3. Komunikasi intra-institusional, baik yang bersifat formal maupun informal,
termasuk kemungkinan hubungan-hubungan patronase di dalamnya. Bentuk- bentuk komunikasi ini mempunyai potensi untuk menggantikan atau
memperbesar pengaruh faktor-faktor lain yang telah disebutkan. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
kedaulatan rakyat dengan perwakilan atau demokrasi dengan perwakilan representative democracy, atau demokrasi tidak langsung indirect democracy,
yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat Kusnardi Ibrahim, 1980:307.
2.2. Sistem Perwakilan dan Cara Pemilihan
Pemilihan umum adalah salah satu cara untuk menempatkan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat. Sistem pemilihan umum
berbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana pandangan ditujukan terhadap rakyat. Apakah ia dipandang sebagai individu yang bebas untuk menentukan
pilihannya, dan sekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, ataukah rakyat hanya dipandang sebagai anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak
menentukan siapa wakilnya yang akan duduk dalam lembaga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
Sering para ahli menyebutkan bahwa kadar keterwakilan representation ditentukan oleh pembentukan lembaga perwakilannya, apakah melalui pemilihan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
umum atau melalui pengangkatan. Semakin dominan perwakilan berdasarkan hasil pemilu, makin tinggi kadar keterwakilannya dan sebaliknya semakin dominan
pengangkatan semakin randah kadar keterwakilannya Saragih, 1981: 88. Secara teoritis, sesorang yang duduk dalam lembaga perwakilan melalui
pemilihan umum, sifat perwakilannya disebut perwakilan politik political representation. Sedangkan orang-orang yang diangkat menjadi anggota lembaga
perwakilan didasarkan pada fungsijabatan atau keahlian, sifat perwakilannya disebut perwakilan fungsional functional representation Saragih, 1981: 87-88.
Negara modern dikuasai oleh bermacam-macam kepentingan ekonomis, yang dalam sistem perwakilan politik sama sekali tidak dihiraukan dan tidak dilibatkan
dalam proses politik sehingga diusahakan agar dilengkapi dengan azas perwakilan fungsional, di mana Hogan menyebutnya dnegan occupational representation
Hogan, 1945:ch XII. Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Sistem Pemilihan Mekanis
Pandangan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Aliran Liberalisme, Sosialisme, dan Komunisme semuanya
berdasarkan pandangan mekanis ini. Bedanya bahwa Liberalisme mengutamakan individu sebagai kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai sesuatu
yang kompleks terhadap hubungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual, sedangkan Sosialisme dan khususnya Komunisme mengutamakan
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
totalitet kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu dalam totalitet kolektif itu. Tetapi, semua aliran di atas mengutamakan individu sebagai
pengengali hak pilih aktif dan memandang rakyat pemilih sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara dalam setiap
pemilihan. 2.
Sistem Pemilihan Organis Pandangan organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang
hidup berdasarkan: genealogis rumah tangga, keluarga, fungsi tertentu ekonomi, industri, lapisan-lapisan sosial buruh, tani, cendekiawan dan
lembaga-lembaga sosial universitas. Masyarakat dipandang sebagai organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu
dengan totalitas organisme tersebut. Berdasarkan pandanga ini, persekutuan- persekutuan hidup itulah yang diutamakannya sebagai pengendali hak pilih, atau
dengan perkataan lain sebagai pengendali hak untuk mengutus wakil-wakil di lembaga perwakilan rakyat.
Menurut sistem pemilihan mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilih- pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem dwi-partai dan banyak partai.
Sedangkan, menurut sistem pemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembangkan, karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap
persekutuan hidup dalam lingkungannya sendiri.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Dalam sistem pemilihan mekanis, wakil-wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat langsung dipilih, dan dalam sistem organis wakil-wakil
berdasarkan pengangkatan.
Pelaksanaan Sistem Pemilihan Mekanis
Dinamakan sistem distrik karena, wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan daerah-daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota
lembaga perwakilan rakyat yang dikehendaki. Umpanya jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat ditentukan 500 orang, maka wilayah negara dibagi dalam 500
distrik pemilihan daerah pemilihan, atau constituences. Jadi, setiap distrik pemilihan diwakili oleh satu orang wakil di Dewan Perwakilan Rakyat. Karena itu, dinamakan
sistem pemilihan distrik, atau single member constituences. Sistem ini juga dinamakan sistem mayoritas, karena untuk menentukan siapa-siapa yang dipilih
sebagai wakil rakyat dari suatu distrik ditentukan oleh siapa yang memperoleh suara terbanyak suara mayoritas dan tidak perlu mayoritas mutlak. Misalnya di distrik I,
calon A memperoleh suara 10.000, B memperoleh suara 7.500, C memperoleh 9.000, maka yang terpilih menjadi wakil rakyat dari distrik I di lembaga perwakilan rakyat
adalah A. Jadi, tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara mayoritas.
Pemilihan umum dilakukan sekali jalan, suara-suara yang tidak terpilih dari suatu distrik pemilihan, tidak dapat digabungkan dengna suara yang diperoleh oleh
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
distrik pemilihan yang lain. Ini berarti, bahwa setiap suara yang tidak mencapai mayoritas, yang juga berarti bahwa calon yang dipilih tidak terpilih, suara tersebut
tidak dihitung atau hilang. Sisi positif dari sistem ini adalah sebagai berikut:
1. Setiap calon dari suatu distrik pemilihan, biasanya adalah warga distrik tersebut
atau mungkin juga dari distrik lain, tetapi yang pasti bahwa orang tersebut dikenal secara baik oleh warga distrik yang bersangkutan. Dengan demikian, hubungan
antara para pemilih dengan para calon sangat erat, sebab bagi para pemilih, tentu saja calon yang terpilih adalah warga atau orang yang sudah cukup lama tinggal
di dalam distrik tersebut, maka dia dapat mengetahui kepentingan-kepentingan dan keadaan distrik yang diwakilinya.
2. Suara-suara yang diberikan kepada calon yang tidak terpilih tidak dapat
digabungkan dengan suara dari distrik pemilihan yang lain, maka sebagai akibatnya sistem ini mempunyai kecenderungan untuk menjadi penyederhanaan
partai. Ini disebabkan bagi partai politik yang kalah di suatu distrik, akan memperhitungkan kekuatannya untuk pemilihan umum berikutnya. Apabila
perbedaan jumlah suara dengan parati politik atau calon yang terpilih sangat jauh, maka partai politik tersebut terpaksa mencari penggabungan dengan partai politik
yang lain, sebab kalau dipaksa terus ikut dalam pemilihan umum berikutnya, sudah dapat dipastikan bahwa partai tersebut akan mengalami kekalahan lagi.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
3. Pelaksanaan sistem tersebut sangat sederhana, karena perhitungan suaranya tidak
berbelit-belit, sehingga anggaran bisa ditekan. 4.
Calon yang terpilih akan memperjuangkan dengan sungguh-sungguh kepentingan distrik yang diwakilinya. Sebab itu, para pemilih, calon yang akan dipilih adalah
mereka yang betul-betul dapat memperjuangkan kepentingan daerahnya. Hal ini juga membawa konsekuensi bahwa daerah-daerah lebih mendapat perhatian.
Terjadi hubungan timbal balik antara wakil dan warga dari distrik tersebut. Agar sistem distrik dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu kondisi
masyarakat yang memungkinkan beroperasinya sistem tersebut. Kondisi yang umum untuk itu adalah bahwa rakyat telah mencapai tahap kedewasaan tertentu. Tingkat
kedewasaan rakyat ini dapat diukur dengan dua tolok ukur. Pertama, tingkat rasionalitas. Tingkat rasionalitas menentukan kemampuan
rakyat di dalam menjatuhkan pilihan terhadap berbagai calon yang saling bersaing di distrik mereka. Dengan tingkat rasionalitas yang tinggi, masyarakat dapat memilih
diantara program-program partai yang ditawarkan oleh masing-masing calon. Kedua, tingkat kesadaran politik. Masyarakat pemilih yang mempunyai
tingkat kesadaran politik yang tinggi akan dapat memilih ikatan-ikatan ideologis dari program yang diajukan kepadanya. Dengan kata lain, calon dipilih bukan karena
kesamaan ideologi, melainkan karena program yang ditawarkannya. Juga dengan kesadaran politik yang tinggi, masyarakat dapat menilai perilaku partai yang diwakili
oleh seorang calon Sjamsuddin, 1993:144.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
Menurut Ramlan Surbakti, ada empat kondisi yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan sistem distrik Surbakti, 1995:15. Pertama, distribusi jumlah
pemilih untuk setiap distrik daerah pemilihan relatif seimbang, dan penetapan batas wilayah distrik relatif adil. Kedua, bangsa-negara yang bersangkutan telah
mempunyai seperangkat nilai tentang kebaikan bersama public good sehingga peserta pemilu pada dasarnya tidak lagi memiliki perbedaan ideologi yang tajam,
melainkan hanya perbedaan dalam titik berat program saja. Ketiga, tidak terdapat suatu golongan etnis, ras atau agama yang secara jumlah merupakan mayoritas
menguasai partai tertentu. Keempat, para pemilih dan kandidat wakil rakyat saling mengenal. Para pemilih mengetahui dengan jelas kepada siapa harus menyampaikan
tuntutan dan dukungan, sedangkan kandidat mengetahui kepada siapa harus bertanggung jawab.
Kelemahan Sistem Distrik
1. Kemungkinan akan terjadi bahwa wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan hanya akan memperjuankan kepentingan daerahnya. 2.
Penentuan pemenang didasarkan kepada siapa yang akan memperoleh suara terbanyak, sudah tentu suara yang tidak terpilih menjadi hilang, maka sudah dapat
dipastikan bahwa golongan minoritas tidak akan pernah terwakili di lembaga perwakilan rakyat.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
3. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan
minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
Sistem Perwakilan Proporsional
Sistem perwakilan proporsional ialah sistem di mana persentase kursi di lembaga rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan
persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang
diperoleh suatu partai atau golongan dalam sesuatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam
daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan.
Isfan F. Fachruddin: Studi Perwakilan Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009. USU e-Repository © 2008.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN