Permasalahan Batasan Permasalahan Tujuan dan Manfaat Penelitian Kerangka Teori

Nusa Tenggara Timur Tidak banyak berbeda, hanya 30 persen anggota dewan yang bersuara, lainnya diam. Parlemen belum menyalurkan aspirasi rakyat dengan baik. Tugas pengawasan terhadap eksekutif lemah, banyak anggota dewan yang justru perlu diawasi. 7. Sumba Timur Belum berfungsi secara maksimal, pihak eksekutif perlu membantu memperkuat parlemen agar dapat menjadi partner yang efektif. Kalimantan Barat Lebih berani, tetapi kualitas dan disiplin rendah. Bersemangat meningkatkan PAD. 8. Sanggau Tingkat pendidikan rendah, tidak menguasai persoalan daerah, pengalaman kurang, dan cenderung mementingkan diri. Masyarakat mengusulkan adanya tim pemantau bebas terhadap DPRD. Kalimantan Selatan Hanya 30 persen yang layak menjadi anggota dewan, tetapi mereka lebih berani dan cukup kritis terhadap kinerja eksekutif. 9. Banjarmasin Posisi dewan lebih kuat, tetapi hubungan dengan eksekutif baik. Hubungan ini dapat memperlemah pengawasan DPRD terhadap eksekutif. Sulawesi Utara Parlemen lebih berkuasa, tetapi kualitas dan moral anggotanya tidak lebih baik daripada sebelumnya. 10. Minahasa Merasa lebih berkuasa dan pernah menolak membicarakan draf perda yang diusulkan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Keterangan: Cetak miring adalah kota Sumber: Laporan Lapangan Social Monitoring and Early Response Unit SMERU, 2004. Dari pemikiran tersebut saya ingin melihat orientasi politik DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009. Sehingga peneliti dapat menggambarkan secara lebih jauh tentang keberadaan DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004 – 2009 dalam kaitannya dengan orientasi politik anggotanya.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. “Ke arah mana orientasi politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ditujukan?”

1.3. Batasan Permasalahan

Agar penelitian ini lebih memiliki fokus kajian mengenai orientasi politik anggota DPRD khususnya di Provinsi Sumatera Utara, maka peneliti membuat pembatasan tentang permasalahan yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Apakah latar belakang pendidikan yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan? 2. Apakah latar belakang profesi dan pendidikan yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan? 3. Apakah pengalaman politik yang dimiliki anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan? 4. Apakah organisasi asal atau fraksi dimana anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 juga mempengaruhi ke arah mana orientasi politik mereka ditujukan? Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Mengetahui orientasi anggota DPRD, kepada partai atau kepada masyarakat. 2. Mengetahui tingkat loyalitas kepentingan daerah dan nasional anggota DPRD. Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan dalam pengembangan disiplin ilmu politik terutama untuk kajian pembangunan institusi politik yaitu legisltif lokal dalam memperluas khasanah ilmu politik.

1.5. Kerangka Teori

Ada tiga konsep perwakilan. Birch, mengartikan tiga konsep itu masing- masing berbeda antara satu dengan yang lain Birch, 1971: 13. Pertama, perwakilan menunjukkan suatu agen atau seorang yang bertindak demi menjalankan prinsip yang diyakininya. Kedua, menunjukkan seseorang yang memiliki sebagaian besar ciri-ciri yang sama dari sekelompok orang. Ketiga, menunjukkan seseorang yang menjadi simbol dari identitas dan kualitas dari sekelompok orang. Lebih lanjut Birch mengatakan bahwa perwakilan politik adalah seseorang yang oleh kebiasaan atau hukum memiliki status atau peranan sebagai wakil di dalam suatu sistem politik Birch, 1971: 13. Siapakah wakil rakyat dimaksud? Seorang wakil bisa disimbolkan sebagai seorang raja atau presiden, namun seorang wakil yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang duduk di lembaga legislatif Cord, 1985: 242. Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. Ada tiga dimensi yang berbeda mengenai perwakilan, yakni dimensi kewenangan, dimensi simbolik, dan dimensi instrumental. Dimensi kewenangan otoritas berkaitan dengan kewenangan dari seseorang atau sekelompok orang untuk mewakili yang lainnya. Dalam relasi antara pengacara-kliennya, mudah dilihat bahwa pengacara adalah perwakilan, dalam arti bahwa ia telah diberi kewenangan oleh klien untuk mewakilinya klien. Otoritas perwakilan ini amat formalistik dan legalistik. Dimensi simbolik berkaitan dengan gambaran suatu perwakilan atau lembaga legislatifnya yang bertindak untuk sekelompok masyarakat. Di dalam mitologi politik, lembaga perwakilan kadang dipandang sebagai suatu mikrokosmos dari suatu bangsa, merupakan miniatur dari suatu masyarakat secara keseluruhan. Dimensi instrumental mengacu pada tindakan dari perwakilan. Perwakilan diharapkan oleh pemilihnya untuk bertindak atas nama mereka, menjadi alat mereka untuk melakukan sesuatu. Di dalam pengertian ini, perwakilan disebut sebagai suatu cara bertindak atau sebuah harapan bagaimana seharusnya bertindak demi pemilihnya. Hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili merupakan dasar mengenai bagaimana perwakilan seharusnya bertindak Jewell and Patterson, 1979: 22-24. Dalam tulisannya mengenai teori perwakilan politik, Alfred de Gracia mengemukakan bahwa perwakilan politik diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil, di mana wakil memegang kewenangan Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil Sanit, 1985: 1. Di dalam konsep perwakilan, terkandung dua pihak yang terlibat, yakni pihak yang mewakili wakil dan pihak yang diwakili terwakil. Dua pihak ini terlibat dalam posisi yang saling berhubungan. Gilbert Abcarian mengatakan bahwa hubungan wakil dengan terwakil dapat dikategorikan ke dalam empat tipe, yaitu Saragih, 1987: 103: 1 Si wakil bertindak sebagai wali trustee Sebagai wali, wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangan si wakil sendiri, tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya. 2 Si wakil bertindak sebagai utusan delegate Di sini si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam menjalankan tugasnya. 3 Si wakil bertindak sebagai politico. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali trustee dan adakalanya bertindak sebagai utusan delegate. Tindakannya tergantung dari isu materi yang dibahas. 4 Si wakil bertindak sebagai partisan. Wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai organisasi si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya yang Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. diwakilinya, maka lepaslah hubungan dengan pemilih tersebut, dan mulailah hubungan dengan partai organisasi yang mencalonkan tersebut. Austin Ranney, dalam bukunya The Governing of Man Ranney, 1966: 268-271 mengatakan bahwa ada dua teori mengenai perwakilan, yaitu teori mandat dan teori kebebasan. Dalam teori mandat wakil dilihat sebagai penerima mandat untuk merealisasikan kekuasaan terwakil dalam proses kehidupan politik. Oleh karena itu, wakil hendaklah selalu memberikan pandangan, bersikap dan bertindak sejalan dengan mandat melaksanakan tugasnya. Pandangan wakil secara pribadi tidak digunakan dalam kualifikasi sebagai wakil. Bagi terwakil, keadaan ini lebih menguntungkan karena wakil dapat dikontrol secara terus menerus. Perbedaan pandangan antara wakil dan terwakil dapat mengakibatkan menurunya reputasi wakil. Sebaliknya, wakil yang begitu terikat, terhalang untuk pengembangan kreativitas dan kelincahan gerak politiknya. Mungkin sekali wakil merasa dirinya jadi robot. Dalam teori kebebasan, wakil dianggap perlu merumuskan sikap dan pandangan tentang masalah yang dihadapi tanpa terikat secara ketat terhadap terwakil. Sebab terwakil telah memberikan kepercayaan kepadanya selaku wakil. Karena itu, pertimbangan wakil secara pribadi yang memperhatikan keseluruhan aspek yang terkait mengenai masalah yang dihadapi amat menentukan keputusan dan sikap wakil. Berlawanan dengan teori mandat, maka logika teori kebebasan wakil lebih terfokus kepada operasionalisasi tugas wakil itu sendiri. Karena diakuinya kebebasan wakil dalam melaksanakan tugasnya, maka wakil seperti itu disebut pula wakil bertipe wali, dan sebaliknya, wakil yang Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. didasarkan kepada teori mandat disebut sebagai wakil yang bertipe utusan Sanit, 1985: 1. Tipe perwakilan politik bisa mempengaruhi pola komunikasi politik antara wakil dengan terwakil. Konsepsi operasional mengenai siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya, menentukan apakah wakil akan berhubungan dengan individu, masyarakat secara umum, kelompok atau partai politik. Tipe perwakilan akan menentukan tingkat kemandirian atau ketergantungan wakil dalam menentukan sikap dan membuat keputusan. Kontak menjadi terbatas dalam hal wakil melihat dirinya sebagai wali bagi pihak terwakil. Sebaliknya, dalam hal wakil mengambil posisi utusan atau delegasi terwakil. Kemampuan berjuang atau daya juang wakil ikut pula menentukan pilihannya terhadap tanggapan yang perlu diberikan terhadap permasalahan yang dihadapi terwakil. Pilihan tersebut tidak saja ditentukan oleh daya juang wakil di dalam lembaga perwakilan, akan tetapi ditentukan pula oleh daya juangnya di dalam masyarakat dan di arena politik secara keseluruhan. Keseluruhan hubungan diantara wakil dengan terwakil tersebut di satu pihak menentukan keberhasilan wakil dalam memenuhi tugasnya. Bilamana tugas-tugas tersebut terpenuhi secara memuaskan keseluruh pihak, maka dapat dikatakan perwakilan politik berfungsi. Berfungsinya perwakilan politik tersebut, termasuk pula kepuasan pihak terwakil dalam artian bahwa kepentingan, opini dan tuntutannya terlayani oleh wakil melalui tanggapan yang diberikannya lewat sikap dan keputusannya yang dibuat terhadap masalah yang dihadapi terwakil. Di lihat dari pihak terwakil, sistem perwakilan politik seperti itu telah menghasilkan Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. keterwakilan politik secara memadai. Secara lebih detail, Malcom E. Jewell merumuskan model peranan wakil rakyat, berdasarkan orientasinya, yaitu: Jewell and Peterson, 1979: 349-351 1 Orientasi terhadap pemilih: a Orientasi distrik area. Wakil rakyat secara eksplisit menjalankan tugasnya demi kepentingan daerah pemilihnya. b Orientasi pada negara atau bangsa. Wakil rakyat lebih melibatkan diri dengan kebijakan negara yang lebih luas dibanding kepada kepentingan daerah yang sempit. Wakil rakyat lebih melibatkan dirinya dengan kebijakan dan program- program nasional ketimbang daerah pemilihannya. 2 Orientasi terhadap kelompok kepentingan: Orientasi wakil rakyat ditujukan terhadap kelompok-kelompok kepentingan: a Fasilitator: wakil rakyat yang berpengetahuan luas mengenai aktivitas kelompok dan memiliki hubungan akrab dan intens terhadap kelompok-kelompok penekan. b Resisters: wakil rakyat yang mengetahui banyak mengenai aktivitas kelompok-kelompok penekan dan bersikap permusuhan terhadapnya. c Neutrals: wakil rakyat yang kurang begitu memahami aktivitas kelompok penekan dan bersikap tak begitu keras terhadap sikap kelompok-kelompok penekan. Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. 3 Orientasi terhadap partai: a Party Man: wakil rakyat yang menganggap tugasnya sebagai pendukung program partai atau pemimpin partainya, tanpa memandang pendapatnya sendiri. b Maverick: wakil rakyat yang memandang tugasnya sebagai bagian independen dari program partisan dan melakukan pemungutan suara dengan partai yang lain dengan aturan-aturan tertentu. c Party indifferent: wakil rakyat yang menjauhkan dirimengelak dari pendapat pendukung, yang menganggap tugasnya, setelah pemilihan umum, mewakili semua warga negara tanpa memandang partainya. Bagi wakil tersebut, partai kurang begitu penting. 4 Orientasi terhadap birokrasi: Orientasi wakil rakyat terhadap eksekutif gubernur atau presiden atau terhadap aparat birokrasi. a Orientasi eksekutif: wakil rakyat yang melihat pekerjaannya sebagai juru bicara pejabat eksekutif di lembaga legislatif, yang menganggap tugasnya adalah memperkenalkan program-program presiden atau gubernur, anggaran pertahanan, atau wakil rakyat yang menganggap tugasnya adalah beroposisi dengan eksekutif. b Orientasi terhadap lembaga atau agen: wakil rakyat yang melihat tugasnya sebagai juru bicara atau lawan dari lembaga administrasi atau birokrasi pemerintah. Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. 5 Orientasi terhadap cara mewakili: Orientasi wakil rakyat terhadap cara-cara bagaimana keputusan dibuat, tanpa memandang tentang fokus perwakilannya menyangkut distrik, partai politik, kelompok kepentingan, lembaga administrasi atau kombinasi dari semuanya. a Trustee: wakil yang melihat dirinya sebagai agen yang bebas, mengambil keputusan menurut prinsip-prinsip, keyakinanpendirian, dan hati nurani. b Delegate: wakil rakyat yang menganggap bahwa keputusan- keputusan yang dibuatnya sebaiknya tidak berdasarkan pertimbangankeyakinan pribadi, tetapi harus dikonsultasikan kepada pemilih, menerima instruksi-instruksi mereka bahkan mengikuti mandat mereka bila terjadi perbedaan dalam pandanganpendirian. c Politico: wakil rakyat yang mengekspresikan baik orientasi trustee dan orientasi delegasi. 6 Orientasi terhadap tujuan: Orientasi wakil rakyat terhadap tujuan dan proses dari lembaga legislatif. a Ritualis: wakil rakyat yang memandang tugasnya sebagai hal yang rutin seperti kerja di komisi, membuat aturan dan prosedur dan meningkatkan anggaran belanja negara, dan sebagainya. b Tribune: wakil rakyat yang menganggap tugasnya sebagai penyalur keinginan warga, membela kepentingan umum, dan melakukan advokasi tuntutan masyarakat. Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. c Inventor: wakil rakyat yang memandang tugas utamanya adalah berhubungan dengan pembuatan, perumusan, dan pengenalan kebijakan publik. 7 Orientasi terhadap struktur: a Expert: wakil rakyat yang memandang dirinya dan dipandang orang lain, sebagai pakarahli yang menguasai keahlian khusus. b Leader: wakil rakyat yang menjalankan fungsi integratif dan pengarahan, yang memberikan “kunci” bagi prilaku pihak lain. c Comitleeman: wakil rakyat yang mengkonsepsikan peranannya sebagai anggota komite legislatif atau subkomite. d Friend: wakil rakyat yang mengkonsepsikan peranannya termasuk hubungan interpersonal berhadapan dengan teman-teman legislatif lainnya. Dalam proses perwakilan politik, setiap wakil perlu menentukan posisinya terhadap terwakil manakala ia terlibat dalam pengambilan keputusan suatu masalah. Pentingnya penentuan posisi tersebut justru karena sikap dan pilihannya terhadap alternatif pemecahan masalah ataupun terhadap prioritasnya pada dasarnya adalah mengatasnamakan opini, aspirasi dan kepentingan terwakil. Posisi wakil terhadap terwakil tersebut merupakan hakikat dari perwakilan politik itu sendiri. Sebagai anggota kelompok terpilih di dalam masyarakat, para wakil dapat digolongkan sebagai elite dalam sistem politik. Kekuatan politik, dukungan, formalitas, posisi sosial, moralitas, dan segala atribut yang melekat pada diri wakil Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. akan merupakan sumber kekuatan bagi wakil. Derajat akumulatif sumber-sumber itu menentukan tingkat kekuatan dan daya pengaruhnya di dalam masyarakat. Namun demikian, secara analitis perlu dibedakan wakil yang berkapasitas sebagai pemimpin dengan wakil yang hanya berkapasitas sebagai pemangku kewenangan. Karena tidak semua wakil memperoleh legitimasi yang memadai diri terwakil maka wakil seperti itu lebih banyak mengandalkan formalitas dan kedudukannya selaku wakil untuk menunaikan tugasnya. Justru wakil-wakil yang termasuk ke dalam tipe ini lebih dilihat sebagai pemangku kekuasaan daripada pemimpin rakyat. Apa saja kewajiban wakil terhadap terwakil? Pada dasarnya wakil dituntut, pertama harus memiliki akses terhadap daerah pemilihnya. Wakil mesti banyak meluangkan waktu di dalam daerah pemilihannya, menjawab surat dan telepon dari pemilihnya, dan menggunakan staffnya untuk mempertahankan kontak, bila ia tidak dapat melakukannya secara personal. Ia harus mempublikasikan kemampuan akses yang dimilikinya. Jika wakil tidak memiliki akses terhadap pemilih, maka pemilih tak dapat mengontak wakil-wakilnya dan tidak tahu bagaimana caranya untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya. Kedua, wakil harus aktif mencari informasi sumber-sumber untuk mengetahui kebutuhan dan pandangan-pandangan pemilihnya, mendekati pemilih dan mengakrabi masalah-masalah mereka, seperti perbaikan jalan, perumahan yang tak layak, pengangguran, ketegangan rasial, dan lain sebagainya. Hal ini termasuk akrab dengan kelompok-kelompok yang ada di daerahnya dan pemimpin kelompok-kelompok tersebut, menghadiri pertemuan, mengembangkan Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008. komunikasi, dengan demikian wakil dapat belajar dan mengevaluasi tuntutan- tuntutan mereka. Ketiga, wakil diharapkan menjalankan kepemimpinannya, mendidik pemilih dan menjelaskan aktivitas-aktivitasnya. Wakil menjelaskan masalah- masalah dalam berhubungan dengan negara dan distrik serta menjelaskan anggaran yang digunakan. Ia menjelaskan tindakan-tindakannya dan pendapat- pendapatnya pada masalah-masalah tertentu. Ia menginformasikan kepada kelompok-kelompok dan individu-individu mengenai program-program yang bermanfaat bagi mereka Jewell, 1982: 18-19. Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka disusun sebuah model analisa dalam bentuk bagan. Model analisa tersebut dapat dilihat sebagai berikut: Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.

1.6. Model Analisa

Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

PENEGAKAN KODE ETIK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH OLEH BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (Studi pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bukittinggi Periode 2004-2009).

0 0 6