BAB III RESTRUKTURISASI KREDIT BANK
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang Selatpanjang Selatpanjang lebih dikenal dengan Bank Mulia, merupakan satu dari
beberapa Bank Perkreditan rakyat yang ada di Indonesia. Bank Perkreditan Terabina Seraya Mulia berdiri dengan akta pendirian No. 05 tanggal 14 April 1994 di hadapan
notaris Hamdan Syarif, SH di Jakarta dirubah dengan akta terbaru yaitu nomor 53 tanggal 31 Juli 2008 dihadapan notaris Iswanu Mahenradi, SH di Pekanbaru dan telah
mendapat pengesahan oelh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tanggal 20 Oktober 2008, nomor AHU-5885.AH.01.02.Tahun 2008. Bank Perkreditan Rakyat
Terabina Seraya Mulia Selatpanjang Selatpanjang ini mulai beroperasi pada tanggal 13 Desember 1995 sampai dengan sekarang.
B. Restrukturisasi Kredit
Kredit merupakan masalah klasik yang melibatkan nasabah sebagai peminjam dana dan bank sebagai pemberi pinjaman. Bagi bank, begitu kredit diputuskan maka
langsung timbul resiko yaitu kemungkinan kredit tidak dapat dikembalikan oleh peminjam atau debitor tepat pada waktunya dan pada akhirnya menjadi kredit
bermasalah atau macet. Bagi nasabah timbulnya masalah terhadap kredit yang diterima tidak terlepas dari resiko kegagalan bisnis yang dijalani.
Universitas Sumatera Utara
Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang sebagai pengelola kredit harus mencari upaya untuk mengurangi dampak kerugian dari kredit
bermasalah tersebut. Tindakan penyelamatan atau sering disebut restrukturisasi kredit adalah upaya yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia
Selatpanjang dengan tujuan untuk menyehatkan kembali usaha debitor yang mengalami kesulitan dan permasalahan dalam mengelola keuangan sehingga dapat
kembali memenuhi kewajibannya terhadap bank berupa hutang pokok dan bunga. Dari sisi penanaman, fungsi intermediasi yang paling dominan dilakukan
Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang adalah melalui usaha perkreditan. Disadari bahwa disamping menjanjikan keuntungan sebagai sumber
utama pendapatan bank, pemberian kredit juga mempunyai sisi risiko yang tinggi bagi bank.
Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang dalam pemberian kredit memperhatikan pokok-pokok kaidah atau yang dilakukan bank
sebelum mengucurkan kreditnya, yang biasa dikenal dengan prinsip 5’C Character,Capacity, Capital, Condition of Economy, dan Collateral.Dari sisi
prudential , berdasarkan SKDireksi BI No.27162KTPDIR tanggal31 Maret 1995
kepada bank diwajibkan untuk memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang sukurang-kurangnya memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan,
organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan dan penyelesaian kredit bermasalah.
Universitas Sumatera Utara
Melalui ketentuan tersebut diharapkan Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang mempunyai panduan yang jelas sebagai pedoman
pelaksanaan perkreditannya, sehingga risiko yang mungkin timbul sedini mungkin dapat dideteksi dan dikendalikan, sekaligus dapat menghindari kemungkinan
penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh setiap bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank tidak
terkecuali Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, petugas
analisa kredit pada BPR Terabina Seraya Mulia Selatpanjang yang sering disebut dengan AO Account Officer harus melakukan penilaian seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitor. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit maka apabila berdasarkan
unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitor mengembalikan utangnya, agunan hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang
dibiayai kredit dengan yang bersangkutan.
57
57
Undang-Undang Perbankan,Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal.101-102
Universitas Sumatera Utara
Program restrukturisasi perbankan pada dasarnya dapat dipilah dalam dua besaran pokok, yaitu program pemulihan perbankan recovery program dan
pemantapan ketahanan sistem perbankan strengthen the banking system. Recovery program
diarahkan pada upaya mengatasi dampak krisis, karena secara faktual pekerjaan rumah yang sudah di depan mata memang bagaimana pemulihan tersebut
dapat segera dilakukan sekurang-kurangnya untuk meminimalisasikan timbulnya resiko sistemik yang lebih parah. Adapun program pemantapan ketahanan sistem
perbankan diperlukan atau diarahkan agar perbankan nasional tidak terperosok lagi dalam segala bentuk krisis serta lebih kuat dan sehat dibanding sebelumnya.
Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet telah lazim dilakukan di dunia perbankan. Akan tetapi, dalam praktiknya masih ada diskriminasi karena fasilitas
semacam ini lebih banyak diberikan kepada debitor besar. Debitor mikro dan debitor kecil yang kebanyakan nilai agunannya jauh lebih besar dibandingkan nilai kreditnya
justru sering kali tidak diberi fasilitas tersebut. Mereka lebih sering dipaksa melunasi kredit yang macet secara tunai atau melalui pelelangan agunan yang dipaksakan. Hal
tersebut seharusnya tidak boleh terjadi. Di Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang dalam
melakukan restrukturisasi kredit tidak hanya diberikan kepada debitor besar debitor mikro dan debitor kecil juga mendapat perhatian dalam hal penyelesaian kredit
bermasalah. Hal ini bertujuan untuk menekan tingkat tunggakan kredit yang terjadi di
Universitas Sumatera Utara
Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang yang setelah diteliti dan dimusyawarahkan debitor tersebut layak untuk dilakukan restrukturisasi atas
kreditnya. Dalam penjelasan Pasal 8 Ayat 2 huruf e UU 10 1998 tentang Perbankan,
secara jelas diatur tentang larangan diskriminasi dalam pemberian kredit perbankan. Restrukturisasi kredit-sesuai PBI 7 2005 Pasal 1 angka 25-merupakan upaya
perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Restrukturisasi kredit umumnya diarahkan untuk menyelamatkan kredit bermasalah kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kebanyakan
nasabah debitor, khususnya debitor mikro dan debitor kecil, tidak tahu tentang seluk- beluk pemberian fasilitas restrukturisasi dan penghapusan kredit macet di perbankan.
Akibatnya mereka memiliki kedudukan yang lebih lemah dan sering kali kesulitan mengakses fasilitas tersebut. Padahal, kedua fasilitas tersebut telah diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia atau PBI 7 2005. Di samping itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan PP 14 2005 dan PP 33 2006 yang antara lain mengatur program
penghapusan kredit macet di bank BUMN. Melalui PP 14 2005 dan PMK 31 2005, debitor UMKM di bank BUMN mendapatkan fasilitas hapus tagih disertai pemberian
potongan pokok utang hingga 50 jika masih punya jaminan kebendaan dan 15 jika sudah tidak punya jaminan kebendaan.
Universitas Sumatera Utara
Pimpinan bank BUMN juga menjanjikan potongan pokok hutang 25 bagi debitor kredit macet yang harus diselesaikan melalui PP 33 2006. Penyelesaian
kredit macet di bank BUMN melalui PP 14 2005 menggunakan mekanisme negara sehingga masih melibatkan PUPN. Di lain pihak, PP 33 2006 sudah menggunakan
mekanisme korporasi sehingga bank BUMN dapat menyelesaikan kredit macet secara mandiri tanpa melibatkan PUPN.
Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet merupakan tindakan yang sudah lazim dilakukan di kalangan perbankan untuk menurunkan rasio kredit
bermasalah non- performing loan agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan baik. Meskipun demikian, program restrukturisasi dan penghapusan kredit macet
harus dilaksanakan secara benar sesuai aturan hukum yang berlaku agar tidak sampai menimbulkan moral hazard yang dapat merugikan pihak bank, debitor, dan
masyarakat.
Di masa kini, restrukturisasi dan penghapusan kredit macet secara umum telah diatur secara jelas dalam UU Perbankan UU 101998, Peraturan Bank Indonesia
PBI 72005, dan dalam pedoman perkreditan di masing-masing bank. Penghapusan write-off terhadap kredit macet adalah bagian tak terpisahkan dari manajemen risiko
penyaluran kredit perbankan.
58
Kredit yang diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang kepada debitor akan berjalan lancar, artinya yang bersangkutan mampu
58
Achmad Anwari, Praktek Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal.71.
Universitas Sumatera Utara
memenuhi semua syarat-syarat kredit yang telah disepakati bersama dengan baik dan tepat waktu. Apabila hal ini terjadi berarti pihak analisa kredit atau AO Account
Officer melakukan analisa dengan benar dan memegang prinsip 5C dalam pemberian
kredit. Oleh sebab itu sebagai salah satu indikasi atau gejala bahwa kredit sudah
mulai kurang sehat atau mengarah kepada kredit bermasalah problem loan adalah apabila debitornasabah tersebut mulai sulit atau tidak mampu untuk memnuhi syarat-
syarat kredit yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dengan pihak bank, apalagi jika debitornasabah tersebut juga sudah menunjukkan gejala-gejala
mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pihak ketiga selain bank misalnya para pemasok, langganan dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka dalam rangka pengelolaan kredit yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal sebagai berikut :
59
a. Memonitor dengan baik pemenuhan oleh nasabah atas semua persyaratan-
persyaratan pemberian kredit yang telah disepakati bersama antara debitor dengan bank.
b. Memonitor pemenuhan dengan baik oleh nasabahdebitor terutama
pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan.
59
Anggota IKAPI, Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit bermasalah Jakarta: InfoBank, 1997, hal.40-41
Universitas Sumatera Utara
c. Memonitor perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk
kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitor kepada pihak lain, selain bank misalnya supplier, langganan dan sebagainya
Memonitoring atas pemberian kredit tersebut harus dilakukan dengan baik, karena :
a. Dapat memberikan peringatan dini early warning, apabila nasabah mulai
menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga lainnya.
b. Dapat dilakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah
problem loan pada waktu yang cepat dan tepat. Selalu dapat diketahui akan timbulnya kredit yang bermasalah terutama
apabila monitoring atas kredit tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dalam hal demikian maka pejabat kredit bank harus segera menyadari penurunan kualitas
kredit yang ditandatanganinya dan segera melakukan tindakan-tindakan pengamanan oleh petugas bagian kredit pada Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia
Selatpanjang. Dari hasil analisa yang dilakukan oleh petugas Analisa Kredit atau AO
Account Officer Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang, bahwa yang menjadi tanda-tanda atau gejala-gejala kredit mengarah kepada kredit
bermasalah antara lain adalah : a.
Mulai terjadinya tunggakan baik atas bunga maupun pokok pinjaman
Universitas Sumatera Utara
Timbulnya tunggakan merupakan salah satu indikasi kuat akan munculnya kredit bermasalah
b. Memburuknya adverse trends neraca rugi laba financial statement
debitor dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk setiap debitor seharusnya bank memiliki data perkembangan neraca
rugi laba untuk beberapa tahun yang disimpan dalam “credit file” debitor yang bersangkutan.
Dari analisa ratio keuangan yang dinilai dan dibandingkan dengan neraca rugi laba tahun-tahun sebelumnya, maka apabila terjadi penurunan
kualitas atas ratio-ratio keuangan, maka hal tersebut dapat merupakan indikasi akan timbulnya kredit bermasalah.
Tentu saja dalam hal ini, analisa trend ratio tersebut akan benar apabila angka-angka yang dicantumkan dalam neraca rugi laga debitor adalah
angka-angka yang sebenarnya dan telah diaudit oleh Akuntan Publik. c.
Adanya pemberian keterangan yang tidak benar fraudulent information oleh debitor
Pemberian keterangan yang tidak benar sebenarnya sangat sulit untuk dideteksi. Keterangan yang dimaksud dalam hal ini adalah keterangan
dalam neraca rugi laba dan laporan keuangan debitor. Lebih sulit lagi karena sebagaian besar laporan keuangan debitor di Indonesia tidak
diaudit oleh Akuntan Publik. d.
Hilangnya kerjasama yang baik dengan debitor
Universitas Sumatera Utara
Hubungan kerjasama yang baik, keterbukaan kredit dan saling percaya antara debitor dengan pengelola kredit atau bank sangat besar
pengaruhnya atas kualitas, kelancaran dan keberhasilan suatu pemberian kredit.
Menurunnya kerjasama dan keterbukaan antara debitor dengan bank tersebut sangat besar pengaruhnya atas kualitas kredit dan merupakan satu
indikasi akan timbulnya kredit bermasalah. e.
Tidak terpeliharanya dengan baik barang-barang jaminan Barang-barang jaminan yang dijadikan jaminan kredit dalam syarat-syarat
perjanjian kredit biasanya ditetapkan harus dijaga dengan sebaik-baiknya agar nilainya tidak turun. Apabila debitor mulai melalaikan pemeliharaan
atas jaminan kredit yang baik yang berupa barang tetap rumah, pabrik ataupun barang bergerak mobil, alat-alat kantor dan sebagainya, atau
bahkan berusaha menghilangkan atau mengalihkan haknya secara melawan hukum kepada pihak lain, merupakan juga suatu indikasi bahwa
kredit tersebut akan menjadi kredit bermasalah problem loan. Oleh sebab itu pemeriksaan on the spot atas barang-barang jaminan secara
periodik dengan dibuat suatu laporan atau berita acara atas pemeriksaan barang-barang jaminan merupakan suatu keharusan dalam sistim
pengawasan kredit.
Universitas Sumatera Utara
Debitor yang berada dalam posisi diambang kepailitan harus mengungkapkan informasi kepada bank berbagai fakta dan informasi. Terdapat tiga tujuan dari
keterbukaan tersebut yaitu :
60
1. Keterbukaan itu berguna untuk memungkinkan debitor untuk melakukan atau
tidak melakukan pembayaran yang telah dilakukan kepada bank. 2.
Informasi itu memungkinkan bank mengambil sikap terhadap rencana atau usulan restrukturisasi.
3. Yang paling penting adalah keterbukaan tersebut memungkinkan bank
melakukan pertimbangan terhadap rencana dan keputusan akhir, apakah menyetujui atau menolak rencana tersebut.
Salah satu cara untuk menentukan standar dalam mengukur informasi yang cukup dalam keterbukaan tersebut adalah mengajukan pertanyaan kepada bank yang
mempunyai wewenang atas keputusan terhadap kredit yang bermasalah tersebut, apa yang ingin diketahui oleh bank. Sebagian besar keputusan bank untuk melakukan
restrukturisasi kredit bergantung kepada empat pertanyaan sebagai berikut.
61
1. Apakah restrukturisasi tersebut feasible layak?
2. Seberapa besar nilai kredit yang akan direstrukturisasi.
60
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana, 2006 hal.72
61
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1991, hal 61
.
Universitas Sumatera Utara
3. Apakah debitor akan menjalankan usaha yang lain atau memperbaiki usaha
yang ada untuk memenuhi kewajiban kepada bank. 4.
Apakah niat baik dari debitor sebelum dilakukan restrukturisasi kredit. Feasible
layak atau tidaknya rencana restrukturisasi kredit debitor sebagai pedoman bagi pihak bank dalam mengambil keputusan. Hal ini tergantung pada hasil
analisa pihak bank terhadap kondisi aktiva dan passiva perusahaan debitor yang termuat dalam neraca perusahaan atau laporan keuangan debitor.
Pihak Komite Kredit Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang akan melakukan monitoring dengan tujuan mencari data yang akurat
tentang utang debitor. Utang debitor akan dianggap layak untuk direstrukturisasi apabia :
1. Perusahaan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu
melunasi utang-utang tersebut dalam jangka waktu tertentu. 2.
Utang Debitor dianggap layak untuk direstrukturisasi apabila para kreditor akan memperoleh pelunasan utang-utang mereka yang jumlahnya lebih besar
melalui restrukturisasi daripada apabila perusahaan dinyatakan pailit. 3.
Apabila syarat-syarat utang berdasarkan kesepakatan restrukturisasi menjadi lebih menguntungkan bagi kreditor daripada apabila tidak dilakukan
restrukturisasi. Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang memiliki
sistem dan prosedur Kebijaksanaan Perkreditan Bank KPB. KPB ini dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
agar pemberian kredit dilakukan dengan lebih berhati-hati dan didasarkan pada azas- azas pemberian kredit yang sehat, yang meliputi pokok-pokok sebagai berikut :
62
1. Memegang Prinsip kehati-hatian
Dalam pemberian kredit bank harus dapat melakukan pengamanan. Pengamanan seperti melakukan analisis, melakukan penyebaran risiko dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku BMPK = Batas Maksimum Pemberian Kredit. Disamping itu dalam penerapan prinsip kehati-hatian perlu didukung oleh pejabat
perkreditan yang memiliki profesionalisme dan integritas serta moralitas yang tinggi.
2. Menciptakan Organisasi dan manajemen perkreditan yang handal
Untuk mendukung pemberian kredit yang sehat dan mengandung unsur-unsur pengendalian intern, maka bank harus memiliki perangkat organisasi yang handal.
Untuk itu bank wajib membentuk Komite Kebijakan Perkreditan KKP, Komite Kredit KK, dan Satuan Kerja Perkreditan SKP. Semua unit tersebut hendaknya
berfungsi secara penuh. KKP bank memiliki tugas membantu Direksi dalam merumuskan
kebijakan, mengawasi
pelaksanaan kebijakan,
memantau perkembangan dan portofolio perkreditan serta memberikan saranlangkah-
langkah bagi perbaikannya. 3.
Memiiki kebijaksanaan persetujuan kredit Kebijakan ini meliputi beberapa hal pokok yang perlu dibuat oleh bank antara lain
berupa konsep hubungan total dengan pemohon kredit, penetapan batas
62
Wawancara., Pegawai Bank Perkreditan Rakyat, tanggal 05 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
wewenang kredit, tanggung jawab pejabat pemutus kredit, dan persetujuan pencairan kredit.
4. Memiliki dokumen dan Administrasi Kredit yang baik
Sebagai alat pembuktian dikemudian hari maka bank wajib melaksanakan dokumentasi kredit dengan baik dan tertib. Setiap dokumen yang ada harus
dipastikan keabsahan dan terpenuhinya persyaratan hukum atas setiap dokumen, baik yang ditertibkan oleh bank atau yang disampaikan oleh nasabah. Yang
terpenting adalah bahwa dokumentasi dan pengadministrasian kredit harus mengandung unsur-unsur pengendalian intern.
5. Melakukan Pengawasan kredit
Fungsi pengawasan kredit harus diawali dengan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap hal-hal yang dapat merugikan bank atau terjadinya praktek-
praktek pemberian kredit yang tidak sehat. Hal ini harus tercermin dalam struktur pengendalian intern bank yang terkait dengan bidang perkreditan. Disamping itu
pengawasan kredit harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh manajemen terhadap setiap pelaksanaan pemberian kredit. Juga pengawasan kredit harus
meliputi audit intern terhadap semua aspek perkreditan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Audit Intern Bank.
6. Menyelesaikan kredit beramasalah
Penyelesaian kredit bermasalah harus ditangani oleh seluruh pejabat bank terutama yang terkait dengan perkreditan. Pejabat-pejabat yang bersangkutan
harus memiliki pandangan dan persepsi yang sama dalam menangani kredit
Universitas Sumatera Utara
bermasalah. Penanganan kredit bermasalah harus dilakukan secara terencana dan harus ditangani oleh Tim Khusus Penyelesaian Kredit TKPKB antara lain
melalui tahap-tahap sebagai berikut : -
Melakukan identifikasi kredit bermasalah melalui penetapan penggolongan kolektibilitas kredit,
- Melakukan evaluasi dan klasifikasi kredit-kredit yang masih dapat
diselamatkan dan yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi. -
Melakukan tindak lanjut penyelesaian dengan memperhitungkan target dan hasil penyelesaian.
- Mengevaluasi hasil penyelesaian kredit bermasalah.
Langkah yang diambil oleh Bank Indonesia untuk membantu proses restrukturisasi kredit adalah dengan menerbitkan SK Direksi BI No.31150KEPDIR
tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit dan membentuk Satuan Tugas Satgas Restrukturisasi Kredit. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan bahwa
:“Restrukturisasi Kredit adalah upaya yang dilakukan oleh bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitor dapat memenuhi kewajibannya,yang dilakukan antara lain
melalui :
63
1. penurunan suku bunga;
2. Pengurangan tunggakan bunga kredit;
3. Pengurangan tunggakan pokok kredit;
63
Anggota IKAPI, Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit bermasalah,Jakarta : InfoBank,1997, hal.59
Universitas Sumatera Utara
4. Perpanjangan Jangka waktu kredit;
5. Penambahan Fasilitas kredit;
6. Pengambilalihan aset debitor sesuai ketentuan yang berlaku;
7. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitor. Dari batasan tersebut tampak jelas bahwa arah dari restrukturisasi kredit pada
prinsipnya untuk memperbaiki kualitas kredit. Namun demikian untuk melakukan hal tersebut terdapat kaidah-kaidah yang harus diperhatikan oleh Bank Perkreditan
Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang, karena upaya ini juga mengandung kerawanan penyalahgunaan oleh manajemen.
Oleh sebab itu secara prinsip ditetapkan bahwa restrukturisasi kredit hanya boleh dilakukan terhadap debitor yang masih memiliki prospek usaha yang baik, dan
telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga. Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang juga melarang
melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan nuntuk menghindari penurunan penggolongan kualitas kredit, atau pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif PPAP yang lebih besar, atau menghindari penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.
Adapun peran yang dimainkan Satgas Restrukturisasi Kredit pada dasarnya sebagai fasilitator yang melakukan langkah-langkah koordinatif terhadap kreditor dan
Universitas Sumatera Utara
debitor dalam rangka penyelesaian kredit. Untuk itu ada beberapa tahapan proses restrukturisasi yang ditetapkannya, yaitu :
1. Pengumpulan data kreditor dan debitor,
2. Pertemuan antar kreditor,
3. Pembentukan komite kreditor, negosiasi antara kreditor dan debitor tentang
cara penyelesaian, 4.
Penandatanganan perjanjian standstill, 5.
Penunjukan Financial.
64
64
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan , Volume 6, 1 April 2008, hal 21.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KENDALA DAN UPAYA DALAM PENYELESAIAN