Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam membolehkan semua bentuk transaksi yang adil, jujur, benar, dan dapat mewujudkan kemaslahatan umat manusia, sebaliknya melarang bentuk transaksi yang mengandung unsur penipuan, kedzaliman, eksploitasi, merusak dan merugikan. Karenanya, Islam telah menggariskan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi, terutama yang berkaitan dengan etika-moral akhlak. Islam adalah agama yang semua ajarannya terkait dengan tujuan utusannya yaitu Muhamad untuk menyempurnakan akhlak. Islam selalu mengkaitkan akhlak dengan keimanan seseorang. Tidaklah seseorang itu dianggap beriman jika ia tidak amanah, tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan, berzina, mencuri, minum, memutuskan hubungan silaturahmi, menyakiti hati tetangga, dan tidak bisa berkata benar. Karenanya, seluruh ajaran Islam tidak bisa terlepas dari nilai moral, tanpa kecuali masalah-masalah yang terkait dengan perekonomian. Berdirinya IDB Islamic Development Bank pada sidang menteri keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian bank- bank syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki Antonio, 2001:21. 2 Berkembangnya bank syariah di kancah internasional, memberi pengaruh bagi pengembangan bank syariah di Indonesia. Mengingat Indonesia berpenduduk 88 muslim Sensus Penduduk, 2000, maka pantaslah bila awal pendiriannya kental dengan peluang captive market yang dimiliki Indonesia. Upaya intensif pendirian bank syariah di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya sejak tahun 1988 di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober Pakto yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satu perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, tanggal 19-22 Agustus 1990, kemudian diikuti dengan undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasikan, maka Bank Muamalat Indonesia merupakan bank umum syariah pertama yang beroperasi di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh pendirian bank-bank perkreditan syariah. Namun demikian, adanya kedua jenis bank tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh Karen itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut Baitul Maal wa Tamwil BMT Zainul Arifin, 2008:26. Ketergantungan sistem perekonomian terhadap perbankan telah demikian besar, sehingga hampir mustahil untuk mengabaikan peran perbankan dalam kegiatan ekonomi suatu bangsa. Persoalan yang masih 3 menjadi perdebatan adalah bagaimana keabsahan sistem perbankan tersebut terutama penerapan sistem bunga jika dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Untuk itu, keberadaan bank syariah patut dilihat sebagai sebuah upaya menerapkan kegiatan perbankan yang tidak bertentangan dengan kaidah- kaidah agama. PT. Bank Muamalat Indonesia adalah bank umum pertama di Indonesia yang beroperasi berdasarkan syariah Islam dengan landasan operasi berbasis bagi hasil profit sharing, di bawah Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Hingga kini bank syariah telah berkembang pesat, dan sekitar tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Melalui sistem syariah penghimpunan dananya mengalami peningkatan 52 pertahun dan ini melebihi perbankan dengan sistem konvensional. Tidak kurang dari 176 bank syariah telah beroperasi Jurnal Manajemen Gajayana, 2004. Atas pertimbangan itu, sudah saatnya kalangan perbankan syariah memberikan perhatian lebih pada pola pembiyaan selain murabahah, yaitu dengan meningkatkan prosentase pembiyaan melalui skema mudharabah dan musyarakah. Perbankan syariah membutuhkan suatu investment modes yang berdasarkan pada risk-return modes. Untuk menghindari kerugian, maka bank syariah perlu melakukan beberapa langkah, yaitu: diversifikasi portofolio evaluasi mendalam dan hati-hati terhadap proyek yang akan dibiayai; dan menelusuri dan menganalisis latar belakang nasabah yang akan mendapatkan pembiayaan. 4 Ada beberapa dampak yang timbul dari peningkatan prosentase pembiayaan melalui pola mudharabah dan musyarakah. Pertama, akan menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat, yang disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat akan bertambah. Kedua, ditinjau dari sisi nasabah. Nasabah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau pada bank konvensional. Nasabah akan membandingkan secara cermat antara expected rate of return yang ditawarkan bank syariah dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional, dimana selama ini fakta telah membuktikan, bahwa ternyata rate of return bank syariah lebih tinggi bila dibandingkan dengan interest rate yang berlaku pada bank konvensional. Sehingga ini akan menjadi faktor pendorong meningkatnya jumlah nasabah Ma’ruf Amin, 2007. Dengan minimnya pengetahuan masyarakat tentang sistem dan prinsip perbankan syariah maka dirasa perlu untuk melaksanakakn kegiatan sosialisasi perbankan syariah kepada kalangan masyarakat umum dengan memberikan informasi yang efektif mengenai keberadaan dan eksistensi perbankan syariah. Informasi tersebut dapat diperoleh dari lingkungan. Untuk menggunakan suatu barangjasa setiap individu dipengaruhi oleh banyak hal, terutama lingkungannya, seperti budaya culture, keluarga family, kelas social social class, dan kelompok referensi refence groups. Tahun 2006 merupakan tahun yang penuh dinamika bagi industri perbankan syariah. Sebagai bagian dari perekonomian nasional, dinamika 5 ekonomi yang berkembang khususnya di sektor riil mempengaruhi perkembangan perbankan syariah. Kondisi perekonomian yang pada awal 2006 masih sangat kuat dipengaruhi oleh dampak lanjutan kenaikan BBM tahun 2005, yang ditandai dengan tingginya inflasi dan suku bunga, kenaikan biaya produksi serta melemahnya daya beli masyarakat, menciptakan iklim yang kurang kondusif pada dunia usaha termasuk perbankan syariah. Namun sejalan dengan kestabilan makro yang semakin meningkat, pada semester kedua 2006 ekspansi perekonomian secara lebih luas mulai terlihat, sehingga kinerja industri perbankan syariah kembali menemukan momentumnya, ditandai dengan pertumbuhan volume usaha yang tinggi. Dinamika industri yang terjadi menyebabkan sejumlah indikator kinerja seperti pertumbuhan dana pihak ketiga, pembiayaan dan profitabilitas menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya, namun sebaliknya indikator seperti tingkat risiko portofolio pembiayaan dan kecukupan modal mengalami penurunan meskipun masih dalam koridor kehati-hatian yang dipersyaratkan. Terlepas dari dinamika keuangan yang terjadi, perkembangan perbankan syariah pada 2006 memberikan sejumlah indikasi positif ditinjau dari kemajuan pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan. Meningkatnya share industri perbankan syariah dari 1,4 menjadi 1,6 yang diikuti dengan pelaksanaan fungsi intermediasi secara optimal yang ditunjukkan rasio financing to deposit FDR sebesar 98,9 memberikan harapan terpeliharanya keberpihakan perbankan dalam mendorong sektor riil 6 sebagai basis perekonomian nasional.Dengan pendekatan nilai dan karakteristik operasional yang berbeda, kontribusi tersebut lebih jauh lagi diyakini juga memberikan kemanfaatan dalam hal pembangunan sosial kemasyarakatan. Pada periode laporan, kemanfaatan dimaksud secara nyata diwujudkan melalui berbagai aktivitas dalam kerangka program perbankan syariah peduli umat. Kebijakan yang ditempuh dalam pengem- bangan perbankan syariah secara umum mengacu pada cetak biru pengembangan perbankan syariah yang pada tahun 2006 difokuskan pada upaya memperkuat struktur industri sebagai bagian dari tahap kedua implementasi cetak biru. Selain itu kebijakan yang ditempuh juga diarahkan untuk mengantisipasi tantangan maupun dinamika yang dihadapi perbankan syariah guna mempertahankan momentum pertumbuhannya. Selama tahun 2006 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan, yaitu masing- masing sebanyak 1 Unit Usaha Syariah UUS dan 13 BPRS. Secara industri pada akhir 2005 terdapat 3 Bank Umum Syariah BUS, 20 UUS dan 105 BPRS. Sejalan peningkatan tersebut, jaringan kantor bank syariah termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah juga mengalami peningkatan sebanyak 40 kantor sehingga menjadi 636 kantor pada akhir tahun 2006. Selama tahun 2006 industri perbankan syariah mengalami peningkatan volume usaha sebesar Rp5,8 triliun sehingga pada akhir periode laporan mencapai Rp26,7 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset 7 perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional dari 1,4 pada akhir tahun 2005 menjadi 1,6 pada akhir 2006.Di sisi penghimpunan dana, perkembangan DPK perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi persaingan penghimpunan dana yang semakin ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi melalui pasar modal. Pertumbuhan DPK perbankan syariah mengalami tekanan dalam kondisi suku bunga perbankan yang tinggi di awal 2006, namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak semester kedua, DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga mampu mencapai pertumbuhan sebesar 32,7, atau lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4. Peningkatan tersebut menyebabkan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional meningkat dari 1,4 2005 menjadi 1,6 . pembiayaan masih berjalan optimal, dengan laju pertumbuhan sebesar 34,2 atau melebihi baik laju pertumbuhan DPK yang dihimpun sepanjang 2006 maupun laju pertumbuhan pembiayaan pada tahun sebelumnya. Ditengah kondisi perbankan nasional yang masih menghadapi berbagai kendala dalam upaya meningkatkan penyaluran dana ke berbagai sektor produksi, perkembangan pembiayaan dimaksud menjadi sangat berarti dan mampu mengangkat pangsa pembiayaan perbankan syariah pada skala nasional dari 2,2 pada tahun 2005 menjadi 2,6 pada tahun laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang masih cukup tinggi dalam kondisi sektor riil yang belum kondusif, berdampak pada meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah non performing financing 8 yang dihadapi perbankan syariah. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pembiayaan bank syariah sebagaimana tercermin dari rasio NPF gross perbankan syariah yang meningkat hingga mencapai 4,8 pada posisi akhir 2006. Akhir 2006 memberikan catatan fantastik tentang keunggulan sistem Perbankan Islam yang merupakan salah satu aspek penting syariat islam dalam bidang ekonomi di banding perbankan konvensional. Hal ini terlihat dari perbandingan beberapa aspek performance operasi sistem perbankan meliputi Non Performing LoanFinancing NPLNPF, FinancingLoan to Deposits Ratio FDRLDR, simpanan bank di SBI atau SWBI, dan kinerjanya dalam menggerakkan sektor riil. Rasio pembiayaan perbankan syariah terhadap dana pihak ketiga financing to deposits ratio atau FDR juga tinggi, sebesar 111 lebih dibanding perbankan nasional yang hanya sekitar 62. Apa artinya? Perbankan syariah secara sempurna mengemban fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dari 100 dana yang dikumpulkannya dari pihak ketiga, semuanya disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan kepada sektor riil. Bahkan tidak cukup itu, sebanyak 11 dari pembiayaan itu didanai dari modal mereka sendiri. Beban yang ditimbulkan bank syariah karena penempatan dana dalam bentuk Sertifikat Wadiah BI SWBI juga sangat kecil. Artinya, beban yang dipikul BI juga ringan http:Alihozi77.blogspot.com. Industri perbankan syariah pada tahun 2007 diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan yang signifikan. Perkiraan tersebut didukung adanya 9 ekspektasi penguatan sisi permintaan yang berasal dari meningkatnya daya beli masyarakat maupun perbaikan ekonomi secara umum. Arah pergerakan suku bunga yang diperkirakan semakin kondusif sebagai respon terhadap perkembangan yang positif pada sisi makro, juga akan berimplikasi pada meningkatnya daya saing produk penghimpunan dana perbankan syariah. Kebutuhan akan pembiayaan usaha dari perbankan akan turut meningkat sejalan dengan membaiknya kondisi permintaan dan menurunnya risiko usaha, yang akan berdampak pada terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi perbankan syariah untuk merealisasikan potensi pertumbuhannya. Disamping itu, keyakinan terhadap membaiknya prospek industri juga tercermin dari ditetapkannya target pertumbuhan yang sangat signifikan oleh beberapa bank syariah. Peningkatan target tersebut juga merupakan wujud partisipasi perbankan dalam program percepatan pengembangan industri untuk mencapai target indikatif pangsa pasar di 2008. Sebagai satu industri yang baru berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang relatif cepat, telah terjadi kecenderungan semakin meningkatnya minat pelaku perbankan untuk masuk kedalam industri perbankan syariah. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya bank-bank baru yang masuk kedalam industri perbankan syariah selama tahun 2006. Pada tahun 2006, Bank Indonesia telah mengeluarkan 1 izin usaha pembukaan Unit Usaha Syariah baru, 9 izin usaha pendirian BPR Syariah, 4 izin konversi BPR konvensional menjadi BPR Syariah, serta perizinan akuisisi 2 BPR Syariah. Dari sisi ekspansi usaha, telah dikeluarkan izin pembukaan 20 kantor 10 cabang syariah terdiri dari 9 kantor cabang dari Bank Umum Syariah dan 11 kantor cabang syariah dari Unit Usaha Syariah, 54 persetujuan pembukaan kantor dibawah kantor cabang syariah serta 464 layanan syariah dari unit usaha syariah. Dibanding tahun 2005, terdapat penurunan jumlah pembukaan kantor cabang syariah oleh Unit Usaha Syariah. Pada tahun 2005 izin pembukaan kantor cabang syariah sebanyak 25 kantor cabang syariah sedangkan tahun ini hanya 11 kantor cabang syariah. Hal ini terjadi sebagai dampak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.83PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional yang memberi kemudahan bagi Unit Usaha Syariah untuk memperluas jaringan kantor syariah melalui pembukaan layanan syariah. Sebagian besar Unit Usaha Syariah membuka layanan syariah di kantor-kantor konvensionalnya karena penyebaran jaringan kantor konvensional jauh lebih banyak dan luas, selain itu biaya investasi yang lebih rendah. Seiring dengan dinamika tersebut, kinerja perbankan syariah khususnya pada paro kedua tahun 2006 kembali menemukan momentumnya. Hingga akhir tahun 2006, pembiayaan yang diberikan PYD perbankan syariah meningkat sebesar Rp5,2 triliun dari tahun sebelumnya sehingga mendorong kenaikan rasio Financing to Deposit FDR perbankan syariah dari 97,8 pada akhir 2005 menjadi 98,9. Dalam periode yang sama, 11 Kelompok Bank 2002 2003 2004 2005 2006 Bank Umum Syariah 2 2 3 3 3 Unit Usaha Syariah 6 8 15 19 20 BPRS 83 84 86 92 105 Jumlah Kantor BUS UUS 127 299 401 504 531 Jumlah Layanan Syariah - - - - 456 Sumber: Bank Indonesia jumlah dana pihak ketiga DPK yang dihimpun meningkat sebesar Rp5,1 triliun sehingga memberikan indikasi bahwa seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat dapat disalurkan oleh perbankan syariah atau dengan kata lain fungsi intermediasi perbankan syariah telah berjalan optimal. Sejalan dengan bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga mengalami peningkatan yang signifikan. Selama periode laporan, jumlah kantor bank syariah termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah bertambah 40 kantor dari 596 kantor pada akhir tahun 2005. Ditinjau dari penyebarannya, jaringan kantor perbankan syariah kini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 70 kabupatenkodya di 31 propinsi. Jumlah tersebut belum termasuk jaringan kantor cabang bank konvensional penyedia layanan syariah office channeling sebanyak 456 kantor yang umumnya baru beroperasi pada semester kedua tahun 2006. Hal ini mengindikasikan para pemilik dana masih melihat potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan perbankan syariah, khususnya ke wilayah-wilayah potensial di luar ibu kota propinsi. Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah 12 Dari sisi penghimpunan dana, perkembangan DPK perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi persaingan penghimpunan dana yang semakin ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi melalui pasar modal. Dalam kondisi suku bunga yang tinggi, daya tarik produk penghimpunan dana perbankan syariah mengalami penurunan secara relatif terhadap produk perbankan konvensional sehingga pertumbuhan PDK pada paruh pertama tahun 2006 mengalami tekanan hingga ke level 5,5 y-t-d. Namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak paruh kedua tahun 2006, DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga mampu mencapai pertumbuhan sebesar 32,7 yang terutama didukung oleh pertumbuhan DPK UUS yang mencapai 80,8. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4, sehingga mendorong peningkatan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional dari 1,4 menjadi 1,6. Struktur DPK perbankan syariah masih didominasi oleh dana investasi tidak terikat, namun menunjukkan kecenderungan bergeser ke arah giro dan tabungan wadiah maupun mudharabah yang memiliki maturitas relatif pendek. Hal ini mengindikasikan preferensi likuiditas nasabah perbankan syariah yang cenderung meningkat sepanjang tahun 2006. 13 2005 2006 2005 2006 2005 2006 Simpanan Wadiah Giro 2.045 3.416 26,2 67 13,1 16,5 Tabungan 60 122 35,5 105 0,4 0,6 Lainnya 130 210 379,3 61,6 0,8 1 Investasi Mudharabah Tabungan 4.181 6.098 31 45,9 26,8 29,5 Deposito 9.166 10.826 31,4 18,1 58,8 52,4 Total 15.582 20.672 31,4 32,7 100 100 Sumber: Bank Indonesia Pangsa Jumlah Miliar Pertumbuhan Jenis Dana 2005 2006 2005 2006 2005 2006 Musyarakah 1.898 2.335 49,40 23,0 12,5 11,4 Mudharabah 3.124 4.062 51,50 30,0 20,5 19,9 Piutang Murabahah 9.487 12.624 24,20 33,1 62,3 61,7 Piutang Istishna 282 337 10,00 19,6 1,8 1,6 Qard 125 250 26,20 100,6 0,8 1,2 Ijarah 316 836 201,80 164,7 2,1 4,1 Total 15.232 20.445 32,6 34,2 100 100 Sumber: Bank Indonesia Pangsa Jumlah Miliar Pertumbuhan Jenis Pembiayaan Tabel 1.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga Tabel 1.3 Perkembangan Jenis-jenis Pembiayaan Dari penjelasan di atas, menjadi penting kini untuk mengetahui pengaruh apa saja yang memotivasi depositor untuk menyimpan dananya di bank syariah, dan mengetahui apa saja yang mempengaruhi besarnya penghimpunan dana pihak ketiga bank syariah di Indonesia khususnya simpanan mudharabah. 14 Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis berbagai variabel yang menentukan besarnya simpanan simpanan mudharabah perbankan syariah di Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul : “ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN BANK TERHADAP SIMPANAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut : 1. Berapa besar CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR mempengaruhi Simpanan Mudharabah? 2. Bagaimana pengaruh CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR terhadap simpanan mudharabah baik secara sendiri-sendiri parsial maupun secara gabungan simultan? 3. Variabel mana di antara CAR, ROE, BOPO, NPF, dan FDR yang paling besar pengaruhnya terhadap simpanan mudharabah?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Makroekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia

4 14 154

PENGARUH PROGRAM AKSELERASI PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH (PAPBS) TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

0 2 12

ANALISIS PENGARUH RASIO CAMEL TERHADAPKINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH Analisis Pengaruh Rasio Camel Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Di Indonesia Tahun 2010-2014.

0 2 14

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Dengan Perbankan Konvensional (Studi Kasus pada Bank Syariah Muamalat Indonesia dan Bank Tabungan Negara).

0 2 14

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Dengan Perbankan Konvensional (Studi Kasus pada Bank Syariah Muamalat Indonesia dan Bank Tabungan Negara).

0 2 15

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Di Indonesia.

0 2 12

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Di Indonesia.

0 3 17

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL YANG TERDAFTAR DI BANK INDONESIA.

0 0 25

ANALISIS COMPARATIF KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL DI INDONESIA Analisis Comparatif Kinerja Keuangan Bank Syariah Dan Bank Konvensional Di Indonesia (Studi Kasus: Pada Industri Perbankan Indonesia Tahun 2005-2012).

0 0 14

ANALISIS KINERJA SOSIAL PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Analisis Kinerja Sosial Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Muamalat Indonesia).

0 1 13