Kajian Teoretik KAJIAN TEORETIK DAN KERANGKA BERPIKIR
b Gunakan format kertas vertikal atau horizontal yang tepat.
Penggunaan format kertas secara fertikal atau horizontal harus memperhatikan tata letak dan format pengetikan.
c Gunakan icon yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk
menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak
miring, atau lainnya.
8
2 Organisasi
Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan meningkatkan semangat siswa untuk membaca atau belajar
menggunakan bahan ajar tersebut.
9
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian sebuah modul adalah:
a Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan
susunan yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi.
b Susunan dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi
sedemikian rupa sehingga informasi akan mudah dimengerti oleh siswa.
c Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap
dengan susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya.
d Organisasikan antar judul, subjudul, dan uraian yang
mudah diikuti oleh siswa.
10
e Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-
bagian dari teks. f
Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.
11
8
Ibid., h. 13.
9
Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008, h. 53.
10
Daryanto, Menyusun …, op. cit., h. 13-14.
11
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Wali Press, 2011, h. 88-89.
3 Daya tarik
Daya tarik dari suatu modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti:
a Bagian sampul cover depan, dengan mengkombinasikan
warna, gambar ilustrasi, bentuk dan ukuran huruf yang serasi.
b Bagian isi modul diberikan rangsangan-rangsangan berupa
gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna.
c Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga
menarik.
12
4 Bentuk dan ukuran huruf
a Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca
sesuai dengan karakteristik umum siswa. b
Gunakan perbandingan huruf yang proporssional antar judul, sub judul, dan isi.
c Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks,
karena akan sulit untuk dibaca.
13
5 Ruang spasi kosong
Gunakan ruang atau spasi kosong tanpa teks dan gambar untuk menambah kontras modul. Hal ini penting untuk memberikan
kesempatan bagi siswa untuk beristirahat pada titik-titik tertentu.
14
Selain itu spasi kosong ini berfungsi juga untuk menambahkan catatan penting. Gunakan dan tempatkan spasi
kosong secara proporsional. Penempatan spasi kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti:
a Ruangan sekitar judul bab dan subbab.
b Batas tepi marjin, batas tepi yang luas akan memaksa
siswa untuk masuk ke tengah-tengah halaman.
12
Daryanto, Menyusun …, loc .cit.
13
Ibid.
14
Arsyad, op. cit. h. 89.
c Spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya semakin luas
spasi diantaranya. d
Pergantian antar paragrap dimulai dengan huruf kapital. e
Pergantian antar bab atau bagian.
15
6 Konsistensi
a Gunakan bentuk dan ukuran huruf secara konsisten dari
halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan bentuk dan ukuran huruf yang
banyak variasi. b
Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris pertama dan antara judul dengan teks.
c Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, meliputi
pola pengetikan maupun marginbatas-batas pengetikan.
16
d Gunakan format kertas dan kolom dari halaman ke halaman
secara konsisten.
17
e. Pengembangan Modul
Pendidik maupun
calon pendidik
haruslah memiliki
kemampuan untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang tidak hanya menyenangkan bagi siswa, tetapi juga harus memiliki
kebermaknaan agar mereka dengan mudah dapat memahami dan mengaplikasikan materi ajar yang disampaikan. Salah satunya
adalah dengan melakukan pengembangan bahan ajar berupa modul yang kreatif dan inovatif.
Dalam proses pengembangan bahan ajar tesebut guru harus cermat dan memiliki pengetahuan serta keterampilan yang
memadai, karena sebuah modul paling tidak harus dapat memenuhi kriteria dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar
yang dikuasai oleh siswa.
15
Daryanto, Menyusun …, op. cit., h. 15.
16
Ibid.
17
Arsyad, op. cit., h. 88.
Dalam mengembangkan sebuah modul terdapat beberapa tahapan yang dapat ditempuh yaitu: 1 perencanaan, 2 penulisan,
3 review, dan 4 uji coba.
18
Penjelasan dari tiap tahapan pengembangan modul adalah sebagai berikut:
1 Tahap perencanaan penulisan modul
Perencanaan penulisan merupakan tahap awal dari pengembangan suatu modul. Sangat penting membuat
perencanaan sebaik mungkin, karena dengan begitu modul yang dihasilkan akan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi
serta kedalaman materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien. Untuk dapat memenuhi unsur keterbacaan modul ada
beberapa aspek yang harus dikusai oleh penulis, yaitu: 1 faktor bahasa, 2 gaya penyajian yang akrab, 3 relevansi
waktu belajar, 4 tingkat kemampuan siswa, 5 menarik tidaknya materi yang disajikan, 6 pengorganisasian dan
penyajian, dan 7 pendekatan penulisan yang digunakan.
19
Dalam merencanakan penulisan modul, terlebih dahulu penulis harus menyusun Garis-Garis Besar Isi Modul GBIM.
GBIM yang dihasilkan selanjutnya dijadikan pedoman dalam menulis modul sebagai bahan ajar. Berikut adalah faktor-faktor
yang melandasi pembuatan GBIM dalam tahapan perencanaan menulis modul:
a Analisis kebutuhan
Ketika akan menulis modul, hendaknya memiliki informasi sejelas mungkin untuk siapa modul yang ditulis, siapa
sasaran pembacanya. Dalam hal ini terdapat empat faktor yang berkaitan dengan siswa yaitu, keadaan siswa, motivasi
18
Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 31
19
Ibid., h. 46
siswa, kemampuan belajar siswa, dan latar belakang bidang studi.
b Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus
Mempertimbangkan dan menentukan tujuan umum dan khusus sejak awal proses penulisan modul merupakan hal
penting sebagai upaya untuk menghasilkan modul yang lebih baik. Tujuan pembelajaran umum TPU merupakan
pernyataan tentang apa yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah selesai menyelesaikan pembelajaran dengan
modul. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus TPK merupakan pernyataan-pernyataan yang menginformasikan
apa yang dapat dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran, meliputi kemampuan-
kemampuan kompetensi
khusus pengetahuan,
keterampilan, sikap yang dapat terukur. c
Menentukan isi dan urutan materi pembelajaran Setelah menentukan tujuan pembelajaran tahap selanjutnya
adalah menenentukan isi pelajaran dan urutannya. Cara yang dilakukan adalah: 1 identifikasikan topik utama,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang akan disajikan dalam modul, 2 uraikan produk bahasan ke
dalam sub-sub pokok bahasan. Pertimbangan penting yang perlu dilakukan dalam menentukan isi dan urutan materi
pembelajaran, adalah: 1
Relevansi antara materi yang disajikan dengan pembelajaran yang dirumuskan.
2 Kesesuaian waktu dengan materi yang dipelajari.
3 Cakupan materi yang disajikan.
4 Kesesuaian materi dengan perkembangan.
5 Kesinambungan antara materi sekarang dengan materi
yang selanjutnya.
6 Susunan materi dibuat dengan tepat.
d Memilih dan menentukan media
Media sebagai pendukung dalam pembelajaran dengan modul tetap diperlukan, seperti misalnya kaset audio, film
strip, ataupun media cetak lainnya untuk mendukung pembelajaran melalui penggunaan modul, khususnya untuk
memperkuat pembelajaran yang memerlukan praktek. Pertimbangan yang perlu dilakukan dalam memilih media
pendukung pembelajaran dengan modul salah satunya adalah tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
e Menentukan strategi penilaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menentukan strategi penilaian hasil belajar siswa yaitu: siapa yang akan
menilai, kapan penilaian dilakukan, mengapa siswa perlu dinilai, dan bagaimana cara penilaiannya.
20
20
Ibid., h. 33-37
TAHAP PERENCANAAN
Tetapkan tujuan pembelajaran Ketahui siapa peserta
didiknya -
Keadaan peserta didik -
Motivasi peserta -
Faktor belajar -
Latar belakang bidang studi
Tentukan isi dan urutan materi pelajaran
- Relevansi materi
dengan TPK - Kebenaran materi
- Cakupan materi - Kesatuan materi
Tentukan penilaian - Siapa yang menilai
- Kapan akan dilakukan - Mengapa perlu dinilai
- Bagaimana cara
menilainya Pilih media
- Tujuan penggunaan
- Jenis yang akan
digunakan -
Sarana dan prasarana
Gambar 2.1 Tahap Perencanaan Penulisan Modul
2 Tahap Penulisan Modul
Langkah selanjutnya dari pengembangan modul adalah tahap
penulisan modul
meliputi: 1
mempersiapkan outlinerancangan penulisan dan 2 melaksanakan penulisan.
a Mempersiapkan outlinerancangan penulisan
Kegiatan yang ditempuh dalam mempersiapkan outline meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1 Menentukan topik atau bahasan yang disajikan
Dalam menentukan
sebuah topik
terdapat dua
pertimbangan yang harus diingat, pertama daftar tentang kebutuhan belajar siswa dan tujuan pembelajaran
khusus, dan yang kedua adalah fokus pada belajar secara aktif.
2 Mengatur urutan materi sesuai dengan urutan tujuan
Pengaturan urutan materi secara logis adalah upaya membantu siswa menyerap materi pelajaran yang
disajikan. Penguraian materi dimulai dari yang sederhana menuju pada kegiatan yang lebih kompleks.
3 Mempersiapkan rancanganoutline penulisan
Untuk mempersiapkan rancangan penulisan modul, berikut terdapat beberapa contoh yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk memulai menulis modul.
21
Bagian utama sebuah modul
21
Ibid., h. 38-40.
PENDAHULUAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
PENUTUP
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
Gambar 2.2 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Daryanto
Sedangkan contoh outline penulisan sebuah modul menurut Prastowo adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Andi Prastowo
22
Sebelum Memulai Materi
Saat Pemberian Materi
Setelah Pemberian Materi
1. Judul 2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi 4. Latar Belakang
5. Deskripsi Singkat 6. Standar Kompetensi
7. Peta Konsep 8. Manfaat
9. Tujuan Pembelajaran 10.Petunjuk Penggunaan
11.Kompetensi Dasar
12. Materi Pokok 13. Uraian Materi
14. Heading 15. Ringkasan
16. Latihan atau Tugas
17. Tes Mandiri 18. Post test
19. Tindak Lanjut 20. Harapan
21. Glosarium 22. Daftar Pustaka
23. Kunci Jawaban
Menurut Depdiknas sebuah modul berisi paling tidak tentang, petunjuk belajar petunjuk siswaguru,
kompetensi yang akan dicapai, content atau isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat
berupa Lembar Kerja LK, evaluasi, dan balikan terhadap hasil evaluasi.
23
b Memulai penulisan
Outline yang telah disiapkan, selanjutnya dijadikan patokan untuk memulai menulis modul. Beberapa petunjuk
penulisan yang dapat diikuti dalam memulai penulisan: 1
Tulislah draft modul dengan menggunakan bahasa Bahasa Indonesia yang umum digunakan. Gunakan
pula bahasa yang akrab .
22
Prastowo, op. cit., h. 142.
23
Depdikas, loc. cit.
2 Hindari penggunaan sebuah kata terlalu sering,
gunakanlah alternatif kata lainnya. 3
Gunakanlah kalimat aktif dalam uraian yang disajikan.
4 Gunakan kalimat yang jelas, cukup pendek, dan
sederhana. 5
Tampilkan gambar jika diperlukan secara tepat sesuai dengan isi dan konteks dari penjelasan yang
diungkapkan. Hasil dari penulisan ini disebut sebgai draft 1 draft awal
untuk selanjutnya dikaji dan dilengkapi lagi. Setelah selesai menulis draft 1 tersebut, selanjutnya tinjau ulang kembali
dengan memperhatikan beberapa hal seperti membaca kembali draft modul tersebut apakah cukup jelas bagi siswa tentang apa
yang mereka inginkan dan amati apakah masih terdapat bahasa yang membingungkan atau tidak. Draft 1 yang telah diperbaiki
dan dilengkapi sehingga akan menghasilkan modul yang lebih sempurna atau disebut juga sebagai draft 2.
24
c Menulis penilaian hasil belajar
Penulisan tes bagi siswa yang belajar dengan modul, pada prinsipnya tidak terlepas dar proses pengembangan modul yang
dilakukan. Tentunya bagi seorang penulis modul harus mampu memilih metode, teknik, dan instrumen penilaian yang sesuai
untuk dapat mengukur tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
25
3 Review
Suatu modul yang telah disusun memerlukan perbaikan baik yang menyangkut isi maupun efektivitasnya. Kegiatan
review atau validasi dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan
24
Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 44
25
Ibid., h. 45.
dari beberapa orang terhadap modul yang disusun, sehingga diperoleh masukan dalam upaya perbaikan modul yang telah
selesai disusun. Review dilakukan dengan cara meminta beberapa orang ahli
untuk membaca, mengkritisi, dan memberikan komentar terhadap draft modul yang telah dibuat. Orang terkait yang
mereview biasanya adalah ahli materi bidang studi, ahli pembelajaran, dan guru. Hal-hal yang perlu di review pada
dasarnya meliputi isi materi yang disajikan dan teknik penyajian atau efektivitas pembelajaran.
26
4 Uji Coba Modul
Uji coba modul yang dimaksudkan adalah mencobakan modul secara tebatas kepada beberapa orang sampel sasaran
belajar dalam hal ini adalah siswa. Bila hasil uji coba masih kurang memberikan informasi untuk menyempurnakan modul
tersebut seperti yang diperlukan, maka dapat dilanjutkan untuk melakukan uji coba secara empirik realistik di lapangan.
27
2. Praktikum
Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang tidak hanya teori saja tetapi juga proses penemuan melalui kegiatan eksperimen
dan kerja di laboratorium yang disebut juga dengan praktikum. Lewat kegiatan praktikum siswa diberi kesempatan secara langsung untuk
mengamati, mengobservasi, dan menganalisis suatu peristiwa yang timbul dari percobaan yang dilakukan.
Kegiatan praktikum merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dengan benda-benda, bahan-bahan, dan peralatan
26
Ibid., h. 49-50.
27
Ibid., h. 51.
laboratorium yang dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok.
28
Praktikumeksperimen dapat diartikan juga sebagai cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam prosesnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan dari apa yang diamatinya.
29
Sebelum melakukan
suatu kegiatan
praktikum guru
perlu mempersiapkan dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Tetapkan tujuan praktikum
b. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
c. Persipakan tempat untuk melaksanakan praktikum.
d. Pertimbangkan jumlah siswa sesuai dengan alat-alat yang tersedia.
e. Perhatikan keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil
maupun menghindari resiko yang merugikan atau berbahaya selama kegiatan praktikum berlangsung.
f. Perhatikan disiplin datu tata tertib, terutama dalam menjaga
peralatan dan bahan yang akan digunakan. g.
Memberikan pengarahan kepada siswa tentang hal-hal yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan, termasuk
yang dilarang dan yang membahayakan.
30
Dalam kegiatan praktikum guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa akan mendapat kesempatan
untuk melatih keterampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam
dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa
28
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 110.
29
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006, Cet. 3, h. 84.
30
Mulyasa, op.cit., h. 110-111.
diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga prilaku yang inovatif dan kreatif.
31
Kelebihan metode praktikumeksperimen, antara lain: a.
Siswa diransang berpikir kritis, tekun, jujur, mau bekerja sama, terbuka, dan objektif.
b. Siswa dirangsang untuk memiliki keterampilan proses sains.
c. Siswa belajar secara kontruktif tidak bersifat hafalan, sehingga
pemahaman terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan bertahan lama.
d. Konsentrasi siswa terarahkan pada kegiatan pembelajaran.
e. Siswa lebih mudah memahami suatu konsep yang bersifat abstrak.
32
Sedangkan kekurangan metode praktikumeksperimen, antara lain: a.
Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak. b.
Apabila siswa tidak diawasi dengan baik, kaang-kadang ada yang hanya bermain-main di dalam kelompoknya.
c. Memerlukan waktu belajar lebih lama dari pada metode
demonstrasi.
33
Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar praktikum merupakan proses pembelajaran yang penting dilakukan pada
pembelajaran IPA khususnya kimia. Pengalaman praktikum ini lebih ditekankan pada terbentuknya sikap dan tingkah laku, pengetahuan, serta
keterampilan dasar perofesional melalui penciptaan kondisi belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir sambil melakukan tindakan
dalam rangka penerapan pengetahuan, teori, konsep-konsep, dan prinsip yang telah didapat melalui pengalaman belajar lainnya.
31
Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT. Prestasi Putrakarya, 2009, h.138.
32
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, Cet. I, h. 104.
33
Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta pada Murid, Jogjakarta: Diva Press, 2013, Cet. I, h. 254.
Berdasarkan pengertian modul dan praktikum yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan modul praktikum adalah salah satu
bahan ajar yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran yang mencakup kegiatan-kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis untuk
mencapai tujuan tertentu tanpa atau dengan bantuan guru. Oleh karena itu keberadaan modul praktikum diperlukan sebagai salah satu sarana dalam
keberlangsungan kegiatan praktikum.
3. Problem Based Learning
a. Pengertian Problem Based Learning
Problem based learning pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn pada tahun 1980 di McMaster Medical School, Kanada.
Mereka melakukan mengembangkan model pembelajaran ini karena menemukan para siswa bisa belajar konten dan keahlian ilmu
kesehatan, tapi mereka tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi pasien pada saat praktik.
34
Moffit dalam Rusman mengemukakan bahwa problem based learing atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan
masalah serta
untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
35
Menurut Martinis Yamin problem based learning adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian masalah kepada
peserta untuk dipecahkan secara individu maupun kelompok, pada intinya pembelajaran ini melatih keterampilan kognitif siswa untuk
34
Maggi Savin-Banden, A Practical Guide to Problem-Based Learning Online, Oxon: Taylor Francis, 2007, h. 8
35
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Raja Grafindo, 2012, Cet. V, h. 241..
terbiasa dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menarik kesimpulan, mencari informasi, dan membuat laporan.
36
Sedangkan Arends
meyatakan problem
based learning
merupakakan model
pembelajaran yang
dilakukan dengan
menghadirkan masalah autentik dan bermakan bagi siswa sebagai langkah awal untuk melakukan investigasi dan penyelidikan.
37
Problem based learning memiliki ciri khas yang membuat model ini berbeda dengan model atau metode pembelajaran lainnya.
Perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Perbedaan PBL dengan Metode Lain
38
Metode Belajar Deskripsi
Cermah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh
pendidik dan siswa. Studi kasus
Pembahasan kasus biasanya dilakukan di akhir perkuliahan dan selalu disertai dengan pembahasan
di kelas tentang materi dan sumber-sumbernya atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi
terkait dan pertanyaan diberikan pada siswa. PBL
Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana
siswa mengidentidikasi isu pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep
yang relevan ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian-pengertian problem based learning yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning
36
Martinis Yamin, Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran, Ciputat: Referensi, 2013, Cet. 1, h. 81.
37
Richard I Arends, Learning to Teach, New York: Mc Graw-Hill, 2007, h. 380.
38
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009, Cet. II, h. 23.
adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dari pemberian masalah yang bersifat autentik untuk selanjutnya dipecahkan oleh
siswa dengan melakukan pengumpulan informasi dan penyelidikan secara individu maupun kelompok belajar kecil. Selain itu model
pembelajaran ini
dapat melatih
kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah yang dapat dijumpai dalam kehidupan siswa.
b. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning
Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi model problem based learning, yakni:
1 Teori belajar bermakna dari David Ausubel
Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar. Kaitannya dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa. 2
Teori belajar Vigotsky Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBL adalah dalam hal
mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam inetraksi sosial
dengan teman-temannya. 3
Teori belajar Jerome S.Bruner Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan
kembali, bukan menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung
oleh pengetahuan yang menyertainya serta menghasailkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
39
c. Karakteristik Problem Based Learning
Savoie dan Hughes dalam Made Wena menyatakan bahwa model pembelajaran problem based learning memiliki beberapa karakteristik,
antara lain sebagai berikut: 1
Belajar dimulai dari suatu permasalahan. 2
Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa.
3 Mengorganisasikan pembelajaran diseputar masalah, bukan
diseputar disiplin ilmu. 4
Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka
sendiri. 5
Menggunakan kelompok kecil. 6
Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.
40
d. Tahapan Problem Based Learning
Arends dalam bukunya merumuskan 5 tahapan pembelajaran model problem based learning, sebagai berikut:
Tabel 2.3 Tahapan Problem Based Learning Menurut Richard I
Arends
41
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, dan
39
Rusman, op.cit., h. 244-245.
40
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara,2009, h. 91-92
41
Richard I Arends, Learning to Teach, New York: Mc Graw-Hill, 2007, h. 394
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3:
Membimbing penyelidikan individu atau
kelompok Mendorong
siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa
dalam merencankaan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah Membantu
siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses yang mereka gunakan.
e. Merencanakan Pembelajaran Problem Based Learning
Merencanakan pembelajaran problem based learning dimulai dengan mengidentifikasi topik yang akan dipelajari, menentukan
tujuan belajar, mengidentifikasi masalah yang berfungsi sebagai fokus pelajaran, dan mengakses materi-materi yang diperlukan.
42
Ada hal yang perlu diperhatikan pada saat memilih masalah yang akan diselesaikan oleh siswa yaitu, apakah siswa memiliki cukup
42
Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Jakarta: Indeks, 2012, h. 308.
banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Oleh karena itu
diusahakan untuk menampilkan masalah yang jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian, khususnya untuk siswa yang tak
berpengalaman sebelumnya.
43
f. Faktor-Faktor Penulisan Modul Problem Based Learning
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang penulis dalam mengambangkan modul problem based learning yaitu:
44
1 Masalah yang disajikan dikembangkan berdasarkan eksperimen
yang ada. 2
Masalah didesain untuk memastikan para siswa menjangkau area pengetahuan yang belum dijabarkan, dan membantu siswa
belajar serangkaian
konsep-kosep penting,
ide-ide, kemampuan, dan teknik.
3 Bentuk masalah pada umumnya berupa pernyataan deskriptif.
4 Siswa dapat bekerja dalam kelompok atau secara individu.
5 Para siswa terlibat dalam kegiatan pre-lab, dimana pemecahan
masalah yang pertama kali siswa temukan didiskusikan dengan guru.
43
Ibid., h. 309.
44
Orla C. Kelly dan Ordilla E. Finlayson, Providing Solutions Through Problem-Based Learning For The Undergraduate 1
st
Year Chemistry Laboratory, Chemistry Education Research and Practice, 2007, 8, 3 h. 350.
Merencanakan Pelajaran untuk Problem Based Learning
Mengidentifikasi topik
Menentukan tujuan belajar
Mengidentifikasi masalah
Mengakses materi
Gambar 2.3 Bagan Perencanaan Problem Based Learning
g. Manfaat Problem Based Learning
Beberapa manfaat dari model problem based learning adalah sebagai berikut:
45
1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi
ajar Dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan deep
learning karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik bukan surface learning yang sekedar hafal saja, maka siswa akan
lebih memahami materi. 2.
Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan Dengan kemampuan guru membangun masalah yang sarat dengan
konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik konteks praktiknya dilapangan
3. Mendorong untuk berpikir
Nalar siswa dilatih dan kemampuan berpikirnya ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga dipahami.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial
Problem based
learning dapat
mendorong terjadinya
pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial dikarenakan dilakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
kecil. 5.
Membangun kecapakan belajar life-long learning skills Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar secara terus menerus.
6. Memotivasi siswa
Model problem based learning memiliki peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siwa, karena masalah yang
diciptakan berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
45
Amir, op.cit., h. 27-29.
h. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning
Sebagai suatu model pembelajaran, problem based learning memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1 Merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi suatu
pelajaran. 2
Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk melakukan penemuan pengetahuan baru.
3 Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4 Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan barunya
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5
Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku yang ada saja.
6 Lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7 Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8 Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
46
Disamping keunggulan tersebut, problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1 Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2 Keberhasilan model pembelajaran melalui problem based
learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
46
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, h. 220-221
3 Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
47
4.
Materi Pelajaran
a. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
Semua zat yang terlarut dalam air termasuk ke dalam salah satu dari dua golongan elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit adalah suatu
zat yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Sedangkan non elektrolit tidak
menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air. Suatu larutan elektrolit dapat ditunjukkan dengan alat penguji elektrolit. Hantaran
listrik melalui larutan elektrolit ditandai oleh nyala lampu atau timbulnya gelembung pada elektroda.
48
Pada awalnya hantaran listrik melalui larutan telah diterangkan oleh Svante August Arrhenius dari Swedia pada tahun 1887. Menurut
Arrhenius, larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebeas. Ion-ion tersebutlah
yang menghantarkan listrik melalui larutan. Adapun zat non elektrolit dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap berupa molekul.
Elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar yang dapat terionisasi. Diketahui bahwa semua senyawa ion yang berbentuk
lelehan dan larutan tergolong elektrolit, sedangakan tidak semua kovalen polar tergolong ke dalam elektrolit.
49
Banyak sedikitnya elektrolit yang mengion dinyatakan dengan derajat ionisasi α, yaitu perbandingan antara jumlah zat yang
mengion dengan jumlah zat yang dilarutkan. Zat elektrolit yang terionisasi sempurna mempunyai derja
t ionisasi besar α = 1 disebut
47
Ibid., h. 221.
48
Raymond Chang, Kimia Dasar Kosep-Kosep Inti Edisi Ketiga, Jakarta: Erlanggga, 2004, h.90
49
Michael Purba, Kimia 1B Untuk Kelas X, Jakarta: Erlangga. 2002, h. 71-73
sebagai elektrolit kuat, sedangkan zat yang terionisasi sebagian mempunyai derajat ionisasinya kecil 0
α 1 disebut elektrolit lemah, dan zat yang tidak dapat terionisasi mempunyai derajat ionisasi
yang bernilai 0 α = 0 disebut sebagai non elektrolit. Larutan elektrolit kuat dapat membuat lampu menyala terang dan menimbulkan
gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan garam NaCl, asam sulfat H
2
SO
4
, dan asam klorida HCl, sedangkan elektrolit lemah hanya membuat lampu menyala redup atau
menimbulkan gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan asam cuka CH
3
COOH, dan larutan ammonia NH
3
. Contoh non elektrolit adalah larutan gula C
6
H
12
O
6
, dan aquades.
50
Tabel 2.4 Perbedaan Larutan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Non
Elektrolit.
51
Jenis larutan Jenis zat terlarut
Tes nyala lampu Tes elektroda
Elektrolit kuat Senyawa ion lelehan
dan larutan dan senyawa
kovalen polar larutan yang terionisasi
sempurna α = 1 Terang
Terbentuk banyak
gelembung
gas
Elektrolit lemah
Senyawa kovalen polar yang terionisasi
sebagian α 1
Redup Terbentuk
sedikit gelembung
gas Non elektrolit
Senyawa kovalen polar yang tidak terionisasi
α = 0 Tidak menyala
Tidak terbentuk
gelembung gas
b. Reaksi Reduksi-Oksidasi Redoks
Reaksi kimia dapat digolongkan ke dalam reaksi redoks dan bukan redoks. Istilah redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi.
50
Ibid., h. 74-75
51
Ari Harnanto, dan Ruminten, Kimia Untuk SMAMA Kelas X, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2009, h. 121
Reaksi reduksi-oksidasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari seperti pembakaran bahan bakar minyak bumi, perkaratan
besi, kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga, dan sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya
melalui proses oksidasi dan reduksi.
52
Peristiwa reduksi dan oksidasi telah mengalami tiga kali perkembangan. Pada awalnya, reaksi reduksi dan oksidasi dikaitkan
dengan pelepasan dan pengikatan oksigen. Pada perkembangan selanjutnya, reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan pelepasan dan
penangkapan elektron, dan kemudian dengan perubahan bilangan oksidasi biloks. Berikut penjelasan konsep reduksi oksidasi ditinjau
dari ke tiga aspek tersebut. 1
Konsep reaksi oksidasi dan reduksi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen
Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom oksigen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan
oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan oksigen oleh suatu zat.
Contoh: Reaksi oksidasi:
a Pembakaran gas alam CH
4
CH
4
g + 2O
2
g 2CO
2
g + 2H
2
Og b
Oksidasi glukosa dalam tubuh. C
6
H
12
O
6
aq + 6O
2
6CO
2
g + 6H
2
Ol Reaksi reduksi:
a Reduksi bijih besi Fe
2
O
3
, hematit dengan karbon monoksida CO.
Fe
2
O
3
s + 3COg 2Fes + 3CO
2
b Reduksi kromium III oksida oleh aluminium.
Cr
2
O
3
s + 2Als Al
2
O
3
s + 2Crs
52
Chang, op.cit., h. 100.
2 Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan pelepasan dan
penangkapan elektron Reaksi oksidasi dan reduksi ternyata bukan hanya melibatkan
oksigen, melainkan juga melibatkan elektron. Pelepasan dan penangkapan elektron terjadi secara silmutan, artinya jika suatu
spesi melepas elektron berarti ada spesi lain yang menyerapnya. Hal tersebut berarti setiap oksidasi disertai reduksi. Reaksi reduksi
atau oksidasi saja disebut setengah reaksi. Pemisahan reaksi redoks atas setengah reaksi hanya dalam ide saka, tidak dalam
kenyataannya. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penerimaan elektron.
Contoh: Oksidasi : Ca Ca
2+
+ 2e Reduksi : S + 2e
S
2
Redoks : Ca + S Ca
2+
+ S
2
3 Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan perubahan bilangan
oksidasi Bilangan oksidasibiloks adalah muatan yang dimiliki oleh atom
jika elektron valensinya cenderung tertarik ke atom lain yang berikatan dengannya dan memiliki keelektronegatifan lebih besar.
Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikkan biloks. Sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan biloks.
53
Contoh: Ca
2+
+ S Ca
2+
+ S
2
Oksidasi Reduksi
53
Purba, op.cit., h. 76-80