Kajian Teoretik KAJIAN TEORETIK DAN KERANGKA BERPIKIR

b Gunakan format kertas vertikal atau horizontal yang tepat. Penggunaan format kertas secara fertikal atau horizontal harus memperhatikan tata letak dan format pengetikan. c Gunakan icon yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring, atau lainnya. 8 2 Organisasi Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan meningkatkan semangat siswa untuk membaca atau belajar menggunakan bahan ajar tersebut. 9 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian sebuah modul adalah: a Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi. b Susunan dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian rupa sehingga informasi akan mudah dimengerti oleh siswa. c Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap dengan susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya. d Organisasikan antar judul, subjudul, dan uraian yang mudah diikuti oleh siswa. 10 e Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian- bagian dari teks. f Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. 11 8 Ibid., h. 13. 9 Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008, h. 53. 10 Daryanto, Menyusun …, op. cit., h. 13-14. 11 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Wali Press, 2011, h. 88-89. 3 Daya tarik Daya tarik dari suatu modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti: a Bagian sampul cover depan, dengan mengkombinasikan warna, gambar ilustrasi, bentuk dan ukuran huruf yang serasi. b Bagian isi modul diberikan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna. c Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. 12 4 Bentuk dan ukuran huruf a Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum siswa. b Gunakan perbandingan huruf yang proporssional antar judul, sub judul, dan isi. c Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena akan sulit untuk dibaca. 13 5 Ruang spasi kosong Gunakan ruang atau spasi kosong tanpa teks dan gambar untuk menambah kontras modul. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk beristirahat pada titik-titik tertentu. 14 Selain itu spasi kosong ini berfungsi juga untuk menambahkan catatan penting. Gunakan dan tempatkan spasi kosong secara proporsional. Penempatan spasi kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti: a Ruangan sekitar judul bab dan subbab. b Batas tepi marjin, batas tepi yang luas akan memaksa siswa untuk masuk ke tengah-tengah halaman. 12 Daryanto, Menyusun …, loc .cit. 13 Ibid. 14 Arsyad, op. cit. h. 89. c Spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya semakin luas spasi diantaranya. d Pergantian antar paragrap dimulai dengan huruf kapital. e Pergantian antar bab atau bagian. 15 6 Konsistensi a Gunakan bentuk dan ukuran huruf secara konsisten dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan bentuk dan ukuran huruf yang banyak variasi. b Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris pertama dan antara judul dengan teks. c Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, meliputi pola pengetikan maupun marginbatas-batas pengetikan. 16 d Gunakan format kertas dan kolom dari halaman ke halaman secara konsisten. 17 e. Pengembangan Modul Pendidik maupun calon pendidik haruslah memiliki kemampuan untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang tidak hanya menyenangkan bagi siswa, tetapi juga harus memiliki kebermaknaan agar mereka dengan mudah dapat memahami dan mengaplikasikan materi ajar yang disampaikan. Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan bahan ajar berupa modul yang kreatif dan inovatif. Dalam proses pengembangan bahan ajar tesebut guru harus cermat dan memiliki pengetahuan serta keterampilan yang memadai, karena sebuah modul paling tidak harus dapat memenuhi kriteria dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh siswa. 15 Daryanto, Menyusun …, op. cit., h. 15. 16 Ibid. 17 Arsyad, op. cit., h. 88. Dalam mengembangkan sebuah modul terdapat beberapa tahapan yang dapat ditempuh yaitu: 1 perencanaan, 2 penulisan, 3 review, dan 4 uji coba. 18 Penjelasan dari tiap tahapan pengembangan modul adalah sebagai berikut: 1 Tahap perencanaan penulisan modul Perencanaan penulisan merupakan tahap awal dari pengembangan suatu modul. Sangat penting membuat perencanaan sebaik mungkin, karena dengan begitu modul yang dihasilkan akan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi serta kedalaman materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Untuk dapat memenuhi unsur keterbacaan modul ada beberapa aspek yang harus dikusai oleh penulis, yaitu: 1 faktor bahasa, 2 gaya penyajian yang akrab, 3 relevansi waktu belajar, 4 tingkat kemampuan siswa, 5 menarik tidaknya materi yang disajikan, 6 pengorganisasian dan penyajian, dan 7 pendekatan penulisan yang digunakan. 19 Dalam merencanakan penulisan modul, terlebih dahulu penulis harus menyusun Garis-Garis Besar Isi Modul GBIM. GBIM yang dihasilkan selanjutnya dijadikan pedoman dalam menulis modul sebagai bahan ajar. Berikut adalah faktor-faktor yang melandasi pembuatan GBIM dalam tahapan perencanaan menulis modul: a Analisis kebutuhan Ketika akan menulis modul, hendaknya memiliki informasi sejelas mungkin untuk siapa modul yang ditulis, siapa sasaran pembacanya. Dalam hal ini terdapat empat faktor yang berkaitan dengan siswa yaitu, keadaan siswa, motivasi 18 Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 31 19 Ibid., h. 46 siswa, kemampuan belajar siswa, dan latar belakang bidang studi. b Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus Mempertimbangkan dan menentukan tujuan umum dan khusus sejak awal proses penulisan modul merupakan hal penting sebagai upaya untuk menghasilkan modul yang lebih baik. Tujuan pembelajaran umum TPU merupakan pernyataan tentang apa yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah selesai menyelesaikan pembelajaran dengan modul. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus TPK merupakan pernyataan-pernyataan yang menginformasikan apa yang dapat dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran, meliputi kemampuan- kemampuan kompetensi khusus pengetahuan, keterampilan, sikap yang dapat terukur. c Menentukan isi dan urutan materi pembelajaran Setelah menentukan tujuan pembelajaran tahap selanjutnya adalah menenentukan isi pelajaran dan urutannya. Cara yang dilakukan adalah: 1 identifikasikan topik utama, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang akan disajikan dalam modul, 2 uraikan produk bahasan ke dalam sub-sub pokok bahasan. Pertimbangan penting yang perlu dilakukan dalam menentukan isi dan urutan materi pembelajaran, adalah: 1 Relevansi antara materi yang disajikan dengan pembelajaran yang dirumuskan. 2 Kesesuaian waktu dengan materi yang dipelajari. 3 Cakupan materi yang disajikan. 4 Kesesuaian materi dengan perkembangan. 5 Kesinambungan antara materi sekarang dengan materi yang selanjutnya. 6 Susunan materi dibuat dengan tepat. d Memilih dan menentukan media Media sebagai pendukung dalam pembelajaran dengan modul tetap diperlukan, seperti misalnya kaset audio, film strip, ataupun media cetak lainnya untuk mendukung pembelajaran melalui penggunaan modul, khususnya untuk memperkuat pembelajaran yang memerlukan praktek. Pertimbangan yang perlu dilakukan dalam memilih media pendukung pembelajaran dengan modul salah satunya adalah tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. e Menentukan strategi penilaian Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menentukan strategi penilaian hasil belajar siswa yaitu: siapa yang akan menilai, kapan penilaian dilakukan, mengapa siswa perlu dinilai, dan bagaimana cara penilaiannya. 20 20 Ibid., h. 33-37 TAHAP PERENCANAAN Tetapkan tujuan pembelajaran Ketahui siapa peserta didiknya - Keadaan peserta didik - Motivasi peserta - Faktor belajar - Latar belakang bidang studi Tentukan isi dan urutan materi pelajaran - Relevansi materi dengan TPK - Kebenaran materi - Cakupan materi - Kesatuan materi Tentukan penilaian - Siapa yang menilai - Kapan akan dilakukan - Mengapa perlu dinilai - Bagaimana cara menilainya Pilih media - Tujuan penggunaan - Jenis yang akan digunakan - Sarana dan prasarana Gambar 2.1 Tahap Perencanaan Penulisan Modul 2 Tahap Penulisan Modul Langkah selanjutnya dari pengembangan modul adalah tahap penulisan modul meliputi: 1 mempersiapkan outlinerancangan penulisan dan 2 melaksanakan penulisan. a Mempersiapkan outlinerancangan penulisan Kegiatan yang ditempuh dalam mempersiapkan outline meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1 Menentukan topik atau bahasan yang disajikan Dalam menentukan sebuah topik terdapat dua pertimbangan yang harus diingat, pertama daftar tentang kebutuhan belajar siswa dan tujuan pembelajaran khusus, dan yang kedua adalah fokus pada belajar secara aktif. 2 Mengatur urutan materi sesuai dengan urutan tujuan Pengaturan urutan materi secara logis adalah upaya membantu siswa menyerap materi pelajaran yang disajikan. Penguraian materi dimulai dari yang sederhana menuju pada kegiatan yang lebih kompleks. 3 Mempersiapkan rancanganoutline penulisan Untuk mempersiapkan rancangan penulisan modul, berikut terdapat beberapa contoh yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memulai menulis modul. 21 Bagian utama sebuah modul 21 Ibid., h. 38-40. PENDAHULUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 PENUTUP KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 Gambar 2.2 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Daryanto Sedangkan contoh outline penulisan sebuah modul menurut Prastowo adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Andi Prastowo 22 Sebelum Memulai Materi Saat Pemberian Materi Setelah Pemberian Materi 1. Judul 2. Kata Pengantar 3. Daftar Isi 4. Latar Belakang 5. Deskripsi Singkat 6. Standar Kompetensi 7. Peta Konsep 8. Manfaat 9. Tujuan Pembelajaran 10.Petunjuk Penggunaan 11.Kompetensi Dasar 12. Materi Pokok 13. Uraian Materi 14. Heading 15. Ringkasan 16. Latihan atau Tugas 17. Tes Mandiri 18. Post test 19. Tindak Lanjut 20. Harapan 21. Glosarium 22. Daftar Pustaka 23. Kunci Jawaban Menurut Depdiknas sebuah modul berisi paling tidak tentang, petunjuk belajar petunjuk siswaguru, kompetensi yang akan dicapai, content atau isi materi, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja LK, evaluasi, dan balikan terhadap hasil evaluasi. 23 b Memulai penulisan Outline yang telah disiapkan, selanjutnya dijadikan patokan untuk memulai menulis modul. Beberapa petunjuk penulisan yang dapat diikuti dalam memulai penulisan: 1 Tulislah draft modul dengan menggunakan bahasa Bahasa Indonesia yang umum digunakan. Gunakan pula bahasa yang akrab . 22 Prastowo, op. cit., h. 142. 23 Depdikas, loc. cit. 2 Hindari penggunaan sebuah kata terlalu sering, gunakanlah alternatif kata lainnya. 3 Gunakanlah kalimat aktif dalam uraian yang disajikan. 4 Gunakan kalimat yang jelas, cukup pendek, dan sederhana. 5 Tampilkan gambar jika diperlukan secara tepat sesuai dengan isi dan konteks dari penjelasan yang diungkapkan. Hasil dari penulisan ini disebut sebgai draft 1 draft awal untuk selanjutnya dikaji dan dilengkapi lagi. Setelah selesai menulis draft 1 tersebut, selanjutnya tinjau ulang kembali dengan memperhatikan beberapa hal seperti membaca kembali draft modul tersebut apakah cukup jelas bagi siswa tentang apa yang mereka inginkan dan amati apakah masih terdapat bahasa yang membingungkan atau tidak. Draft 1 yang telah diperbaiki dan dilengkapi sehingga akan menghasilkan modul yang lebih sempurna atau disebut juga sebagai draft 2. 24 c Menulis penilaian hasil belajar Penulisan tes bagi siswa yang belajar dengan modul, pada prinsipnya tidak terlepas dar proses pengembangan modul yang dilakukan. Tentunya bagi seorang penulis modul harus mampu memilih metode, teknik, dan instrumen penilaian yang sesuai untuk dapat mengukur tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 25 3 Review Suatu modul yang telah disusun memerlukan perbaikan baik yang menyangkut isi maupun efektivitasnya. Kegiatan review atau validasi dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan 24 Daryanto, Menyusun…,op. cit., h. 44 25 Ibid., h. 45. dari beberapa orang terhadap modul yang disusun, sehingga diperoleh masukan dalam upaya perbaikan modul yang telah selesai disusun. Review dilakukan dengan cara meminta beberapa orang ahli untuk membaca, mengkritisi, dan memberikan komentar terhadap draft modul yang telah dibuat. Orang terkait yang mereview biasanya adalah ahli materi bidang studi, ahli pembelajaran, dan guru. Hal-hal yang perlu di review pada dasarnya meliputi isi materi yang disajikan dan teknik penyajian atau efektivitas pembelajaran. 26 4 Uji Coba Modul Uji coba modul yang dimaksudkan adalah mencobakan modul secara tebatas kepada beberapa orang sampel sasaran belajar dalam hal ini adalah siswa. Bila hasil uji coba masih kurang memberikan informasi untuk menyempurnakan modul tersebut seperti yang diperlukan, maka dapat dilanjutkan untuk melakukan uji coba secara empirik realistik di lapangan. 27 2. Praktikum Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang tidak hanya teori saja tetapi juga proses penemuan melalui kegiatan eksperimen dan kerja di laboratorium yang disebut juga dengan praktikum. Lewat kegiatan praktikum siswa diberi kesempatan secara langsung untuk mengamati, mengobservasi, dan menganalisis suatu peristiwa yang timbul dari percobaan yang dilakukan. Kegiatan praktikum merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dengan benda-benda, bahan-bahan, dan peralatan 26 Ibid., h. 49-50. 27 Ibid., h. 51. laboratorium yang dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok. 28 Praktikumeksperimen dapat diartikan juga sebagai cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam prosesnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan dari apa yang diamatinya. 29 Sebelum melakukan suatu kegiatan praktikum guru perlu mempersiapkan dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a. Tetapkan tujuan praktikum b. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan. c. Persipakan tempat untuk melaksanakan praktikum. d. Pertimbangkan jumlah siswa sesuai dengan alat-alat yang tersedia. e. Perhatikan keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil maupun menghindari resiko yang merugikan atau berbahaya selama kegiatan praktikum berlangsung. f. Perhatikan disiplin datu tata tertib, terutama dalam menjaga peralatan dan bahan yang akan digunakan. g. Memberikan pengarahan kepada siswa tentang hal-hal yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan, termasuk yang dilarang dan yang membahayakan. 30 Dalam kegiatan praktikum guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa akan mendapat kesempatan untuk melatih keterampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa 28 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 110. 29 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006, Cet. 3, h. 84. 30 Mulyasa, op.cit., h. 110-111. diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga prilaku yang inovatif dan kreatif. 31 Kelebihan metode praktikumeksperimen, antara lain: a. Siswa diransang berpikir kritis, tekun, jujur, mau bekerja sama, terbuka, dan objektif. b. Siswa dirangsang untuk memiliki keterampilan proses sains. c. Siswa belajar secara kontruktif tidak bersifat hafalan, sehingga pemahaman terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan bertahan lama. d. Konsentrasi siswa terarahkan pada kegiatan pembelajaran. e. Siswa lebih mudah memahami suatu konsep yang bersifat abstrak. 32 Sedangkan kekurangan metode praktikumeksperimen, antara lain: a. Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak. b. Apabila siswa tidak diawasi dengan baik, kaang-kadang ada yang hanya bermain-main di dalam kelompoknya. c. Memerlukan waktu belajar lebih lama dari pada metode demonstrasi. 33 Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar praktikum merupakan proses pembelajaran yang penting dilakukan pada pembelajaran IPA khususnya kimia. Pengalaman praktikum ini lebih ditekankan pada terbentuknya sikap dan tingkah laku, pengetahuan, serta keterampilan dasar perofesional melalui penciptaan kondisi belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir sambil melakukan tindakan dalam rangka penerapan pengetahuan, teori, konsep-konsep, dan prinsip yang telah didapat melalui pengalaman belajar lainnya. 31 Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT. Prestasi Putrakarya, 2009, h.138. 32 Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, Cet. I, h. 104. 33 Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta pada Murid, Jogjakarta: Diva Press, 2013, Cet. I, h. 254. Berdasarkan pengertian modul dan praktikum yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan modul praktikum adalah salah satu bahan ajar yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran yang mencakup kegiatan-kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu tanpa atau dengan bantuan guru. Oleh karena itu keberadaan modul praktikum diperlukan sebagai salah satu sarana dalam keberlangsungan kegiatan praktikum. 3. Problem Based Learning a. Pengertian Problem Based Learning Problem based learning pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn pada tahun 1980 di McMaster Medical School, Kanada. Mereka melakukan mengembangkan model pembelajaran ini karena menemukan para siswa bisa belajar konten dan keahlian ilmu kesehatan, tapi mereka tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi pasien pada saat praktik. 34 Moffit dalam Rusman mengemukakan bahwa problem based learing atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. 35 Menurut Martinis Yamin problem based learning adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian masalah kepada peserta untuk dipecahkan secara individu maupun kelompok, pada intinya pembelajaran ini melatih keterampilan kognitif siswa untuk 34 Maggi Savin-Banden, A Practical Guide to Problem-Based Learning Online, Oxon: Taylor Francis, 2007, h. 8 35 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Raja Grafindo, 2012, Cet. V, h. 241.. terbiasa dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menarik kesimpulan, mencari informasi, dan membuat laporan. 36 Sedangkan Arends meyatakan problem based learning merupakakan model pembelajaran yang dilakukan dengan menghadirkan masalah autentik dan bermakan bagi siswa sebagai langkah awal untuk melakukan investigasi dan penyelidikan. 37 Problem based learning memiliki ciri khas yang membuat model ini berbeda dengan model atau metode pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 2.2 Perbedaan PBL dengan Metode Lain 38 Metode Belajar Deskripsi Cermah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan siswa. Studi kasus Pembahasan kasus biasanya dilakukan di akhir perkuliahan dan selalu disertai dengan pembahasan di kelas tentang materi dan sumber-sumbernya atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi terkait dan pertanyaan diberikan pada siswa. PBL Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana siswa mengidentidikasi isu pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan pengertian-pengertian problem based learning yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning 36 Martinis Yamin, Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran, Ciputat: Referensi, 2013, Cet. 1, h. 81. 37 Richard I Arends, Learning to Teach, New York: Mc Graw-Hill, 2007, h. 380. 38 M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cet. II, h. 23. adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dari pemberian masalah yang bersifat autentik untuk selanjutnya dipecahkan oleh siswa dengan melakukan pengumpulan informasi dan penyelidikan secara individu maupun kelompok belajar kecil. Selain itu model pembelajaran ini dapat melatih kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dapat dijumpai dalam kehidupan siswa. b. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi model problem based learning, yakni: 1 Teori belajar bermakna dari David Ausubel Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Kaitannya dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. 2 Teori belajar Vigotsky Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam inetraksi sosial dengan teman-temannya. 3 Teori belajar Jerome S.Bruner Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya serta menghasailkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. 39 c. Karakteristik Problem Based Learning Savoie dan Hughes dalam Made Wena menyatakan bahwa model pembelajaran problem based learning memiliki beberapa karakteristik, antara lain sebagai berikut: 1 Belajar dimulai dari suatu permasalahan. 2 Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa. 3 Mengorganisasikan pembelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu. 4 Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri. 5 Menggunakan kelompok kecil. 6 Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja. 40 d. Tahapan Problem Based Learning Arends dalam bukunya merumuskan 5 tahapan pembelajaran model problem based learning, sebagai berikut: Tabel 2.3 Tahapan Problem Based Learning Menurut Richard I Arends 41 Fase Perilaku Guru Fase 1: Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan 39 Rusman, op.cit., h. 244-245. 40 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara,2009, h. 91-92 41 Richard I Arends, Learning to Teach, New York: Mc Graw-Hill, 2007, h. 394 memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Fase 3: Membimbing penyelidikan individu atau kelompok Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu siswa dalam merencankaan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. e. Merencanakan Pembelajaran Problem Based Learning Merencanakan pembelajaran problem based learning dimulai dengan mengidentifikasi topik yang akan dipelajari, menentukan tujuan belajar, mengidentifikasi masalah yang berfungsi sebagai fokus pelajaran, dan mengakses materi-materi yang diperlukan. 42 Ada hal yang perlu diperhatikan pada saat memilih masalah yang akan diselesaikan oleh siswa yaitu, apakah siswa memiliki cukup 42 Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Jakarta: Indeks, 2012, h. 308. banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Oleh karena itu diusahakan untuk menampilkan masalah yang jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian, khususnya untuk siswa yang tak berpengalaman sebelumnya. 43 f. Faktor-Faktor Penulisan Modul Problem Based Learning Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang penulis dalam mengambangkan modul problem based learning yaitu: 44 1 Masalah yang disajikan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang ada. 2 Masalah didesain untuk memastikan para siswa menjangkau area pengetahuan yang belum dijabarkan, dan membantu siswa belajar serangkaian konsep-kosep penting, ide-ide, kemampuan, dan teknik. 3 Bentuk masalah pada umumnya berupa pernyataan deskriptif. 4 Siswa dapat bekerja dalam kelompok atau secara individu. 5 Para siswa terlibat dalam kegiatan pre-lab, dimana pemecahan masalah yang pertama kali siswa temukan didiskusikan dengan guru. 43 Ibid., h. 309. 44 Orla C. Kelly dan Ordilla E. Finlayson, Providing Solutions Through Problem-Based Learning For The Undergraduate 1 st Year Chemistry Laboratory, Chemistry Education Research and Practice, 2007, 8, 3 h. 350. Merencanakan Pelajaran untuk Problem Based Learning Mengidentifikasi topik Menentukan tujuan belajar Mengidentifikasi masalah Mengakses materi Gambar 2.3 Bagan Perencanaan Problem Based Learning g. Manfaat Problem Based Learning Beberapa manfaat dari model problem based learning adalah sebagai berikut: 45 1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar Dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan deep learning karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik bukan surface learning yang sekedar hafal saja, maka siswa akan lebih memahami materi. 2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan Dengan kemampuan guru membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik konteks praktiknya dilapangan 3. Mendorong untuk berpikir Nalar siswa dilatih dan kemampuan berpikirnya ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga dipahami. 4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial Problem based learning dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial dikarenakan dilakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil. 5. Membangun kecapakan belajar life-long learning skills Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar secara terus menerus. 6. Memotivasi siswa Model problem based learning memiliki peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siwa, karena masalah yang diciptakan berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-hari. 45 Amir, op.cit., h. 27-29. h. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning Sebagai suatu model pembelajaran, problem based learning memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: 1 Merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi suatu pelajaran. 2 Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan untuk melakukan penemuan pengetahuan baru. 3 Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4 Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan barunya untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5 Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku yang ada saja. 6 Lebih menyenangkan dan disukai siswa. 7 Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 8 Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 46 Disamping keunggulan tersebut, problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya: 1 Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2 Keberhasilan model pembelajaran melalui problem based learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 46 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011, h. 220-221 3 Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 47 4. Materi Pelajaran a. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Semua zat yang terlarut dalam air termasuk ke dalam salah satu dari dua golongan elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Sedangkan non elektrolit tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air. Suatu larutan elektrolit dapat ditunjukkan dengan alat penguji elektrolit. Hantaran listrik melalui larutan elektrolit ditandai oleh nyala lampu atau timbulnya gelembung pada elektroda. 48 Pada awalnya hantaran listrik melalui larutan telah diterangkan oleh Svante August Arrhenius dari Swedia pada tahun 1887. Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebeas. Ion-ion tersebutlah yang menghantarkan listrik melalui larutan. Adapun zat non elektrolit dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap berupa molekul. Elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar yang dapat terionisasi. Diketahui bahwa semua senyawa ion yang berbentuk lelehan dan larutan tergolong elektrolit, sedangakan tidak semua kovalen polar tergolong ke dalam elektrolit. 49 Banyak sedikitnya elektrolit yang mengion dinyatakan dengan derajat ionisasi α, yaitu perbandingan antara jumlah zat yang mengion dengan jumlah zat yang dilarutkan. Zat elektrolit yang terionisasi sempurna mempunyai derja t ionisasi besar α = 1 disebut 47 Ibid., h. 221. 48 Raymond Chang, Kimia Dasar Kosep-Kosep Inti Edisi Ketiga, Jakarta: Erlanggga, 2004, h.90 49 Michael Purba, Kimia 1B Untuk Kelas X, Jakarta: Erlangga. 2002, h. 71-73 sebagai elektrolit kuat, sedangkan zat yang terionisasi sebagian mempunyai derajat ionisasinya kecil 0 α 1 disebut elektrolit lemah, dan zat yang tidak dapat terionisasi mempunyai derajat ionisasi yang bernilai 0 α = 0 disebut sebagai non elektrolit. Larutan elektrolit kuat dapat membuat lampu menyala terang dan menimbulkan gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan garam NaCl, asam sulfat H 2 SO 4 , dan asam klorida HCl, sedangkan elektrolit lemah hanya membuat lampu menyala redup atau menimbulkan gelembung pada kedua elektroda contohnya adalah larutan asam cuka CH 3 COOH, dan larutan ammonia NH 3 . Contoh non elektrolit adalah larutan gula C 6 H 12 O 6 , dan aquades. 50 Tabel 2.4 Perbedaan Larutan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Non Elektrolit. 51 Jenis larutan Jenis zat terlarut Tes nyala lampu Tes elektroda Elektrolit kuat Senyawa ion lelehan dan larutan dan senyawa kovalen polar larutan yang terionisasi sempurna α = 1 Terang Terbentuk banyak gelembung gas Elektrolit lemah Senyawa kovalen polar yang terionisasi sebagian α 1 Redup Terbentuk sedikit gelembung gas Non elektrolit Senyawa kovalen polar yang tidak terionisasi α = 0 Tidak menyala Tidak terbentuk gelembung gas b. Reaksi Reduksi-Oksidasi Redoks Reaksi kimia dapat digolongkan ke dalam reaksi redoks dan bukan redoks. Istilah redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. 50 Ibid., h. 74-75 51 Ari Harnanto, dan Ruminten, Kimia Untuk SMAMA Kelas X, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2009, h. 121 Reaksi reduksi-oksidasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari seperti pembakaran bahan bakar minyak bumi, perkaratan besi, kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga, dan sebagian besar unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi dan reduksi. 52 Peristiwa reduksi dan oksidasi telah mengalami tiga kali perkembangan. Pada awalnya, reaksi reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen. Pada perkembangan selanjutnya, reduksi dan oksidasi dikaitkan dengan pelepasan dan penangkapan elektron, dan kemudian dengan perubahan bilangan oksidasi biloks. Berikut penjelasan konsep reduksi oksidasi ditinjau dari ke tiga aspek tersebut. 1 Konsep reaksi oksidasi dan reduksi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom oksigen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan oksigen oleh suatu zat. Contoh: Reaksi oksidasi: a Pembakaran gas alam CH 4 CH 4 g + 2O 2 g 2CO 2 g + 2H 2 Og b Oksidasi glukosa dalam tubuh. C 6 H 12 O 6 aq + 6O 2 6CO 2 g + 6H 2 Ol Reaksi reduksi: a Reduksi bijih besi Fe 2 O 3 , hematit dengan karbon monoksida CO. Fe 2 O 3 s + 3COg 2Fes + 3CO 2 b Reduksi kromium III oksida oleh aluminium. Cr 2 O 3 s + 2Als Al 2 O 3 s + 2Crs 52 Chang, op.cit., h. 100. 2 Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan pelepasan dan penangkapan elektron Reaksi oksidasi dan reduksi ternyata bukan hanya melibatkan oksigen, melainkan juga melibatkan elektron. Pelepasan dan penangkapan elektron terjadi secara silmutan, artinya jika suatu spesi melepas elektron berarti ada spesi lain yang menyerapnya. Hal tersebut berarti setiap oksidasi disertai reduksi. Reaksi reduksi atau oksidasi saja disebut setengah reaksi. Pemisahan reaksi redoks atas setengah reaksi hanya dalam ide saka, tidak dalam kenyataannya. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penerimaan elektron. Contoh: Oksidasi : Ca Ca 2+ + 2e Reduksi : S + 2e S 2 Redoks : Ca + S Ca 2+ + S 2 3 Konsep reaksi oksidasi reduksi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Bilangan oksidasibiloks adalah muatan yang dimiliki oleh atom jika elektron valensinya cenderung tertarik ke atom lain yang berikatan dengannya dan memiliki keelektronegatifan lebih besar. Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikkan biloks. Sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan biloks. 53 Contoh: Ca 2+ + S Ca 2+ + S 2 Oksidasi Reduksi 53 Purba, op.cit., h. 76-80

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Skripsi yang ditulis oleh Eka Martya Widianto “Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berorientasi Problem Based Learning Pada Materi Laju Reaksi”, LKS dikembangkan melalui 4 tahap yaitu: 1 penentuan tujuan instruksional, 2 pengumpulan materi, 3 penyusunan elemen, 4 pemeriksaan dan penyempurnaan melalui proses validasi isi LKS berdasarkan pertimbangan satu dosen kimia dan satu orang guru kimia sebelum dilakukan uji coba. Dari hasil penelitian dihasilkan LKS beorientasi PBL yang dapat digunakan sebagai panduan praktikum laju reaksi dengan kriteria sangat baik. 2. Penelitian yang ditulis oleh Lutfi Fidiana, dkk. dengan judul “Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI” hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul praktikum berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian siswa yang berpengaruh juga terhadap hasil belajar siswa. 3. Tesis yang ditulis oleh Desy Rosmalinda dengan judul “Pengembangan Modul Praktikum Kimia SMA Berbasis PBL Problem Based Learning ”, hasil penelitiannya menunjukkan modul praktikum dapat diterapkan pada siswa dengan kemampuan kognitif yang beragam, hanya saja siswa dengan kemampuan kognitif yang rendah memerlukan bimbingan guru terutama dalam memahami soal analisis. 4. Skripsi yang ditulis oleh Dwi Nurcahaya yang berjudul “Pengaruh Problem Based Learning PBL Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Pada Pembelajaran Kimia”, dari hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung sbesear 7,64 t tabel yaitu 2,042 dengan taraf signifikansi 5. Hasil tersebut membuktikan bahwa model problem based learning berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran kimia materi kesetimbangan kimia dengan kriteria sedang. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Claire Mc Donnell, Christine O’Connor, and Michael K Seery yang berjudul “Developing Pratical Chemistry Skills by Means of Student-Driven Problem Based Learning mini-projects ”, penelitian ini bertujuan menggunakan model problem based learning mini-project sebagai alternatif metode tradisional “recipe-stlyle” dalam pembelajaran di laboratorium. Hasil dari implementasi PBL mini-projects dalam kegiatan pembelajaran laboratoium selama 2 tahun mendapat respon baik dari para mahasiswa dan dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. 6. The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual Understanding in Teaching of Magnetism Topics adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aslıhan Kartal Taşoğlu dan Mustafa Bakaç. Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan model problem based learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa pada konsep magnet.

C. Kerangka Berpikir

Pada hakikatnya kimia sebagai salah satu cabang ilmu IPA adalah kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta, konsep, dan prinsip. Sedangkan kimia sebagai proses merupakan keterampilan dalam memecahkan masalah melalui suatu metode ilmiah. 54 Metode ilmiah tersebut dapat diterapakan melalui percobaanpraktikum. Sehingga siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam penemuan suatu konsep dari suatu materi yang akan dipelajari dan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri. Metode percobaan adalah metode mengajar dengan cara memperaktekan langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep yang sedang dipelajari. 55 Berdasarkan analisis kurikulum 2013 terdapat KD yang menuntut 54 Zulfiani, op.cit, h. 46. 55 Ibid., h. 104. untuk dilaksanakannya kegiatan praktikum kimia, termasuk di dalamnya untuk kimia untuk kelas X semester genap. Terdapat 2 kompetensi dasar yang menuntut kegiatan percobaan pada kimia kelas X semester genap yakni: KD. 4.8 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non- elektrolit. KD. 4.9 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan reaksi oksidasi-reduksi. Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode praktikum, siswa membutuhkan bahan ajar. Bahan ajar yang digunakan dapat berupa modul praktikum yang mencakup kegiatan praktikum selama satu priode tertentusatu semester. Dari survei lapangan yang dilakukan oleh peneliti ke sekolah, didapati bahan ajar yang digunakan biasanya berasal dari lembar kerja yang di fotocopy ataupun langsung menuliskan langkahnya pada papan tulis. Lembar kerja maupun petunjuk yang diberikan ini terlalu menuntun siswa dalam melakukan eksperimen atau dapat dikatakan seperti bersifat cook book. Sehingga siswa kurang aktif, kreatif, serta mandiri dalam melaksanakan praktikum. Oleh sebab itu, peneliti merancang suatu modul praktikum dengan model problem based learning. Pengembangan modul dilakukan dengan prosedur yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: 1 perencanaan, 2 penulisan, 3 reviewvalidasi, dan 4 uji coba. Memilki Melalui Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir Materi Pelajaran Kimia Kelas X KD. 4.8 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non- elektrolit. KD. 4.9 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan reaksi oksidasi-reduksi. Ragam Pengetahuan Prosedural Praktikum Problem Based Learning Kegiatan dalam problem based learning: 1. Orientasi siswa pada masalah 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan individu atau kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Bahan Ajar Modul Modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang dibuat secara sistematis sesuai dengan kompetensi yang ada dengan tujuan membantu siswa dalam proses pembelajaran secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Memiliki manfaat: 1. Menjadi lebih ingat dan mengingkatkan pemahamannya atas materi ajar 2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan 3. Mendorong untuk berpikir 4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial 5. Memotivasi siswa Prosedur pengembangan modul: 1. Perencanaaan 2. Penulisan 3. Review 4. Uji Coba Modul praktikum berbasis problem based learning untuk kimia kelas X semester genap