penelitiannya Li et al 2005 menemukan bahwa nilai berat molekul kitosan yang semakin rendah karena proses hidrolisis enzimatis akan menurunkan nilai dari derajat
deasetilasi juga karena enzim selektif dalam memutus ikatan glikosidiknya.
Kitosan oligomer merupakan gula amino dengan bobot molekul rendah dengan derajat depolimerisasi 20.3 dan memiliki berat molekul rataan sekitar 2.000 gmol serta
tidak bersifat toksik. Kitosan oligomer merupakan campuran oligomer dari D-glukosamin yang terbentuk melalui proses depolimerisasi kitosan dengan memutus ikatan β-
glikosidik.
Kitosan oligomer merupakan kitosan yang telah mengalami depolimerisasi sehingga memiliki ukuran molekul yang lebih kecil. Proses depolimerisasi terjadi melalui
pemutusan ikatan β-glikosidik, sehingga akan mempunyai bobot molekul yang lebih kecil daripada kitosan sebelum terdepolimerisasi. Berkurang nya bobot molekul dari kitosan
tersebut akan menyebabkan sifat kelarutan yang semakin besar.Srijanto, 2006
2.2.1 Sifat Kitosan Oligomer
Berkurang nya bobot molekul dari kitosan tersebut akan menyebabkan sifat kelarutan yang semakin besar. Oligokitosan sangat menarik perhatian para peneliti karena dapat
larut dalam air dan mempunyai aktivitas biologis.Srijanto, 2006
Adanya gugus karboksil merupakan suatu indikasi kuat kitosan larut air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen kitosan larut air antara 118,0 – 129,4 yang
dihitung terhadap bobot kitosan. Dalam pembuatan kitosan larut air suhu sangat berpengaruh. Nilai rendemen meningkat seiring dengan peningkatan suhu.Basmal, et al,
2007
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Manfaat Kitosan Oligomer
Saat ini kitosan oligomer diterapkan secara luas dalam bidang kesehatan sebagai anti bakteri, anti jamur dan anti virus, suplement makanan yang berguna untuk meningkatkan
system kekebalan terhadap penyakit, pemulihan kesehatan setelah sakit, mencegah penuaan dan control emosi serta berbagai klaim khasiat antara lain anti kanker,
antidiabetes dan lain-lain.Srijanto, 2006
Kitosan dengan bobot molekul rendah memiliki banyak perubahan dalam kelarutannya dan beberapa manfaat biologis khusus seperti aktivitas anti tumor, efek
peningkatan imunitas dan aktivitas anti jamur. Belakangan ini, efek bobot molekul kitosan oligomer terhadap bioaktivitasnya telah dipelajari. Yang menyatakan aktivitas
penangkapan radikal dari dua kitosan oligomer Ch 1100 dan Ch 500 dan menemukan bahwa Ch 1100 memiliki aktivitas penangkapan radikal yang tinggi. Kim mempelajati
aktifitas antioksidan dari kitosan dengan bobot molekul yang bervariasi kitosan 30, 90 dan 120 kDa dalam salmon Salmosalar dengan uji penangkapan menggunakan asam
2-tiobarbiturat reaktif TBARS dan 2,2-diphenyl-picrylhydrzyl DPPH. Je menyatakan aktivitas antioksidan dari Sembilan heteo-kitooligosakarida hetero-COSs didasarkan
terhadap potensi penangkapan pada radikal 1,1-dyphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH dan menemukan bahwa hetero COSs mempunyai aktivitas antioksidan yang tergantung
kepada derajat deasetilasi dengan bobot molekulnya. Xie menyatakan peranan dari gugus NH
2
pada kitosan dalam proses penangkapan radikal bebas.Sun, 2007
2.3 Metode viskositas
Pengukuran-pengukuran viskositas larutan encer memberikan teknik yang paling sederhana dan paling banyak dipakai untuk penetapan berat molekul secara rutin.
Viskometri bukan metode yang mutlak; masing-masing sistem polimer mula-mula harus dikalibrasi dengan penetapan berat molekul mutlak yang dijalankan terhadap sampel-
sampel polimer yang terfraksionasi. Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g100
Universitas Sumatera Utara
mL pelarut dengan cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui kapiler yang panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai waktu untuk
meniscus lewat antara dua tanda batas pada viskometer. Viskositas-viskositas ditetapkan pada suhu konstan, biasanya 30,0 ± 0,01
C.Stevens, 2001
Sebagai batasan, larutan polimer encer adalah yang mengandung tidak lebih dari 1 gram polimer tiap 100 ml larutan, yang pada kondisi ini larutan senyawa berbobot
molekul rendah tidak mengalami interaksi antara molekul zat terlarut. Di dalam larutan, molekul polimer selalu berinteraksi satu sama lain membentuk suatu agregat, walau pada
konsentrasi rendah di bawah 0,5 gram per 100 ml larutan. Agar molekul polimer terpisah total tanpa interaksi satu sama lain, larutan perlu diencerkan sampai konsentrasi yang
cukup rendah, bilamana faktor interaksi ini berpengaruh, untuk pembahasan selanjutnya perlu dilakukan pendekatan dan ekstrapolasi data ke keadaan pengenceran tak terhingga.
Sebagai gambaran bahwa viskositas larutan polimer berbobot molekul tinggi yang sangat encer mencapai 10-20 kali lebih besar dari viskositas pelarutnya Wirjosentono,B,1995.
Eksperimen menunjukkan hubungan antara berat molekul dengan viskositas
intrinsik adalah Govaerts,1947 dan Quackenbos, 1980.
[ �]= k M
a
1
Dimana : � = viskositas intrinsik
K, a = tetapan Persamaan diatas disebut persamaan Mark-Kuhn-Houwink.
Dalam larutan polimer encer dipakai istilah viskositas relatif, yaitu perbandingan
viskositas larutan dengan viskositas pelarut.Tager,A, 1972
�� =
� ������� � �������
2 [
�]= k M
a
�� =
� ������� � �������
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan viskositas relatif, waktu alir larutan dan pelarut diukur pada alat yang sama dan mengambil harga densiti pelarut sama dengan larutan.
�
r
= tt
o
3
Viskositas spesifik,
η
sp
, adalah pertambahan viskositas larutan dibagi dengan viskositas
pelarut murni.
�
sp =
µ
r
– 1 4
Viskositas tereduksi,
η
red
, adalah perbandingan viskositas spesifik dengan konsentrasi
�
red
= �
sp
C 5
Variasi viskositas tereduksi dengan konsentrasi adalah merupakan garis lurus yang dituliskan dengan persamaan,
�
sp
C = a
1
+ a
2
C 6
dimana : a
1
= intersept a
2
= kemiringan dengan jelas
a
1
= lim �
sp
C
C 0
Besaran ini disebut dengan viskositas intrinsik,
[ �]
= lim �
sp
C
C
7 �
r
= tt
o
�
sp =
µ
r
– 1
�
red
= �
sp
C
�
sp
C = a
1
+ a
2
C
[ �]
= lim �
sp
C
C 0
Universitas Sumatera Utara
2.4 Spektroskopi FTIR
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik REM. Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi
inframerah ini merupakan inteaksi dengan REM melalui absorbsi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spectrum elektromagnetik yang terletak
di antara daerah tampak dan glombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan
pindahnya sebuah electron ke orbital dengan energy yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energy untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya
mengakibatkan membesarnya amplitude getaran atom-atom yang terikat satu sama lain Sudarmadji, 1989.
Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel 1800 melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata
pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori energi
tinggi. Daerah spektrum tersebut selanjutnya disebut infrared. Spektroskopi inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif,
disamping untuk tujuan analisis kuantitatif Mulja, M., 1995 .
Pengukuran pada spectrum inframerah dilakukan pada cahaya inframerah tengah mid-infrared yaitu pada panjang gelombang 2,5 – 50 µm atau bilangan gelombang
4000-200 cm
-1
. Energy yang dihasilkan oleh radiasi ini akan enebakan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorsi inframerah sangatkhas dan spesifik ntuk setiap tipe
ikatan kimia atau gugus fungsi. Spektrum yang dihasilan berupa grafik yang menunjukkan persentase transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi
inframerah Dachriyanus, 2004. Jumlah energy yang diserap juga bervariasi untuk setiap ikatan. Hal ini
disebabkan karena terjadinya perubahan momen ikatan suatu absorbsi. Ikatan non polar C-H atau C-C pada umumnya akan memberikan absorbansi lemah, sedangkan ikatan
Universitas Sumatera Utara
polar C-O akan terlihat sebagai absorbansi yang kuat. Spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif spektroskopi
FTIR secara uum dipergunakan untuk identifikasi gugus-gugus fungsional yag terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisa Silverstein, 1986.
Analisa kuantitatif dari spektroskopi FTIR dapat dilakukan berdasarkan spectra inframerah yang dihasilkan, salah satu contohnya adalah penentuan derajat deasetilasi
dari kitin dan kitosan menggunakan persamaan Domszy dan Roberts Sugita,2009.
D = 1 - �
�
1665
�
3450
�
1 1,33
� x 100
dimana: A
1665
= absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm
-1
A
3450
= absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm
-1
1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A
1665
A
3450
untuk kitosan dengan asetilasi penuh
2.5 Bahan Pendegradasi Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida H
2
O
2
merupakan peroksida yang paling sederhana senyawa dengan ikatan oksigen-oksigen tunggal. Zat ini juga merupakan oksidator kuat. Hidrogen
peroksida merupakan cairan bening dan sedikit lebih kental dibandingkan dengan air. Dalam larutan encer tampak tidak berwarna. Karena memiliki sifat sebagai oksidator,
hidrogen peroksida sering digunakan sebagai pemutih atau bahan pembersih. Kapasitas oksidasi hidrogen peroksida begitu kuat sehingga dianggap sebagai jenis oksigen yang
sangat reaktif. Hill, C. N. 2001
Hidrogen peroksida mempunyai kemampuan melepaskan oksigen yang cukup kuat dan mudah larut dalam air. Keuntungan penggunaan hidrogen peroksida antara lain
tidak menghasilkan residu atau endapan, larutan hidrogen peroksida menghasilkan produk
Universitas Sumatera Utara
yang putih bersih dan bahan organik yang diputihkannya sedikit sekali mengalami kerusakan, bahkan tidak rusak sama sekali. Selain itu OOH
-
yang berperan dalam oksidasi bersifat ramah terhadap lingkungan.
Hidrogen peroksida dalam air akan terurai menjadi H
+
dan OOH
-
. Ion OOH
-
ini merupakan oksidator kuat. Hidrogen peroksida dapat memutus ikatan C
� dan C� dan mampu membuka cincin. Peroksida merupakan oksidan yang kuat juga mempunyai
kemampuan mengoksidasi senyawa fenolik, amina, eter aromatik dan senyawa aromatik polisiklik. Jayanudin,2009
2.6 Ultrasonic Bath
Ultrasonic menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk proses agitasi dalam larutan. Kavitasi gelembung disebabkan oleh proses agitasi pada kontaminan yang
terdapat dalam substrat. Proses ini juga berguna dalam blind-hole, peretakan dan peredaman.Todd,R.H. 1970
Degradasi yang berarti sebuah proses penurunan ireversibel dari panjang rantai yang disebabkan oleh pembelahan, dan tidak tentu dalam setiap perubahan kimia yang
mengacu pada rantai polimer. Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa laju degradasi dan
M
lim
tidak sensitif terhadap sifat
polimer ketika
disonikasi dalam kondisi yang sama. Encina dkk, menemukan bahwa tingkat degradasi poli vinil pirolidon meningkat sepuluh kali lipat ketika polimer
disiapkan dengan sejumlah kecil peroksida pada rantai tersebut dan pembelahan rantai dapat terjadi secara istimewa di titik-titik lemah dalam rantai.Suslick, K.1999
Proses degradasi bergantung kepada berat molekul, yaitu molekul dengan rantai lebih panjang lebih utama dihilangkan dan polidispersitas polimer berubah. Dengan
demikian, degradasi dapat digunakan sebagai proses tambahan sebagai parameter dalam mengontrol distribusi berat molekul. Dalam keseluruhan polimer dengan rantai karbon
Universitas Sumatera Utara
dipelajari pada saat ini, produk utama degradasi diperoleh ketika bahan radikal yang timbul dari kerusakan ikatan homolytic sepanjang rantai. Bukti radikal makromolekul
muncul dari proses percobaan penangkapan radikal serta dari penggunaan resonansi spin elektron spektroskopi Tabata, M.1980.
Proses degradasi lebih cepat dengan berat molekul lebih rendah pada temperatur yang lebih rendah dalam larutan dengan pelarut yang memiliki volatilitas yang lebih
rendah juga. Pola ini mengikuti pengaruh dari parameter pada pengurangan gelembung pengkavitasi. Sonikasi pada suhu yang lebih tinggi atau dalam pelarut yang mudah
menguap menghasilkan uap lebih banyak masuk ke gelembung dan terjadi penurunan pelunakan, sehingga tingkat kekerasan nya berkurang. Dalam larutan encer, rantai
polimer tidak terjerat dan bebas untuk bergerak dalam daerah aliran sekitar gelembung. Seperti yang diharapkan, degradasi lebih efisien pada intensitas ultrasonik yang lebih
tinggi, karena semakin banyak jumlah gelembung dengan jari-jari yang lebih besar. Suslick, K.1999
Kebanyakan dari senyawa polimer organik dipersiapkan dari monomer dengan ikatan rangkap reaktif yang mengalami proses pertumbuhan rantai atau raeksi addisi.
Proses kavitasi dapat menghasilkan radikal dengan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penerapan ultrasonic sangat terkendali dengan adanya metode inisiasi. Air itu sendiri
sangat rentan terhadap kavitasi, dalam proses awal secara sonokimia menghasilkan radikal H• dan OH• yang digunakan oleh Henglein,A 1954 untuk menyiapkan larutan
poliakrilonitril
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
- Timbangan Elektrik
Chyo Electronic Balance
- Gelas Beker
Pyrex
- Erlenmeyer
Pyrex
- Labu ukur
Pyrex
- Gelas ukur
Pyrex
- Viskometer
Ostwald
- Ultrasonik bath
Kerry pulsatron
- Spektra FTIR
3.2 Bahan
- Kitosan
- H
2
O
2
30 p.a E. Merck
- NaOH
teknis
- CH
3
COONa.3H
2
O p.a E. Merck
- CH
3
COOH glacial p.a E. Merck
- Akuades
- Alkohol 96
p.a E. Merck
Universitas Sumatera Utara
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi
a. Larutan CH
3
COOH 2 Sebanyak 20 mL CH
3
COOH glacial dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.
b. Larutan NaOH 5
Sebanyak 50 g NaOH dilarutkan dengan 1000 mL akuades dalam labu takar 1000 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.
c. Larutan CH
3
COOH 0.5 M Sebanyak 7,3 mL CH
3
COOH glacial dilarutkan dengan 250 mL akuades dalam labu takar 250 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.
d. Larutan CH
3
COONa 0,2 M Sebanyak 6,8 g CH
3
COONa.3H
2
O dilarutkan dengan 50 mL akuades. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL. kemudian diencerkan dengan akuades
sampai garis tanda, lalu dihomogenkan
e. Larutan CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M Dimasukkan 250 mL CH
3
COOH 0,5 M ke dalam labu takar 500 mL, kemudian diencerkan dengan CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan. f.
Larutan 0,1 g100 mL kitosan oligomer Sebanyak 0,1 g oligokitosan dilarutkan dengan 10 mL CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.
Universitas Sumatera Utara
g. Larutan 0,2 g100 mL kitosan oligomer
Sebanyak 0,2 g oligokitosan dilarutkan dengan 10 mL CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan. h.
Larutan 0,3 g100 mL kitosan oligomer Sebanyak 0,3 g oligokitosan dilarutkan dengan 10 mL CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan. i.
Larutan 0,4 g100 mL kitosan oligomer Sebanyak 0,4 g oligokitosan dilarutkan dengan 10 mL CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan. j.
Larutan 0,5 g100 mL kitosan oligomer Sebanyak 0,5 g oligokitosan dilarutkan dengan 10 mL CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
CH
3
COOH 0,5 M-CH
3
COONa 0,2 M sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.
3.2.2 Preparasi Kitosan Oligomer