BAB II LEMBAGA PERWAKILAN
SEBAGAI WADAH ASPIRASI POLITIK RAKYAT
2.1. Lembaga Perwakilan dalam Negara Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari dua kata Yunai, yaitu “demos” artinya rakyat dan “kratia” artinya pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan “dari rakyat
untuk rakyat” atau “pemerintahan oleh mereka yang diperintah”. Ini sejalan dengan pernyataan yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln bahwa democray is a
government from the poeple, for the poeple, by the poeple. Awalnya, sistem pemerintahan demokrasi terdapat di negara-kota city-state
Yunani Kuno, antara abad ke-6 sampai abad ke-3 SM. Pada saat itu, sistem pemerintahannya merupakan demokrasi langsung atau direct democracy yaitu
merupakan bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh negara yang berdasarkan prosedur
mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif
karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas, dan jumlah penduduknya sedikit. Lagi pula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk
warga negara resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang hanya terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak
berlaku. Dalam negara modern, demokrasi tidak lagi bersifat langsung tetapi
27
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
demokrasi berdasarkan perwakilan atau representative democracy Budiardjo, 1981:61.
Menurut International Commission of Jurist, demokrasi berdasarkan perwakilan representative democracy adalah suatu bentuk pemerintahan di mana
hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada
mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Dalam bukunya, Introduction to Democracy Theory, Henry B. Mayo
menyatakan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sistem politik di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala, yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik. Selanjutnya Mayo mengutarakan beberapa nilai yang mendasari demokrasi
Mayo, 1960: 70: 1.
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan yang dalam alam
demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan-perselisihan ini harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha
untuk mencapai konsensus. Kalau golongan-golongan yang berkepentingan tidak mampu untuk mencapai kompromi, maka ada bahaya bahwa keadaan semacam
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
ini sakan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi. Dalam rangka ini, dapat
dikatakan bahwa setiap pemerintah mempergunakan persuasi dan paksaan. Dalam beberapa negara perbedaan antara dukungan yang dipaksakan dan dukungan yang
diberikan secara sukarela hanya terletak pada intensitas dari pemakaian paksaan dan persuasi.
Intensitas ini diukur misalnya dengan memperhatikan betapa sering kekuasaan dipakai, saluran apa yang tersedia untuk mempengaruhi orang lain atau untuk
mengadakan perundingan dan dialog. 2.
Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Dalam setiap masyarakat yang memodernisasikan diri
terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti kemajuan teknologi, perubahan-perubahan dalam pola kepadatan penduduk, perdagangan
dan sebagainya. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya kepada perubahan-perubahan ini, dan sedapat mungkin membinanya jangan sampai tidak
terkendalikan lagi. Sebab kalau hal ini terjadi ada kemungkinan sistem demokrasi tidak dapat berjalan sehingga timbul sistem diktatur.
3. Menyelenggarakan pergantian sistem pimpinan secara teratur. Pergantian atas
dasar keturunan atau dengan jalan mengangkat diri sendiri ataupun melalui kudeta dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan-golongan
minoritas yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan
kreatif. Mereka akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat karena merasa turut bertanggung jawab.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat
yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku. Untuk hal ini, perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka serta adanya
kebebasan politik di mana terdapat fleksibilitas dan tersedianya alternatif yang cukup banyak. Akan tetapi, keanekaragaman perlu dijaga jangan sampai
melampaui batas, sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan serta integrasi.
6. Menjamin tegakknya keadilan. Dalam negara demokrasi umumnya pelanggaran
terhadap keadilan tidak akan sering terjadi karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwkailan, tetapi tidak dapat dihindarkan
bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak adil. Maka yang dapat dicapai secara maksimal ialah suatu keadilan yang relatif.
Akhirnya, dapat diuraikan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut Budiardjo,
1981:63.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
1. Pemerintahan yang bertanggung jawab.
2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, dan yang dipilih melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia atas dasar sekurang-kurangnya dua calon setiap
kursi. Dewan perwakilan ini mengadakan pengawasan fungsi controlling , memungkinkan oposisi yang konstruktif dan memungkinkan penilaian terhadap
kebijaksanaan pemerintah secara berkesinambungan. 3.
Suatu organisasi politik yang mencakup dua atau lebih partai politik. Partai-partai menyelenggarakan hubungan yang berkesinambungan antara masyarakat
umumnya dengan pemimpin-pemimpinnya. 4.
Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat. 5.
Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak azasi dan mempertahankan keadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah rule of law adalah Budiardjo, 1981:60:
1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-
hak individual juga harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3. Pemilihan umum yang bebas;
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
5. Kebebasan untuk berserikatberorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan kewarganegaraan.
Pentingnya lembaga perwakilan rakyat di dalam negara demokrasi dijelaskan amat baik oleh Mohammad Hatta dalam Lubis, 1994. Menurut Hatta, pada awalnya,
lembaga perwakilan rakyat tidak dapat dipisahkan dari gagasannya mengenai negara demokrasi yang bertolak dari konsep kerakyatan dan kedaulatan rakyat. Menurut
Hatta, kedaulatan itu tidak pada raja dan tidak pula pada segolongan kaum hartawan yang terkecil atau kaum] cerdik pandai, melainkan pada rakyat. Karena itu, dalam
bayangannya, suatu badan perwakilan haruslah merupakan pilihan rakyat, dan wakil- wakil rakyat tersebut memilih kemudian anggota-anggota pemerintahan menteri-
menteri. Menurut Robert Dahl, demokrasi bertalian dengan sistem pemerintah yang
mutlak memenuhi 3 persyaratan yaitu adanya kompetisi yang luas dan bermakna di antara orang-orang dan kelompok-kelompok terutama partai-partai politik untuk
duduk dan menjalankan pemerintahan; adanya tingkat partisipasi politik yang tinggi melibatkan masyarakat dalam memilih pemimpin dan kebijaksanaan melalui
pemilihan umum yang bebas secara berkala; dan adanya tingkat kebebasan sipil dan politik yang memungkinkan kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan
kebebasan berserikat Dahl: 1961. Melengkapi Dalh, seorang penulis konservatif, Michel Novack, menyebutkan
bahwa kebebasan berserikat, sistem peradilan yang bebas dan mandiri, pengakuan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
atas hak milik pribadi property right, adanya rezim hukum yang melarang negara mencampuri hal-hal yang menyangkut martabat manusia human dignity, sistem
pemilihan umum yang fair, serikat buruh yang bebas, keadaan partai-partai, oposisi loyal dan pemerintahan yang berdasarkan hukum atau rule of law dalam Dahl,
1961:27. Dalam Ilmu Politik, perwakilan mengenal 7 prinsip utama:
1. Rakyat secara bebas dan berkala periodik memilih lembaga perwakilan.
2. Orang yang memerintah bertanggung jawab terhadap orang yang diperintah.
3. Orang yang memerintah merupakan agen atau delegasi yang melakukan perintah
dari pemilih-pemilihnya. 4.
Rakyat merasa sama dengan negara. 5.
Rakyat mempunyai bagian dalam pembuatan keputusan. 6.
Orang yang memerintah adalah wakil dari orang yang diperintah. James Lee mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
legislatif menjadi tiga, yaitu dalam Rourke, 1975:156-175: 1.
Stimuli eksternal, yang mencakup afiliasi partai politik, kepentingan pemilih, input-input eksekutif, dan aktivitas kelompok-kelompok penekan.
2. Setting psikologis, yaitu predisposisi-predisposisi personal, sikap, dan peran-
peran yang dijalankan, serta harapan-harapannya. Faktor ini penting karena potensinya untuk menyaring dan mengubah pengaruh eksternal.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
3. Komunikasi intra-institusional, baik yang bersifat formal maupun informal,
termasuk kemungkinan hubungan-hubungan patronase di dalamnya. Bentuk- bentuk komunikasi ini mempunyai potensi untuk menggantikan atau
memperbesar pengaruh faktor-faktor lain yang telah disebutkan. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
kedaulatan rakyat dengan perwakilan atau demokrasi dengan perwakilan representative democracy, atau demokrasi tidak langsung indirect democracy,
yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat Kusnardi Ibrahim, 1980:307.
2.2. Sistem Perwakilan dan Cara Pemilihan