HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun dari Dua Varietas Sirih (Piper betle L.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi

li

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasideterminasi yang dilakukan di Herbarium ”Bogoriense”, Balitbang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, di Bogor, menunjukkan bahwa tanaman daun sirih hutan dan daun sirih udang yang diteliti adalah jenis Piper betle L., suku Piperaceae. Hasil makroskopik dari simplisia sirih hutan dan daun sirih udang memiliki ciri yang berbeda dari segi tekstur dan ukuran. sirih hutan berbentuk lonjong, memanjang dengan diameter 5-7 cm, tinggi 9-15 cm, daun tebal, kasar dan tidak mengkilat. Sirih udang berdiameter 6-8 cm, tinggi 8-11 cm, berbentuk bulat seperti jantung, ujung daun runcing, tulang daun tidak menonjol, permukaan daun licin dan mengkilat, pinggir daun rata dan tulang daun menyirip. Menurut Ditjen POM 1995 fragmen pengenal daun sirih adalah kutikula tebal licin, epidermis bawah serupa dengan epidermis atas, terdapat stomata, rambut penutup, berkas pembuluh tipe kolateral, di antara jaringan floem terdapat sel minyak. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun sirih diperoleh adanya stomata tipe anomositik, rambut penutup, epidermis, kelenjar minyak atsiri berwarna kuning jingga, pembuluh kayu gambar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 59. Mikroskopik daun sirih hutan dan daun sirih udang hampir memiliki persamaan hanya memiiki perbedaan pada tipe rambut penutup dimana daun sirih hutan memiliki tipe rambut penutup multiseluler, sedangkan daun sirih udang memiliki rambut penutup tipe uniseluler. Universitas Sumatera Utara lii Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk simplisia dan ekstrak daun sirih hutan dan daun sirih udang yaitu, kadar air sirih hutan 8,27, sirih udang 7,87, kadar abu total sirih hutan 2,35, sirih udang 1,66, kadar abu tidak larut asam sirih hutan 0,39, sirih udang 0,45, kadar sari larut dalam air sirih hutan 16,70, sirih udang 17,14, kadar sari larut dalam etanol sirih hutan 7,00, sirih udang 5,06, kadar minyak atsiri sirih hutan 1,92, sirih udang 1,09. Kadar yang diperoleh dari hasil karakterisasi simplisia dari dua varietas daun sirih tersebut memenuhi syarat sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia MMI edisi IV sehingga simplisia dapat digunakan sebagai bahan penelitian. Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia daun sirih hutan 8,27 dan sirih udang 7,87. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan, kadar air ditentukan untuk mengetahui bahwa simplisia yang digunakan tidak ditumbuhi jamur dan aman digunakan. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan. Dengan kadar air yang cukup aman maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10 Syukur dan Hermani, 2001. Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat kimia yang tersari dalam air dan dalam etanol. Simplisia daun sirih hutan dan daun sirih udang menunjukkan bahwa kadar sari yang larut dalam air lebih tinggi daripada sari yang larut dalam etanol, Universitas Sumatera Utara liii hal ini berarti senyawa kimia yang tersari dalam air lebih besar daripada yang tersari dalam etanol. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui jumlah material yang tersisa setelah pembakaran, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar abu total pada daun sirih hutan 2,35 dan daun sirih udang 1,66, kadar abu lebih tinggi pada daun sirih hutan mungkin karena keadaan lingkungan tempat tumbuhnya sampel yaitu hutan yang kurang terawat. Kadar abu tidak larut dalam asam adalah kadar abu yang berasal dari luar, dari hasil penelitian kadar abu tidak larut asam pada sirih hutan lebih rendah daripada daun sirih udang. Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan – bahan dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1992. Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui bahwa minyak atsiri daun sirih hutan 1,92 sementara pada daun sirih udang hanya 1,09, dari hasil ini diketahui bahwa minyak atsiri lebih banyak terdapat pada daun sirih hutan dibandingkan daun sirih udang. Hal ini terjadi karena faktor lingkungan dimana daun sirih hutan diperoleh dari hutan, sehingga faktor tersebut mempengaruhi hasil metabolit yang diperoleh salah satunya adalah kadar minyak atsiri. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol dari daun sirih hutan dan daun sirih udang dapat dilihat pada tabel berikut: Universitas Sumatera Utara liv Tabel 3. Hasil skrining fitokimia dari daun sirih hutan dan daun sirih udang NO Parameter Simplisia Ekstrak SH SU SH SU 1 Alkaloida + + + + 2 Flavonoida + + + + 3 Tanin + + + + 4 Saponin + + + + 5 Glikosida + + + + 6 Steroid Triterpenoid + + + + Keterangan: + = memberikan hasil positif - = memberikan hasil negatif - Selain dari golongan senyawa diatas daun sirih hutan dan daun sirih udang juga memiliki kandungan minyak atsiri kavikol, eugenol, estragol yang merupakan golongan fenol monoterpen dan seskuiterpen yang berkhasiat sebagai antibakteri. Kavikol sebagai komponen kimia utama pada minyak atsiri bertanggung jawab terhadap bau khas pada daun sirih dan bersifat antibakteri kuat yaitu 5 kali lebih kuat dari fenol Trubus,2009. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hutan dan sirih udang terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Universitas Sumatera Utara lv Tabel 4 . Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hutan dan daun sirih udang terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. No Percobaan Diameter hambat pertumbuhan bakteri mm Streptococcus mutans Staphylococcus aureus Escherichia coli ESH 1 ESU 1 ESH 1 ESU 1 ESH 1 ESU 1 1 I 10,2 7,95 15,05 13,8 17,05 14,7 2 II 10, 35 7,82 15,35 13,65 17,2 14,57 3 III 10,25 7,80 15,2 13,55 17,25 14,9 4 Rerata 10,26 7,85 15,2 13,66 17,16 14,72 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sensitif terhadap ekstrak etanol daun sirih udang dan daun sirih hutan. Hal ini disebabkan karena ekstrak etanol daun sirih memiliki senyawa aktif yang bersifat sebagai antibakteri, hal ini sesuai dengan pernyataan Heyne 1987 bahwa ekstrak daun sirih mengandung senyawa aktif golongan flavonoida,saponin, tanin, minyak atsiri golongan fenol eugenol, kavicol, estragol memiliki aktivitas antibakteri. Dari tabel diatas terlihat bahwa dengan konsentrasi10 mgml, diameter daya hambat rata-rata tertinggi diperoleh pada pengujian terhadap bakteri Escherichia coli, kemudian diikuti oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Dengan demikian hasil yang terlihat pada tabel diatas membukt ikan bahwa bakteri Streptococcus mutans lebih resisten di bandingkan kedua bakteri tersebut. Hasil juga menunjukkan bahwa daun sirih hutan memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan daun sirih udang yang telah diuji terhadap ketiga bakteri tersebut. Bakteri Escherichia coli Universitas Sumatera Utara lvi merupakan bakteri gram negatif sedangkan bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif Lay, 1994. Dari hasil penelitian terlihat bahwa daun sirih hutan dan daun sirih udang memberi daya hambat yang lebih besar terhadap bakteri gram negatif dibandingkan dengan bakteri gram positif. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding selnya. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung jumlah peptidoglikan lebih sedikit dari pada dinding sel bakteri gram positif. Dinding sel itulah yang menyebabkan kedua kelompok bakteri ini memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan seperti pada pewarnaan Pelczar, 1986. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan zona hambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak daun sirih hutan dan daun sirih udang terhadap bakteri penyebab karies gigi yaitu Streptococcus mutans. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hutan dan daun sirih udang terhadap bakteri Streptococcus mutans, dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara lvii Tabel 5 . Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih hutan dan daun sirih udang dengan 3 kali perulangan terhadap bakteri Streptococcus mutans Konsentrasi mgml Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans mm ESH ESU 500 25,13 23,37 400 24,19 20,26 300 23,86 19,88 200 22,38 18,31 100 20,64 17,36 90 19,85 16,78 80 19,56 16,06 70 18,53 15,7 60 17,58 15,44 50 16,15 14,52 40 15,78 12,01 30 14,11 11,36 20 12,05 9,2 10 10,26 7,85 5 _ _ Blanko _ _ Keterangan : - = Tidak memberikan hambatan Blanko = Etanol Universitas Sumatera Utara lviii Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menentukan zona hambat, dapat dilihat bahwa zona hambat semakin meningkat pada kenaikan konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi terhadap masing-masing bahan coba memiliki korelasi positif terhadap peningkatan zona hambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, diameter daerah hambat antimikroba yang paling efektif terhadap antimikroba uji adalah 14 mm sampai 16 mm. Dari tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun sirih hutan memberikan batas daerah hambat yang efektif terhadap Streptococcus mutans dengan diameter 14,11 mm pada konsentrasi 30 mgml sedangkan pada ekstrak daun sirih udang memberikan batas daerah hambat 14,52 mm pada konsentrasi 50 mgml. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstrak etanol daun sirih hutan memberikan diameter daerah hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak etanol daun sirih udang. Hal ini disebabkan karena kadar minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih hutan lebih tinggi 1,92 dari pada daun sirih udang 1,09. Menurut Soerianegara 1988, salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan dan sifat fisiologi dan metabolisme tumbuhan adalah iklim. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, dan tekanan uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Adanya perbedaan iklim akan menimbulkan variasi dan formasi tumbuhan dan hutan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan lingkungan dimana kedua varietas sirih ini hidup dapat mempengaruhi kadar zat kimia dan sifat anatomi fisiologi tumbuhan yang terdapat dalam daun sirih tersebut. Universitas Sumatera Utara lix Dapat dilihat bahwa daun sirih hutan yang digunakan diambil dari hutan dimana terdapat beranekaragam tumbuhan yang hidup liar. Tumbuhan liar tersebut merupakan saingan bagi tumbuhan sirih hutan yang tumbuh disekitar tersebut, sehingga keadaan ekosistem yang kompetitif diantara kehidupan tumbuhan liar ini, menyebabkan sistem metabolisme pada sirih hutan tersebut pun semakin tinggi untuk menghasilkan metabolit yang digunakan untuk mempertahankan dirinya. Berbeda dengan tumbuhan sirih udang, yang tumbuh pada daerah yang bersih dan terawat, menyebabkan sistem metabolisme yang kurang sehingga menghasilkan metabolit yang kecil untuk mempertahankan dirinya. Universitas Sumatera Utara lx

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN