Ekonomi Kebijakan Pintu Terbuka Infitah

lxvii Administratif yaitu mengalami penjegalan atas tugasnya yang dianggap menghalangi kinerja pemerintahan Anwar Sadat. Ketiga Dinas Intelegen Umum. Meskipun demikian badan ini mengatakan mempunyai informasi tentang segala apa yang terjadi, badan ini juga tidak tahu harus diapakan informasi itu. Badan ini sewaktu kepemimpinan Nasser telah di setujui untuk dijadikan koran terbitan Al-Ahram. Tetapi di tahun 1974 Sadat membatalkan pengaturan itu dan ketika ia mendirika majelis Keluarga majlis el- Shura ia mendirikan apa yang dinamakan Dewan Pers Tertinggi, yang diketuai oleh kaum majlis. Ini tentu saja mengindikasikan bahwa seluruh pers secara efektif ada dibawah kontrol pemerintah, yang menyangkut semua pemimpin redaksi. 81

C. Kebijakan Pintu Terbuka Infitah

1. Ekonomi

Infitah adalah sebuah kata berbahasa Arab yang artinya “pintu terbuka”. Kata ini merujuk pada Presiden Mesir Anwar Sadat: “membuka pintu” opening the door untuk memprivatisasi penanaman modal investasi di Mesir. Pada tahun-tahun setelah Perang Oktober dengan Israel pada 1973, Sadat membawa sejumlah perbaikan bagi Mesir. Yang paling populer di antaranya, Mesir merupakan negara Arab pertama yang mengakui kedaulatan Israel. Sadat juga melakukan reformasi ekonomi yang mengakhiri dominasi ekonomi Mesir oleh sektor publik dan mendorong baik investasi domestik maupun investasi asing dalam sektor swasta, sebuah kebijakan yang dijuluki dengan nama “infitah”. 81 Heikal, Anwar Sadat, h. 178 lxviii Pada tahun-tahun setelah “Perang Oktober,” ada tiga madzhab pemikiran yang muncul di Mesir: kaum Marxis mendukung untuk meneruskan trend sosialis yang sudah dibangun di Mesir di bawah pengaruh Uni Soviet, di saat yang sama kelompok yang lebih kecil mendorong kapitalisme pasar bebas. Sebelum pemilihan Sadat, kaum statis, pendukung ekonomi terpimpin command economy dengan membatasi investasi swasta yang mendominasi kancah politik di Mesir. Kebijakan infitah Sadat sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh “filsafat pasar bebas” yang masih mempertahankan beberapa elemen yang sosialistik. Kebijakan ini juga baik secara ideologis maupun politis dimotivasi oleh keinginan Sadat untuk bersekutu dengan Barat dan anggota masyarakat Mesir sendiri yang kaya dan kuat. Dengan cara ini Sadat membedakan dirinya dari era Nasser yang pada saat yang sama melindungi dirinya berada dalam kekuasaan. 82 Dengan demikian program Anwar Sadat ini adalah untuk menopang investasi swasta di Mesir yang lebih sering disebut dengan “open door policy”. Kebijakan ini dikumandangkan bersamaan dengan “Oktober Paper” 1974 yang dimaksudkan untuk merelaksasi kontrol pemerintah yang diterapkan di bawah Sosialisme Arab Gamal Abdel Nasser. Kebijakan ini juga sebenarnya sudah dimulai pada 1971 sebagai sebuah usaha untuk menarik investasi oleh negara- negara Arab lain untuk menyelamatkan ekonomi Mesir yang terpuruk. Kebijakan ini juga merupakan kelanjutan dari perang Arab-Israel pada 1973 karena Mesir membutuhkan dana asing untuk membiayai bahan pokok yang penting dan bagian-bagian tertentu yang akan membawa ekonomi Mesir kembali pada produksi secara maksimal. Mesir juga mengharapkan untuk mengubah hutang 82 “Infitah,” artikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari http:wwww.en.wikipedia.orgwikiI nfitah. lxix jangka pendeknya short-term debt menjadi utang jangka panjang longer indebtedness dengan berkurangnya masa-masa yang berat. Oleh karena itu, kebijakan ini bisa menarik investasi swasta untuk meningkatkan pendapatan negara selanjutnya, pekerjaan, dan kurs asing. 83 Foaktor-faktor dilakukanya kebijakan pintu terbuka Infitah, terjadi disinyalir selain dari penjabaran atas realitas terselenggaranya hasil undang- undang kontitusi 1971 yakni dalam pasal 4 “Dasar ekonomi dari Republik Arab Mesir adalah sistem Demokrasi sosialis yang didasarkan pada kecukupan dan keadilan dengan cara mencegah ekploitasi yang mengakibatkan penghapusan perbedaan-perbedaan pendapatan, melindungi pendapatan yang sah, dan menjamin persamaan distribusi kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab masyarakat.” 84 Dorongan lain akibat merosotnya prekonomian negara yaitu, terlibatnya peperangan antara Mesir-Israel 1973. Peperangan ini menghabiskan biaya yang tidak sedikit dengan keadaan prekonomian yang diwariskan Nasser pada Sadat. Hal lain yaitu Sadat mengharap dapat dukungan ekonomi dan politik kepada Amerika Serikat, dengan pemulihan hubungan dengan kultur Barat. Pada dekade 1970-an di bawah presiden Anwar Sadat, rezim Mesir kembali kepada sistem prekonomian campuran dan kembali kepada kebijakan meningkatkan investasi swasta. Tahun 1974 hal ini menjadi kebijakan infitah membuka pintu bagi investasi asing. Kebijakan baru ini sejalan dengan persekutuan rezim Sadat dengan Amerika Serikat dan negara-negara Arab konservatif. Meski banyak tergantung pada investasi asing, namun kesejahteraan 83 “Infitah,” arikel diakses tanggal 9 Mei 2007 dari www.answers.comtopicinfitah 84 Shireen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam, penerjemah Ajat S.U. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogni, 2001, h. 40. lxx rakyat terus-menerus bergantung pada ekspor minyak, pada sektor pariwisata, bea terusan Suez, dan kiriman uang para pekerja di luar negeri. Demikianlah, hutang Mesir luar negri Mesir berkembang semangkin besar. Tokoh-tokoh Islam mencemooh dan menolak reformasi hukum ini karena mereka dianggap sebagai hasil pengaruh Barat. Mereka menyebut undang-undang Jihan, mengacu pada Jihan Sadat, yang ibunya berasal dari Inggris dan dia dianggap sudah bertabrakan. Kebijakan ekonomi “pintu terbuka” infitah Sadat dianggap sebagai ketergantungan ekonomi Mesir yang semangkin besar pada Barat, dan mendorong penetrasi budaya Barat, dari pakaian dan perilaku hingga televisi, musik dan video, yang menguntungkan kaum elit terbaratkan yang menikmati hak istimewa dalam eklonomi, dengan demikian, mendorong tumbuhnya suatu masyarakat yang di dalamnya yang kaya semangkin kaya dan yang miskin semangkin miskin. 85 Namun demikian, yang menjadi tantangan utama bagi pemerintahan Mesir ialah pembangunan ekonomi dalam negeri. Sebab sekalipun sudah mendapat sumber bantuan baru dari luar negeri dan pemutihan hutang luar negerinya, Mesir masih harus berusaha untuk mencapai selekasnya tahap lepas landas bagi pertumbuhan prekonomian, dengan memperlancar masuknya modal asing serta mempercepat penyedian sarana dan prasarana pendukung proses industrialisasi. 86 85 John L. Elposito dan John D. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek . Penerjemah Rahmani Astuti Bandung : Mizan, 1999, h. 238 86 Riza Sihbudi, Profil Negara, h. 152. lxxi

2. Reaksi Organisasi Kemahasiswaan