wilayah yang bersangkutan termasuk masalah lingkungan (environmental stress) seperti kerusakan hutan (termasuk bakau), kerusakan terumbu karang, masalah air bersih (water management), sampah, terumbu karang, pendangkalan sungai, serta polusi udara yang parah.


(47)

4. Data, informasi, dan administrasi kependudukan yang perlu dibenahi. Kartu tanda penduduk (KTP) dan pencatatan atau registrasi penduduk berkenaan dengan kelahiran, kematian, kedatangan, dan kepergian belum bisa dilakukan dengan tertib, disiplin, serta cermat sesuai ketentuan.

2.4 Fertilitas

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu variabel dari kebijakan kependudukan. Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup.

Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya (Mantra, 2003:145).

Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).

Penurunan fertilitas di Indonesia sendiri dianggap cukup dramatis, karena dalam kurun waktu 40 tahun angka TFR menurun lebih dari setengahnya, dari 5,6 pada tahun 1971 menjadi 2,6 di tahun 2010 (Gambar 1.2). Dengan kata lain jika diambil ukuran fertilitas dengan angka fertilitas total (TFR), maka dapat dikatakan bahwa kalau dulu perempuan Indonesia mempunyai anak rata-rata sebanyak 5-6


(48)

orang, kini hanya berkisar antara 2 sampai 3 orang saja. Dampak penurunan fertilitas ini ternyata sangat besar, tidak saja secara langsung dalam menghambat laju pertumbuhan penduduk tetapi juga ada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan keluarga peserta KB itu sendiri.

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja. Masalah lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapatkan pasangan dalam berumah tangga. Juga ada dari beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.

Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas tersebut, maka memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu:

1. Yearly Performance (Current Fertility)

Mencerminkan fertilitas dari suatu kelompok penduduk/berbagai kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun. Yearly Performance terdiri


(49)

a. Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)

Angka Kelahiran Kasar dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana,

CBR : Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar B : Jumlah Kelahiran pada tahun tertentu

Pm : Penduduk pertengahan tahun k : Angka konstanta 1.000

Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari perhitungan CBR ini adalah tidak memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun keatas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.

b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)

Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita yang berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun. Dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:


(50)

GFR : Tingkat Fertilitas Umum

B : Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Pf (15-49) : Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun

Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk. Kelemahan dari perhitungan GFR ini adalah tidak membedakan risiko melahirkan dari berbagai kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai risiko melahirkan yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun.

c. Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility

Rate (ASFR)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut: jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok penduduk yang lain.

Diantara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur Age Specific Fertility Rate (ASFR). Sehingga, ASFR dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada kelompok umur tertentu, dengan rumus sebagai berikut:


(51)

ASFR : Age Specific Fertility Rate

Bi : Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun k : Angka konstanta 1.000

Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat dari GFR, karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke dalam berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data yang terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk kelompok umur. Sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama di negara yang sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapat ukuran ASFR. Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.

d. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)

Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan:

1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya


(52)

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu. Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari Tingkat Fertilitas Total atau TFR adalah sebagai berikut:

Dimana,

TFR : Total Fertility Rate

ASFR : Angka kelahiran menurut kelompok umur i : Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.

Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur (Hatmadji, 2004 :63).

2. Reproductive History (Cummulative Fertility)

a. Children Ever Born (CEB)

Children Ever Born adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan. CEB mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa wanita selama reproduksinya, dan disebut juga paritas. Kebaikan dari perhitungan CEB ini


(53)

Kemudian kelemahan dari perhitungan ini adalah angka paritas menurut kelompok umur akan mengalami kesalahan karena kesalahan pelaporan umur penduduk, terutama di negara sedang berkembang. Kemudian ada kecenderungan semakin tua semakin besar kemungkinannya melupakan jumlah anak yang dilahirkan. Dan kelemahannya fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap sama dengan yang masih hidup.

b. Child Woman Ratio (CWR)

CWR adalah hubungan dalam bentuk rasio antara jumlah anak di bawah 5 tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi. Kebaikan dari perhitungan CWR ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tidak usah membuat pertanyaan khusus dan berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di Negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.

Kelemahan dari CWR ada tiga, pertama langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di Negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar. Kedua, dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat mortalitas anak, khususnya di bawah satu tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya. Ketiga, tidak memperhitungkan distribusi dari penduduk wanita.


(54)

2.5 Mortalitas

Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat didefenisikan sebagai kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (BPS).

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.

Konsep mati perlu diketahui guna untuk mendapatkan data kematian yang benar. Menurut konsepnya, terdapat beberapa keadaan vital yang masing – masing bersifat mutually exclusive, artinya keadaan yang satu tidak mungkin terjadi bersamaan dengan salah satu keadaan lainnya. Keadaan vital tersebut ialah:

1. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur satu bulan.

2. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death) adalah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya


(55)

3. Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan sampai dengan kurang dari satu tahun.

4. Kematian bayi (Infant death) adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun.

Namun terdapat juga beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi Mortalitas, yaitu:

1. Pendidikan

Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak, tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain. Pendidikan memberi kepercayaan diri kepada wanita untuk mengambil keputusan atas tanggung jawab wanita itu sendiri.

2. Pendapatan

Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan kondisi rumah saling berhubungan dalam mempengaruhi kematian bayi/anak. Apabila salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan tingkat kematian bayi dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.

3. Kesehatan

Kesehatan berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu upaya yang terus dilakukan adalah pembangunan kesehatan. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan pembangunan dan fasilitas kesehatan adalah rasio tenaga medis dan para medis, terhadap jumlah penduduk.


(56)

4. Faktor Demografi

Yang dipilih adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR). Apabila fertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah. Hubungan positif antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik, keberhasilan menurunkan salah satu faktor diantaranya akan mengakibatkan penurunan variabel lain.

Pengukuran terhadap mortalitas ini dilakukan dengan tiga macam pendekatan, yaitu:

1. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate / CDR)

Angka kematian kasar ialah jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut, agar lebih jelas maka dapat dituliskan dengan rumus:

Dimana,

CDR : Crude Death Rate D : Jumlah seluruh kematian

P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun k : Angka konstanta 1.000

2. Angka Kematian Menurut Umur (Age Spasific Death Rate / ASDR) Rasio kematian berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, demikian pula antara satu kelompok umur dengan kelompok umur lainnya. Orang yang berumur 60 tahun tentunya akan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi


(57)

berumur 1 tahun mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur 10 tahun. Sehingga kematian menurut umur apabila digambarkan dengan grafik akan menyerupai huruf “U”.

Gambar 2.1 Grafik Pola Kematian

Diantara angka-angka kematian spesifik, yang digunakan adalah Age Spasific Death Rate (ASDR). ASDR atau yang lebih dikenal dengan Angka Kematian Menurut Umur dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,

ASDR : Age Specific Death Rate

Di : Jumlah kematian bayi pada kelompok umur i

Pfi : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun k : Angka konstanta 1.000

3. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate / IMR)

Tingkat kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi (sebelum umur satu tahun) yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. Merupakan cara


(58)

pengukuran yang dipergunakan khusus untuk menentukan tingkat kematian bayi. IMR biasanya dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan dan kesehatan penduduk. Angka Kematian Bayi yang dapat dituliskan dengan rumus:

Dimana,

IMR : Infant Mortality Rate

D : Jumlah kematian bayi dibawah umur 1 tahun selama tahun x B : Jumlah Kelahiran selama tahun x

k : Angka konstanta 1.000

Bila tingkat kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar akan tercapai pertambahan penduduk sebesar 0 % atau zero population growth. Yang berarti keadaan kependudukan di daerah tersebut tercapai sebuah keseimbangan.

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang baik untuk melihat kesehatan ibu hamil dan janinnya. Mengingat program KB banyak sekali berhubungan dengan upaya peningkatan kesehatan ibu hamil dan peningkatan kesejahteraan keluarga secara umum, maka dapat dikatakan bahwa program KB sangat berperan dalam penurunan angka kematian bayi Indonesia.

Angka kematian bayi sangat berpengaruh dalam perhitungan angka harapan hidup (life expectacy). Sejalan dengan menurunnya angka kematian bayi dan meningkatnya tingkat kesehatan penduduk, maka akan berdampak juga pada peningkatan angka harapan hidup. Ini berarti bahwa umur rata-rata penduduk


(59)

Sumber: Data Olahan

Gambar 2.2

AKB dan AHH Sumatera Utara 2.6 Transisi demografi

Pada abad ke -20, nampaknya fertilitas telah turun di banyak Negara baik di Negara maju ataupun di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemudian penurunan pada fertilitas juga dibarengi dengan penurunan pada mortalitas, hal ini mengakibatkan adanya transisi demografi, sehingga disebut dengan teori “transisi demografi”.

Tabel 2.1

Teori Transisi Demografi

No Tahap Tingkat

Kelahiran

Tingkat Kematian

Pertambahan Alami

1 Stationer tinggi Tinggi Tinggi Nol/sangat rendah

2 Awal

perkembangan Tinggi

Lambat

menurun Lambat

3 Akhir

Perkembangan Menurun

Menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran

Cepat

4 Stationer rendah Rendah Rendah Nol/sangat rendah

5 Menurun Rendah Lebih tinggi dari

tingkat kelahiran Negatif Sumber: Ritonga, Abdurahman: 19


(60)

Pada dasarnya teori ini menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi stasioner di mana pertumbuhan penduduk nol ataupun sangat rendah sekali karena, baik tingkat fertilitas maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke keadaan dimana tingkat fertilitas dan mortalitas sama-sama tinggi, sehingga pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat rendah.

Sumber Gambar: Mantra, Ida Bagoes: 42 Gambar 2.3

Tahap Transisi Demografi

Dari stasioner pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi) menuju stasioner kedua (fertilitas dan mortalitas rendah) mengalami dua tahap proses, yakni tahap kedua dan ketiga. Dan tahap inilah yang disebut dengan transisi demografi.

1. Pra-transisi (pre-transitional) dari A hingga B, dengan ciri-ciri tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Angka pertumbuhan penduduk alami sangat rendah (hampir mendekati nol).


(61)

kelahiran, mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk alami sedang atau tinggi. Fase ini dibagi lagi menjadi tiga:

a. Permulaan Transisi (early transitional) dari B ke C, dicirikan dengan tingkat kematian menurun, tetapi tingkat kelahiran tetap tinggi, bahkan ada kemungkinan meningkat karena ada perbaikan kesehatan.

b. Pertengahan Transisi (mid-transitional) dari C ke D, tingkat kematian dan tingkat kelahiran kedua-duanya menurun, tetapi tingkat kematian menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran.

c. Akhir Transisi (late transitional) dari D ke E, tingkat kematian rendah dan tidak berubah atau menurun hanya sedikit, dan angka kelahiran antara sedang dan rendah, dan berfluktuasi atau menurun. Pengetahuan tentang kontrasepsi meluas.

3. Pasca-transisi (Post-transitional) dari E ke F, dicirikan oleh tingkat kematian dan tingkat kelahiran kedua-duanya rendah, hampir semuanya mengetahui cara-cara kontrasepsi dan dipraktekkan. Tingkat kelahiran dan tingkat kematian (vital rates) mendekati keseimbangan penduduk, yang kemudian akan kembali lagi ke transisi yang pertama. Pertumbuhan penduduk alami amat rendah dalam jangka waktu yang panjang.

2.7 Transmigrasi

Migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tujuan (Rusli, 1994).


(62)

Mantra (1994) mengatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan migrasi jika melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu relatif tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu.

Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk, adanya kekeringan sumber alam, adanya fluktuasi iklim, dan ketidaksesuaian diri dengan lingkungan.

2. Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatan-pendapatan baru, dan iklim yang sangat baik.

3. Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi, seperti munculnya mekanisasi pertanian yang bisa menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena adanya perubahan pasar, faktor agama, politik dan faktor pribadi.

Secara umum ada dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal hanya terjadi diantara unit-unit geografis dalam


(63)

Sedangkan migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain (Rusli, 1994).

Program dan kebijakan mengenai migrasi internal memiliki tujuan umum tertentu yaitu berkaitan dengan redistribusi penduduk. Dalam proses tersebut pertumbuhan beberapa daerah didorong, sedangkan beberapa daerah lain dihambat.

Di banyak negara perubahan reproduksi telah menjadi faktor penting yang mendorong pertumbuhan penduduk. Perbedaan dalam fertilitas dan mortalitas antar daerah atau negara semakin tipis. Migrasi nampaknya menjadi faktor penting dalam distribusi penduduk. Kebijakan migrasi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

1. Kebijakan yang bersifat eksplisit

Kebijakan ini menyangkut pengaturan ijin tempat tinggal dan transmigrasi. 2. Kebijakan yang bersifat implisit.

Sedangkan kebijakan ini termasuk pengaturan pembangunan regional yang terintegrasi, pengembangan pusat-pusat skala kecil, serta distribusi wilayah industri kecil.

Kebijakan yang bersifat eksplisit dan implisit ini dapat mendorong atau menghambat mobilitas penduduk dalam suatu negara menjadi faktor penting yang mempengaruhi jumlah penduduk, rata-rata pertumbuhan lokal dan regional, serta distribusi penduduk.

Pembangunan daerah terpencil pada suatu negara dan penetapan program-program untuk meningkatkan kondisi penghidupan di daerah pedesaan telah


(64)

mendatangkan pengaruh khusus yaitu memperlambat arus migrasi dari desa ke kota dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi keluarga. Program transmigrasi di Indonesia contohnya, dimana pemerintah berusaha merelokasikan penduduk ke daerah pedesaan tertentu.

Transmigrasi merupakan kebijakan kependudukan mengenai migrasi. Kebijakannya adalah redistribusi penduduk melalui migrasi yang di atur oleh pemerintah. Transmigrasi yang di atur itu hanya meliputi bagian kecil migrasi, tetapi di lakukan dengan secara sadar dan dengan tujuan yang jelas.

Sejak tahun 1972 dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1972 yang mengatur pokok-pokok penyelenggaraan transmigrasi. Transmigrasi tidak hanya meliputi aspek kependudukan tetapi juga aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan.

Undang-undang No. 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi dimana pertimbangan demografis merupakan 7 sasaran yang terdiri atas:

1. Peningkatan taraf hidup 2. Pembangunan daerah

3. Keseimbangan penyebaran penduduk

4. Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia 5. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia 6. Kesatuan dan persatuan bangsa


(65)

Kebijakan yang menyangkut distribusi penduduk sudah diikuti sejak pemerintahan Hindia Belanda. Kolonisasi ke beberapa daerah luar jawa dengan memindahkan penduduk dari jawa adalah usaha kebijakan kependudukan untuk redistribusi penduduk. Sekalipun hasilnya tidaklah besar, tetapi pemerintah Hindia Belanda telah memulai program itu. Dan setelah mengalami berbagai hambatan menjelang Perang Dunia ke II kolonisasi itu menjadi cukup penting. Maka karena itulah pemerintah Indonesia meneruskan program pemindahan penduduk itu dengan transmigrasi.

2.8 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu N o Nama, Tahun, Judul

Variabel Metode

Analisis

Hasil

1 Naomi Sepnina L

Daeli, 2014, Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Nias Barat

X1 = Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan X2 = Pengeluaran Pemerintah bidang Kesehatan

X3 = Pendapatan Masyarakat

Y: Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (IPM) Analisis Linier berganda, R², t-statistik, f-statistik

1. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan Pendapatan masyarakat berpengaruh positif terhadap peningkatan angka IPM 2. Pengeluaran pemerintah dalam bidang kesehatan berpengaruh negatif terhadap peningkatan angka IPM 2 Azantaro, Ramli

dan Rujiman, 2015, Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Fertilitas di Sumatera Utara

X1 = Tingkat Pendapatan X2 = Tingkat Pendidikan Y1 = Usia Kawin Pertama Y2 = Lama Usia

Perkawinan

Y3 = Status Pekerjaan Y4 = Penggunaan Alat/Cara KB

Y5 = Jumlah Kelahiran

Analisis path Ada tiga faktor yang dapat menekan tingkat kelahiran yaitu meningkatkan pendapatan, meningkatkan pendidikan, dan pendewasaan usia perkawinan sedangkan lama usia perkawinan, status pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB berpengaruh positif terhadap tingkat kelahiran.


(66)

2.9 Kerangka Konseptual

Setelah penjabaran diatas, kebijakan kependudukan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengendalian jumlah penduduk dengan cara menurukan angka fertilitas, menurunkan angka kematian anak dan ibu, serta pengarahan transmigrasi penduduk.

Maka dengan inilah hubungan antara kebijakan kependudukan dengan kesejahteraan masyarakat secara ringkas ditampilkan dalam gambar dibawah ini

Gambar 2.4

Hubungan Antara Kebijakan Kependudukan dan Kesejahteraan Masyarakat

Seperti dijelaskan dalam gambar 2.4, Dalam mencakup tiga topik fertilitas, mortalitas dan transmigrasi, kebijakan kependudukan mengarah pada aspek fundamental dari kesejahteraan manusia seperti meningkatkan status wanita, meningkatkan status kesehatan, dan memperluas kesempatan memperoleh pendidikan. Sehingga hal tersebut membuat masyarakat akan melakukan suatu pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan.


(67)

hidupnya, baik sandang, pangan, maupun papan. Sehingga pada akhirnya masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia atau yang sering disingkat IPM merupakan suatu komponen yang mengukur pencapaian kualitas hidup masyarakat yang terlihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek kesehatan, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi. Artinya Indeks Pembangunan Manusia diukur dari usia hidup, angka melek huruf, lamanya sekolah, dan pengeluaran perkapita, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5

Indeks Pembangunan Manusia

Dengan demikian, ada sebuah garis yang berhubungan antara Fertilitas, Mortalitas, Transmigrasi, dan Indeks Pembangunan Manusia. Hubungan kebijakan kependudukan dan Indeks Pembangunan Manusia dapat digambarkan dalam kerangka konseptual pada gambar 2.6


(68)

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual 2.10 Hipotesis

1. Terdapat pengaruh negatif antara Fertilitas terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.

2. Terdapat pengaruh negatif antara Mortalitas terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.

3. Terdapat pengaruh positif antara Transmigrasi Binaan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.


(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH FERTILITAS, MORTALITAS, DAN TRANSMIGRASI BINAAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA DI SUMATERA UTARA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh langsung dari Badan Pusat Statistik dan dinas atau instansi terkait.

Analisis yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif dengan model analisis linier berganda. Variabel yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Fertilitas (TFR), Mortalitas (IMR), dan Transmigrasi Binaan. Dalam penelitian ini menggunakan SPSS 21 sebagai alat estimasi.

Hasil regresi menunjukkan bahwa Fertilitas berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap peningkatan IPM, Mortalitas berpengaruh negatif secara signifikan terhadap IPM dan Transmigrasi Binaan berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap IPM. Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dapat dijelaskan secara bersamaan oleh Fertilitas, Mortalitas dan Transmigrasi Binaan sebesar 95,1% dan 4.9% lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disebutkan dalam model ini.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF EFFECT OF FERTILITY, MORTALITY, AND

TRANSMIGRATION PATRONAGE ON HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN NORTH SUMATRA

The purpose of this study was to determine the Human Development Index in the province of North Sumatra. This study used secondary data obtained directly from the Central Bureau of Statistics and departments or agencies.

The analysis used descriptive quantitative analysis of multiple linear models. The variable used is the Human Development Index (HDI), fertility (TFR), mortality (IMR), and Transmigration Patronage. In this study using SPSS 21 as an estimation tool.

The regression results indicate that fertility is not significant positive effect on the increase in the HDI, mortality was significantly negative effect on the HDI and Transmigration Patronage no significant negative effect on the HDI. Improved Human Development Index can be explained simultaneously by Fertility, Mortality and Transmigration Patronage of 95.1% and 4.9% is explained by other factors not mentioned in this model.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kesejahteraan ... 8

2.2 Indeks Pembangunan Manusia ... 9

2.3 Kebijakan Kependudukan ... 11

2.4 Fertilitas ... 14

2.5 Mortalitas ... 21

2.6 Transisi Demografi ... 26

2.7 Transmigrasi ... 28

2.8 Penelitian Terdahulu ... 32

2.9 Kerangka Konseptual... 33

2.10 Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Batasan Operasional ... 36

3.4 Defenisi Operasional ... 37

3.5 Jenis dan Sumber Data... 38

3.6 Metode Pengumpulan Data... 38


(4)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

2.1 Teori Transisi Demografi ... 26

2.2 Penelitian Terdahulu ... 32

4.1 Indikator Kependudukan SUMUT ... 47

4.2 Jumlah Transmigrasi Binaan SUMUT ... 57

4.3 Jumlah dan Lokasi Transmigrasi Binaan SUMUT ... 58

4.4 Statistik Deskriptif ... 58

4.5 Hasil Uji Kolmogorov-Sminorv ... 59

4.6 Hasil Uji Multikolinieritas ... 60

4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 62

4.8 Hasil Uji Autokorelasi ... 63

4.9 Hasil Regresi Linier Berganda ... 64

4.10 Hasil Uji F (Simultan) ... 65

4.11 Hasil Uji T (Parsial) ... 65


(5)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Halaman

1.1 Jumlah Penduduk SUMUT (juta jiwa) 1961-2013 ... 3

1.2 TFR Nasional dan Provinsi SUMUT 1971-2010 ... 4

1.3 IMR Nasional dan Provinsi SUMUT 1971-2010 ... 4

2.1 Grafik Pola Kematian ... 24

2.2 AKB dan AHH Sumatera Utara ... 26

2.3 Tahap Transisi Demografi ... 27

2.4 Hubungan Kebijakan Kependudukan dengan Kesejahteraan Masyarakat ... 33

2.5 Indeks Pembangunan Manusia ... 34

2.6 Kerangka Konseptual ... 35

4.1 Piramida Penduduk Provinsi SUMUT 2013 ... 46

4.2 Persentase Penduduk Miskin Provinsi SUMUT... 47

4.3 Persentase TPAK Umur > 15 Tahun dan TPT SUMUT 50 4.4 Persentase TPAK Umur > 15 Tahun berdasarkan Pendidikan yang ditamatkan ... 50

4.5 Indeks Pembangunan Manusia SUMUT 1999-2013 .... 53

4.6 Angka Kelahiran Total SUMUT 1999-2013 ... 54

4.7 Angka Kematian Bayi SUMUT 1999-2013 ... 55


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No Gambar Judul Halaman

1 Data Variabel ... 74 2 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 75