1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam membolehkan semua bentuk transaksi yang adil, jujur, benar, dan dapat mewujudkan kemaslahatan umat manusia, sebaliknya melarang
bentuk transaksi yang mengandung unsur penipuan, kedzaliman, eksploitasi, merusak dan merugikan.
Karenanya, Islam telah menggariskan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi, terutama yang berkaitan dengan etika-moral akhlak. Islam adalah
agama yang semua ajarannya terkait dengan tujuan utusannya yaitu Muhamad untuk menyempurnakan akhlak.
Islam selalu mengkaitkan akhlak dengan keimanan seseorang. Tidaklah seseorang itu dianggap beriman jika ia tidak amanah, tidur kenyang
sementara tetangganya kelaparan, berzina, mencuri, minum, memutuskan hubungan silaturahmi, menyakiti hati tetangga, dan tidak bisa berkata benar.
Karenanya, seluruh ajaran Islam tidak bisa terlepas dari nilai moral, tanpa kecuali masalah-masalah yang terkait dengan perekonomian.
Berdirinya IDB Islamic Development Bank pada sidang menteri keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian bank-
bank syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara
Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki Antonio, 2001:21.
2 Berkembangnya bank syariah di kancah internasional, memberi
pengaruh bagi pengembangan bank syariah di Indonesia. Mengingat Indonesia berpenduduk 88 muslim Sensus Penduduk, 2000, maka pantaslah bila
awal pendiriannya kental dengan peluang captive market yang dimiliki Indonesia.
Upaya intensif pendirian bank syariah di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya sejak tahun 1988 di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan
Oktober Pakto yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satu
perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya
ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, tanggal 19-22 Agustus 1990, kemudian diikuti dengan undang-undang No. 7 tahun 1992
tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasikan, maka Bank Muamalat Indonesia merupakan bank umum syariah pertama yang beroperasi
di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh pendirian bank-bank perkreditan syariah. Namun demikian, adanya kedua jenis bank tersebut belum
sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh Karen itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut Baitul Maal wa
Tamwil BMT Zainul Arifin, 2008:26. Ketergantungan sistem perekonomian terhadap perbankan telah
demikian besar, sehingga hampir mustahil untuk mengabaikan peran perbankan dalam kegiatan ekonomi suatu bangsa. Persoalan yang masih
3 menjadi perdebatan adalah bagaimana keabsahan sistem perbankan tersebut
terutama penerapan sistem bunga jika dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Untuk itu, keberadaan bank syariah patut dilihat sebagai sebuah upaya
menerapkan kegiatan perbankan yang tidak bertentangan dengan kaidah- kaidah agama.
PT. Bank Muamalat Indonesia adalah bank umum pertama di Indonesia yang beroperasi berdasarkan syariah Islam dengan landasan operasi
berbasis bagi hasil profit sharing, di bawah Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Hingga kini bank syariah telah berkembang pesat,
dan sekitar tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Melalui sistem syariah penghimpunan dananya mengalami
peningkatan 52 pertahun dan ini melebihi perbankan dengan sistem konvensional. Tidak kurang dari 176 bank syariah telah beroperasi Jurnal
Manajemen Gajayana, 2004. Atas pertimbangan itu, sudah saatnya kalangan perbankan syariah
memberikan perhatian lebih pada pola pembiyaan selain murabahah, yaitu dengan meningkatkan prosentase pembiyaan melalui skema mudharabah dan
musyarakah. Perbankan syariah membutuhkan suatu investment modes yang
berdasarkan pada risk-return modes. Untuk menghindari kerugian, maka bank syariah perlu melakukan beberapa langkah, yaitu: diversifikasi portofolio
evaluasi mendalam dan hati-hati terhadap proyek yang akan dibiayai; dan menelusuri dan menganalisis latar belakang nasabah yang akan mendapatkan
pembiayaan.
4 Ada beberapa dampak yang timbul dari peningkatan prosentase
pembiayaan melalui pola mudharabah dan musyarakah. Pertama, akan menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat, yang disertai dengan
pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat akan bertambah. Kedua, ditinjau dari
sisi nasabah. Nasabah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau pada bank konvensional.
Nasabah akan membandingkan secara cermat antara expected rate of return yang ditawarkan bank syariah dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan
oleh bank konvensional, dimana selama ini fakta telah membuktikan, bahwa ternyata rate of return bank syariah lebih tinggi bila dibandingkan dengan
interest rate yang berlaku pada bank konvensional. Sehingga ini akan menjadi
faktor pendorong meningkatnya jumlah nasabah Ma’ruf Amin, 2007. Dengan minimnya pengetahuan masyarakat tentang sistem dan prinsip
perbankan syariah maka dirasa perlu untuk melaksanakakn kegiatan sosialisasi perbankan syariah kepada kalangan masyarakat umum dengan memberikan
informasi yang efektif mengenai keberadaan dan eksistensi perbankan syariah. Informasi tersebut dapat diperoleh dari lingkungan. Untuk
menggunakan suatu barangjasa setiap individu dipengaruhi oleh banyak hal, terutama lingkungannya, seperti budaya culture, keluarga family, kelas
social social class, dan kelompok referensi refence groups. Tahun 2006 merupakan tahun yang penuh dinamika bagi industri
perbankan syariah. Sebagai bagian dari perekonomian nasional, dinamika
5 ekonomi yang berkembang khususnya di sektor riil mempengaruhi
perkembangan perbankan syariah. Kondisi perekonomian yang pada awal 2006 masih sangat kuat dipengaruhi oleh dampak lanjutan kenaikan
BBM tahun 2005, yang ditandai dengan tingginya inflasi dan suku bunga, kenaikan biaya produksi serta melemahnya daya beli masyarakat,
menciptakan iklim yang kurang kondusif pada dunia usaha termasuk perbankan syariah. Namun sejalan dengan kestabilan makro yang semakin
meningkat, pada semester kedua 2006 ekspansi perekonomian secara lebih luas mulai terlihat, sehingga kinerja industri perbankan syariah kembali
menemukan momentumnya, ditandai dengan pertumbuhan volume usaha yang tinggi. Dinamika industri yang terjadi menyebabkan sejumlah indikator
kinerja seperti pertumbuhan dana pihak ketiga, pembiayaan dan profitabilitas menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya, namun
sebaliknya indikator seperti tingkat risiko portofolio pembiayaan dan kecukupan modal mengalami penurunan meskipun masih dalam koridor
kehati-hatian yang dipersyaratkan. Terlepas dari dinamika keuangan yang terjadi, perkembangan
perbankan syariah pada 2006 memberikan sejumlah indikasi positif ditinjau dari kemajuan pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan.
Meningkatnya share industri perbankan syariah dari 1,4 menjadi 1,6 yang diikuti dengan pelaksanaan fungsi intermediasi secara optimal yang
ditunjukkan rasio financing to deposit FDR sebesar 98,9 memberikan harapan terpeliharanya keberpihakan perbankan dalam mendorong sektor riil
6 sebagai basis perekonomian nasional.Dengan pendekatan nilai dan
karakteristik operasional yang berbeda, kontribusi tersebut lebih jauh lagi diyakini juga memberikan kemanfaatan dalam hal pembangunan sosial
kemasyarakatan. Pada periode laporan, kemanfaatan dimaksud secara nyata diwujudkan melalui berbagai aktivitas dalam kerangka program perbankan
syariah peduli umat. Kebijakan yang ditempuh dalam pengem- bangan perbankan syariah secara umum mengacu pada cetak biru pengembangan
perbankan syariah yang pada tahun 2006 difokuskan pada upaya memperkuat struktur industri sebagai bagian dari tahap kedua implementasi
cetak biru. Selain itu kebijakan yang ditempuh juga diarahkan untuk mengantisipasi tantangan maupun dinamika yang dihadapi perbankan syariah
guna mempertahankan momentum pertumbuhannya. Selama tahun 2006 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan, yaitu masing- masing sebanyak 1 Unit Usaha Syariah UUS dan 13 BPRS. Secara industri
pada akhir 2005 terdapat 3 Bank Umum Syariah BUS, 20 UUS dan 105 BPRS. Sejalan peningkatan tersebut, jaringan kantor bank syariah termasuk
kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah juga mengalami peningkatan sebanyak 40 kantor sehingga menjadi 636 kantor pada
akhir tahun 2006. Selama tahun 2006 industri perbankan syariah mengalami peningkatan
volume usaha sebesar Rp5,8 triliun sehingga pada akhir periode laporan mencapai Rp26,7 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset
7 perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional dari 1,4 pada akhir
tahun 2005 menjadi 1,6 pada akhir 2006.Di sisi penghimpunan dana, perkembangan DPK perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi
persaingan penghimpunan dana yang semakin ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi
melalui pasar modal. Pertumbuhan DPK perbankan syariah mengalami tekanan dalam kondisi suku bunga perbankan yang tinggi di awal 2006,
namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak semester kedua, DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga
mampu mencapai pertumbuhan sebesar 32,7, atau lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4. Peningkatan tersebut
menyebabkan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional meningkat dari 1,4 2005 menjadi 1,6 . pembiayaan masih berjalan
optimal, dengan laju pertumbuhan sebesar 34,2 atau melebihi baik laju pertumbuhan DPK yang dihimpun sepanjang 2006 maupun laju pertumbuhan
pembiayaan pada tahun sebelumnya. Ditengah kondisi perbankan nasional yang masih menghadapi berbagai kendala dalam upaya meningkatkan
penyaluran dana ke berbagai sektor produksi, perkembangan pembiayaan dimaksud menjadi sangat berarti dan mampu mengangkat pangsa
pembiayaan perbankan syariah pada skala nasional dari 2,2 pada tahun 2005 menjadi 2,6 pada tahun laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang masih
cukup tinggi dalam kondisi sektor riil yang belum kondusif, berdampak pada meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah non performing financing
8 yang dihadapi perbankan syariah. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas pembiayaan bank syariah sebagaimana tercermin dari rasio NPF gross perbankan syariah yang meningkat hingga mencapai 4,8
pada posisi akhir 2006. Akhir 2006 memberikan catatan fantastik tentang keunggulan sistem
Perbankan Islam yang merupakan salah satu aspek penting syariat islam dalam bidang ekonomi di banding perbankan konvensional. Hal ini terlihat dari
perbandingan beberapa aspek performance operasi sistem perbankan meliputi Non Performing LoanFinancing
NPLNPF, FinancingLoan to Deposits Ratio
FDRLDR, simpanan bank di SBI atau SWBI, dan kinerjanya dalam menggerakkan sektor riil.
Rasio pembiayaan perbankan syariah terhadap dana pihak ketiga financing to deposits ratio atau FDR juga tinggi, sebesar 111 lebih
dibanding perbankan nasional yang hanya sekitar 62. Apa artinya? Perbankan syariah secara sempurna mengemban fungsinya sebagai lembaga
intermediasi. Dari 100 dana yang dikumpulkannya dari pihak ketiga, semuanya disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan kepada sektor riil.
Bahkan tidak cukup itu, sebanyak 11 dari pembiayaan itu didanai dari modal mereka sendiri. Beban yang ditimbulkan bank syariah karena penempatan
dana dalam bentuk Sertifikat Wadiah BI SWBI juga sangat kecil. Artinya, beban yang dipikul BI juga ringan http:Alihozi77.blogspot.com.
Industri perbankan syariah pada tahun 2007 diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan yang signifikan. Perkiraan tersebut didukung adanya
9 ekspektasi penguatan sisi permintaan yang berasal dari meningkatnya daya
beli masyarakat maupun perbaikan ekonomi secara umum. Arah pergerakan suku bunga yang diperkirakan semakin kondusif sebagai respon terhadap
perkembangan yang positif pada sisi makro, juga akan berimplikasi pada meningkatnya daya saing produk penghimpunan dana perbankan syariah.
Kebutuhan akan pembiayaan usaha dari perbankan akan turut meningkat sejalan dengan membaiknya kondisi permintaan dan menurunnya risiko
usaha, yang akan berdampak pada terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi perbankan syariah untuk merealisasikan potensi pertumbuhannya. Disamping
itu, keyakinan terhadap membaiknya prospek industri juga tercermin dari ditetapkannya target pertumbuhan yang sangat signifikan oleh beberapa bank
syariah. Peningkatan target tersebut juga merupakan wujud partisipasi perbankan dalam program percepatan pengembangan industri untuk
mencapai target indikatif pangsa pasar di 2008. Sebagai satu industri yang baru berkembang dengan tingkat
pertumbuhan yang relatif cepat, telah terjadi kecenderungan semakin meningkatnya minat pelaku perbankan untuk masuk kedalam industri
perbankan syariah. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya bank-bank baru yang masuk kedalam industri perbankan syariah selama tahun 2006.
Pada tahun 2006, Bank Indonesia telah mengeluarkan 1 izin usaha pembukaan Unit Usaha Syariah baru, 9 izin usaha pendirian BPR Syariah, 4 izin konversi
BPR konvensional menjadi BPR Syariah, serta perizinan akuisisi 2 BPR Syariah. Dari sisi ekspansi usaha, telah dikeluarkan izin pembukaan 20 kantor
10 cabang syariah
terdiri dari 9 kantor cabang dari Bank Umum Syariah dan 11
kantor cabang syariah dari Unit Usaha Syariah, 54 persetujuan pembukaan
kantor dibawah kantor cabang syariah serta 464 layanan syariah dari unit usaha syariah. Dibanding tahun 2005, terdapat
penurunan jumlah pembukaan kantor cabang syariah
oleh Unit Usaha Syariah. Pada tahun 2005 izin pembukaan kantor cabang syariah sebanyak 25 kantor cabang
syariah sedangkan tahun ini hanya 11 kantor cabang syariah. Hal ini terjadi
sebagai dampak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.83PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum
konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional yang memberi kemudahan bagi Unit Usaha Syariah untuk memperluas
jaringan kantor syariah melalui pembukaan layanan syariah. Sebagian besar Unit
Usaha Syariah membuka
layanan syariah
di kantor-kantor
konvensionalnya karena penyebaran jaringan kantor konvensional jauh lebih banyak dan luas, selain itu biaya investasi yang lebih rendah.
Seiring dengan dinamika tersebut, kinerja perbankan syariah khususnya pada paro kedua tahun
2006 kembali menemukan momentumnya. Hingga
akhir tahun 2006, pembiayaan yang diberikan PYD perbankan
syariah meningkat sebesar Rp5,2 triliun dari tahun sebelumnya sehingga
mendorong kenaikan rasio Financing to Deposit FDR perbankan syariah dari 97,8 pada akhir 2005 menjadi 98,9. Dalam periode yang sama,
11
Kelompok Bank 2002
2003 2004
2005 2006
Bank Umum Syariah 2
2 3
3 3
Unit Usaha Syariah 6
8 15
19 20
BPRS 83
84 86
92 105
Jumlah Kantor BUS UUS 127
299 401
504 531
Jumlah Layanan Syariah -
- -
- 456
Sumber: Bank Indonesia
jumlah dana pihak ketiga DPK yang dihimpun meningkat sebesar Rp5,1 triliun sehingga memberikan indikasi bahwa seluruh dana yang dihimpun dari
masyarakat dapat disalurkan oleh perbankan syariah atau dengan kata lain fungsi intermediasi perbankan syariah telah berjalan optimal.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Selama periode laporan, jumlah kantor bank syariah termasuk kantor kas,
kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah bertambah 40 kantor dari 596 kantor pada akhir tahun 2005. Ditinjau dari penyebarannya, jaringan
kantor perbankan syariah kini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 70
kabupatenkodya di 31 propinsi. Jumlah tersebut belum termasuk jaringan kantor cabang bank konvensional penyedia layanan syariah office
channeling sebanyak 456 kantor yang umumnya baru beroperasi pada
semester kedua tahun 2006. Hal ini mengindikasikan para pemilik dana masih melihat potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan perbankan
syariah, khususnya ke wilayah-wilayah potensial di luar ibu kota propinsi.
Tabel 1.1
Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah
12 Dari sisi penghimpunan dana, perkembangan
DPK perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi persaingan penghimpunan dana yang semakin
ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi melalui pasar modal. Dalam kondisi suku
bunga yang tinggi, daya tarik produk penghimpunan dana
perbankan syariah mengalami penurunan secara relatif terhadap produk perbankan
konvensional sehingga pertumbuhan PDK pada paruh pertama tahun 2006 mengalami tekanan hingga ke level 5,5
y-t-d. Namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak paruh kedua tahun 2006, DPK yang dihimpun
perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga mampu mencapai pertumbuhan sebesar 32,7 yang terutama didukung oleh
pertumbuhan DPK UUS yang mencapai 80,8. Pertumbuhan tersebut
lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4, sehingga mendorong peningkatan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan
nasional dari 1,4 menjadi 1,6. Struktur DPK perbankan syariah masih didominasi oleh dana
investasi tidak terikat, namun menunjukkan kecenderungan bergeser ke arah giro dan tabungan wadiah maupun mudharabah yang memiliki
maturitas relatif pendek. Hal ini mengindikasikan preferensi likuiditas nasabah perbankan syariah yang cenderung meningkat sepanjang tahun
2006.
13
2005 2006
2005 2006
2005 2006
Simpanan Wadiah
Giro 2.045
3.416 26,2
67 13,1
16,5 Tabungan
60 122
35,5 105
0,4 0,6
Lainnya 130
210 379,3
61,6 0,8
1
Investasi Mudharabah
Tabungan 4.181
6.098 31
45,9 26,8
29,5 Deposito
9.166 10.826
31,4 18,1
58,8 52,4
Total 15.582
20.672 31,4
32,7 100
100
Sumber: Bank Indonesia
Pangsa Jumlah Miliar
Pertumbuhan Jenis Dana
2005 2006
2005 2006
2005 2006
Musyarakah 1.898
2.335 49,40
23,0 12,5
11,4 Mudharabah
3.124 4.062
51,50 30,0
20,5 19,9
Piutang Murabahah 9.487
12.624 24,20
33,1 62,3
61,7 Piutang Istishna
282 337
10,00 19,6
1,8 1,6
Qard 125
250 26,20
100,6 0,8
1,2 Ijarah
316 836
201,80 164,7
2,1 4,1
Total 15.232
20.445 32,6
34,2 100
100
Sumber: Bank Indonesia
Pangsa Jumlah Miliar
Pertumbuhan Jenis Pembiayaan
Tabel 1.2
Komposisi Dana Pihak Ketiga
Tabel 1.3
Perkembangan Jenis-jenis Pembiayaan
Dari penjelasan di atas, menjadi penting kini untuk mengetahui pengaruh apa saja yang memotivasi depositor untuk menyimpan dananya di
bank syariah, dan mengetahui apa saja yang mempengaruhi besarnya penghimpunan dana pihak ketiga bank syariah di Indonesia khususnya
simpanan mudharabah.
14 Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis
berbagai variabel yang menentukan besarnya simpanan simpanan mudharabah perbankan syariah di Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul :
“ANALISIS PENGARUH
KINERJA KEUANGAN
BANK TERHADAP SIMPANAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA”. B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut :
1. Berapa besar CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR mempengaruhi Simpanan Mudharabah?
2. Bagaimana pengaruh CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR terhadap simpanan mudharabah baik secara sendiri-sendiri parsial maupun secara
gabungan simultan? 3. Variabel mana di antara CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR yang paling
besar pengaruhnya terhadap simpanan mudharabah?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian