Reaksi Organisasi Kemahasiswaan Sektor Pertanian

lxxi

2. Reaksi Organisasi Kemahasiswaan

Dalam fanatisme agama para mahasiswa tidak sendirian sebagian dari mereka yang menarik keuntungan dari kebijakan infitah secara lahiriah juga sama bersemangatnya dalam pertunjukan agama mereka. Dimana-mana bermunculan masjid baru yang dibiayai oleh pemerintah atau orang-orang kaya. Di gedung- gedung apartemen mewah yang baru yang berkembang baik di Kairo dan Iskandariah, biasa dijumpai masjid di lantai bawah tanahnya. Hal ini terjadi karena masjid diperlakukan istimewa: bebas pajak. Sadar atau tidak pemerintah tampaknya bertekad menguji diktum Marx bahwa agama adalah candu bagi rakyat. Masalahnya ialah bahwa mereka tidak tahu agama macam apa yang mereka hadapi. Sebenarnya, fundamentalisme Muslim jenis baru yang digalakan secara nekat ini sebagian besar hanya di permukaan menitikberatkan pada tanda-tanda agama yang kelihatan serta pada huruf-huruf dalam hukum tetapi mengabaikan pelajaran sejarah yang sebenarnya. Ini bukan usaha untuk memahami dan menggali kembali cita-cita tinggi Islam pada masa awalnya, seperti yang dilakukan oleh Ibn Hambal dan Ibn Taimiah. Tetapi usaha yang kasar dan siap untuk menyembunyikan masalah-masalah politik dan sosial di balik Galabiyeh dan cadar. Fundamentalime dari jenis lain bereaksi di tempat lain, tetapi tampak dan tidak terawasi oleh penguasa. Pemerintah dan pendukugnya telah menciptakan suatu monster, dan suatu hari nanti mungkin lebih cepat dari yang diduga. 87 87 Mohamed Heikal, Anwar Sadat: Kemarau Kemarahan. Penerjemah Arwan Setiawan Jakarta: PT. Temprin, 1986, h.162. lxxii

3. Sektor Pertanian

Kebijakan Sadat pada sektor pertanian adalah kompromi dengan berbagai kepentingan pihak–pihak yang terlibat. Jumlah tanah diberikan dengan perkongsian insinyur pertanian. Sejumlah tanah lainnya didistribusikan kepada kaum petani yang telah terdaftar di lembaga-lembaga kerjasama pertanian. Sejumlah tanah lainnya lagi dijual secara lelangkepada penawar tertinggi, yang memungkinkan kalangan industrialis yang kaya menghimpun tanah agribisnis. Secara umum, Mesire mempertahankan sistem prekonomia yang didominasi negara yang sangat rentan terhadap berbagai pertimbangan politik pragmatis. Perekonomian Mesir yang bercorak sosialis dan semi-sosialis mengembangkan distribusi kekuasaan baru di tangan masyarakat Mesir. Elit tuan tanah yang lama diganti oleh gerasi pejabat militer, birokrat, dan teknokrat, sebaliknya kebijakan Infitah dekade 1970-an mendorong sejumlah perbankan asing, perusahaan bersama dan melahirkan elit baru terdiri dari kalangan impor- ekspor, kontraktor dan spekulan dalam usaha perumahan. Dengan perubahan orientasi ekonomi tersebut, Mesir juga mengundurkan diri dari tujuan-tujuan kemakmuran dan sosial tahun 1960-an dan memberlakukan sebuah distribusi penghasilan yang kurang memadai yaitu dengan dibukanya kebijakan Infitah. Undang-undang 43 1974 menggerakan infitah dengan memberikan insentif-insentif, seperti mengurangi pajak, tarif impor, dan jaminan-jaminan terhadap nasionalisasi, bagi investor-investor Arab dan asing dalam industri, reklamasi tanah, pariwisata, dan perbankan di Mesir. Beberapa penasehat Anwar Sadat menginginkan untuk membatasi infitah dalam rangka mendorong investasi asing dalam ekonomi Mesir. Yang lainnya menginginkan untuk menerapkan lxxiii norma-norma kapitalis untuk semua perusahaan-perusahaan domestik, baik itu yang dimiliki oleh pihak investor swasta maupun oleh pihak investor pemerintah. Sadat cenderung mengadopsi pandangan yang terakhir, yang menyebabkan kemerosostan bagi perencanaan negara dan hukum-hukum mengenai pekerja. Korupsi bertambah dalam sebuah kelompok wirausaha munfatihin mereka yang menjalankan kebijakan “pintu terbuka”, yang mengambil keuntungan secara berlebihan dan konsumsi yang mencolok mata bertentangan dengan kebanyakan masyarakat Mesir dari kelas menengah dan orang-orang miskin. Demonstrasi protes dan pemogokan mereka meletus seketika menyusul kebijakan “pintu terbuka” dilaksanakan. Usaha Sadat, di bawah tekanan Bank Dunia, untuk memindahkan kontrol kurs dan mengurangi subsidi pemerintah dalam bahan makanan pokok menggiring pada kerusuhan Januari 1977 krisis pangan, tetapi meskipun demikian infitah tetap diteruskan. Di bawah kekuasaan Husni Mubarak, para mufatihin telah menjadi kelompok kepentingan yang berbeda yang telah melawan usaha-usaha Mubarak untuk megurangi kesempatan mereka para mufatihin untuk memperkaya diri atau memotong tingkat konsumsi mereka. Kebijakan infitah menjadikan Mesir bergantung secara ekonomi pada negara-negara Arab yang lebih kaya, Eropa, dan Amerika Serikat. Kebijakan ini pula telah memperlebar jurang sosial dan ekonomi antara yang kaya dan miskin yang secara potensial menjadi “bom waktu” bagi masa depan Mesir.

D. Anwar Sadat tidak Inkonsistensi: Sebuah Analisis